Anda di halaman 1dari 8

Nama : Naila Zahiyatur Rosyida

NIM : 20103040032
Program Studi/Kelas : Ilmu Hukum/Sejarah Hukum A

TUGAS RESUME BUKU ‘TRADISI HUKUM INDONESIA’

1. Tradisi hukum Chthonic


Terma “chthonic” di sini berasal dari terma Yunani khthōn atau khthōnonos yang berarti
bumi. Sebagai tradisi hukum yang berasal dari tempat dimana tanah itu diinjak, tempat tinggal
dimana manusia hidup dan berinteraksi dengan sesamanya dan lingkungannya.
Hukum yang dipercayai sebagai sistem aturan yang mempunyai karakter khusus yang
hanya dapat ditemukan di bumi Nusantara.
Problem Definisi
 Definisi Istilah “Adat” diambil dari kata ‘Adah (Arab), yang berarti ‘Urf yang berarti
kebiasaan. Inggris: custom; Perancis: coutume.
 Adat dapat memiliki arti sebagai hukum, aturan, ajaran, moralitas, kebiasaan,
kesepakatan, tindakan yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat, dsb.
 Dalam bahasa Melayu istilah adat-istiadat mempunyai arti sebagai institusi manusia
secara keseluruhan; dalam istilah Minangkabau ia digunakan untuk menunjuk kepada
kategori tertentu yang berbeda dari institusi lain.
 Minangkabau: adat-istiadat, adat nan teradat dan adat nan diadatkan.
 Adat-istiadat: “keseluruhan hukum dari masyarakat pendahulu maupun kebiasaan yang
disusun oleh para tetua, yang berbeda dari apa yang disusun oleh generasi kemudian
dan berbeda dari adat yang dapat berubah”. Adat nan teradat: adat yang dipraktekkan
dan diulang-ulang di suatu wilayah tertentu, yang karenanya dapat berbeda dari satu
tempat ke tempat lain. Adat nan diadatkan: suatu bentuk tindakan tertentu yang karena
dapat berubah sesuai perkembangan waktu dan tempat maka perlu untuk diaplikasikan
sebagai sebuah adat.
 Kusumadi Pudjosewojo: adat pada dasarnya diturunkan dari rasa kepatutan, yang
karenanya masyarakat merasa wajib untuk menaatinya.
 Hazairin: adat adalah sedimen etika dalam suatu masyarakat.
Polemik Adat Sebagai Hukum
 Karena adat pada esensinya dipahami sebagai sebuah norma yang mengikat dan
dipelihara dalam masyarakat dalam rangka kepentingan mereka untuk mengatur
kehidupan harian masyarakat, maka ia dengan demikian adalah hukum.
 Dua hal yang menjadi dasarnya: pertama, masyarakat memahami adat sebagai norma
yang berhubungan dengan keseluruhan hidup manusia, yang berhubungan tidak hanya
dalam hal hubungan antar manusia tetapi juga hubungan mereka dengan fenomena
alam; dan kedua, terminologi adat digunakan untuk membedakan tradisi hukum yang
asli dengan nilai-nilai hukum yang dibawa oleh agama, khususnya setelah masuknya
pengaruh tradisi hukum agama dari luar seperti Islam dan Hindu.
Karakter Hukum Adat
 Hukum tidak tertulis (unwritten law). Penekanan pada tradisi lisan; tidak
dikodifikasikan.
 Kecenderungan umum merujuk kepada tradisi para leluhur, yang disimpan dalam
berbagai bentuk cerita-cerita dan petuah-petuah, sebagai sumber hukumnya.
 Multi-interpretasi
 Ketergantungan kepada para tetua adat
 Tidak memisahkan antara individu dan masyarakat.
 Penekanan pada harmoni individu dengan masyarakat. Dan nilai-niali masyarakat lebih
dipentingkan.
Aspek Substantif Hukum Adat
a. Hukum Tanah
Prinsip dasar:
(1) Masyarakat otonomi adat biasanya bebas untuk menggunakan semua tanah
perawan yang berada dalam wilayahnya. Tanah tersebut dapat digunakan untuk
menanam, membangun desa, dsb.
(2) Orang asing diperbolehkan mengerjakan hal yang serupa terhadap tanah tersebut
tetapi harus memperoleh izin dari masyarakat desa tersebut
(3) Jika orang luar ingin menggarap tanah tersebut maka biasanya mereka harus
membayar atau memberikan hadiah sebagai gantinya.
(4) Masyarakat adat mempunyai hak untuk turut menggarap tanah yang telah digarap
yang berada dalam wilayahnya.
(5) Masyarakat adat bertanggungjawab terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam
batas teritorialnya ketika tidak ada orang yang bisa dimintai tanggungjawabnya.
(6) Masyarakat adat tidak dapat mengesampingkan hak alokasi tanah adat selama-
lamanya.
b. Hukum Perkawinan
 Perkawinan berfungsi tidak hanya untuk memastikan kontinuitas ras manusia tetapi
juga keberlangsungan masyarakat itu sendiri. Karena, perkawinan berfungsi
sebagai langkah awal seseorang untuk mendapatkan pengakuan sebagai anggota
penuh dari masyarakat.
 Sebagai sarana untuk melanjutkan peran sosial dari orang tua, karena tanpa adanya
anak cucu maka keturunan mereka dan karenanya kontribusi mereka dalam
pengembangan masyarakat menjadi tidak ada.
 Juga sebagai sarana rekonsiliasi antar kelompok yang bermusuhan (misal di Batak).
 2 macam: perkawinan endogami dan eksogami.
c. Hukum Kewarisan
 Proses transfer hak milik (kewarisan) tidak difokuskan kepada kematian dari orang
tua atau seseorang tertentu dalam keluarga tapi bermula semenjak terbentuknya
keluarga itu sendiri. Ini berarti bahwa hukum kewarisan tidak harus dimulai dari
kematian salah satu anggota keluarga atau orang tua, karena pengalihan hak milik
itu bisa terjadi tanpa harus adanya sebab kematian itu sendiri. Kewarisan sebagai
alat untuk mempertahankan keseimbangan dan keberlangsungan keluarga.
 Hak milik, baik terhadap benda material maupun immaterial, dialihkan melalui
proses kewarisan dengan cara tertentu dengan tetap memastikan kesejahteraan dari
generasi berikutnya dari keluarga tersebut, sehingga karenanya kesejahteraan dari
masyarakat secara umum dapat dijaga pula.
 Tidak memerlukan perhitungan matematis yang njlimet. Harta dibagi rata kepada
para ahli waris.
2. Tradisi Hukum Islam
Konsep Dasar Hukum Islam

 Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari sistem keyakinan Islam. Istilah
“Islam” itu sendiri berarti penyerahan diri (submission), dan orang yang berserah diri
itu disebut “Muslim.” Sejak awal Islam membawa karakter ketundukan hukum.
Seorang Muslim adalah orang yang menyerah kepada kehendak/hukum Tuhan yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad, dimana kehendak Tuhan itu dibakukan dalam
kitab Al-Qur’an yang kemudian diterangkan oleh Nabi melalui Haditsnya.
 Islam sebagai agama hukum: hukum dan teologi tidak dapat dipisahkan. Hukum Islam
adalah hukum yang berasal dari suatu keyakinan akan adanya aturan dari Allah terhadap
masalah keduniaan yang dihadapi umat Islam di dunia.
 Hukum Islam memahami hukum sebagai suatu hal yang berasal dari langit, karena itu
bersifat sakral.
 Perbuatan hukum tidak dibedakan antara privat dan publik, juga antara perbuatan yang
berhubungan dengan ibadah (rites) maupun diluarnya. Namun secara modern dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar, yaitu: perbuatan hukum yang berkenaan
dengan hubungan manusia dengan Tuhan (habl minallah) dan perbuatan yang
berkenaan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya (habl minannas).
 Dalam hal ini harus dibedakan antara Syari’ah dan Fiqh:
o Syari’ah, secara bahasa berarti jalan lurus, merujuk kepada kanon hukum Islam.
o Fiqh, hakekatnya adalah pemahaman manusia tentang hukum Allah, merupakan
ilmu jurisprudensi Islam.
 Melalui ijtihad fiqh dapat terus dikembangkan disesuaikan dengan kehendak hukum
Tuhan yang tergambar di dalam Syari’ah.

Sumber Hukum Islam


 2 sumber utama: (1) Sumber yang di dalamnya kita dapatkan hukum Allah secara
langsung, yaitu Al-Qur’an dan Hadits Nabi; (2) Sumber yang dengannya didapatkan
hukum Allah, yaitu Ijma’ dan Qiyas. Keduanya merupakan sumber metodologi untuk
mendapatkan hukum Allah yang tidak secara langsung dituliskan dalam sumber teks
sakral.
 Ijma’ adalah metode penetapan hukum melalui kesepakatan bersama para ahli hukum
Islam (Ulama’). Qiyas adalah metode penetapan hukum melalui deduksi analogis.
 Para ulama madhab fiqh juga mengembangkan berbagai sumber metodologis, seperti:
Syar’u Man Qablana, Al-’Adah Muhakkamah (‘urf), Istihsan, Istislah, ‘Amal Ahl
Madinah, dll.
 Metode Fiqh berkembang ke dalam banyak madhab. Empat madhab terbesar:
Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, Hambaliyah.

Hukum Islam Substantif


 Hukum Islam pada hakekatnya mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
 Secara umum perbuatan hukum manusia dibagi 2 kelompok besar: ibadah dan
mu‘amalah. Ibadah adalah perbuatan manusia dalam rangka penghambaannya dengan
Allah, Mu’amalah adalah perbuatan manusia dalam kehidupannya di dunia ini dalam
hubungannya dengan individu dan masyarakat. Keduanya saling berhubungan.
 Hukum Islam sebagai tradisi hukum yang top-down, karena mengatur semua perilaku
manusia secara menyeluruh berdasar pada pemahaman akan fungsi Tuhan sebagai
pengatur alam ini.
a. Hukum Keluarga
 Dipandang sebagai hukum yang paling sakral karena diatur secara komprehensif
dalam Qur’an dan Hadits.
 Dalam sejarah pembentukannya, Nabi dipercaya tidak berpretensi menghilangkan
segala praktik hukum yang sudah mapan dalam kehidupan masyarakat, namun
hanyalah membatalkan praktik-praktik hukum yang berlawanan dengan prinsip-
prinsip akal sehat dan kesadaran. Nabi menghapuskan sejumlah praktik adat
masyarakat Arab sebelumnya seperti poliandri, perzinahan, pembunuhan bayi
perempuan, adopsi, perceraian berulang-ulang dan lain-lain. Nabi juga melakukan
modifikasi hukum terhadap praktik-praktik yang sudah ada pada masyarakatnya
ketika itu seperti poligami dan pembayaran mahar.
 tujuan utama pernikahan di dalam Islam adalah mempertahankan kemurnian dan
“kebersihan” hubungan geneologis manusia.
 Hukum Kewarisan dianggap sangat sakral karena diatur secara terperinci dalam
Qur’an. Namun, ayat-ayat yang diwahyukan itu tidak menghilangkan sepenuhnya
berbagai praktik adat masyarakat Arab pra-Islam yang berfungsi sebagai hukum
sebelum datangnya misi Nabi Muhammad. Islam mereformasi sistem kewarisan
yang berlaku dalam masyarakat Arab saat itu.
 Reformasi kewarisan yang diperkenalkan oleh hukum Islam bisa disimpulkan
sebagai berikut: (1) suami dan istri masing-masing bisa mewarisi, (2) keturunan
laki-laki dan perempuan dalam kasus tertentu sama-sama punya hak waris, meski
dalam banyak kasus keturunan laki-laki lebih sering dipilih, (3) orang tua dan
kerabat dari garis keturunan ke atas akan mewarisi harta peninggalan meski ada
keturunan laki-laki; dan (4) sebagai ketentuan umum, perempuan diberi setengah
bagian laki-laki.
 Digolongkan sebagai sistem kewarisan intestate
b. Hukum Pidana
 Hukum pidana pada dasarnya dirancang untuk melindungi keselamatan manusia,
baik di alam ini maupun di alam akherat nanti. Jadi hukum pidana dalam Islam
dibuat untuk melindungi lima aspek pokok, yaitu agama, nyawa, akal, keturunan
dan hak milik.
 Hukuman bertalian dengan pendidikan moral, karena itu lebih mengutamakan
hukuman fisik (corposal punishment), ketimbang penjara.
 3 kategori perbuatan pidana: (1) Hudud; (2) Qishash; dan (3) Ta’zir. Hudud dan
Qishash dianggap sakral karena penentuan jenis kejahatannya dan bentuk
hukumannya didasarkan pada Qur’an dan Hadits.
 Hudud, kejahatan yang secara khusus diatur dalam al-Quran dan Hadits. Termasuk
di dalam kategori ini kejahatan murtad, pencurian, hubungan seksual di luar nikah,
fitnah (tuduhan palsu mengenai perzinahan), perampokan, dan minum alkohol.
 Qisas, kejahatan yang hukumannya didasarkan pada pendekatan pembalasan
(retaliation). Bisa dalam berbagai bentuk, pula dalam bentuk restitusi (diyat) yang
diberikan kepada korban atau keluarganya. Kejahatan yang termasuk ke dalam
kategori ini pada dasarnya adalah semua tindakan yang menyerang kehidupan
manusia, yaitu pembunuhan (baik yang direncanakan sebelumnya atau tidak),
tindakan yang direncanakan untuk menyerang orang, pembunuhan tidak disengaja,
dan serangan tidak sengaja terhadap kemanusiaan.
 Ta’zir, kategori ini mencakup kejahatan terhadap masyarakat secara umum
sehingga pendekatan hukumannya tidak pasti, dipersilahkan kepada hakim untuk
memberikan diskresi. Kejahatan yang termasuk ke dalam kategori ini biasanya
kejahatan yang lazim digambarkan oleh para ahli hukum sebagai kejahatan kecil
(minor felonies).
3. Tradisi Hukum Sipil
Hukum sipil (civil law) merujuk kepada sistem hukum Eropa yang berasal dari hukum
Romawi dan berbeda dari sistem Common Law (Inggris). Istilah “hukum sipil” berasal dari
bahasa Latin jus civile, yang berarti hukum yang hanya bisa diterapkan pada rakyat Romawi,
untuk membedakan dengan jus gentium (hukum yang diterapkan dalam kasus yang melibatkan
subjek bangsa Romawi di berbagai provinsi, dan bisa diterapkan kepada penduduk asing,
penduduk provinsi dan penduduk Roma).
Alan Watson lebih cenderung memandangnya sebagai sistem hukum yang berasal dari
Kode Justinian, Corpus Juris Civilis. Dalam pandangannya, pada dasarnya tipe bahan mentah
untuk pembentukan tradisi hukum sipil adalah hukum Romawi yang telah diperbarui dan
dikodifikasi ini yang disponsori oleh kerajaan Byzantium Justinian I, dan diterbitkan antara
tahun 529 dan 565 M., dan bukan hukum Romawi yang sebelumnya.

Latar Belakang Revolusioner Hukum Sipil


 Sebagai hasil dari munculnya gelombang rasionalisme yang mengakar di Eropa pada
abad 11 & 12. Rasionalisme didasari pada kepercayaan terhadap kesetaraan umat
manusia dipadukan dengan asumsi baru bahwa manusia memiliki kekuatan akal, dan
dengan akal manusia bisa mengontrol berbagai aktivitas dan mengatasi berbagai
tantangan hidup. Penggunaannya secara tepat diyakini bisa menyelesaikan persoalan
yang dihadapi oleh manusia.
 Institusi hukum hanya dilihat sebagai hasil ciptaan kecerdasan manusia, sebagai aturan
yang bisa didorong atau dibatalkan dan diganti dengan aturan yang baru kalau memang
akal menuntut demikian, tanpa merujuk kepada Tuhan atau otoritas suci.
 Ideologi dasar: hukum merupakan produk akal, bukan produk agen sakral. Ideologi ini
memberi dampak pada perjuangan menuntut kebebasan individual, karena seluruh
manusia yang diberkati dengan akal bisa membuat pilihan mereka sendiri. Maka
penekanan bukan diletakkan pada kewajiban manusia, tapi pada hak; hak setiap
manusia untuk melakukan urusannya sendiri, hak untuk memiliki properti dan
mendapatkan perlindungan hukum atas hak miliknya.
 Runtuhnya kekuasaan feodalisme di Eropa dan munculnya nation-state sebagai mode
pembentukan kesatuan wilayah suatu negara.
 Negara bangsa modern muncul dan institusi hukum sipil menjadi bagian utama dan
sepenuhnya dari otoritas negara. Dengan kemunculan negara bangsa modern,
kekuasaan pun sepenuhnya terletak di tangan negara. Ideologi sentralisme negara pun
tidak bisa dihindari, di mana justifikasi bagi kemandirian hukum hanya diberikan
kepada negara demi ideologi sistem hukum nasional.
 Dampaknya, kanon Romawi jus commune, yang sejak lama dianggap sebagai sumber
hukum utama di Eropa era feodal disingkirkan dan diganti dengan hukum nasional yang
sesuai dengan logika pembentukan positivisme hukum.
 Masuk ke Indonesia melalui penjajahan Belanda. Sejak awal abad 19, melalui
penjajahan Perancis dan diberlakukannya Code Napoleon di Belanda, telah dikenalkan
tradisi hukum sipil ini di negeri Belanda, yang kemudian dibawa ke Nusantara melalui
pengadopsian sistem Republicanism dalam sistem kenegaraan di Indonesia dan
Burgelijk Wetboek, Wetboek van Koephandel serta Wetboek van Strafrecht dalam
sistem hukum nasional.
 Logika hukum negara sepenuhnya mengikuti logika hukum sipil, dimana negara
sepenuhnya menjadi pemangku utama dan satu-satunya dari proses penciptaan hukum.

Karakter Hukum
 Formal. Hukum dibuat dan dikodifikasikan oleh lembaga negara tertentu yang diberi
otoritas untuk melakukan proses penciptaan hukum.
 Sekuler. Hukum bukan merupakan produk dari institusi agama, tapi institusi negara
yang sama sekali tidak sakral, dan terbatas mengurusi persoalan-persoalan dunia saja.
 Substansi hukum bersifat terbatas, hanya berlaku dalam jurisdiksi wilayah negara-
bangsa tertentu saja.
 Hukum secara jeneral dibagi ke dalam dua bidang yaitu publik dan privat.
 Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara individu dengan negara
 Privat, mengatur hubungan antara sesama individu warga negara.

Konsep Hukum Substantif


 Karena hukum dibuat secara formal dalam bentuk Undang-Undang atau aturan
pemerintah lainnya, maka muatan aturan hukum berlain-lainan dalam suatu ikatan
wilayah negara tertentu, meskipun bentuk hukumnya sama yang diikuti di negara-
negara penganut tradisi Civil law ini.
 Dalam perkembangannya, substansi hukum bergerak mengikuti arah modernisasi suatu
negara, disesuaikan dengan kemajuan nilai-nilai sosial, budaya dan ekonomi
masyarakat yang bersangkutan.
 Di banyak negara, modernisme dan sekulerisme menjadi logika yang dominan dari
perubahan substansi hukum tersebut. Sehingga Undang-Undang yang dibuat secara
otomatis mengikuti nilai-nilai hukum yang dibawa oleh kedua isme tersebut, misal:
 Hukum keluarga dalam era kekinian menjadi bersifat indivualis dan sekuler, dengan
pemberian hak yang sejaajar antara laki-laki dan perempuan.
 Hukum pidana juga mengalami perkembangan dengan penekanan kepada individu
pelaku kejahatan sehingga bentuk hukuman fisik semakin ditinggalkan.

Anda mungkin juga menyukai