Anda di halaman 1dari 25

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Bronkopneumonia adalah penyakit infeksi saluran pernafasan

bawah, yang melibatkan parenkim paru-paru, termasuk alveoli dan struktur

pendukungnya (Reeves, 2001). Adapun pengertian menurut Smeltzer dan

Bare (2001), Mansjoer (2000) dan Ngastiyah (2005). Bronkopneumonia

adalah proses inflamatori permukaan bagian bawah yang mengenai

parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius seperti

bakteri, virus, jamur dan benda asing. Definisi lain menurut Sudoyo (2006)

bronkopneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal

dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan

alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan

pertukaran gas setempat.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa bronkopneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian

bawah yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis

yang mencakup bronkiolus respiratoris dan alveoli, serta menimbulkan

konsolidasi jaringan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yaitu

bakteri, virus, jamur maupun parasit.

1
B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Organ pernafasan berguna bagi transportasi gas-gas di mana

organ-organ pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana

udara mengalir yaitu rongga hidung, faring, laring dan trakea serta

bagian paru-paru yang berfungsi melakukan pertukaran gas-gas antara

udara dan darah. Sebagian besar saluran pernafasan (dilalui udara)

yaitu bronkus, berada di dalam paru-paru. Laring juga berguna untuk

menghasilkan suara. Organ penciuman (hidung) mengatur udara yang

dihirup, membantu orientasi dalam lingkungan dan bersama-sama

dengan saraf-saraf sensorik mukosa hidung membantu melindungi

manusia. Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari

luar yang mengandung O2 ke dalam tubuh serta menghembuskan

udara yang banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa

dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi

dan menghembuskan disebut ekspirasi. Organ-organ pernafasan

meliputi, hidung, faring, laring, trakea, paru-paru.

a. Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua

lubang (kavum nasi), dipisahkan dengan sekat hidung (septum

nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk

menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam

lubang hidung. Bagian luar dinding terdiri dari kulit, lapisan

tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan, lapisan dalam

2
terdiri dari selaput lendir yang barlipat-lipat yang dinamakan

karang hidung (konka nasalis).

b. Faring (tekak) merupakan tempat persimpangan antara jalan

pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar

tengkorak, di belakang rogga hidung dan mulut sebelah depan

ruas tulang leher.

c. Laring (tenggorok) merupakan saluran udara dan bertindak sebagai

pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai

ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di

bawahnya.

d. Trakea (batang tenggorok). Trakea berjalan dari laring sampai kira-

kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan di tempat ini

bercabang menjadi dua bronkus. Yang memisahkan trakea

menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina. Panjang trakea 9-

11 cm, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu

getar (sel bersilia).

e. Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan

terletak di rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang

berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar memisahkan

paru tersebut. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru)

dan basis (dasar). Pembuluh darah paru, bronkial, bronkus, saraf

dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus dan

membentuk akar paru.

3
Paru kanan lebih besar daripada paru kiri dan dibagi

menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri dibagi

menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi

beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Paru kanan

dibagi menjadi 10 segmen, sedangkan paru kiri dibagi menjadi 9

segmen. Proses patologis seperti pneumonia sering kali hanya

terbatas pada satu lobus dan segmen saja.

Paru-paru dilapisi 2 macam : Pleura parietal yang melapisi

rongga toraks sedangkan pleura viseral yang menutupi setiap

paru-paru. Di antara pleura pariental dan pleura viseral terdapat

cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua

permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi,

dan mencegah pemisahan toraks dan paru-paru. Bagian paru-paru

meliputi bronkus,bronkeolus, alveoli.

1) Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada

ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima, mempunyai

struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang

sama. Cabang utama bronkus kanan dan kiri tidak simetris.

Bronkus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan

lanjutan trakea dengan sudut yang lebih lancip. Tabung

endotrakhea terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk

saluran udara paten, yang mudah masuk ke dalam cabang

utama bronkus kanan kalau tidak tertahan pada mulut atau

4
hidung. Kalau udara salah jalan, maka tidak dapat masuk ke

dalam paru-paru kiri sehingga paru-paru akan kolaps

(atelektasis). Cabang utama bronkus kanan dan kiri

bercabang-cabang lagi menjadi segmen lobus, kemudian

menjadi segmen bronkus.

2) Bronkeolus

Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil

yang dinamakan bronkhiolus terminalis yang merupakan

cabang saluran udara terkecil yang tak mengandung alveolus.

Bronkhiolus terminal kurang lebih bergaris tengah 1 mm.

Semua saluran udara di bawah tingkat bronkhiolus terminalis

disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya

adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas

paru-paru. Di luar bronkhiolus terminalis terdapat asinus yang

merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas.

Asinus terdiri dari bronkhiolus respiratorius, yang kadang-

kadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli yang berasal

dari dinding mereka. Duktus alveolaris, yang seluruhnya

dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis

merupakan struktur akhir paru-paru (Syaifuddin, 2006).

3) Alveoli

Kelompok sakus alveolaris menyerupai anggur yang

5
membentuk sakus terminalis yang dipisahkan dari alveolus di

dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada

dinding ini dinamakan pori-pori Kohn. Lubang ini

memungkinkan hubungan atau aliran udara antar sakus

alveolaris terminalis. Alveolus hanya mempunyai satu lapis

sel yang diameternyalebih kecil dibandingkan dengan

diameter sel darah merah. Dalam setiap paru terdapat sekitar

300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas sebuah

lapangan tenis (Syaifuddin, 2006). Gambar 2.1 menunjukan

gambar sistem pernafasan.

Gambar 2.1

Menunjukan gambar sistem pernafasan. Sumber: (Price & Wilson, 2005).

6
2. Fisiologi

Bernafas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara

bergantian, teratur, berirama dan terus-menerus. Bernafas merupakan

gerak reflek yang terjadi pada otot-otot pernafasan. Reflek bernafas ini

diatur oleh pusat pernafasan yang terletak di dalam sumsum

penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat

menahan, memperlambat, atau mempercepat nafasnya, ini berarti

reflek bernafas ini juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat

pernafasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan

kekurangan dalam darah.

Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat

rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus

Interkostalis yang letaknya miring, setelah dapat rangsangan kemudian

mengkerut dan tulang iga (kusta) menjadi datar. Dengan demikian

jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan

melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan berbalik dengan

demikian akan menarik paru-paru maka tekanan di dalammya

berkurang, masuklah udara dari luar dan dilembabkan. Ketiga proses

ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi.

Ekspirasi, pada suatu saat otot akan kendor lagi (diafragma

akan menjadi cekung, muskulus interkostalis) dan dengan demikian

rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara di dalam keluar. Jadi

7
proses respirasi atau pernafasan ini terjadi karena adanya tekanan

antar rongga pleura dan paru (Syarifudin, 2006).

Bernafas dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara O 2 ditarik

dari udara masuk ke dalam darah dan CO2 akan dikeluarkan dari darah

secara osmosis seterusnya CO2 akan dikeluarkan melalui traktus

respiratorius (jalan pernafasan) dan masuk ke dalam tubuh melaui

kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri

jantung (atrium sinistra) ke aorta seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan

sel-sel) di sini terjadi oksidasi (pertukaran) sebagai ampas (sisa) dari

pembakaran adalah CO2 dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran

darah vena masuk ke jantung (serambi kanan/atrium dekstra) ke otak

kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonaris

ke jaringan-jaringan paru-paru akhirnya dikeluarkan menembus

lapisan epitel dan alveoli. Proses pengeluaran sisa dari metabolisme

lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenetalis dan kulit.

Diafragma merupakan otot berbentuk lengkungan yang

membentuk dasar rongga toraks dan memisahkan rongga tersebut dari

rongga abdomen (Price & Wilson, 2005).

C. Etiologi / Predisposisi

Smeltzer & Bare (2001) menyebutkan beberapa penyebab

bronkopneumonia adalah bakteri, virus, mikroplasma, jamur dan protozoa.

Bronkopneumonia juga dapat berasal dari aspirasi makanan, cairan,

8
muntah atau inhalasi kimia, merokok dan gas. Bakteri penyebab

bronkopneumonia meliputi :

1. Bakteri gram positif

a. Streptococcus pneumonia (biasanya disertai influenza dan

meningkat pada penderita PPOM dan penggunaan alkohol).

b. Staphylococcus (kuman masuk melalui darah atau aspirasi, sering

menyebabkan infeksi nasokomial).

2. Bakteri gram negatif

a. Haemaphilius influenza (dapat menjadi penyebab pada anak-anak

dan menyebabkan gangguan jalan nafas kronis).

b. Pseudomonas aerogmosa (berasal dari infeksi luka, luka bakar,

trakeostomi, dan infeksi saluran kemih).

c. Klebseila pneumonia (insiden pada penderita alkoholis).

3. Bakteri anaerob (masuk melalui aspirasi oleh karena gangguan

kesadaran, gangguan menelan).

4. Bakteri atipikal (insiden mengingat pada usia lanjut, perokok dan

penyakit kronis).

D. Patofisiologi

Proses terjadinya bronkopneumonia dimulai dari berhasilnya

kuman pathogen masuk ke mukus jalan nafas. Kuman tersebut

berkembang biak di saluran nafas atau sampai di paru-paru. Bila

mekanisme pertahanan seperti sistem transport mukosilia tidak adekuat,

9
maka kuman berkembang biak secara cepat sehingga terjadi peradangan di

saluran nafas atas, sebagai respon peradangan akan terjadi hipersekresi

mukus dan merangsang batuk. Mikroorganisme berpindah karena adanya

gaya tarik bumi dan alveoli menebal. Pengisian cairan alveoli akan

melindungi mikroorganisme dari fagosit dan membantu penyebaran

organisme ke alveoli lain. Keadaan ini menyebabkan infeksi meluas, aliran

darah di paru sebagian meningkat yang diikuti peradangan vaskular dan

penurunan darah kapiler (Price & Wilson, 2005). Gambar 2.2 menunjukan

gambaran perbedaan alveoli normal dan alveoli pada pasien

bronkopneumonia.

Gambar 2.2

Perbedaan Bronkus normal dan bronkopneumonia. Sumber: (Reeves, 2001).

10
Edema karena inflamasi akan mengeraskan paru dan akan

mengurangi kapasitas paru, penurunan produksi cairan surfaktan lebih

lanjut, menurunkan compliance dan menimbulkan atelektasis serta kolaps

alveoli. Sebagai tambahan proses bronkopneumonia menyebabkan

gangguan ventilasi okulasi partial pada bronkhi dan alveoli, menurunkan

tekanan oksigen arteri, akibatnya darah vena yang menuju atrium kiri

banyak yang tidak mengandung oksigen sehingga terjadi hipoksemia

arteri.

Efek sistemik akibat infeksi, fagosit melepaskan bahan kimia yang

disebut endogenus pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga sampai

hipotalamus, maka suhu tubuh akan meningkat dan meningkatkan

kecepatan metabolisme. Pengaruh dari meningkatnya metabolisme adalah

penyebab takhipnea dan takhikardia, tekanan darah menurun sebagai

akibat dari vasodilatasi perifer dan penurunan sirkulasi volume darah

karena dehidrasi, panas dan takhipnea meningkatkan kehilangan cairan

melalui kulit (keringat) dan saluran pernafasan sehingga menyebabkan

dehidrasi (Price & Wilson 2005).

E. Manifestasi Klinis

Bronkopneumonia secara khas diawali dengan menggigil, demam

yang timbul dengan cepat (39,5o sampai 40,5oC), sakit kepala, gelisah,

malaise, nafsu makan berkurang dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk.

Gejala umum infeksi saluran pernafasan bawah berupa batuk, espektorasi

11
sputum, dengan takhipnea sangat jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai

dengan pernafasan mendengkur, pernafasan cuping hidung dan

penggunaan otot-otot aksesori pernafasan, sputum hijau dan purulen,

dipsnea dan sianosis.

Pasien yang mengalami tanda pneumonia berupa retraksi yaitu perkusi

pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, ronki dan wheezing

(Mansjoer, 2000).

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bronkopneumonia menurut Mansjoer (2000) dan

Ngastiyah (2005) dibagi dua yaitu penataksanaan, medis &keperawatan.

1. Penatalaksanaan medis

Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan

tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya

maka biasanya diberikan :

a. Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau diberikan

antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti Ampisilin.

Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari.

b. Pemberian oksigen dan cairan intervensi.

c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik

akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi

sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.

d. Pasien pneumonia ringan tidak perlu dirawat di Rumah Sakit.

12
2. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanan keperawatan dalam hal ini yang dilakukan adalah :

a. Menjaga kelancaran pernafasan

Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis

karena adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam

bronkus atau paru. Agar klien dapat bernapas secara lancar,

lendir tersebut harus dikeluarkan dan untuk memenuhi

kebutuhan O2 perlu dibantu dengan memberikan O2 2 l/menit

secara rumat.

b. Kebutuhan Istirahat

Klien Pneumonia adalah klien payah, suhu tubuhnya tinggi,

sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua

kebutuhan klien harus ditolong di tempat tidur. Usahakan

pemberian obat secara tepat, usahakan keadaan tenang dan

nyamn agar psien dapat istirahat sebaik-baiknya.

c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan

Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan

makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama

beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat

menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan

kekukrangan kalori dipasang infus dengan cairan glukosa 5%

dan NaCl 0,9%.

13
d. Mengontrol Suhu Tubuh

Pasien bronkoneumonia sewaktu-waktu dapat mengalami

hiperpireksia. Untuk ini maka harus dikontrol suhu tiap jam.

Dan dilakukan kompres serta obat-obatan satu jam setelah

dikompres dicek kembali apakah suhu telah turun.

G. Komplikasi

Komplikasi yang timbul dari bronkopneumonia menurut Ngastiyah

(2005) dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003) yaitu: Empiema,

otitis media akut, atelektasis, emfisema, meningitis, efusi pleura, abses

paru, pneumothoraks, gagal napas dan sepsis.

H. Pengkajian Fokus

1. Data dasar

Pengkajian fokus pasien pneumonia menurut Doenges (2000) adalah

a. Pernafasan

Gejala: Nafas pendek, batuk menetap disertai produksi sputum tiap

hari minimal selama 3 bulan, riwayat pneumonia berulang,

terpajan pada polusi kimia (rokok), debu/asap.

Tanda: Menggunakan otot bantu pernafasan, nafas cuping hidung,

bibir dan dasar kuku sianosis, krekels lembab.

14
b. Sirkulasi

Gejala: Pembengkakan pada ekstremitas bawah.

Tanda : Peningkatan tekanan darah, takhikarida, disritmia, edema,

bunyi jantung redup, warna kulit/ membran mukosa

sianosis.

c. Makanan / Cairan

Gejala: Mual / muntah, nafsu makan menurun, ketidakmampuan

untuk makan karena disress pernafasan, peningkatan berat

badan akibat oedema.

Tanda: Turgor kulit buruk, berkeringat.

d. Aktivitas / Istirahat

Gejala: Kelelahan, malaise, aktivitas menurun, ketidakmampuan

untuk tidur, dispnea.

Tanda: Keletihan, gelisah, kelemahan.

e. Integritas Ego

Gejala: Peningkatan faktor resiko.

Tanda: Perubahan pola hidup, ansietas, peka rangsang.

f. Higiene

Gejala: Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan

melakukan aktivitas sehari-hari.

Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.

15
g. Keamanan

Gejala: Riwayat alergi atau sensitif terhadap zat / faktor

lingkungan, adanya infeksi berulang.

h. Seksualitas

Gejala: Penurunan libido.

i. Interaksi Sosial

Gejala: Kurang sistem pendukung, penyakit lama atau

ketidakmampuan membaik.

Tanda: Ketidakmampuan mempertahankan suara karena distress

pernafasan, keterbatasan mobilitas fisik.

j. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala: Penggunaan / penyalahgunaan obat pernafasan, kesulitan

menghentikan rokok, penggunaan alkohol, kegagalan

untuk membaik.

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan diangnostik foto thoraks; pada foto thoraks

pneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa

lobus.

b. Laboratorium; gambaran darah tepi menunjukkan leukositosis

dapat mencapai 15.000 - 40.000/mm3 dengan pergesaran ke kiri.

Urine berwarna tua, mungkin terdapat albuminuria ringan. Analisa

16
gas darah dapat menunjukkan asidosis metabolik / retensi CO2.

Pemeriksaan gram / sputum dan darah untuk mendeteksi.

c. Jenis kuman LED meningkat, elektrolit natrium dan klorida

mungkin rendah, bilirubin mungkin meningkat.

d. Pemeriksaan serologi membantu dalam membedakan diagnosis

organisme khusus.

e. Biopsi jaringan paru terbuka: dapat menyatakan intranuklear

tipikal.

17
I. Patways Keperawatan.
Kuman masuk ke dalam saluran nafas

Proses peradangan Kuman berkembang


biak
Peningkatan produksi Hipersekresi mucus
sputum Kuman sampai di bronkus
Mual / muntah Terjadi proses peradangan
Batuk di bronkus dan alveoli
Anoreksia
Kuman msuk dalam
Bersihan jalan Resiko nutrisi Ke otak (hipotalamus)
nafas tidak kurang dari
Penaruh pengaturan
Suhu tubuh

Dinding alveoli meradang hipertermi

Menekan ujung Perubahan membran


kapiler alveolar
Syaraf
Resiko ganguan pertukaran gasPeningkatan kerja
Nyeri dada otot pernafasan

Gangguan rasa Kebutuhan O2 dalam


nyaman : nyeri otot meningkat
Pola nafas
tidak
Sesak nafas Stress

Kelemahan Krisis Situasi

Intoleran
si Cemas

Sumber: Price & Wilson (2005) & Doenges (2000)

18
J. Diagnosa Keperawatan.

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan


produksi sputum.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru,nyeri dada dan kebutuhan oksigen dalam otot meningkat
3. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar kapiler.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi
parenkim paru.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
6. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake tidak
adekuat sekunder terhadap anoreksia akibat hipersekresi mukus.
7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, penurunan fungsi tubuh,
hipersekresi mukus dan sesak nafas.

K. Fokus Intervensi dan Rasional

Fokus intervensi dan rasional menurut Doenges (2000) & Carpenito

(2006):

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

peningkatan produksi sputum.

Tujuan :Jalan nafas kembali efektif.

Kriteria Hasil : Bunyi nafas bersih, jalan nafas bersih, pernafasan

normal, sputum berkurang/hilang.

a. Intervensi : Auskultasi area paru

Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi

dengan cairan.

19
b. Intervensi : Monitor tanda-tanda vital 2 sampai 4 jam sekali dan

bunyi nafas.

Rasional : Takhipnea, pernafasan dangkal, gerakan dada tidak

simetris sering terjadi karena adanya cairan paru.

c. Intervensi : Beri posisi yang nyaman (semi fowler).

Rasional : Dapat menurunkan upaya batuk/menekan paru.

d. Intervensi : Ajarkan untuk batuk efektif / nafas dalam.

Rasional : Melancarkan jalan nafas.

e. Intervensi : Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan dan

inhalasi.

Rasional : Terapi pemberian 02 dapat meningkatkan kosentrasi

02 pada alveolar.

f. Intervensi : Kolaborasi pemberian mukolitik, ekspektoran dan

antibiotik.

Rasional : Mengurangi kekentalan sputum, merangsang

pengeluaran sputum dan mengurangi produksi

sputum.

2. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membran alveolar kapiler.

Tujuan : Memperbaiki ventilasi dan oksigenisasi.

Kriteria Hasil : Bunyi nafas bersih, tidak ada distress pernafasan.

a. Intervensi : Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan

bernafas

20
Rasional : Untuk data dasar merumuskan intervensi lanjut

dengan tepat

b. Intervensi : Awasi frekuensi jantung / irama

Rasional : Takhikardia biasanya ada sebagai akibat demam/

dehidrasi

c. Intervensi : Pertahankan istirahat tidur/ tirah berbaring

Rasional :Mencegah terlalu lelah dan menurunkan

kebutuhan O2.

d. Intervensi : Beri posisi semi fowler

Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal.

e. Intervensi : Awasi frekuensi jantung / irama

Rasional :Takikardia biasanya ada sebagai akibat

demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respon

terhadap hipoksemia

f. Intervensi : Kolaborasi pemberian O2 sesuai program Rasional

: O2 diberikan dengan metode yang memberikan

pengiriman tepat dalam toleransi pasien.

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi

parenkim paru.

Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi, nyeri berkurang / hilang.

Kriteria Hasil : Rasa nyeri berkurang / hilang, tampak rileks, dapat

istirahat dan aktivitas dengan baik, skala nyeri

menurun, nadi 60 – 80 x/menit

21
a. Intervensi: Kaji karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, dengan

skala nyeri 1 – 10.

Rasional : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat

pada pneumonia.

b. Intervensi: Monitor tanda-tanda vital

Rasional : TD meningkat menunjukkan klien mengalami nyeri

c. Intervensi: Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Rasional : Dapat mengurangi nyeri.

d. Intervensi: Kolaborasi pemberian obat aktivitas

Rasional : Obat untuk mengatasi nyeri.

e. Intervensi: Berikan tindakan nyaman, misal, pijatan punggung

perubahan posisi, musik tenang / perbincangan ,relaksasi /

latihan nafas.

Rasional: Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan

lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan

memperbesar efek terapi analgesik.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas.

Kriteria Hasil : - Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap

aktivitas.

22
- Tanda-tanda vital dalam batas normal, nadi 60-

80 x/menit, tekanan darah 110/80 - 120/80

mmHg, RR 20 – 30 x/menit

a. Intervensi : Evaluasi respon terhadap aktivitas

Rasional : Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan

memudahkan memilih intervensi secara tepat.

b. Intervensi: Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung

selama fase akut.

Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan.

c. Intervensi: Jelaskan pentingnya istirahat dan perlunya

keseimbangan aktivitas dan istirahat.

Rasional : Tirah baring diperlukan selama fase akut untuk

menurunkan kebutuhan metabolic.

d. Intervensi : Bantu aktivitas perawatan, aktivitas diri yang

diperlukan.

Rasional : Meminimalkan kelelahan dan menbantu keseimbangan

suplai dan kebutuhan oksigen.

e. Intervensi : Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat /

tidur.

Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi,tidur di

kursi / menunduk kedepan meja / bantal.

5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake tidak

adekuat sekunder terhadap anoreksia akibat hipersekresi mukus.

23
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil :- Menunjukkan peningkatan nafsu makan.

- Berat badan meningkat.

- Tidak mual/ muntah.

a. Intervensi : Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah

Rasional: Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.

b. Intervensi : Berikan makanan porsi kecil tapi sering.

Rasional: Meningkatkan nafsu makan.

c. Intervensi : Hidangkan makanan dengan kondisi tertutup.

Rasional: Meningkatkan selera makan.

d. Intervensi : Evaluasi status nutrisi, ukur berat badan normal.

Rasional: Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi.

e. Intervensi : Auskultasi bunyi usus.

Rasional : Bunyi usus mungkin menurun / tidak ada bila proses

infeksi berat atau memanjang.

6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai kondisi

dan kebutuhan tindakan.

Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit

dan pengobatan.

Kriteria hasil : melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi

dalam pengobatan.

a. Intervensi: Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.

24
Rasional : Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi

kemampuan untuk mengasimilasi informasi atau

mengikuti program medik.

b. Intervensi: Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit,

lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan.

Rasional : Informasi dapat meningkatkan koping dan membantu

menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.

c. Intervensi: Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau

latihan pernafasan.

Rasional: Selama awal 6-8 minggu setelah pulang pasien

beresiko besar untuk kambuh dari bronkopneumonia.

d. Intervensi: Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik

selama periode yang dianjurkan.

Rasional : Penghentian dini antibiotik mempengaruhi pertahanan

alami tubuh melawan infeksi.

e. Intervensi: Tekankan pentingnya melanjutkan evaluasi medik dan

vaksin atau imunisasi dengan cepat.

Rasional : Dapat mencegah kambuhnya bronkopneumonia.

25

Anda mungkin juga menyukai