Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran adalah suatu aktivitas belajar-mengajar. Di dalamnya ada
dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Tugas dan tanggung jawab utama
seorang guru adalah mengelola pembelajaran dengan lebih efektif, dinamis,
efisien, dan positif yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan
aktif diantara dua subjek pembelajaran yaitu guru sebagai penginisiatif awal
dan pengarah serta pembimbing, sedangkan peserta didik sebagai yang
mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam
pengajaran. Pengajaran merupakan aktivitas yang sistematis dan sistemik yang
terdiri atas banyak komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak
bersifat terpisah atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan teratur,
saling bergantung, komplementer, dan kesinambungan. Untuk itu diperlukan
pengelolaan pembelajaran yang baik. Pengelolaan pembelajaran yang baik
harus dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip pengajaran. Ia harus
mempertimbangkan segi dan strategi pengajaran, dirancang secara sistematis,
bersifat konseptual tetapi praktis relistik dan fleksibel, baik yang menyangkut
masalah interaksi pengajaran, pengelolaan kelas, pengajaran, maupun penilaian
pengajaran.
Dalam kegiatan belajar mengajar sangat diperlukannya interaksi antara
guru dan murid yang memiliki tujuan. Agar tujuan ini dapat tercapai sesuai
dengan target dari guru itu sendiri, maka sangatlah perlu terjadi interaksi positif
yang terjadi antara guru dan murid. Adapun materi yang akan kami bahas
dalam makalah pengelolaan pembelajaran yakni pengertian dan hakikat
pengelolaan pembelajaran serta pendekatan belajar-mengajar.Untuk
melaksanakan tugas dalam meningkatkan mutu pendidikan maka diadakan
proses belajar mengajar, guru merupakan figur sentral, di tangan gurulah
terletak kemungkinan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan belajar
mengajar disekolah. Oleh karena itu tugas dan peran guru bukan saja mendidik,

1
2

mengajar dan melatih tapi juga bagaimana guru dapat mebaca situasi kelas dan
kondisi siswanya dalam menerima pelajaran.
Untuk meningkatkan peran guru dalam proses belajar mengajar dan hasil
belajar siswa, maka guru diharapkan mampu menciptakan lingkungan belajar
yang efektif dan mampu mengelola kelas dengan baik. Adapun tujuan yang
diniatkan dalam setiap kegiatan belajar mengajar, baik yang sifaatnya
instruksional maupun tujuan peniring akan dapat dicapai secara optimal apabila
dapat menciptakan dan mempertahankan kondisi yang menguntungka bagi
peserta didik. Dalam setiap proses pembelakjaran kondisi inni harus
direncanakan dan diusahakan oleh guru secara sengaja agar dapat terhindar dari
kondisi yang merugikan. Dan kembali kepada kondisi yang optimal apabila
terjadi hal-hal yang merusak yang disebabkan oleh tingkah laku peserta didik
didalam kelas.
Usaha guru dalam menciptakan kondisi yang diharapkan akan efektif
apabila : Pertama, diketahui secara tepat faktor-faktor yang dapat menunjang
terciptanya kondisi yang menguntungkan dalam proses belajar mengajar.
kedua, dikenal masalah-masalah yang diperkirakan dan biasanya timbul dan
dapat merusak iklim belajar mengajar. Ketiga, dikuasainya berbagai
pendekatan dalam pengelolaan kelas dan diketahui pula kapan dan untuk
masalah mana suatu pendekatan digunakan (Ahmad Rohani, 2004:122). Suatu
kondisi belajar optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan
sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan
dalam mencapai tujuan pengajaran.
Proses pembelajaran di sekolah merupakan suatu kegiatan yang perlu
direncanakan dengan matang. Perencanaan tersebut meliputi kegiatan belajar
mengajar, pengelolaan kelas maupun hasil belajar di kelas. Oleh karena itu,
perencanaan pembelajaran yang kita kenal dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) menjadi suatu hal yang sangat penting. Penyususnan
rencana pelaksanaan pembelajaran berguna untuk membantu dan memudahkan
guru agar program pembelajaran yang dilaksanakan benar benar terfokus pada
kegiatan peserta didik, sehingga perlu disusun suatu perangkat rencana
3

pelaksanaan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan penilaian hasil belajar.


Problema guru selalu dihadapkan pada berbagai hal yang memerlukan
pengambilan keputusan sehubungan dengan tugasnya baik sebelum, selama
maupun sesudah terjadinya proses atau situasi belajar mengajar. Guru harus
mengambil keputusan-keputusan tentang apa, bagaimana, kapan, untuk apa dan
sebagainya mengenai setiap situasi atau kondisi belajar yang perlu diciptakan.
Mengambil keputusan mengenai pelaksanaan rencana yang telah dibuat, dan
mengenai berhasil atau tidaknya pelaksanaan rencana merupakan tugas guru.
Berhasil tidaknya pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dapat diketahui
setelah dilakukan kegiatan evaluasi. Di samping itu, hasil evaluasi bisa juga
digunakan sebagai masukan dalam penyusunan dan pelaksanaan program
selanjutnya. Menurut Tisnowati Tamat dan Moekarto Mirman (2005:9)
menjelaskan bahwa, proses pembelajaran dari seorang guru diawali dengan
kegiatan penyusunan program pengajaran atau rencana pelajaran, selanjutnya
melaksanakan program atau pelaksanaan pembelajaran dan guru melakukan
evaluasi atau penilaian untuk mengetahui keberhasilannya.
Dalam pengelolaan proses pembelajaran mengajar di SDN ..................
yang dilaksanakan oleh para guru masih bersifat konvensional, yaitu metode
pembelajaran yang monoton yang diajarkan oleh guru serta keterbatasan sarana
dan prasarana sekolah. Dari gambaran tersebut sangatlah jelas bahwa proses
pembelajaran yang dilaksanakan menjadi kurang maksimal. Keberhasilan
dalam kegiatan belajar mengajar merupakan tujuan yang paling diharapkan
oleh semua guru. Untuk itu guru harus mampu menciptakan situsi belajar yang
efektif. Karena suatu proses belajar mengajar yang efektif berlangsung apabila
memberikan keberhasilan serta memberikan rasa puas bagi siswa maupun guru.
Seorang guru merasa puas jika siswanya dapat mengikuti proses pembelajaran
dengan sungguh-sungguh, bersemangat dan penuh kesadaran tinggi. Hal itu
dapat tercapai apabila guru memiliki sikap dan kemampuan secara profesional
serta mempunyai kemampuan mengelola proses belajar mengajar yang
menyenangkan dan efektif.
4

Dari hasil pelaksanaan kegiatan awal penelitian menunjukkan bahwa


semua guru masih kurang maksimal dalam pengelolaan pembelajaran di
kelasnya masing-masing. Hasil penilaian pada kegiatan supervisi awal
menunjukkan bahwa tidak ada guru yang memenuhi indikator penilaian
minimal dalam rentang 70-89 atau dalam kriteria baik. Salah satu upaya yang
dilakukan oleh peneliti sebagai kepala sekolah di SDN .................. adalah
dengan melaksanakan kegiatan supervisi akademik melalui pendekatan
kolaburatif sebagai upaya meningkatkan kemampuan guru dalam pengelolaan
proses belajar mengajar.
Menurut Makawimbang dalam Asf dan Mustafa (2013:91), dalam praktik
supervisi pendidikan, dikenal bebarapa model supervisi yang selama ini dengan
sadar atau tidak sadar dipelaksanaankan oleh supervisor dalam pelaksanaan
tugasnya. Setiap model memiliki karakteristik atau kelebihan dan
kekurangannya. Oleh karena itu, memahami model-model supervisi memiliki
banyak keuntungan tersendiri bagi siapapun yang berprofesi sebagai supervisor
pendidikan. Model supervisi yang selama ini diterapkan dalam satuan
pendidikan menurut Sahertian (2010:34) adalah supervisi model konvensional
(tradisional), model supervisi artistik, model supervisi ilmiah, dan model
supervisi akademik. Dalam model supervisi konvensional (tradisional), seorang
supervisor dipahami sebagai orang yang memiliki power untuk menentukan
nasib guru. Karenanya, dalam perspektif behavior, seorang yang menerapkan
model ini selalu menerapkan prilaku atau aksi supervisi dalam bentuk inspeksi
dan mencari kesalahan dan menemukan kesalahan bahkan bisa sering kali
memata-matai objek, yaitu guru. Model supervisi artistik berdasarkan diri pada
bekerja untuk orang lain (working forothers), dan bekerja melalui orang lain
(working with the others), dan bekerja melalui orang lain (working through the
others). Supervisi model ilmiah memiliki ciri-ciri yaitu dilaksanakan secara
bersama dan kontinue, sistematis dengan menggunakan prosedur serta teknik
tertentu, menggunakan instrumen pengumpulan data, ada data yang objektif
yang diperolah dari data yang riil. Supervisi model akademik difokuskan pada
peningkatan proses pembelajaran dengan menggunakan siklus yang sistematis.
5

Supervisi akademik membantu guru-guru memperkecil kesenjangan antara


tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal.
Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi pendidikan
sering didasarkan pada prinsip-prinsip psikologis. Secara teoritis Asf
(2013:68), terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan supervisor
dalam melakukan supervisi pendidikan yaitu : pendekatan langsung (direct
approach), pendekatan tidak langsung (non-direct approach), dan pendekatan
kolaboratif (colaborativeapproach). Dalam pendekatan langsung, supervisor
memberikan arahan secara langsung kepada guru- guru yang disupervisi
sehingga prilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan tidak langsung cara
pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Di sini
supervisor memberikan kesempatan yang sebanyak mungkin kepada para guru
untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami.
Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara
pendekatan direktif dan non-direktif menjadi suatu cara pendekatanbaru. Pada
pendekatan ini, baik supervisor maupun guru bersama-samabersepakat untuk
menetapkan struktur proses dan kriteria dalam melaksanakan proses
percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan
pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah
perpaduan antara kegiatan individu dengan lingkungan yang pada gilirannya
akan berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian,
pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah: dari atas ke bawah
dan dari bawah ke atas.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Strategi sosialisasi dan strategi bimbingan supervisi akademik yang telah
dilaksanakan selama ini ternyata masih belum memadai, sehingga identitas
dan penguasaan materi kurang,
6

2. Pelaksanaan supervisi akademik dengan pendekatan kolaboratif belum


pernah dilaksanakan,
3. Supervisi akademik konvensional belum dapat meningkatkan kinerja guru,
4. Pelaksanaan supervisi tidak berdasarkan atas kesadaran dan kesepakatan
bersama antara guru dan kepala sekolah.

D. Perumusan Masalah
Dari penjelasan pada latar belakang dan identifikasi masalah di atas,
maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam pelaksanaan kegiatan
penelitian tindakan sekolah ini, yaitu :
1. Bagaimana pelaksanaan supervisi akademik dengan pendekatan kolaboratif
dapat meningkatkan kemampuan guru dalam pengelolaan PBM di SDN
.................. Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017?
2. Bagaimana peningkatan kemampuan guru dalam pengelolaan PBM melalui
pelaksanaan supervisi akademik dengan pendekatan kolaboratif di SDN
.................. Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk :
1. Mengetahui pelaksanaan supervisi akademik dengan pendekatan kolaboratif
dapat meningkatkan kemampuan guru dalam pengelolaan PBM di SDN
.................. Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017.
2. Mengetahui peningkatan kemampuan guru dalam pengelolaan PBM melalui
pelaksanaan supervisi akademik dengan pendekatan kolaboratif di SDN
.................. Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017.

F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti sebagai
sumbangan pemikiran terhadap beberapa pihak diantaranya :
1. Secara teoritis
7

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan


pengetahuan kepada Kepala Sekolah dan guru tentang teori kinerja dan teori
supervisi khususnya supervisi akademik dengan pendekatan kolaboratif.

2. Secara Praktis
Hasil pelaksanaan penelitian penelitian tindakan sekolah diharapkan
dapat memberikan manfaat:
a. Bagi guru
Penelitian ini bermanfaat sebagai sumber pengetahuan baru
sekaligus sebagai alat untuk merefleksi dirinya sendiri. Manfaat lain yang
diharapkan agar guru menyadari pentingnya bekerjasama dengan kepala
sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan khususnya dengan
pelaksanaan supervisi akademik.
b. Bagi Kepala Sekolah
Bahan informasi, pertimbangan dalam penentuan kebijakan dalam
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru yaitu
prestasi peserta didik, kesempatan pendidikan lebih tinggi dan
pengembangan diri.
Sebagai bahan masukan tentang pentingnya peran kepala sekolah
dalam melaksanakan fungsi supervisi. Bagi guru, sebagai bahan masukan
kepada para guru bahwa implementasi supervisi berada di tangan guru,
bagaimana ia mengemas, mengelola, dan melaksanakan sehingga tercipta
kinerja guru yang optimal.
c. Bagi Pengawas Sekolah
Sebagai bahan evaluasi agar dapat menerapkan supervisi
akademik sehingga dapat meningkatkan kemampuan guru dalam
pembelajaran khususnya dalam pengelolaan PBM
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
C. Kajian Teori
1. Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa,
sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan,
kecakapan, kekuatan (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:
552-553). Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk
melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. (Stephen P. Robbins &
Timonthy A. Judge, 2009: 57).
Sedangkan yang dimaksud dengan kemampuan mengelola proses
belajar mengajar adalah kesanggupan atau kecakapan para guru dalam
menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara guru dan peserta
didik yang mencakup segi kognitif, afektif dan psikomotor, sebagai upaya
mempelajari sesuatu berdasarkan perencanaan sampai dengan tahap evaluasi
dan tindak lanjut agar tercapai tujuan pengajaran (Subroto, 2002:91).

2. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar


a. Pengertian Pengelolaan Proses Belajar Mengajar
Pengelolaan itu berakar dari kata “kelola” dan istilah lainnya yaitu
“manajemen” yang artinya ketatalaksanaan, tata pimpinan. Menurut
Bahri dan Zain bahwa pengelolaan itu adalah pengadministrasian,
pengaturan atau penataan suatu kegiatan. Pengelolaan merupakan
terjemahan dari kata “management”. Terbawa oleh derasnya arus
penambahan kata pungut kedalam Bahasa Indonesia, istilah Inggris
tersebut lalu di Indonesiakan menjadi “manajemen”.
Sardiman AM dalam Abdul Majid (2012 : 269) Pembelajaran
adalah rangkaian peristiwa (events) yang mempengaruhi pembelajaran
sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran
merupakan proses yang berfungsi membimbing peserta didik didalam
kehidupannya. Yakni membimbing mengembangkan diri sesuai dengan

8
9

tugas perkembangannya yang harus dijalani. Kegiatan pembelajaran


diarahkan untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki peserta
didik agar mereka dapat memiliki kompetensi yang diharapkan melalui
upaya menumbuhkan serta mengembangkan; sikap/attitude,
pengetahuan/knowledge dan keterampilan/skill (Hosnan, 2014).
Adapun pengelolaan pembelajaran dalam Goniyatul (2010 : 14)
diartikan sebagai suatu upaya untuk mengatur (memenej,
mengendalikan) aktivitas pengajaran berdasarkan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip pengajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran agar
efektif. Selain itu menurut Zakiyah Darajat dalam Goniyatul (2010 : 16)
pengelolaan pembelajaran erat kaitannya dengan pengelolaan kelas yang
menjadi pusat/tempat terjadinya proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar didalam kelas pada hakikatnya akan
melibatkan semua unsur yang ada dalam sekolah bersangkutan. Akan
tetapi secara langsung akan terlibat hal-hal sebagai berikut: Guru sebagai
pendidik, murid sebagai yang terdidik, alat/media yang digunakan, situasi
dalam lingkungan kelas, sekolah itu sendiri . Guru, murid dan bahan
merupakan unsur yang dominan dalam proses pembelajaran. Ketiga
unsur ini saling berkaitan, pengaruh mempengaruhi serta tunjang
menunjang antara satu dengan yang lainnya. Jika salah satu tidak ada,
kedua unsur yag lain tidak dapat berhubungan secara wajar dan proses
pembelajaran tidak akan berlangsung dengan baik. Jika proses belajar
mengajar itu ditinjau dari segi kegiatan guru, maka terlihat guru
memegang peranan prima. Ia berfungsi sebagai pembuat keputusan yang
berhubungan dengan perencanaan, implementasi/pelaksanaan dan
penilaian (Abdul Majid, 2012 : 245).

b. Perencanaan Pembelajaran
Sebagai perencana, guru hendaknya dapat mendiagnosis kebutuhan
para siswa sebagai subjek belajar, merumuskan tujuan kegiatan proses
pembelajaran dan menetapkan strategi pembelajaran yang ditempuh
10

untuk merealisasikan tujuan yang telah dirumuskan (Abdul Majid, 2012 :


246). Perencanaan adalah menyusun langkah-langkah yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan
tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu
tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang
lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dibuat dengan
mudah dan tepat sasaran (Abdul Majid, 2007 : 15).
Aderson dalam Mulyasa (2004 : 83) membedakan perencanaan
dalam dua kategori, yaitu perencanaan jangka panjang dan perencanaan
jangka pendek. Perencanaan jangka panjang disebut unit plan yang
merupakan perencanaan bersifat komprehensif, dimana dapat dilihat
aktivitas guru selama satu semester. Perencanaan umum ini memerlukan
uraian lebih terperinci melalui perencanaan jangka pendek yang disebut
dengan persiapan mengajar. Perencanaan dan persiapan mengajar
merupakan faktor penting dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
kepada anak didiknya. Agar proses pembelajaran terhadap anak didik
berlangsung dengan baik, amat tergantung pada perencanaan dan
persiapan mengajar yang dilakukan oleh guru yang harus baik pula,
cermat dan sistematis (Hosnan, 2014 : 96).
Perencanaan pembelajaran yang matang tentunya memiliki
perencanaan secara tertulis dalam bentuk Silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada standar isi.
Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran dari penyiapan media dan sumber belajar, perangkat
penilaian pembelajaran dan skenario pembelajaran. Penyusunan silabus
dan RPP disesuaikan dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan.

1) Silabus
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran
untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit
memuat hal berikut: (1)Identitas matapelajaran (khusus
11

SMP/MTs/SMPLB/Paket B dan SMA/MA/SMALB/SMK/MA/Paket


C/Paket C Kejuruan). (2) Identitas Sekolah, meliputi nama satuan
pendidikan dan kelas. (3) Kompetensi Inti, merupakan gambaran
secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap,
pengetahuan dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik
untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. (4) Kompetensi
Dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencangkup sikap,
pengetahuan dan keterampilan yang terkait muatan atau mata
pelajaran. (5) Tema (Khu sus SD/MI/SDLB/Paket A). (6) Materi
pokok, memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi. (7) Pembelajaran, yaitu kegiatan yang
dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk mencapai kompetensi
yang diharapkan. (8) Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar
peserta didik. (9)Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran
dalam struktur kurikulum untuk satu semester atau satu tahun. (10)
Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar atau sumber belajar lain yang relevan. Silabus dikembangkan
berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola pembelajaran
pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan
dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.

2) RPP
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana
kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih.
RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar
(KD). Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban
menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran
12

berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,


efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD atau subtema
yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih komponen
RPP terdiri atas berikut: (1) Identitas sekolah, yaitu nama satuan
pendidikan. (2) Identitas mata pelajaran atautema/subtema. (3)
Kelas/Semester. (4) Materi pokok. (5)Alokasi waktu, ditentukan sesuai
dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan
mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus
dan KD yang harus dicapai. (6) Tujuan pembelajaran yang
dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap,
pengetahuan dan keterampilan. (7) Kompetensi dasardan indikator
pencapaian kompetensi. (8) Materipembelajaran, memuat fakta,
konsep, prinsip dan prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk
butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi.
(9)Metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai
KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang
akan dicapai. (10)Media pembelajaran, berupa alat bantu proses
pembelajaran untuk menyampaikan materi pembelajaran. (11)
Sumberbelajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar dan sumber belajar lain yang relevan. (12) Langkahlangkah
pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti dan
penutup. (13) Penilaian hasil
pembelajaran.

3) Media Pembelajaran
13

Menurut AECT, organisasi yang bergerak dalam bidang


teknologi pendidikan dan komunikasi dalam Wina Sanjaya (2014 : 57)
mengemukakan, media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk
proses penyaluran informasi. Media juga berarti perantara dari sumber
informasi ke pengelola informasi kepada penerima informasi. Adapun
media pembelajaran menurut Rossi dan Braiddle dalam Wina Sanjaya
(2014 : 58) adalah seluruh alat dan bahan yang digunakan untuk
tujuan pembelajaran seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan
sebagainya. Menurut Gerlach dalam Wina Sanjaya (2014 : 60) media
pembelajaran secara umumnya meliputi orang, bahan, peralatan, atau
kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa, media pembelajaran adalah sekumpulan peralatan
bahkan lingkungan sekitar yang digunakan untuk proses
pembelajaran, agar siswa mudah memahami materi pembelajaran
demi tercapainya tujuan pembelajaran. Meskipun media pembelajaran
tercantum dalam RPP dan Silabus, tetapi tetap saja media harus
dipersiapkan secara terpisah, yaitu dengan memasukan materi-materi
yang akan disampaikan pada komponen multimedia tersebut untuk
ditayangkan didepan kelas. Adapun di SDN ..................tidak
menggunakan satu media saja, akan tetapi menggunakan beberapa
komponen media yang bersifat saling mendukung dalam pelaksanaan
pembelajaran.

c. Pelaksanaan Pembelajaran
Sebagai pengimplementasi/pelaksana rencana pembelajaran yang
telah disusun, guru hendaknya mempertimbangkan situasi dan kondisi
yang ada dan berusaha “memoles” setiap situasi yang muncul menjadi
situasi yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
Semua itu memerlukan keterampilan profesional secara memadai (Abdul
Majid, 2012 : 246).
14

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran, merupakan strategi yang dapat


diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam
rangka mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dikaitkan dengan
pembelajaran, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan
pendidik dan peserta didik dalam perwujudan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Hosnan, 2014 : 91).
Adapun proses pelaksanaan pembelajaran berdasarkan KTSP
adalah sebagai berikut:
1) Kegiatan Pendahuluan
a) Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik.
b) Mengajukan pertanyaan tentang materi yang sudah dan akan
dipelajari.
c) Mengantarkan peserta didik kepada suatu permasalahan atau tugas
yang akan dilakukan untuk mempelajari suatu materi.
d) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan dicapai.
e) Menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang
kegiatan yang akan dilakukan peserta didik.
2) Kegiatan Inti
a) Kegiatan ini merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
tujuan, dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk secara aktif menjadi
pencari informasi, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
b) Kegiatan ini menggunakan metode yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran (proses observasi,
menanya, mengumpulkan informasi, asosiasi, dan komunikasi).
c) KD yang bersifat prosedur untuk melakukan sesuatu, guru
memfasilitasi agar peserta didik dapat melakukan pengamatan
terhadap pemodelan/ demonstrasi oleh guru atau ahli, peserta didik
15

menirukan, selanjutnya guru melakukan pengecekan dan


pemberian umpan balik, dan latihan lanjutan kepada peserta didik.
d) Dalam setiap kegiatan, guru harus memperhatikan kompetisi yang
terkait dengan sikap, seperti jujur, teliti, kerja sama, toleransi,
disiplin, taat aturan, menghargai pendapat orang lain yang
tercantum dalam silabus dan RPP.
e) Cara mengumpulkan data sedapat mungkin relevan dengan jenis
data yang dieksplorasi, misalnya di laboratorium, studio, lapangan,
perpustakaan, museum, dan sebagainya. Sebelum
menggunakannya, peserta didik harus tahu dan terlatih, dilanjutkan
dengan menerapkannya.

(1) Mengamati
(a) Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan
bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan
pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak,
mendengar, dan membaca, (b) Guru memfasilitasi peserta
didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk
memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang
paling penting dari suatu benda atau objek, dan (c)
Kegiatan Mengamati dan Mendeskripsikan

(2) Menanya
(a) Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan
secara luas untuk bertanya apa yang sudah dilihat, disimak,
dibaca, dan seterusnya. (b) Guru membimbing mereka untuk
dapat mengajukan pertanyaan (hasil pengamatan objek yang
konkret sampai yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep,
prosedur, ataupun hal lain yang lebih abstrak). (c) Pertanyaan
bersifat faktual sampai ke yang bersifat hipotetik. (d) Guru
perlu membantu peserta didik untuk mengajukan pertanyaan
16

sampai ke tingkat dimana mereka mampu mengajukan


pertanyaan secara mandiri.
(3) Mengumpulkan dan Mengasosiasikan
(a) Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui
berbagai cara (membaca buku yang lebih banyak,
memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti,
atau bahkan melakukan eksperimen). (b) Informasi yang
diperoleh menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya
(memproses informasi untuk menemukan keterkaitan satu
informasi dengan informasi lainnya, kemudian
mengambil beberapa kesimpulan).

(4) Mengomunikasikan Hasil


(a) Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan
apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi,
mengasosiasikan dan menemukan pola. (b) Hasil
disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil
belajar secara individu dan kelompok.

3) Kegiatan Penutup
a) Guru bersama peserta didik dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran.
b) Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan.
c) Memberikan umpan balik.
d) Merencanakan kegiatan tindak lanjut (remedi, pengayaan, layanan
konseling dan/atau memberikan tugas).
e) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
d. Penilaian Pembelajaran
17

Pada saat melaksanakan penilaian, guru harus dapat menetapkan


prosedur dan teknik penilaian yang tepat (valid terandalkan). Jika
kompetensi dasar yang telah ditetapkan pada kegiatan perencanaan
belum tercapai, maka ia harus meninjau kembali rencana serta
implementasinya/pelaksanaannya dengan maksud untuk melakukan
perbaikan (Abdul Majid, 2012 : 246).

1) Penilaian Proses dan Hasil Pembelajaran


Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara
berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif
setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan
penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata
pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses.
Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian
autentik (authentic assessment) yang menilai kesiapan siswa, proses,
dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penialaian ketiga
komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan
perolehan belajar siswa atau bahkan mampu menghasilkan dampak
instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant
effect) dari pembelajaran (Hosnan, 2014 : 416).

2) Metode Penilaian
Penilaian dapat dilakukan melalui tes mapupun nontes. Metode
tes dipilih bila respons yang dibutuhkan dapat dikategorikan benar
atau salah (KD-KD pada KI-3 dan KI-4). Bila respons yang
dikumpulkan tidak dapat dikategorikan benar atau salah, digunakan
metode nontes (KD-KD pada KI-1 dan KI-2). Metode tes dapat
berupa tes tulis aupun tes kinerja (Hosnan, 2014 : 417).

3. Supervisi Akademik Kepala Sekolah


18

a. Hakikat Supervisi Akademik


Menurut UU No 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah
bahwa kepala sekolah harus memiliki kompetensi kepribadian,
manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial, dan menurut UU No 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
Potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara.
Supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan
untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam
melakukan pekerjaan mereka secara efektif (Purwanto, 2003). Menurut
Jones dalam Mulyasa (2003:155), Supervisi merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari seluruh proses administrasi pendidikan yang
ditujukan terutama untuk mengembangkan efektivitas kinerja personalia
sekolah yang berhubungan tugas-tugas utama pendidikan.
Menurut Carter, supervisi adalah usaha dari petugas-petugas
sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya dalam
memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi
pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi tujuan-
tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode serta evaluasi
pengajaran (Sahartian, 2000:17)
Kepala sekolah adalah figur yang paling menentukan bagi maju
mundurnya sekolah, hal ini karena ia berfungsi sebagai leader sekaligus
sebagai manajer. Sebagai leader ia harus mampu menggerakkan,
mengarahkan dan mengoptimalkan kinerja guru agar mereka dapat
melaksanakan tugas secara efektif dan efisien. Sedangkan sebagai
manajer, kepala sekolah harus mampu membuat perencanaan,
melaksanakan, mengatur, mengendalikan, mengawasi, dan mengevaluasi
pelaksanaan program baik yang berkenaan dengan program pembelajaran
19

maupun yang berkaitan dengan administrasi sekolah untuk menunjang


tujuan yang telah di tetapkan.
Administrasi pendidikan menegaskan bahwa penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan pada dasarnya mencakup kegiatan-kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/pembinaan. Dengan demikian
berarti bahwa, dalam usaha meningkatkan kualitas dan memotivasi
terlaksananya proses pembelajaran secara optimal, diperlukan supervisi
atau pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah,
terutama yang berkenaan dengan perencanaan pelaksanaan program
pembelajaran, penggunaan metode dan media pembelajaran, penguasaan
materi pelajaran, penguasaan kelas, serta pelaksanaan evaluasi, remedi
dan pengayaan. Melalui supervisi, kepala sekolah dapat memberikan
bimbingan dan bantuan secara langsung kepada guru-guru untuk
menstimulasi dan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif,
serta mendorong terciptanya kreativitas guru dalam meningkatkan
kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran.
Efektivitas dan kualitas implementasi pelayanan supervisi
akademik yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dapat dilihat melalui
kualitas pembelajaran para guru dan hal ini dapat dilihat dari : (a)
Kemampuan merencanakan program belajar mengajar, (b) Kemampuan
melaksanakan dan mengelola proses belajar mengajar, (c) Kemampuan
menilai kemajuan proses belajar mengajar, (d) Kemampuan menafsirkan
dan memanfaatkan hasil penilaian atau kemajuan belajar mengajar dan
informasi lainnya bagi penyempurnaan dan pelaksanaan proses belajar
mengajar (Sudiarto, 1989:69).
Supervisi akademik kepala sekolah merupakan upaya seorang
kepala sekolah dalam pembinaan guru, agar guru dapat meningkatkan
kualitas mengajarnya dengan melalui langkah-langkah perencanaan,
penampilan mengajar yang nyata serta mengadakan perubahan dengan
cara yang rasional dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa.
20

Supervisi akademik dilakukan untuk mengawasi kegiatan sekolah dengan


tujuan kegiatan pendidikan berjalan dengan baik ( Mantja, 2002: 114).
Pada dasarnya supervisi akadimik yang dilakukan oleh kepala
sekolah untuk mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh guru dan staf di
sekolah guna meningkatkan hasil pembelajaran yang bermutu.
Sedangkan menurut Boardmen dalam Sahartian (2008: 17) supervisi
sekolah adalah suatu usaha mengkoordinasi dan membimbing secara
berkelanjutan pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individu
atau secara kelompok, agar lebih mengerti dan lebih efisien dalam
mewujudkan seluruh fungsi pengajaran.
Supervisi sekolah adalah suatu teknik pelayanan yang tujuan
utamanya untuk mempelajari dan memperbaiki secara bersama semua
faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
di sekolah ( Sahartian 2008: 19 ). Supervisi sekolah adalah rangkaiyan
proses untuk menyediakan bantuan bimbingan dan nasehat profesional
kepada guru untuk meningkatkan mutu sekolah yang dilakukan oleh
kepala sekolah ( Eheren 2006: 67 ). Supervisi sekolah bertujuan untuk
memberikan bimbingan kepada guru di sekolah, tujuanya untuk
meningkatkan hasil pembelaran siswa. Kepala sekolah berperan penting
dalam pelaksanaan supervisi, karena seorang kepala sekolah menentukan
berhasil atau tidak suatu sekolah.
b. Karakteristik Supervisi Akademik
Menurut Mulyasa (2004: 112) Salah satu supervisi akademik yang
popular adalah supervisi klinis, yang memiliki karakteristik sebagai
berikut :
1) Supervisi diberikan berupa bantuan (bukan perintah), sehingga
inisiatif tetap berada di tangan tenaga kependidikan.
2) Aspek yang disupervisi berdasarkan usul guru, yang dikaji bersama
kepala sekolah sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan.
3) Instrumen dan metode observasi dikembangkan bersama oleh guru
dan kepala sekolah.
21

4) Mendiskusikan dan menafsirkan hasil pengamatan dengan


mendahulukan interpretasi guru.
5) Supervisi dilakukan dalam suasana terbuka secara tatap muka, dan
supervisor lebih banyak mendengarkan serta menjawab pertanyaan
guru dari pada memberi saran dan pengarahan.
6) Supervisi klinis sedikitnya memiliki tiga tahap, yaitu pertemuan awal,
pengamatan, dan umpan balik.
7) Adanya penguatan dan umpan balik dari kepala sekolah sebagai
supervisor terhadap perubahan perilaku guru yang positif sebagai hasil
pembinaan.
8) Supervisi dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan suatu
keadaan dan memecahkan suatu masalah.
c. Faktor Yang Mempengaruhi Berhasil Tidaknya Supervisi
Menurut Purwanto (2004:118) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi berhasil tidaknya supervisi atau cepat-lambatnya hasil
supervisi antara lain :
1) Lingkungan masyarakat tempat sekolah itu berada.
Apakah sekolah itu di kota besar, di kota kecil, atau pelosok,
dilingkungan masyarakat orang-orang kaya atau di lingkungan orang-
orang yang pada umumnya kurang mampu.
2) Besar-kecilnya sekolah yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah.
Apakah sekolah itu merupakan kompleks sekolah yang besar, banyak
jumlah guru dan muridnya, memiliki halaman dan tanah yang luas,
atau sebaliknya.
3) Tingkatan dan jenis sekolah.
Apakah sekolah yang dipimpin itu SD atau sekolah lanjutan, SLTP,
SMU atau SD dan sebagainya semuanya memerlukan sikap dan sifat
supervisi tertentu.
4) Keadaan guru-guru dan pegawai yang tersedia.
22

Apakah guru-guru di sekolah itu pada umumnya sudah berwenang,


bagaimana kehidupan sosial-ekonomi, hasrat kemampuannya, dan
sebagainya.
5) Kecakapan dan keahlian kepala sekolah itu sendiri di antara faktor-
faktor yang lain, yang terakhir ini adalah yang terpenting.
Bagaimanapun baiknya situasi dan kondisi yang tersedia, jika kepala
sekolah itu sendiri tidak mempunyai kecakapan dan keahlian yang
diperlukan, semuanya itu tidak akan ada artinya. Sebaliknya, adanya
kecakapan dan keahlian yang dimiliki oleh kepala sekolah, segala
kekurangan yang ada akan menjadi perangsang yang mendorongnya
untuk selalu berusaha memperbaiki dan menyempurnakannya.
d. Fungsi Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Kegiatan atau usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh kepala
sekolah sesuai dengan fungsinya sebagai supervisor antara lain :
1) Membangkitkan dan merangsang guru-guru dan pegawai sekolah di
dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya.
2) Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah
termasuk media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan
keberhasilan proses pembelajaran.
3) Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan
menggunakan metode-metode mengajar yang lebih sesuai dengan
tuntutan kurikulum yang sedang berlaku.
4) Membina kerja sama yang baik dan harmonis diantara guru-guru dan
pegawai sekolah lainnya.
5) Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan
pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan diskusi-diskudi
kelompok, menyediakan perpustakaan sekolah, dan atau mengirim
mereka untuk mengikuti penataran-penataran, seminar, sesuai dengan
bidangnya masing masing.
23

6) Membina hubungan kerja sama antara sekolah dengan BP3 atau


komite sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan para
siswa.
e. Ruang Lingkup Perencanaan Supervisi Akademik
Ruang lingkup perencanaan supervisi akademik meliputi:
1) Persiapan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
2) Persiapan pelaksanaan dan penilaian pembelajaran oleh guru
3) Pencapaian standar kompetensi lulusan, standar proses, standar isi,
dan peraturan pelaksanaannya; dan
4) Peningkatan mutu pembelajaran melalui: - model kegiatan
pembelajaran yang mengacu pada Standar Proses - proses
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan peserta didik menjadi
sdm yang kreatif, inovatif, mampu memecahkan masalah, berpikir
kritis, dan bernaluri kewirausahaan (Sahartian, 2008: 58).
Supervisor yang akan melaksanakan supervisi akademik sebaiknya
menentukan tujuan, sasaran dan rencana supervisi akademik dengan baik.
Perencanaan tersebut dibuat agar supervisi yang akan dilakukan oleh
supervisor dapat berjalan dengan baik dan bisa tepat sasaran yang
diharapkan.
f. Pelaksanaan Supervisi Akademik
Menurut (Purwanto, 2004), secara garis besar cara atau teknik
supervisi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu teknik perseorangan dan
teknik kelompok.
1) Teknik perseorangan
Yang dimaksud dengan teknik perseorangan ialah supervisi
yang dilakukan secara perseorangan. Beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan antara lain :
a) Mengadakan kunjungan kelas (classroom visition)
Yang dimaksud dengan kunjungan kelas ialah kunjungan
sewaktu-waktu yang dilakukan oleh seorang supervisor (kepala
sekolah) untuk melihat atau mengamati seorang guru yang sedang
24

mengajar. Tujuannya untuk mengobservasi bagaiman guru


mengajar, apakah sudah memenuhi syarat-syarat didaktis atau
metodik yang sesuai, dengan kata lain untuk melihat apa
kekurangan atau kelemahan yang sekiranya masih perlu diperbaiki.
Kepala sekolah yang baik akan melihat atau mensupervisi guru saat
melakukan kegiatan pembelajaran di dalam kelas, gunanya untuk
mengetahui bagimana kemampuan seorang guru dalam
menyampaikan materi di kelas. Hal ini senada dengan pendapat
(Lunenbrug & Beverly, 2006: 4) kepala sekolah yang efektif akan
mengisi waktu luangnya untuk mengamati dan melihat guru di
dalam kelas, bagaimana cara untuk meningkatkan kemampuan
guru dalam menyampaikan materi pelajaran baik secara seni atau
secara ilmu pengetahuan.
b) Mengadakan kunjungan observasi (obsertvation visits)
Guru-guru dari suatu sekolah sengaja ditugaskan untuk
melihat atau mengamati seorang guru yang sedang
mendemonstrasikan cara-cara mengajar suatu mata pelajaran
tertentu, misalnya cara menggunakan alat atau media yang baru,
seperti audio-visual aids. Cara mengajar dengan metode tertentu,
seperti penemuan (discovery), dan sebagainya.
c) Membimbing guru-guru tentang cara-cara mempelajari pribadi
siswa dan atau mengatasi problema yang dialami siswa.
Banyak masalah yang dialami guru dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan belajar siswa, misalnya siswa yang lamban
dalam belajar, tidak dapat memusatkan perhatian, siswa yang
nakal, siswa yang mengalami perasaan rendah diri dan kurang
dapat bergaul dengan teman-temannya. Masalah-masalah yang
sering timbul di dalam kelas yang disebabkan oleh siswa itu
sendiri, lebih baik dipecahkan atau diatasi oleh guru kelas itu
sendiri daripada diserahkan kepada guru bimbingan atau konselor
25

yang mungkin akan memakan waktu yang lebih lama untuk


mengatasinya.
d) Membimbing guru-guru dalam hal-hal yang berhubungan dengan
pelaksanaan kurikulum sekolah, antara lain : 1) Menyusun program
catur wulan atau program semester 2) Menyusun atau membuat
program satuan pelajaran 3) Mengorganisasikan kegiatan-kegiatan
pengolahan kelas 4) Melaksanakan teknik-teknik evaluasi
pengajaran 5) Menggunakan media dan sumber dalam proses
belajar-mengajar 6) Mengorganisasikan kegiatan-kegiatan siswa
dalam bidang ekstrakurikuler, study tour, dan sebagainya.
2) Teknik kelompok
Yaitu supervisi yang dilakukan secara kelompok. Beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan antara lain :
a) Mengadakan pertemuan atau rapat (meetings) Seorang kepala
sekolah yang baik umumnya menjalankan tugasnya berdasarkan
rencana yang telah disusunnya. Termasuk di dalam perencanaan itu
antara lain mengadakan rapat-rapat secara periodik dengan guru-
guru.
b) Mengadakan diskusi kelompok (group discussions) Diskusi
kelompok dapat diadakan dengan membentuk kelompok-kelompok
guru bidang study sejenis. Kelompok-kelompok yang telah
terbentuk itu diprogramkan unuk mengadakan pertemuan atau
diskusi guna membicarakan hal hal yang berhubungan dengan
usaha pengembangan dan peranan proses belajar mengajar.
c) Mengadakan penataran-penataran (inservice-traning) Teknik
supervisi kelompok yang dilakukan melalui penataran-penataran
sudah banyak dilakukan. Misalnya penataran untuk guru-guru
bidang studi tertentu, penataran tentang metodologi pengajaran,
dan penataran tentang administrasi pendidikan. Mengingat bahwa
penataran-penataran tersebut pada umumnya diselenggarakan oleh
pusat atau wilayah, maka tugas kepala sekolah yang utama adalah
26

mengelola dan membimbing pelaksanaan tindak lanjut (follow


up) dari hasil penataran, agar dapat dipraktekkan oleh guru-guru.
Menurut Gwyn, dalam Bafadal (2004: 48-50) teknik supervisi
digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik perorangan dan
teknik kelompok. Teknik supervisi individual meliputi : 1) kunjungan
kelas, 2) percakapan pribadi, 3) kunjungan antar kelas, 4) penilaian
sendiri. Sedang teknik supervisi kelompok meliputi : 1) kepanitiaan,
2) kursus, 3) laboratorium kelompok, 4) bacaan terpimpin, 5)
demonstrasi pembelajaran, 6) perjalanan staff, 7) diskusi panel, 8)
perpustakaan profesional, 9) organisasi professional, 10) bulletin
supervisi, 11) sertifikasi guru, 12) tugas akhir, 13) pertemuan guru.
Berdasarkan beberapa pendapat dan uraian tersebut di atas dapat
diambil kesimpulan, bahwa supervisi kepala sekolah adalah proses
pembinaan kepala sekolah kepada guru dalam rangka memperbaiki
proses belajar-mengajar. Adapun teknik yang biasa digunakan adalah
kunjungan kelas, pertemuan baik formal maupun informal serta
melibatkan guru lain yang dianggap berhasil dalam proses belajar
mengajar.
Ada beberapa teknik yang biasa digunakan kepala sekolah
dalam mensupervisi gurunya, namun dalam penelitian ini hanya
indikator : kunjungan kelas, semangat kerja guru, pemahaman tentang
kurikulum, pengembangan metode dan evaluasi, rapat-rapat
pembinaan, dan kegiatan rutin diluar mengajar yang kami teliti
sedangkan indikator lain tidak kami teliti karena kurang mengungkap
masalah yang kami teliti.
g. Evaluasi Supervisi Akademik
Evaluasi supervisi akademik adalah pemberian estimasi terhadap
pelaksanaan supervisi pendidikan untuk menentukan keefektifan dan
kemajuan dalam rangka mencapai tujuan supervisi pendidikan yang telah
ditetapkan.Dalam evaluasi program supervisi pendidikan untuk perbaikan
pengajaran melibatkan penentuan perubahan yang terjadi pada periode
27

tertentu, perubahan yang diharapkan dari semua personel dalam supervisi


dan dalam perbaikan program melibatkan kepala sekolah (supervisor),
guru, dan murid. Evaluasi program supervisi pendidikan tidak berarti
mengevaluasi suatu rencangan program supervisi pendidikan dalam arti
rencana. Evaluasi program supervisi pendidikan berusaha menentukan
sampai seberapa jauh tujuan supervisi pendidikan yang telah tercapai.
Oleh sebab itu bukan saja programnya yang dievaluasi tetapi juga
proses pelaksanaan dan hasil supervisi pendidikan. Supervisor dan guru
bekerjasama untuk membawa perubahan-perubahan dalam diri anak
didik. Lebih dari pada itu semua yang harus dipertimbangkan sebagai
ruang lingkup supervisi pendidikan adalah meliputi rencana perbaikan,
organisasi perencanaan, tujuan yang akan dicapai, teknik-teknik
pencapaian tujuan, dan perubahan-perubahan yang dilakukan di bidang
kurikulurn dan bimbingan. Menurut Ali Imron evaluasi supervisi
pendidikan adalah suatu proses menentukan tingkat keberhasilan
supervisi akademik dengan menggunakan patokan-patokan tertentu guna
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya ( Imron,
2012: 196 ).

4. Pendekatan Kolaboratif
a. Hakikat Pendekatan Kolaboratif
Jika diperhatikan secara seksama, pendekatan kolaboratif adalah
perpaduan antara pendekatan Supervisi direktif dan non direktif. Dugaan
itu benar, jika diperhatikan dari aspek tanggung jawab terlaksananya
kegiatan Supervisi. Artinya supervisor dan guru berbagi tanggung jawab.
Tugas Supervisi dalam hal ini adalah mendengarkan dan memperhatikan
secara cermat keluhan guru terhadap masalah perbaikan, peningkatan dan
pengembangan pengajarannya, dan sekaligus memperhatikan pula
gagasan-gagasan guru untuk mengatasi masalah itu selanjutnya.
Supervisor dapat meminta penjelasan terhadap hal-hal yang diungkapkan
guru yang kurang dipahami. Selanjutnya ia mendorong guru
28

mengaktualisasikan inisiatif yang dipikirkan untuk memecahkan masalah


yang dihadapinya, atau untuk meningkatkan dan mengembangkan
pengajarannya (Glickman; Gordon & Glickman, 1984).
Beberapa pakar Supervisi mengemukakan, bahwa gagasan
pendekatan kolaboratif dalam Supervisi, diilhami oleh gerakan hubungan
instansi (The Human Relations Movement). Gagasan ini sekaligus
merupakan pula reaksi terhadap praktk model Supervisi klasik yang
mengatakan bahwa fungsi Supervisi pengajaran adalan untuk mengawasi
mutu dengan cara mengarahkan, menunjukkan, mengaharuskan,
memantau menilai dan mengajar (Wiles & Lovell, 1975). Dalam praktek
Supervisi, pendekatan ini disebut juga sebagai Supervisi kolegiat,
kesejawatan atau korepatif, yang lebih banyak meilhami karya para pakar
Supervisi klinis (Lovell dan Wiles, 1983: Cagon 1973, 1976
Goldhammer, 1980).
Krajewski dan Anderson (1980) melalui berbagai penelitian
mengembangkan siklus Supervisi yang berbasis hubungan kolaboratif
antara Supervisi dan guru untuk mengaktifkan yang berbasis hubungan
kolaboratif antara supervisor dan guru untuk mengaktifkan Supervisi.
Untuk itu Flanders (1976) menyebut Supervisi kolaboratif sebagai
Supervisi klinis selanjutnya, ia menjelaskan bahwa Supervisi kolaboratif
merupakan kemitraan dalam inkuiri dua orang yang mengadu alternative,
dimana supervisor berposisi semangat mitra yang lebih berpengalaman
untuk proses inkuri. Lerch (1980) dan Werner (1980) menemukan
adanya harapan guru untuk berbagai tanggung jawab dalam proses
Supervisi, terutama dalam memecahkan masalah pengajaran yang
dihadapi guru. Kedua ahli itu menyimpulkan bahwa pendekatan
kolaboratif dalam Supervisi lebih efektif, karena adanya kolgialitas
antara supervisor dan guru dalam memecahkan masalah pengajaran yang
dihadapi para guru. Kesimpulan itu memperkuat pendapat Sergiovanni
(1976) yang menyatakan bahwa hubungan yang lebih intensif dan
bersifat kolegial dipersyaratkan dalam Supervisi tradiosional. Reavis
29

(1978) dan Thompson (1979) menemukan fakta bahwa Supervisi harus


didasarkan pada kepedulian guru, dan bukan pada kepedulian supervisor.
Karena itu guru harus dilatih untuk menetapkan keutusan secara bebas
guna mengembangkan sikap profesionalnya, sehingga terwujud apa yang
mereka namakan Peer Supervision, Hall (1974) melaporkan ditemukan
sikap yang lebih posistif pada para guru yang disupervisi dengan
pendekatan kolaboratof. Sementara itu, Shuma (1973) menemukan dalam
penelitiannya bahwa para guru yang memperoleh perlakukan berdasarkan
Supervisi kolaboratif memiliki perasaan pertumbuhan sebagai gutu.
Pertumbuhan itu ditandai dengan adanya hubungan yang dibangun antara
supervisor dan guru, jika dibandingkan dengan guru yang tidak
pengalami perlakuan semacam itu.
Penelitian yang diadakan oleh Ginkel (1983) terhadap sejumlah
guru SD, menempatkan pendekatan kolaboratif pada peringkat pertama,
disamping kedua pendekatan Supervisi lainnya. Para guru yang
menyatakan bahwa pendekatan Supervisi kolaboratif adalah pendekatan
yang paling di sukai. Sementara itu pula, Glickman (1985) dengan
menunjuk penelitian yang dilakukan oleh Venezky, Humphries bersama
Marsh, menemukan juga katagori pendekatan Supervisi berdasarkan
pengalaman mengajar guru. Ia menyimpulkan, guru yang telah berhasil
mengembangkan kompetensi dan motivasinya cenderung untuk lebih
menyukai pendekatan Supervisi kolabotratif.
Dari kajian di atas timbul pertanyyan: apakah yang membedakan
pendekatan Supervisi pengembangan seperti yang dijelaskan oleh ketiga
pendekatan yang telah dikemukakan di atas? Klarifikasi yang
dikemukakan oleh Olivia (1984:514) berikut ini, menjelaskan hal
tersebut. Carl D. Glickman :has introduced a collaborative orientation
between directive and nondirective behavior Glickaman desrribed a
supervisory continuum from directive to collaborative to nondirective be
orientation for each of thes dominant behavior Glickman outlined a
pattern of behaviors, as follows.
30

Directive Collaborative Nondirective


Orientation Orientation Orientation
Clarifying Listening Listening
Presenting Clarifying Clarifying
Demonstrating Presentating Encourating
Directing Problem Solving Presentating
Standardizing Negotiating Negotiating
Reinforcing Supervisor Initiated Teacher Initiated

Dengan demikian, pendekatan Supervisi pengembangan tidak


melihat masing-masing pendekatan (Ditektif, kolaboratif, dan non
direktif sebagai pendekatan yang berdiri atau terpilah-pilah, melainkan
pendekatan ini merupakan suatu kebulatan yang berada dalam suatu
kontinum). Jadi proses supervisinya berkembang dari direktif ke
kolaboratif, sehingga mencapai tingkat non direktif. Sebagaimana
dampak perkembangan dari perolehan belajar guru, (Rossiconne, 1985 :
16) merumuskan sebagai berikut “Development supervision in the
process of supervisory behavior that is manifested in recognizing
individual teacher’s needs, acknowledging and accepting the existence of
varied rates of forofessional growth, and consequently, Matching types of
supervisory behavior to these need and stages of professional growth”.
Penelitian yang dilakukan oleh Glickman (1985), menunjukkan
bahwa pengalaman mengajar guru memiliki perananpenting dalam
menetapkan pilihan pendekatan Supervisi. Para guru yang memotivasi
dan keterampilannya rendah menilai kecenderungan untuk disupervisi
dengan pendekatan direktif. Mereka yang telah berhasil mengembangkan
kompetensi dan motivasinya cenderung lebih menyukai pendekatan
kolaboratif. Selanjutnya para guru yang telah memiliki latar belakang
pengalaman luas dan kompetensi serta motivasinya tinggi, maupun
bekerja sama atau bekerja sendiri, dan mampu menemukan cara
mendorong siswa belajar mendiri. Pendekatan yang sesuai bagi para guru
yang tersebut terakhir ini adalah pendekatan non direktif.
b. Karakteristik pendekatan Kolaboratif
31

Sebagaimana telah diketahui bahwa supervisi adalah suatu teknik


pelayanan yang tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara
bersama-sama. Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Kegiatan ini diarahkan untuk membantu kinerja
guru dalam melaksanakan tugasnya agar dapat mencapai target yang
diinginkan.
Salah satu pendekatan dalam melaksanakan supevisi adalah
pendekatan kolaboratif. Pendekatan ini memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1) Supervisor bertindak sebagai mitra atau rekan kerja.
2) Kedua belah pihak berbagi kepakaran.
3) Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan inkuiri yakni,
saya mencoba memahami apa yang dilakukan oleh orang yang saya
amati.
4) Diskusi sebagai langkah lanjut dari pengalaman bersifat terbuka atau
fleksibel dan tujuannya jelas.
5) Tujuan supervisi ialah membantu guru dan kepala sekolah
berkembang menjadi tenaga-tenaga profesional melalui kegiatan-
kegiatan reflektif.
Dengan memahami karakteristik diatas dapat diilustrasikan bahwa
dengan pendekatan kolaboratif, supervisi yang diterapkan akan terasa
tenang dan tidak mengandung ketegangan. Bahkan sebaliknya yang
muncul adalah suasana akrab dan saling memahami antar satu dengan
yang lainnya. Hal ini terjadi karena supervisor menempatkan dirinya
sebagai mitra bagi guru yang disupervisi bukan sebagai arspektor yang
mencari kesalahan dari guru.
Disamping itu supervisi kolaboratif memberikan ruang terbuka
bagi guru sehingga guru mendapat kesempatan yang luas guna
menyampaikan ide ataupun maslah-masalah yang muncul dalam proses
pembelajaran. Sehingga dari diskusi yang dilakukan akan mucul ide-ide
32

baru yang merupakan problem solving dalam problem-problem yang


ditemukan dalam proses pembelajaran.
c. Sasaran Pendekatan Kolaboratif
Glickman sebagaimana dikutip oleh Binti Maunah menjabarkan
adanya tiga tahapan perkembangan profesional, yaitu: perkembangan
profesional tingkat rendah (tahap 1), perkembanagn profesional tingkat
moderat (tahap II), perkembangan profesional tingkat tinggi (tahap III),
tahapan itu digunakannya untuk menetapkan pilihan pendekatan
supervisi terhadap guru. Dengan demikian guru yang diduga berada
dalam tahap I, supervisi yang digunakan adalah directive. Sedangkan
yang telah berada pada tahap II menggunakan pendekatan kolaboratif.
Untuk guru yang telah memasuki tahap III, pendekatan supervisinya
adalah non-direktif (Glickman dan Gordon, 1987).
Ungkapan Glickman diatas memberikan gambaran bahwa supervisi
dengan pendekatan kolaboratif tepat digunakan kepada guru yang berada
pada tingkat profesional tahap II (moderat). Katagorisasi Glickman
terhadap guru didasarkan atas dua aspek (unsur) penting diistilahkan
dengan kepedulian, yang diklasifikasikannya atas tiga katagori
kepedulian diri sendiri, siswa dan profesionalisasi : dan untuk abstraksi,
dipakainya istilah kekompakan kogeritif, paduan tingkat kekompakan
kogeritif dan tingkat kepedulian, yang masing-masing berkategori:
rendah, sedang dan tinggi itu, selanjutnya digunakan untuk menetapkan
pilihan pendekatan supervisi pengajaran.
Namun penelitian yang dilakukan oleh Ginkel (1983)
menghasilkan kesimpulan yang menyatakan tidak ditemukannya
hubungan antara guru dengan tingkat konseptual mereka. Pernyataan ini
berbeda dengan hasil penelitian Glickman yang menyatakan bahwa
tingkat konseptual sangat mempengaruhi terhadap penelitian pendekatan
supervisi yang diterapkan.
Pada sisi lain pengalaman mengajar guru memiliki peranan penting
dalam menetapkan supervisi. Para guru yang kurang bermotivasi dan
33

kurang terampil memiliki kecenderungan untuk disupervisi dengan


pendekatan direktif. Mereka yang telah berhasil mengembangkan
kompetensi dan motivasinya cenderung lebih menyukai pendekatan
kolaboratif, sedangkan para guru yang telah memiliki latar belakang
pengalaman yang cukup luas, kompetensi dan motivasinya tinggi,
mampu bekerja bersama atau bekerja sendiri dan mampu menemukan
cara mendorong murid belajar mandiri, pendekatan yag sesuai untuk
mereka adalah pendekatan non direktif (Glickman, 1985). Hasil
penelitian itu ditunjang pula oleh penelitian lain, yang dikerjakan oleh
Ngugi (1984) yang melaporkan penemuannya, bahwa guru-guru yang
telah berpengalaman lebih menyukai disupervisi dengan menggunakan
pendekatan non direktif, atau kalau boleh dianalogkan dengan perilaku
kepemimpinan yang dianjurkan untuk dilakukan oleh pejabat sekarang
ini di Indonesia, yaitu berkembangnya perilaku itu dan “budaya
menggurui atau mengktitik”ke “ budaya mendengar.”

d. Pembinaan Guru dengan Pendekatan Kolaboratif


Nur Uhbiyati menyebutkan bahwa guru/pendidik adalah orang
dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan
kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar
mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai
makluk Allah, khalifah di muka bumi, sebagai makluk sosial dan sebagai
individu yang sanggup berdiri sendiri. Pendidik memiliki tugas dalam
rangka membentuk pribadi peserta didik dan mempersiapkan mereka
dalam menghadapi segala bentuk tantangan dimasa yang akan datang.
Mengingat beratnya tanggung jawab guru sebagai menyiapkan
kader bangsa, negara dan agama, maka guru harus mendapatkan
perhatian khusus. Perhatian ini dimaksudkan agar guru mampu
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Dalam rangka inilah, guru
harus mendapatkan pembinaan khusus agar ia memiliki kompetensi dan
34

keprofesionalan dalam menjalankan tugasnya. Salah satu cara pembinaan


guru adalah dengan menggunakan pendekatan kolaboratif.
Dengan menggunakan pendekatan ini, supervisor sebagai pembina bagi
guru bertindak sebagai mitra guru. Ia siap untuk mendengar segala
bentuk pengaduan guru. Ia juga memberikan keleluasaan bagi seorang
guru untuk menyampaikan ide, gagasan, serta pikiran yang dimilikinya.
Hal ini akan menimbulkan kesan bahwa seorang supervisor dengan
pendekatan ini akan menjadi bagian dari diri guru yag tidak terpisahkan.
Suasana akrab menjadi ciri khas yang mendukung terhadap kinerja
supervisor dalam memahami guru yang ia hadapi.
Disisi lain supervisor harus siap memberikan solusi terhadap
persoalan-persoalan yang muncul dari guru. Dengan memahami keadaan
guru secara mendalam, diharapkan supervisor mampu memberikan
problem solving yang tepat bagi guru. Dengan pendekatan kolaboratif
supervisor lebih mudah untuk mendapatkan data-data yang valid dan
reliable yang menjadi titik tolak untuk melakukan follow up dalam
rangka meningkatkan kualitas serta kompetensi guru sehingga ia mampu
melaksanakan tugasnya secara maksimal. Pendekatan ini memberikan
warna tersendiri bagi guru sehingga guru tidak merasa tertekan, namun ia
merasa memiliki seorang mitra yang bisa diajak sebagai teman”curhat”
Sintak pelaksanaan kegiatan supervisi dengan pendekatan
kolaboratif sebagaimana dijelaskan tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Sintak Pelaksanaan Kegiatan Supervisi dengan
Pendekatan Kolaboratif

a. Percakapan Awal Supervisor bertemu dengan guru atau


sebaliknya. Mereka membicarakan masalah
yang dihadapi guru
b. Observasi Dalam observasi digunakan alat pencatatan
data.
Dalam percakapan awal supervisor berjanji
akan mengobservasi kelas atau sebaliknya
guru mengundang supervisi untuk
mengadakan observasi di kelas.
c. Analisis/Interpretasi Dalam observasi digunakan alat pencatatan
35

data. Data dianalisis dan ditafsir.


d. Percakapan akhir Setelah data dianalisis lalu dibahas bersama
(past conference) dalam suatu percakapan.
e. Analisis data Hasil percakapan yang dibahas bersama
untuk ditindaklanjuti.
f. Diskusi Tahap akhir diadakan diskusi.

D. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir merupakan alur penalaran yang didasarkan pada
masalah penelitian yang menggambarkan bahwa pelaksanaan supervisi
akademik yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dapat meningkatkan
profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah. Peran
kepala sekolah sebagai supervisor menjadi sangat penting, karena tujuan
supervisi itu sendiri secara garis besar adalah sebagai alat kendali mutu.
Supervisi juga memiliki tujuan sebagai bantuan, perbaikan, dan
pembinaan kepada para guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di
sekolah agar dapat berjalan dengan efektif sesuai dengan tujuan. Dalam
pelaksanaan supervisi akademik, kepala sekolah sering menemui kendala
diantaranya adalah kurangnya kesadaran pada guru mengenai pentingnya
pelaksanaan supervisi akademik. Anggapan yang masih melekat dari para guru
bahwa kegiatan supervisi hanyalah untuk mencari-cari kesalahan, serta kendala
yang muncul dari dalam diri kepala sekolah itu sendiri misalnya kurang
mampu melaksanakan supervisi secara priodik dan kontinyu. Justru itu kepala
sekolah harus berusaha keluar dari anggapan guru tersebut, tentunya diperlukan
suatukemauan dan kemampuan untuk berubah dan membekali diri dengan ilmu
pengetahuan, wawasan tentang kependidikan dan teknologi. Bila hal ini dapat
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh kepala sekolah, maka perubahan
paradigma berpikir guru akan terjadi.
Namun berbagai kendala dalam pelaksanaan supervisi akademik dapat
diatasi dengan baik, apabila kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan
supervisi akademik senantiasa berpegang pada prinsip-prinsip dan teknik-
teknik supervisi yang tepat sesuai kondisi yang ada. Dengan demikian dapat
ditemukan berbagai kelemahan atau kekurangan guru-guru dalam
36

melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. Selanjutnya hasil dan temuan


dalam supervisi itu ditindaklanjuti agar guru memperoleh manfaatnya. Salah
satu bentuk tindak lanjut dari hasil pelaksanaan supervisi akademik yang paling
mudah adalah pembinaan terhadap guru baik bersifat individual maupun
kelompok sehingga dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam
melaksanakan tugas dan pada akhirnya mutu pendidikan akan tercapai .
Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan
tujuannya yakni kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi
sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka kinerja guru perlu ditingkatkan. Oleh
karena itu, diperlukan peran dari kepala sekolah untuk mendorong
bawahannya/guru gurunya supaya berkinerja lebih tinggi lagi. Salah satu tugas
kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang
dilakukan oleh tenaga pendidik dan kependidikan. Jika kepala sekolah sebagai
supervisor dapat melakukan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya dengan baik
melaksanakan supervisi pendidik secara efektif dan professional maka
logikanya pemberian supervisi oleh kepala sekolah akan meningkatkan kinerja
guru.
Disamping itu motivasi kerja guru sebagai perangsang keinginan dan
daya gerak yang menyebabkan seorang guru bersemangat dalam mengajar
karena terpenuhi kebutuhannya. Guru yang semangat mengajar terlihat dalam
ketekunannya ketika melaksanakan tugas, ulet, minatnya yang tinggi dalam
memecahkan masalah, penuh kreatif dan sebagainya. Hal ini berdampak pada
kepuasan kerja guru yang akhirnya mampu menciptakan kinerja yang baik.
Berdasarkan teori-teori diatas dapat dikemukakan bahwa terdapat pengaruh
antara supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja guru. Untuk lebih
jelas dapat dilihat dari gambar berikut:
37

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

E. Hipotesis Tindakan
Dari penjelasan pada kajian teori dan kerangka pikir di atas, maka
hipotesis tindakan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan sekolah ini
adalah jika pelaksanaan supervisi akademik dilaksanakan dengan pendekatan
kolaboratif maka kemampuan guru dalam pengelolaan PBM di SDN
.................. Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017 akan meningkat.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian
a. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dalam penelitian tindakan sekolah ini adalah Sekolah
Dasar Negeri .................. yang beralamat di Jalan ………… Desa ……
Kecamatan .................. Kabupaten ………….

b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 4 (empat) bulan yaitu dari bulan Juli 2016
s.d. Oktober 2016. Penjelasan secara rinci mengenai waktu pelaksanaan penelitian
dapat dilihat pada bagian lampiran 2 penelitian tindakan sekolah ini.

c. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian tindakan sekolah
(School Action Research) karena peneliti bertindak secara langsung dalam
penelitian, mulai dari awal sampai akhir tindakan. Penelitian adalah kegiatan
mencermati suatu obyek, mengguanakan aturan metodologi tertentu untuk
memperoleh data atau informasi yang bermanfaat bagi peneliti atau orang orang
yang berkepentingan dalam rangka peningkatan kualitas di berbagai bidang. Pada
penelitian tindakan sekolah ini yang menjadi fokus penelitian adalah peningkatan
kemampuan guru dalam pengelolaan PBM dengan pendekatan kolaboratif di SDN
.................. Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017.

B. Metode dan Rancangan Penelitian


Metode dan rancangan penelitian tindakan sekolah ini dilakukan dengan
prosedur penelitian berdasarkan pada prinsip Kemmis dan Taggart (1988:10) yang
mencakup kegiatan sebagai berikut : (1) perencanaan (planning) , (2) pelaksanaan
tindakan (action), 3) observasi (observation) , (4) refleksi (reflection) atau evaluasi.
Keempat kegiatan ini berlangsung secara berulang dalam bentuk siklus.

37
38

Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Sekolah (di modifikasi dari Model
Kemmis & Mc. Taggart

Dari bagan di atas, dapat dijelaskan tiap tahapan-tahapan dalam pelaksanaan


penelitian tindakan sekolah sebagaimana diuraikan di bawah ini.

1. Perencanaan
Rencana penelitian tindakan merupakan tindakan yang tersusun, dan dari
segi definisi mengarah pada tindakan. Rencana bersifat fleksibel karena tindakan
sosial dalam batas tertentu tidak dapat diramalkan. Rencana disusun berdasarkan
hasil pengamatan awal yang reflektif.

2. Tindakan
Tindakan pertama yang dilakukan peneliti adalah menjelaskan cara
pengelolaan PBM yang benar sesuai dengan petunjuk teknik dan petunjuk
pelaksanaan pengelolaan PBM. Setelah itu para guru diminta menunjukkan
perangkat pembelajaran pembelajaran yang dimilikinya. Peneliti kemudian
memberikan penilaian terhadap perangkat pembelajaran tersebut, dilanjutkan
39

kegiatan pengamatan pembelajaran di kelas, tanya jawab, diskusi dan membuat


kesimpulan akhir kegiatan penelitian.

3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama tindakan berlangsung menggunakan
instrumen antara lain lembar observasi yang dilengkapi dengan catatan lapangan.
Hasil observasi digunakan sebagai data yang bersifat kualitatif untuk menilai
keberhasilan penelitian secara proses yaitu peningkatan kemampuan kepala
sekolah dalam pengelolaan PBM.

4. Refleksi
Refleksi dilakukan dengan cara mengumpulkan semua catatan dan data
yang diperlukan selama pembelajaran. Kemudian semua catatan dan data tersebut
dianalisis dan hasilnya didiskusikan untuk mengetahui kebenaran data tersebut.
Selain itu hasil refleksi tersebut juga unutk mengetahui kekurangan-kekurangan
yang masih terjadi selama pembelajaran. Dengan demikian peneliti dan guru
kelas menentukan tindakan ulang untuk memperbaiki kekurangan tersebut.
Tindakan ulang tersebut berupa siklus-siklus lanjutan dari siklus I. Kemudian
diadakan refleksi dari data yang diperoleh dari lembar observasi untuk
mengetahui peningkatan kemampuan guru dalam pengelolaan PBM setelah
tindakan yang telah dilakukan.

C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah guru kelas I sampai dengan
kelas VI, dan guru Penjaskes sebanyak 7 guru di SDN .................. pada Semester 1
Tahun Pelajaran 2016/2017.

D. Teknik Pengumpulan Data


1. Pengamatan (Observasi)
Observasi adalah mengamati objek penelitian dengan memakai alat indera
penglihatan dan membuat catatan mengenai hasil pengamatan. (Suharsimi
Arikunto, 2009: 152) Selain pengertian tersebut observasi adalah alat
40

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara
sistematis dari gejala-gejala yang diselidiki. Suprapto (2003: 88) Observasi
dilakukan peneliti untuk melihat yang ada di lapangan sehingga dengan observasi
bisa mengumpulkan data secara mekanis. Observasi dilaksanakan dengan
mengamati kelengkapan pembelajaran pembelajaran, dan kegiatan guru yang
dilakukan di kelas. Alat yang digunakan dalam observasi adalah lembar
pengamatan untuk mencatat hal-hal yang berkaitan dengan supervisi akademik
dengan pendekatan kolaboratif oleh kepala sekolah. Lembar observasi digunakan
agar lebih efektif dalam melakukan observasi sehingga pengamatan akan lebih
mendalam.

2. Dokumentasi dan Arsip


Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang bersummber
pada benda-benda tertulis (Arikunto, 2009: 149). Metode dokumentasi dilakukan
dengan jalan melihat, membaca dan mempelajari kemudian mencatat dan tertulis
yang ada hubungannya dengan obyek penelitian. Data ini diperoleh dari dokumen
atau catatan pembelajaran perangkat pembelajaran yang dimiliki oleh guru.

E. Validasi Data
Suatu informasi yang akan dijadikan data penelitian perlu diperiksa validitasnya
agar data tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dijadikan dasar yang kuat dalam
menarik kesimpulan. Teknik yang digunakan untuk menjaga validitas data dalam
penelitian adalah teknik triangulasi. Menurut Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan
Supardi (2008: 129) ”Triangulasi merupakan proses memastikan sesuatu (geeting a
fix) dari berbagai sudut pandang”. Sedangkan Moleong (2007: 330) mengemukakan
bahwa ”Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu”. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian adalah
triangulasi sumber data dan triangulasi metode.

Triangulasi sumber data yaitu dalam pengumpulan data peneliti menggunakan


beragam sumber data, sehingga data dari satu sumber bisa teruji kebenarannya bila
dibandingkan dengan data sejenis dari sumber lain yang berbeda (H.B. Sutopo, 2002:
79-80).
41

Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi


dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda, dan
bahkan lebih jelas untuk diusahakan mengarah pada sumber data yang sama untuk
menguji kemantapan informasinya (H.B. Sutopo, 2002: 80-81). Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini berupa observasi yang didukung dengan data
dokumentasi.

F. Teknik Analisis Data


Analisis data dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu mereduksi data,
mendeskripsikan data dan membuat kesimpulan. Mereduksi data merupakan kegiatan
menyeleksi data sesuai dengan fokus permasalahan. Pada tahap ini peneliti
mengumpulkan semua instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data untuk
dikelompokkan sesuai masalah. Hal ini juga memungkinkan peneliti untuk
membuang data yang tidak diperlukan. Mendeskripsikan data dilakukan agar data
yang telah diorganisir menjadi bermakna. Bentuk deskripsi tersebut dapat berupa
naratif, grafik atau dalam bentuk tabel. Tahap terakhir adalah membuat kesimpulan
dari data yang telah dideskripsikan. Tahap menganalisis dan menginterpretasikan data
merupakan tahap yang paling penting karena hal ini untuk memberikan makna dari
data yang telah dikumpulkan. Hasil analisis dan interpretasi data merupakan jawaban
dari rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif serta kuantitatif.

Penghitungan data kuantitatif adalah dengan menghitung rata-rata peningkatan


kinerja berdasarkan skor yang diperoleh dari lembar observasi yang telah disusun
sebelumnya. Dengan rata-rata yang diperoleh dapat diketahui persentase peningkatan
kinerja. Adapun cara menghitung hasil (skor) yang diperoleh dengan rumus mean
atau rerata nilai menurut Suharsimi Arikunto (2010: 284-285) yaitu sebagai berikut:

x
X
N

Keterangan :
42

x = Mean (rata-rata)

∑x = Jumlah nilai

N = Jumlah yang akan dirata-rata

Suharsimi Arikunto (2010: 269) menjelaskan analisis data deskriptif kualitatif


yaitu sebagai berikut : Analisis data yang menggunakan teknik deskriptif kualitatif
memanfaatkan persentase merupakan langkah awal saja dari keseluruhan proses
analisis. Persentase yang dinyatakan dalam bilangan sudah jelas merupakan ukuran
yang bersifat kuantitatif, bukan kualitatif. Jadi pernyataan persentase bukan hasil
analisis kualitatif. Analisis kualitatif tentu harus dinyatakan dalam sebuah predikat
yang menunjuk pada pernyataan keadaan, ukuran kualitas.

Berdasarkan pendapat di atas agar diperoleh hasil analisis kualitatif maka dari
perhitungan persentase kemudian dimasukkan ke dalam empat kategori predikat. Di
adaptasi dari Suharsimi Arikunto (2010:269) empat kategori predikat tersebut yaitu
seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Hasil Supervisi

No Rentang Skor Kriteria Penilaian Keterangan

1 90-100 Baik Sekali Tuntas

2 70-89 Baik Tuntas

3 50-69 Cukup Belum Tuntas

4 ≤49 Kurang Belum Tuntas

G. Prosedur Penelitian
1. Siklus I
Proses pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan sekolah pada siklus I
menempuh empat tahapan, yakni: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi,
dan (4) refleksi. Adapun deskripsi masing-masing tahapan tersebut, sebagai
berikut.
a. Perencanaan
43

Perencanaan tindakan siklus I dilakukan secara kolaborasi antara


peneliti selaku kepala sekolah dan guru sebagai subjek penelitian. Hal-hal
yang diupayakan pada tahap tahap ini oleh semua pihak, antara lain:
1) Mengidentifikasi masalah terkait dengan kemampuan guru SDN
.................. dalam pengelolaan PBM menunjukkan hasil sebagai berikut:
a) Setiap guru kurang mampu menyusun perangkat pembelajaran yang
wajib dimiliki orang guru kelas;
b) Setiap guru kurang memiliki pengetahuan yang cukup tentang
perangkat pembelajaran yang wajib dimiliki oleh seorang guru
kelas.
2) Menetapkan waktu pelaksanaan supervisi akademik dengan pendekatan
kolaboratif kepada masing-masing guru kelas, seperti rincian berikut.
a) Menetapkan waktu pelaksanaan supervisi akademik dengan
pendekatan kolaboratif masing-masing guru dengan ketentuan
dalam 1 hari dilaksanakan 2 kali supervisi akademik dengan
pendekatan kolaboratif kepada 2 orang guru kelas.
b) Menetapkan kriteria keberhasilan supervisi akademik dengan
pendekatan kolaboratif guru kelas pada siklus I dapat meningkatkan
kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan PBM
3) Menyusun instrumen yang diperlukan, yaitu lembar observasi untuk
menilai peningkatan kemampuan guru dalam pengelolaan PBM.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan berlangsung sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
1) Kegiatan yang dilakukan pada saat pelaksanaan kegiatan supervisi
akademik dengan pendekatan kolaboratif guru kelas pada prinsipnya
sama untuk masing-masing guru, yaitu.
2) Meminta guru kelas untuk menunjukkan perangkat pembelajaran yang
dimilikinya untuk diberikan penilaian sesuai dengan lembar observasi
yang telah disediakan.
3) Meminta guru untuk mengisi lembar wawancara
44

4) Melakukan kegiatan tanya jawab seputar kesulitan-kesulitan yang dialami


guru dalam menyusun perangkat pembelajaran guru kelas yang
disusunnya.
5) Memberikan pembinaan tentang penyusunan pembelajaran guru kelas
kepada tiap-tiap guru.
6) Memberikan solusi atau pemecahan masalah terhadap masalah-masalah
yang muncul atas dasar kesepakatan antara peneliti sebagai kepala
sekolah dan masing-masing guru kelas.
7) Memberikan contoh-contoh masing-masing perangkat pembelajaran guru
kelas yang benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
8) Dan pada kegiatan akhir, peneliti meminta guru untuk mempersiapkan
perangkat pembelajaran guru kelas sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dan dikumpulkan sehari sebelum pelaksanaan kegiatan siklus kedua.
9) Menutup kegiatan supervisi dengan mengucapkan salam dan terima kasih
atas kerjasama yang baik yang telah dilaksanakan oleh guru-guru kelas.
c. Observasi
Observasi dilakukan oleh penulis sejak awal hingga akhir
menggunakan lembar observasi yang telah disediakan. Berdasarkan hasil
observasi diperoleh beberapa catatan serta hasil penilaian terhadap
kemampuan masing-masing guru. Berikut ini ringkasnya hasil catatan dan
penilaian tersebut.
d. Refleksi
Dalam merefleksi hasil pelaksanaan tindakan siklus I, penulis beserta
guru-guru melaksanakan diskusi. Melalui upaya ini diperoleh suatu
kesepakatan mengenai keberhasilan dan kegagalan siklus I serta upaya untuk
mengatasi agar tidak timbul kegagalan pada hal yang sama di siklus II.

2. Siklus II
Seperti halnya proses pelaksanaan siklus I, pada siklus II pun menempuh
beberapa tahapan berikut: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4)
refleksi. Untuk menggambarkan aktivitas pelaksana tindakan dan subjek, serta
aktivitas pengamat untuk mendapatkan data yang diharapkan. Adapun penjelasan
pada siklus kedua sebagaimana diuraikan di bawah ini.
45

a. Perencanaan
Dalam merencanakan tindakan siklus II, peneliti, guru, didasarkan
pada hasil refleksi siklus I. Adapun hasilnya, meliputi supervisi akademik
dengan pendekatan kolaboratif guru kelas pada siklus II harus ditujukan pada
upaya pemulihan pemahaman guru SDN .................. terhadap hal-hal yang
kurang mampu dipenuhi, baik terkait dengan beberapa komponen perencanaan
pembelajaran maupun tahapan-tahapan penting dalam melaksanakan
pembelajaran yang dalam pengelolaan PBM.
b. Pelaksanaan
Memasuki kegiatan inti pelaksanaan supervisi akademik dengan
pendekatan kolaboratif guru kelas siklus II, baik peneliti maupun guru saling
berusaha membangun karakter yang diinginkan. Sejak awal hingga akhir
kegiatan ini berlangsung, baik peneliti maupun guru tidak lagi menghadapi
hambatan seperti pada siklus sebelumnya.
Pada awal kegiatan penelitian pada siklus II, peneliti mengumpulkan
guru pada salah satu ruangan kelas, yaitu ruang kelas VI. Kegiatan ini
dilaksanakan setelah jam efektif pembelajaran, tujuannya adalah agar tidak
mengganggu kegiatan belajar mengajar siswa. Pada tahapan ini, peneliti
memberikan penjelasan tentang tata cara penilaian terhadap pembelajaran
kelas yang telah dikumpulkan oleh guru-guru. Kegiatan ini dimaksudkan
agar guru-guru semakin memahami tentang standar pengelolaan PBM yang
baku dan benar.

Pada tahap tindakan, peneliti melaksanakan kegiatan diskusi tersebut di


bahas tentang standar baku pembelajaran kelas yang harus dimiliki oleh para
guru kelas, di mana sebelumnya peneliti telah menjelaskan tentang standar
pengelolaan PBM yang baku. Para guru diminta berdiskusi tentang dokumen-
dokumen yang harus ada dalam pengelolaan PBM. Guru diminta membuat
beberapa contoh tentang dokumen-dokumen wajib dan penunjang. Kegiatan
ini dimaksudkan agar guru yang semakin mengerti dan paham tentang
standar pengelolaan PBM, serta mencari tahu secara mandiri kekurangan-
kekurangan apa yang dimiliki oleh masing-masing guru dalam menyusun
pembelajaran kelasnya masing-masing.
46

Kegiatan selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan penugasan kepada


guru kelas mempersiapkan pembelajaran di kelasnya masing-masing dan
dikumpulkan sebelum pertemuan kedua. Adapun waktu yang diberikan untuk
mengumpulkan mempersiapkan pembelajaran kelas satu minggu dan
dikumpulkan tiga hari sebelum pertemuan kedua.
c. Observasi
Berdasarkan pengamatan peneliti, pada saat pelaksanaan pertemuan,
nampak semua guru sudah mengerti tentang pengelolaan standar pembelajaran
guru dengan baik. Hal tersebut nampak dari kesiapan para guru untuk
mengumpulkan buku-buku wajib dan penunjang yang harus dikumpulkan
untuk diberikan penilaian oleh peneliti dalam waktu 1 minggu
d. Refleksi
Setelah melakukan serangkaian kegiatan siklus II, pada akhirnya
diperoleh suatu bahan refleksi untuk didiskusikan bersama observer dan para
guru SDN .................. untuk menentukan keberhasilan proses kegiatan dan
pelaksanaan penelitian tindakan sekolah yang dilakukan.

H. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan sekolah
ini didasarkan pada hasil observasi yang dilakukan terhadap kelengkapan
pembelajaran yang dimiliki oleh masing-masing guru kelas. Guru secara individual
dan klasikal dinyatakan telah meningkat kemampuan guru dalam pengelolaan PBM
bila minimal memperoleh nilaa dalam 70-89 dan dengan predikat minimal BAIK dan
secara klasikal minimal 85% dari jumlah guru meningkat kemampuannya dalam
pengelolaan PBM.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Majid. 2012. Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja. Rosdakarya


Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta. PT. Rineka Cipta
Imron, Ali. 2012. “Metode Penelitian Hand Out”. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Arikunto, Suharsimi., 2009.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi


6. Jakarta : Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi, 2010.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:


Penerbit Rineka Cipta

Asf, Jasmani & Mustafa, S., 2013, Supervisi Pendidikan: Terobosan baru dalam
Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, Yogyakarta: Arr –
Ruzz Media.
Bafadal, I & Imron, A. 2004 Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
Malang: Kerjasama FIP UM dan Ditjen-Dikdasmen
Davis, B Gordon, et.al 1984, Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen,. Jakarta
Pustaka Bina Presindo.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003,.


Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia,


Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah.Jakarta: Depdiknas
Glickman, 1985 , Intructional Supervision, , New Jersey, Prentice Hall, Inc
Englewood Cliftfs
H.B. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad
21. Bogor: Ghalia Indonesia.
J.Suprapto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta.

Kemmis, S. dan Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Deakin:Deakin


University

Krajewski, R.A, Anderson 1982.”Clinical Supervision: A Conceptual


Framework,”
Lunenburg, Fred C. dan Irby, Beverly J., 2006, The Principalship Vision toAction,
United States of America, Wadsworth
Mantja, W. 2002. Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran. Malang:
Wineka Media

73
74

Moleong, Lexy, J, 2007, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung, PT


Remaja Rosdakarya
Mulyasa, E, 2004, Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam
KonteksMensukseskan MBS dan KBK, Bandung, Remaja Rosda Karya
Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda Karya
Oliva, P.F.1984. Supervision for Todays School. New York: Tomas J. Crowell
Company.
Purwanto, M. Ngalim. 2004. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Robbins, Stephen P. dan Judge, Timothy A., 2009. Organizational Behavior. 13th
Edition. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.
Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan
dalamRangka Pengembangan SDM. Jakarta: Rineka Cipta.
Sahertian, Piet A. dan Mahateru, F. 2008. Prinsip dan Teknik
SupervisiPendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Sanjaya, Wina. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Prenada Media Group.
SubrotoSuryo. 2002.Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta. Rineka Cipta.
Sudiarto. 1989. Supervisi Kepala Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Suhardjono dan Supardi. 2008.Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Tisnowati Tamat dan Moekarto Mirman. 2005. Pendidikan Jasmani
danKesehatan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Wiles, Kimball, John T Lovell, 1975. Supervision for Better Schools. New Jersey:
Prentice-Hall.

Anda mungkin juga menyukai