Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

THYPOID ABDOMINALIS

DOSEN PENGAMPU:

Ns. Netti, M. Kep

OLEH:

KELOMPOK I:

1. Annisa Alzura Fatihah (203310683)


2. Annisa Sururi (203310684)
3. Mayang Mei Gusri (203310700)
4. Mulyana Dwi Firza (203310701)
5. Sofiya Chairani (203310715)
6. Yakub Fawzy (203310718)

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG


T.P 2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi maha Penyayang,
Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang thypoid abdominalis.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak dan sumber yang kami dapatkan sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah kami
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah kami ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritikan dari segala elemen agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 12 Februari 2022

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2

C. Tujuan...................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi.................................................................................................................................3

B. Anatomi Fisiologi.................................................................................................................4

C. Penyebab...............................................................................................................................8

D. Klasifikasi.............................................................................................................................9

E. Patofisiologi..........................................................................................................................9

F. Manifestasi Klinik..............................................................................................................10

G. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................................10

H Komplikasi..........................................................................................................................11

I. Penatalaksanaan..................................................................................................................12

J. Asuhan Keperawatan..........................................................................................................13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................................................19

B. Saran...................................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang
biasa terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Demam tifoid
disebabkan oleh bakteri Gram negatif Salmonella typhi, termasuk golongan
Enterobacteriaceae. Bakteri ini terutama berada dalam air dan makanan yang tercemar,
karena sumber air minum di beberapa daerah di Indonesia kurang memenuhi syarat.
Sayuran dicuci dengan air sungai yang juga dipakai untuk penampungan limbah. Juga
perlu diingat makanan dari penjual makanan di pinggir jalan juga dapat tercemar bakteri
Salmonella typhi. Bakteri ini berasal dari feses manusia yang sedang menderita demam
tifoid atau karier Salmonella typhi. Mungkin tidak ada orang Indonesia yang tidak pernah
menelan bakteri ini. Bila hanya sedikit tertelan, biasanya orang tidak menderita demam
tifoid. Namun bakteri yang sedikit demi sedikit masuk ke tubuh menimbulkan suatu
reaksi imun yang dapat dipantau dari darah dikenal dengan reaksi serologi Widal yang
positif (Juwono, 1985: 598).

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi yang hingga saat ini masih menjadi masalah
kesehatan di negara-negara tropis termasuk Indonesia. Gejala demam tifoid adalah suhu
tubuh meningkat secara bertingkat sampai 40°C, dengan frekuensi nadi relatif lambat.
Sering ada nyeri di perut, konstipasi (kadang-kadang diare). Pada kasus berat pasien
mengalami delirium atau stupor. Mungkin terlihat bintik-bintik merah pada kulit dinding
perut atau dada dalam minggu pertama sampai kedua (Tambayong, 2001).

Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini
biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak
mencukupi. Demam tifoid merupakan insiden yang paling sering muncul di daerah
endemik dan berkembang seperti di Indonesia. Sumber penularannya terutama berasal
dari makanan yang tercemari kuman Salmonella Thypi (Mansjoer, 2001).`

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisí thypoid abdominalis?

2. Bagaimana anatomi fisiologi thypoid abdominalis?

3. Bagaimana penyebab thypoid abdominalis?

4. Bagaimana patofisiologi thypoid abdominalis?

5. Bagaimana manifistasi klinis thypoid abdominalis?

6. Bagaimana pemeriksaan penunjang thypoid abdominalis?

7. Bagaimana komplikasi thypoid abdominalis?

8. Bagaimana penatalaksanaan thypoid abdominalis?

9. Bagaimana asuhan keperwatan thypoid abdominalis?

C. Tujuan

1. Memahami definisí thypoid abdominalis

2. Memahami anatomi fisiologi thypoid abdominalis

3. Memahami penyebab thypoid abdominalis

4. Memahami patofisiologi thypoid abdominalis

5. Memahami manifistasi klinis thypoid abdominalis

6. Memahami pemeriksaan penunjang thypoid abdominalis

7. Memahami komplikasi thypoid abdominalis

8. Memahami penatalaksanaan thypoid abdominalis

9. Memahami asuhan keperwatan thypoid abdominalis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Thypoid Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan
kesadaran (Wijayaningsih, 2013). Thypoid Abdominalis ialah penyakit sistemik akut yang di
sebabkan oleh infeksi bakteri negatif, genus salmonella yaitu salmonella typhi yang masuk
ke dalam makanan, minuman atau bahan-bahan lain yang dicemari bakteri tersebut (Yudi,
2008). Thypoid Abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang
pada aliran darah, yang di sebabkan oleh kuman salmonella typhi atau salmonella paratyphi
A, B dan C, yang terkadang juga dapat menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan)
dan septikemia (tidak menyerang usus). (Ardiansyah, 2012).

Demam typhoid atau Typhoid Fever ialah suatu sindrom sistemik terutama
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam merupakan jenis terbanyak dari salmonelosis.
Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh S. paratyphi A,
S. schottmuelleri (semula S. paratyphi B), dan S. hirschfeldii (semula S. paratyphi C).
Thypoid Abdominalis memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enteric yang
lain (Widagdo, 2011).

Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit Thypoid Abdominalis


adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang manusia khususnya pada saluran
pencernaan yaitu pada usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi yang masuk
melalui makanan atau minuman yang tercemar dan ditandai dengan demam berkepanjangan
lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan lebih di perburuk dengan
gangguan penurunan kesadaran.

3
B. Anatomi Fisiologi

1. Organ Pencernaan Utama


a) Mulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua
bagian, bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi serta gigi dengan
bibir dan pipi, dan bagian dalam yaitu rongga mulut yang di batasi di sisi - sisinya
olehtulang maxilaris dan Semua gigi, dan di sebuah belakang bersambung dengan awal

4
faring. Atap mulut di bentuk oleh palatum, dan lidah terletak di lantainya dan terikat pada
tulang hioid. Di garis tengah terdapat lipatan membran mukosa (frenulum linguas)
menyambung lidah dengan lantai mulut. Di kedua sisi terletak papila sublingualis, yang
memuat lubang kelenjar ludah submandibularis. Sedikit external dari papila ini terletak
lipatan sublingualis tempat lubang-lubang halus kelenjar ludah sublingualis bermuara.
Selaput lendir mulut di tutupi oleh epitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya terletak
kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat kaya akan pembuluh
darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris (Pearce Evelyn,2009).
b) Faring dan Esofagus
Faring atau tekak terletak di belakang hidung, mulut dan laring (tenggorokan).
Faring berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan membran berotot (maskulo
membranosa) dengan bagian terlebar di sebelah atas dan berjalan dari dasar tengkorak
sampai di ketinggian vertebra servikal ke enam, yaitu ketinggian tulang rawan krikoid
tempat faring bersambung dengan esofagus. Esofagus adalah sebuah tabung berotot yang
panjangnya dua puluh sampai dua puluh lima sentimeter, di atas di mulai dari faring
sampai pintu trakea dan di depan tulang punggung. Setelah melalui torax menembus
diafragma untuk masuk ke dalam abdomen dan menyambung dengan lambung. Esofagus
berdinding empat lapis. Di sebelah luar terdiri atas lapisan jaringan ikat yang renggang,
sebuah lapisan otot yang terdiri atas dua lapis serabut otot, yang satu berjalan longitudinal
dan yang lain sirkuler, sebuah lapisan submukosa dan di paling dalam terdapat selaput
lendir mukosa (Pearce Evelyn, 2009).
c) Lambung
Merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri dari bagian atas disebut
fundus, bagian utama dan bagian bawah yang horizontal yakni antrum pilorik. Lambung
berhubungan langsung dengan esofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan
duodenum melalui orifisium pilorik, lambung ini terletak di bawah diafragma dan di
depan pankreas, limfa menempel pada sebelah kiri fundus. Lambung memiliki dua
fungsi. Pertama fungsi motorik, yakni sebagai reservoir yaitu menampung makanan
sampai dicerna sedikit-demi sedikit dan sebagai pencampur yakni memecah makanan
menjadi partikel-partikel kecil dan campur dengan asam lambung. Kedua fungsi sekresi
dan pencernaan yakni untuk mensekresi pepsin dan HCl yang akan memecah protein

5
menjadi pepton, sedang amylase memecah amilum menjadi maltose, lipase memecah
lemak menjadi asam lemak dan gloserol, untuk membentuk sekresi gastrin, mensekresi
faktor intrinsic yang memungkinkan mengabsorpsi vitamin B12 usus halus yaitu di
ilieum dan mensekresi mukus yang bersifat protektif. Pada lambung makanan berada 2-6
jam kemudian mencampur makanan dengan getah lambung (cairan asam bening tak
berwarna) yang mengandung 0.4 % HCl yang mengasamkan semua makanan yang
bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan. Dalam getah lambung terdapat beberapa
enzim diantaranya pepsin yang dihasilkan oleh pepsinogen yang berfungsi mengubah
makanan menjadi bahan yang lebih mudah larut dan renin yang berfungsi untuk
membekukan susu atau membentuk kasein dari karsinogen yang dapat larut.
d) Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang
dalam keadaan hidup. Angka yang biasa di berikan enam meter adalah penemuan setelah
mati bila otot telah kehilangan tonusnya. Usus halus memanjang dari lambung sampai
katup ileo- kolika tembang bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah
umbilicus dan di kelilingi oleh usus besar. Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu :
1) Duadenum adalah bagian pertama usus halus yang 25 cm panjangnya, berbentuk
sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi kepala prankeas. Satu lubang yaitu di
sebut ampula hepatoprankeatika atau ampula pateri, sepuluh sentimeter dari
vilorus.
2) Yeyunum menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus yang selebihnya.
3) Ileum menempati tiga per lima akhir. Fungsi usus halus adalah mencerna dan
mengabsorsi khime dari lambung. Isinya yang cair (khime) di jalankan oleh
serangkaiaan gerakan peristaltic yang cepat.
Setiap gerakan lamanya satu second dan antara dua gerakan ada istirahat beberapa
second. Terdapat juga dua jenis gerakan lain seperti berikut :
1) Gerakan segmental ialah gerakan yang memisahkan beberapa segmen usus yang
satu dengan yang lain karena diikat oleh gerakan konstriksi serabut sikuler. Hal ini
memungkinkan isi yang cair ini sementara bersentuhan dengan dinding.

6
2) Gerakan penduluan atau ayunan menyebabkan isi usus bercampuran dua cairan
pencerna masuk duodenum melalui saluran-saluran mereka yaitu empedu melalui
hati dan getah prankeas.
e) Usus besar
Usus besar atau kolon yang kira-kira satu setengah meter panjangnya adalah
sambungan dari usus halus dan mulai di katup ilekolik atau ileosekal yaitu tempat sisa
makanan lewat. Kolon sebagai kantung yang mekar dan terdapat apendix vermiformis
atau umbay cacing. Apendik juga terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti
usus lainya hanya lapisan submukosanya berisi sejumlah besar jaringan limfe yang di
anggap mempunyai fungsi serupa dengan tonsil. Sebagian terletak di bawah sekum dan
sebagian di belakang sekum atau di sebut retrosekum. Sekum terletak di daerah iliaka
kanan dan menempel pada otot iliopoas. Dari sini kolon naik melalui daerah sebelah
kanan lumbal dan di sebut kolon asendens. Di bawah hati berbelok pada tempat yang di
sebut flexura hepatika, lalu berjalan melalui peti daerah epigastrik dan umbilikal sebagai
kolon transversus. Di bawah limpa membelok sebagai kolon desendens. Di daerah kanan
iliaka terdapat belokan yang di sebut flexura sigmoid dan di bentuk kolon sigmodieus
atau kolon pelvis, dan kemudian masuk pelvis dan menjadi rektum. Rektum ialah yang
sepuluh sentimeter terbawah dari usus besar, di mulai pada kolon sigmoideus dan
berakhir pada saluran yang kira-kira tiga sentimeter panjangnya. Saluran ini berakhir ke
dalam anus yang di jaga oleh otot internal dan external.
2. Organ aksesoris
Organ aksesoris terdiri dari hati, kantung empedu, dan prankeas. Ke tiga organ ini
membantu terlaksananya sistem pencernaan makanan secara kimia.
a) Hati
Merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas dalam
rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hati terbagi dalam dua belahan
utama kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah
diafragma. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan (fisura tranversus).
Permukaannya di lintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk keluar hati. Visura
longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah
b) Kantung Empedu

7
Merupakan sebuah kantung berbentuk terong dan merupakan membran berotot.
Letaknya di dalam sebuah lekukan disebelah permukaan bawah hati sampai di pinggiran
depannya. Panjangnya delapan kantung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan,
leher dan terdiri dari atas tiga pembungkus yakni :
1) Sebelah luar pembungkus serosa peritoneal
2) Sebelah tengah jaringan berotot tidak bergaris.
3) Sebelah dalam membran mukosa.
c) Prankeas
Merupakan kelenjar majemuk bertandan, struknya sangat mirip dengan kelenjar
ludah. Panjangnya kira-kira lima belas sentimeter mulai dari duodenum sampai limpa.
Prankeas terdiri atas tiga bagian:
yaitu bagian kepala prankeas yang terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan
di dalam lekukan rongga abdomen, badan prankeas yang letaknya di belakang lambung
dan di depan vertebra lumbalis pertama dan ekor prankreas yang merupakannbagian yang
runcing di sebelah kiri dan menyentuh limpan (Pearce Evelyn, 2009).

C. Penyebab
Penyebab utama dari penyakit Thypoid Abdominalis adalah salmonella enteric
yang dapat hidup di lingkungan yang kering tetapi peka terhadap klorinisasi dan
plepasteurisasi. Salmonella paratypi adalah kuman penyebab penyakit demam paratifoid.
Sedangkan yang dinamakan salmonella schotmulleri dahulu disebabkan sebagai
penyebab demam paratifoid C (Ranuh 2013). Menurut Widagdo (2011) Etiologi dari
demam tifoid adalah Salmonella typhi, termasuk genus Salmonella yang tergolong dalam
family Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak, berbentuk spora, tidak
berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari/minggu
pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi, dan tinja.
Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam atau 60º C dalam 15 menit. Salmonella
mempunyai antigen O (somatik) adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang
stabil pada panas dan antigen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada
S. typhi, juga pada S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida
kapsul.

8
D. Klasifikasi
Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan
gejala klinis:

1. Demam tifoid akut non komplikasi


Demam tifoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan
abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa,dan diare pada anak-anak),
sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada fase awal
penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya
resespot pada dada, abdomen dan punggung.
2. Demam tifoid dengan komplikasi
Pada demam tifoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi
parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10%
pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi, susu dan
peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
3. Keadaan karier
Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien. Karier
tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi di feses

E. Patofisiologi
Bakteri salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung, dan sebagian masuk ke usus
halus, mencapai plague peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Salmonella typhi
memiliki fimbria khusus yang dapat menempel ke lapisan plague peyeri, sehingga bakteri
dapat di fagositosis. Setelah menempel, bakteri memproduksi protein yang mengganggu
brush bonder usus dan memaksa sel usus untuk membentuk kerutan membran yang akan
melapisi bakteri dalam vesikel. Bakteri dalam vesikel akan menyebrang melewati
sitoplasma sel usus dan di presentasikan ke makrofag (Wibisono et al, 2014).
Kuman memiliki berbagai mekanisme sehingga dapat terhindar dari serangan
system imun seperti polisakarida kapsul Vi. Penggunaan makrofag sebagai kendaraan
dan gen Salmonella patogencity Island 2 (SPI2) (Wibisonoet al, 2014).

9
Setelah sampai kelenjar getah bening mensenterika, kuman kemudian masuk ke
aliran darah melalui duktus torasikus sehingga terjadi bacteremia pertama yang
asimtomatik. Salmonella typhi juga bersarang dalam system retikuloendotelial terutama
hati dan limpa, dimana kuman meninggalkan sel fagosit berkemang biak dan masuk
sirkulasi darah lagi sehingga terjadi bakteremia kedua dengan gejala sistemik. Salmonella
typhi menghasilkan endotoksin yang berperan dalam inflamasi lokal jaringan tempat
kuman berkembang biak merangsang pelepasan zat pirogendan leukosit jaringan ehingga
muncul demam dan gejala sistemik lain. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat
erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri. Apabila proses patologis semakin
berkembang, perorasi dapat terjadi (Wibisono et al, 2014).

F. Manifestasi Klinik
Menurut Wibisono et al (2014) menifestasi klinik tifoid yaitu:
1. Nyeri kepala, lemah, lesu, nyeri otot pada minggu pertama,
2. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama
peningkatan suhu tubuh berflukutasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam
hari dan menurun pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, dan
minggu ketiga suhu berangsurangsur turun dan kembali normal.
3. Gangguan pada saluran cerna: halitosis (bau nafas yang menusuk), bibir kering dan
pecah-pecah lidah di tutupi selaput putih kotor (coated tongue), metorismus, mual,
tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri perabaan.
4. Gangguan kesadaran: penurunan kesadaran (apatis, somnolen).

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suriadi & Yuliani (2006) pemeriksaan penunjang Thypoid Abdominalis
adalah :
1. Pemeriksaan darah tepi Leokopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia,
trombositopenia.
2. Pemeriksaan sum-sum tulang Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang.

10
3. Biakan empedu Terdapat basil salmonella typosa pada urin dan tinja. Jika pada
pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typosa
pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
4. Pemeriksaan widal
5. Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer terhadap
antigen H walaupun tinggi akan akan dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi
atau bila penderita telah lama sembuh.

H. Komplikasi
Menurut Widagdo (2011) Komplikasi dari Thypoid Abdominalis dapat
digolongkan dalam intra dan ekstra intestinal. Komplikasi intestinal diantaranya ialah :
1. Perdarahan Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama dengan
ditandai antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan peningkatan denyut nadi.
2. Perforasi usus Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului oleh
perdarahan berukuran sampai beberapa cm di bagian distal ileum ditandai dengan
nyeri abdomen yang kuat, muntah, dan gejala peritonitis.
Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah :
1. Sepsis Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobic
2. Hepatitis dan kholesistitis Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada
pemeriksaan amylase serum menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk adanya
komplikasi pancreatitis
3. Pneumonia atau bronchitis Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %,
umumnya disebabkan karena adanya superinfeksi selain oleh salmonella
4. Miokarditis toksik Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan
segmen ST dan gelombang T, pada miokard dijumpai infiltrasi lemak dan nekrosis
5. Trombosis dan flebitis Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang menimbulkan
gejala
residual yaitu termasuk tekanan intrakranial meningkat, thrombosis serebrum, ataksia
serebelum akut, tuna wicara, tuna rungu, myelitis tranversal, dan psikosis
6. Komplikasi lain Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang, nefritis, sindrom
nefrotik, meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis, osteomilitis, dan artritis.

11
I. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2005) & Ranuh (2013) pasien yang di rawat dengan
diagnosis observasi Thypoid Abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung
sebagai pasien Thypoid Abdominalis dan di berikan pengobatan sebagai berikut:
1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama,
lemah, anoreksia, dan lain-lain
3. Istirahat selama demam sampai 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat
total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan
diruangan
4. Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas.dianjurkan minum susu 2 gelas sehari. Apabila kesadaran pasien
menurun di berikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan
nafsu makan anak baik dapat juga di berikan makanan lunak.
5. Pemberian antibiotic
Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran bakteri. Obat antibiotik
yang sering di gunakan adalah :
1. Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oralatau dengan dosis 75
mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4 dosis. Cloramhenicol dapat menyembuhkan
lebih cepat tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat tersebut dapat memberikan
efek samping yang serius
2. Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV di bagi dalam 6 dosis.
Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan
chloramphenicol
3. Amoxicillin dengan dosis 100mg/kg/24 jam per os dalam3 dosis
4. Trimethroprim-sulfamethoxazol masing-masing dengan dosis 50 mg SMX/kg/24 jam
per os dalam 2 dosis,merupakan pengobatan klinik yang efisien

12
5. Kotrimoksazol dengan dosis 2x 2 tablet (satu tablet mengandung 400mg
sulfamethoxazole dan 800 mg trimetroprim. Efektifitas obat ini hampir sama dengan
cloromphenicol

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji pada Asuhan Keperawatan pada penyakit


Abdominalis :

a. Data biografi: nama- alamat, umur, status tanggal masuk rumah sakit, diagnosa
medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat di hubungi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam, subfebris, febris, hilang timbul
2) Nyeri pada abdomen
3) Nafsu makan menurun (anoreksia)
4) Istirahat pasien terganggu karena sakitperut, mual muntah, dan kadang juga
diare.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit Yang sama.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien
e. Riwayat psikososial
1) Intrapersonal: perasaan Yang dirasakan klien (cemas/sedih)
2) Interpersonal: hubungan dengan orang Iain (Wijaya, 2013)
f. Aktivitas/istirahat
Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia akibat diare. Merasa
gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas’kerja terkait efek proses penyakit.
g. Sirkulasi
Takikardi (respon terhadap thypus, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri),
kemerahan, are ekimcsis (kekurangan vitamin K). Hipotensi, membran mukosa
kering, turgor kulit menurun, lidah pecah-pecah (akibat kekurangan cairan)

13
h. Integritas ego
1) Ansietas, ketakutan, enusi, perasaan tidak berdayaltidak ada harapan, stress
terkait dengan pekerjaan atau biaya pengobatan mahal
2) Menolak, perhatian menyempit, depresi
i. Eliminasi
1) Tekstur feses bervariasi mulai dari bentuk padat, lunak atau berair. Episode
diare berdarah dapat ditemukan, tidak dapat dikontrol atau kram(tenesmus).
Defekasi berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar feses
2) Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya Peristaltik Yang
dapat didengar, oliguria.
j. Nyeri kenyamanan
1) Nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, nyeri mata,
2) Nyeri tekan abdomen, distensi abdomen
k. Keamanan
1) Anemia, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu (eksaserbasi akut), penglihatan
kabur, alergi terhadap makanan/produk Susu
2) Lesi kulit mungkin ada, ankilosa silitis, uveitis, konjungtivitis, iritis

l. Seksualitas
Frekuensi menurun menghindari aktifitas seksual
m. Interaksi sosial
Gangguan hubungan atau Peran terkait hospitalisasi, ketidakmampuan
aktif dalam kegiatan social.
n. Penyuluhan pembelajaran
Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus
o. Higiene
Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis
menunjukkan kekurangan vitamin.(Suratun, 2010)
p. Pola fungsi kesehatan

14
1) Pola nutrisi dan metabolisme : Biasanya nafsu makan klien berkurang karena
terjadi gangguan pada usus halus.
2) Pola istirahat dan tidur : Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat
karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah. Kadang diare
q. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien : Kesadaran pasien perlu dikaji dari
sadar-tidak sadar (composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien
2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki : TD, Nadi, Respirasi,
temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasietAondisi
pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan
menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskulttasi, palpasi, perkusi, disamping
itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan (Wijaya, 2013)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada
nafsu makan, Mual dan kembung.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
c. Resiko tinggi terjadi kurang volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake
cairan dan peningkatan suhu tubuh.
d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi (mual
dan muntah), pembatasan aktivitas.
e. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total.

3. Rencana Asuhan Keperawatan/lntervensi

No. Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. Perubahan nutrisi Nafsu makan (L.03024) Menajemen Nutrisi (I.03119

15
kurang dari kebutuhan Hal :200)
tubuh b.d tidak ada Keinginan untuk makan Observasi :
nafsu makan, Mual dan membaik 1. Identifikasi status nutrisi
kembung. Kriteria Hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
1. Keinginan makan makanan.
mulai meningkat 3. Identifikasi makanan yang disukai
2. Asupan makanan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
dan cairan dalam jenis nutrisi
rentang normal 5. Identifikasi pemasangan NGT
3. Meningkatnya 6. Monitor asupan makanan
Energi untuk 7. Monitor berat badan
makan Terapeutik :
4. Kemampuan 1. Fasilitasi menentukan pedoman diet
merasakan dan 2. Sajikan makanan secara menarik
menikmati 3. Berikan makanan tinggi serat untuk
makanan mencegah konstipasi
membaik 4. Berikan makanan tinggi kalori dan
5. Asupan nutrisi tinggi protein
yang meningkat Edukasi :
6. Stimulus untuk 1. Anjurkan posisi duduk
makan meningkat 2. Ajarkan diet yang diprogramkan
7. Meningkatnya Kolaborasi :
rasa kelaparan 1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi

2. Hipertermi b.d proses Termoregulasi (L.14134 Menajemen hipertermi (I.15506 Hal


infeksi Hal : 129) :181)
setelah dilakukan Observasi :
tindakan keperawatan 1. Identifikasi penyebab hipertermia
suhu dalam rentang (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
normal. Kriteria hasil:

16
1. Suhu tubuh dalam panas, penggunaan incubator)
rentang normal 2. Monitor suhu tubuh
2. Nadi dan respirasi 3. Monitor kadar elektrolit
dalam rentang 4. Monitor haluaran urine
normal 5. Monitor komplikasi akibat
3. Tidak ada hipertermia
perubahan warna Terapeutik :
kulit dan tidak 1. Sediakan lingkungan yang dingin
pusing 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
4. Menggigil 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
meningkat 4. Berikan cairan oral
5. Kulit merah 5. Ganti linen setiap hari atau lebih
meningkat sering jika mengalami hiperhidosis
6. Suhu tubuh (Keringat berlebihan).
membaik Edukasi :
7. Tekanan darah Anjurkan tirah baring
membaik

3. Resiko tinggi terjadi Kesimbangan cairan Menajemen cairan (I. 03098


kurang volume cairan (L.05020 Hal :41 ) Hal :159)
b.d kurangnya intake Setelah dilakukannya Observasi :
cairan dan peningkatan intervensi keperawatan 1. Monitor status hidrasi
suhu tubuh 3x24jam maka 2. Monitor berat badan harian
diharapkan kesimbangan 3. Monitor berat badan sebelum dan
cairan pasien membaik, sesudah dialisis.
dengan kriteria hasil : 4. Monitor hasil pemeriksaan
1. Asupan cairan laboratorium
meningkat Terapeutik :
2. Keluaran urin 1. Catat intae output dan hitung balans

17
meningkat cairan 24 jam
3. Kelembaban 2. Berikan asupan cairan sesuai
membran mukosa kebutuhan
meningkat 3. Berikan cairan intravena jika perlu
4. Dehidrasi Kalaborasi :
menurun 1. Kolaborasi pemberian diuretik
5. Tekanan darah
membaik
6. Membran mukosa
membaik
7. Mata cengkung
membaik
8. Berat badan
membaik

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi yang hingga saat ini masih menjadi masalah
kesehatan di negara-negara tropis termasuk Indonesia. Gejala demam tifoid adalah suhu
tubuh meningkat secara bertingkat sampai 40°C, dengan frekuensi nadi relatif lambat.
Sering ada nyeri di perut, konstipasi (kadang-kadang diare). Pada kasus berat pasien
mengalami delirium atau stupor. Mungkin terlihat bintik-bintik merah pada kulit dinding
perut atau dada dalam minggu pertama sampai kedua Komplikasi tifus abdominalis yang
paling sering terjadi adalah komplikasi intestinal yaitu perdarahan usus dan perforasi
usus. Relaps adalah kekambuhan yang biasanya terjadi akibat pengobatan tifoid dengan
antibiotik kloramfenikol. Komplikasi demam tifoid dapat dihindarkan dengan cara
meningkatkan derajat daya tahan tubuh pasien dan memberikan perawatan yang
sebaikbaiknya pada pasien demam tifoid.

B. Saran
Sebaiknya tenaga kesehatan dapat mengadakan penyuluhan cara hidup sehat dan
pencegahan penyakit demam tifoid kepada masyarakat, terutama masyarakat dengan
pendidikan yang kurang.

C.

19
DAFTAR PUSTAKA

LISTIANA, RESTA. ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. G DENGAN GANGGUAN


SISTEM PENCERNAAN TYPUS ABDOMINALIS DI RUANG CEMPAKA RSUD
SUKOHARJO. Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008.

Beliana, Jilmi Mahantika Vidia. Asuhan Keperawatan Pada Klien Thypus Abdominalis Dengan
Hipertermi Dirumah Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan. Diss. STIKes Insan
Cendekia Medika Jombang, 2019.

Nugraha, D. S. W. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan Gangguan Sistem


Pencernaan: Typhus Abdominalis Di Ruang Bougenville RSUD Pandanarang Boyolali
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakrta).

Supriyanti, Anisa. Asuhan Keperawatan pada Pasien Typhus Abdominalis di RSUD


Panembahan Senopati Bantul. Diss. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, 2021.

SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan indicator Diagnostik)

SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.)

SIKI ( Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan.)

20

Anda mungkin juga menyukai