Dosen pengampu:
Disusun oleh:
022120082/4C
AKUNTANSI
UNIVERSITAS PAKUAN
DEFINISI PAJAK:
Pajak, iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor
pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa
timbal (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum (publieke-uitgaven) dan yang digunakan sebagai alat pencegah atau
pendorong untuk mencapai tujuan yang ada diluar bidang keuangan. Dalam
perkembangannya di sektor perpajakan dewasa ini ternyata tidak melulu dalam pembayaran
pajak hanya terbatas beralihnya kekayaan sector partikelir ke sektor pemerintah, karena
dalam UU Pajak Penghasilan di Indonesia yang menjadi subyek pajak bukan terbatas sektor
swasta tetapi ada juga subyek pajak yang berasal dari sektor non-swasta ( Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk
membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.Di Negara hukum,
kebijakan pemungutan pajak harus dibuatkan landasan hukum, apabila tidak dibuatkan
landasan hukumnya maka pemungutan yang dilakukan oleh Negara bukan masuk katagori
pemungutan pajak tetapi merupakan pungutan liar (pungli). Keberadaan pajak diakibatkan
karena fungsi pajak yang dibutuhkan oleh setiap Negara (fungsi kas Negara dan fungsi
mengatur), karena Negara harus memberikan perlindungan dan pelayanan bagi rakyatnya,
sehingga Negara menciptakan pajak untuk mengumpulkan dana, supaya dapat melindungi
dan melayani rakyatnya. Bahwa posisi pajak merupakan pilar (penopang) Negara.Sehingga
Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Papua memiliki potensi yang besar sebagai penopang
ekonomi Negara melalui pemungutan pajak.
Manfaat pajak adalah untuk membiayai pembangunan. Seperti :Pajak Bumi dan Bangunan,
kita wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan karena kita menempati wilayah Negara.
Membiayai belanja Modal : yaitu belanja pegawai, barang, membangun sarana publik. Pajak
yang didapat oleh pemerintah pusat juga di transfer ke daerah untuk kelangsungan pergerakan
pembangunan di daerah baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Kesadaran dan kepedulian memahami aspek keadilan pajak menjadi penting untuk terus
disosialisasikan ke berbagai lapisan masyarakat. Akan tetapi hal tersebut berbeda dengan
kebijakan pemungutan pajak yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan. Karena
seseorang berkewajiban membayar pajak apabila telah memenuhi isi peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Semisal, seseorang memiliki kewajiban membayar pajak penghasilan
apabila ia memiliki penghasilan. Demikian sebaliknya, jika tidak memilki penghasilan maka
secara hukum ia tidak memiliki kewajiban membayar pajak penghasilan. Hal ini merupakan
juga suatu bentuk keadilan dalam pemungutan pajak. Keadilan pajak menjadi harga mahal
yang harus diperjuangkan menuju keadilan dan kesejahteraan bersama. Seperti diketahui,
undang-undang pajak di mana pun pasti memiliki aspek keadilan, baik dari sisi materi
maupun cara penerapannya. Aspek penegakan hukum merupakan salah satu cara dalam
menerapkan undang-undang guna mewujudkan keadilan pajak. Ketika keadilan pajak
tidak mampu dilakukan melalui pendekatan persuasif, tentunya aspek penegakan hukum
melalui pemeriksaan maupun penyidikan adalah cara tepat mewujudkan keadilan pajak.
Selain soal keadilan pajak, aplikasi moral mejadi bagian penting yang harus dilakukan oleh
setiap pemangku kepentingan (stakeholders) pajak. Aplikasi moral itu sendiri pada
hakekatnya adalah aplikasi melakukan kewajiban bayar pajak dengan cara benar. Sedangkan
aplikasi moral bagi pejabat dan pengguna pajak adalah aplikasi dalam hal mengelola dan/atau
menggunakan pajak agar supaya sesuai kebutuhannya. Transparan dan akuntabel adalah
merupakan bagian penting yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Dalam konteks moral,
bahwa awalnya Tuhan Yang Maha Esa sudah memberikan moral baik bagi setiap orang.
Artinya, setiap orang pasti punya kerinduan untuk menolong sesamanya.Namun, ketika unsur
kepentingan dan keuntungan pribadi mendominasi perasaan, mulailah moral menjadi kendur
atau luntur. Aplikasi moral yang awalnya baik, menjadi melemah saat pikiran kepentingan
dan keuntungan pribadi lebih mendominasi. Aplikasi moral dalam beberapa hal, seperti
memenuhi kesadaran, kepedulian, pengelolaan dan penggunaan pajak nampaknya perlu
dibangkitkan.Terlebih setelah terjadi beberapa kasus pajak yang mencoreng citra pemerintah,
patut kiranya aplikasi moral diberikan suntikan kekuatan untuk menjalaninya. Seluruh
pemangku kepentingan (stakeholders) pajak hendaknya bisa mewujudkan aplikasi moral
dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama.Mengaplikasikan moral adalah
modal dasar yang harus dipegang teguh. Tanpa itu, berbagai program pemerintah yang telah
dicanangkan, tidak akan ada artinya. Tanpa aplikasi moral pajak, semua akan sia-sia. Aplikasi
moral harus menjadi lawan dari kecenderungan berpikir dan bertindak sebatas verbal belaka.
Aplikasi moral harus memberikan warna cerah dibandingkan warna hari-hari
sebelumnya.Tekad kuat memberikan warna cerah yang diinginkan semua pihak, wajib untuk
diciptakan dan dijaga keberlanjutannya. Warna cerah yang dicerminkan seluruh pemangku
kepentingan kiranya akan memberikan nadi kehidupan reformasi pajak menjadi lebih lancar
berjalan. Dengan kesadaran melakukan aplikasi moral perpajakan secara baik, diharapkan
tidak lagi terjadi kerumunan masyarakat mendapatkan sedikit uang untuk menambah belanja.
Hukum pajak materiil adalah norma-norma yang menjelaskan keadaan, perbuatan, dan
peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang harus dikenakan pajak, dan berapa
besar pajaknya. Dengan kata lain hukum pajak materiil mengatur tentang timbulnya,
besarnya, terhapusnya utang pajak beserta hubungan hukum antara pemerintah dengan Wajib
Pajak. Contoh dari hukum pajak materiil adalah peraturan yang memuat tentang kenaikan
denda, sanksi atau hukuman, dan cara-cara pembebasan dan pengembalian pajak, serta
ketentuan yang memberi hak tagihan utama kepada fiskus.
Apabila dalam undang-undang pajak khusus memuat hal-hal yang bertentangan dengan
hukum formal, maka hal ini harus diatur kembali dalam undang-undang pajak yang
bersangkutan. Undang-undang yang memuat hukum pajak material dan formal yaitu;
1) Undang-undang No.12 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-
undang No.12 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
2) Undang-undang No.18 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-
undang No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Pengaturan hukum pajak material dan formal ini mengalami perubahan semenjak adanya
Pembaharuan Perpajakan Nasional (tax reform), dimana sebelumnya pengaturan antara
Hukum Pajak Material dan Formal dijadikan satu. Hal itu dapat dilihat dalam Ordonansi
Pajak Pendapatan (PPd.) 1944, Ordonansi Pajak Perseroan (PPs.) 1925.
Setelah adanya Pembaharuan Perpajakan Nasional tahun 1983, maka hanya ada satu Hukum
Pajak Fornal yang digunakan untuk serangkaian Hukum Pajak Material. Pengaturan dengan
cara lama mempunayai kelebihan lebih memungkinkan bagi ketentuan Hukum Pajak Formal
untuk menyesuaikan dengan karakteristik dari Hukum Pajak Materialnya, dikarenakan yang
dilayani oleh Hukum Pajak Formal Hanya satu. Adapun kelemahannya terutama bagi wajib
pajak karena akan mempersulit dalam mempelajari dan memahami ketentuan pajak yang
bgitu banyak dan beragam. Sedangkan pengaturan seperti yang ada sekarang ini mempunyai
kelebihan yakni lebih sederhana dan memudahkan untuk dipelajari dan dipahami, tetapi
kelemahannya sulit untuk menyesuaikan dengan ketentuan Hukum Pajak Material yang
banyak dan memiliki karakteristik yang beragam, sehingga ketentuan Hukum Pajak Formal
itu bersifat ketentuan umum dimana dalam undang-undang pajak material juga disisipkan
ketentuan Hukum Pajak Formal tertentu yang merupakan ketentuan khusus. Misal undang-
undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan undang-undang tentang Bea Materai.
· Surat ketetapan pajak (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Nihil )
· Surat Tagihan,
· Penyidikan,
· Surat Paksa,
Hal-hal yang digolongkan dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam Undang-undang
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang telah diubah dengan Badan Peradilan Pajak antara
lain mengatur mengenai:
· Sengketa Pajak
· Hukum Acara
· Pembuktian
· Penagihan pajak
· Surat paksa
· Penyitaan
· Lelang
· Gugatan,dll
1. UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Nomor 6 Tahun 1983 stdtd. UU 28
Tahun 2007 selanjutnya disebut UU KUP).
2. UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU Nomor 19 Tahun 1997 stdtd. UU Nomor 19
Tahun 2000 selanjutnya disebut UU PPSP).