Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH STUDI ISLAM KAWASAN

(ISLAM LOKAL DAN ISLAM UNIVERSAL, STUDI


KAWASAN ASIA, AFRIKA DAN EROPA)
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen pengampu : DR. Muhammad Miftah, M. PD.I

Disusun oleh
Kelompok 6 (TBI-C)
1. Laily Kurniasari (2110510074)
2. Afifah Suhaila (2110510093)
3. Ahmad Rama Ramadhan (2110510092)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dan
kelancaran sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Metodologi Studi
Islam dengan tepat waktu. Serta tak lupa shalawat serta salam kami haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW, semoga kelak di hari akhir nanti kita mendapatkan syafaat beliau,
Aamiin.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu serta teman-teman yang
telah membantu kami. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan di dalamnya. Untuk itu, kami mohon kritik dan saran agar makalah ini dapat
memberikan informasi kepada para pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Wassalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Penyusun,

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................2


DAFTAR ISI ...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................4
A. Latar Belakang ...............................................................................4
B. Rumusan Masalah ..........................................................................5
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................5
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................6
1. Pengertian Definisi Islam Lokal Dan Islam Universal...................6
2. Proses Pendidikan Islam Lokal.......................................................9
3. Proses Pendidikan Islam Universal................................................12
4. Perkembangan Studi Islam Di Kawasan Asia................................15
5. Perkembangan Studi Islam Di Kawasan Afrika.............................20
6. Perkembangan Studi Islam Di Kawasan Eropa..............................23
BAB III PENUTUP .........................................................................................25
A. Kesimpulan.....................................................................................25
B. Saran...............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................26

BAB I

iii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islamic Studies (Studi Islam), mengandung beberapa unsur yang berkaitan
Dengan ajaran atau nilai Islam secara dogmatis dan aplikatif, bermanfaat untuk
menilai tata nilai Islam dan merefleksikan nilai keagamaan dalam kehidupan
sehari-hari. Studi tentang nilai-nilai keIslaman, akan melahirkan kritik mendalam
tentang Islam sebagai ajaran yang diberikan Allah SWT, kepada hambaNya untuk
memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Dari
kritik tersebut mendorong tumbuhnya kesadaran dan keyakinan mengenai
kebenaran Islam. Dalam aspek perilaku umat, Islam yang diasumsikan sebagai
cerminan nilai Islam dalam tatanan sosial keagamaan, studi Islam melahirkan
keragaman perilaku umat Islam dapat dikonfrontasikan dengan nilai-nilai dan
sumber ajaran Islam.
Islamic Studies (studi keIslaman) merupakan disiplin ilmu yang membahas Islam
sebagai ajaran, kelembagaan, sejarah dan kehidupan umat Islam secara etnografis
dan sosiologis. Berkaitan dengan diskursus keagamaan, Charles J.Adams (1976)
menawarkan beberapa pemikiran yang menyangkut tiga hal sebagai wilayah
terapan dari suatu metode ataupun pendekatan. Pertama, masalah definisi “Islam”
dan “agama”. Kedua, pendekatan yang relevan dalam proses pengkajian Islam.
Ketiga,bidang kajian dalam penelitian dan pengkajian Islam. Dari situlah
diharapkan dapat ditemukan pemahaman yang komprehensif mengenai cara
menjalankan pengkajian agama yang semestinya. Mengingat kondisi global saat
ini, muncul dampak negatif dari kemajuan sains dan teknologi, antara lain;
masyarakat lebih condong mengejar kepentingan dunia. Kemampuan Islam adalah
agama terakhir yang diturunkan Allah SWT kepada manusia melalui Rasul-Nya
Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul penutup atas kenabian sebelumnya.
Islam hadir ke tengah-tengah umat manusia yang waktu itu sangat membutuhkan
pegangan hidup dan alat kontrol bagi diri mereka. Islam hadir dalam kerangka
universalisme yang mengandung pengertian bahwa Islam dapat sesuai dengan
semua karakteristik orang di setiap tempat dan waktu.

iv
Pandangan Islam tentang pendidikan dapat dirumuskan bahwa belajar merupakan
perintah utama dari agama Islam, tercermin pada ayat yang pertama kali turun
surat al ‘Alaq 1-4. artinya: Bacalah dengan nama tuhanmu yang telah
menciptakan, yakni telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah
dengan nama tuhanmu yang Maha Mulia, yang telah mengajarkan dengan pena,
yakni telah mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.. Oleh karena itu
dalam makalah ini akan membahas lebih jelas mengenai Islam universal dan lokal
dalam proses pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Islam lokal dan islam universal?
2. Bagaimana proses pendidikan Islam lokal?
3. Bagaimana proses pendidikan Islam Universal?
4. Bagaimana studi Islam di Kawasan Asia?
5. Bagaimana studi Islam di Kawasan Afrika?
6. Bagaimana studi Islam di Kawasan Eropa?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami definisi dari Islam Lokal dan Islam Universal.
2. Mengetahui proses pendidikan Islam lokal
3. Mengetahui proses pendidikan Islam universal
4. Mengetahui dan memahami studi Islam Islam di Kawasan Asia
5. Mengetahui dan memahami studi Islam di kawasan Afrika
6. Mengetahui dan memahami studi Islam di kawasan Eropa

BAB II
PEMBAHASAN

v
1. DEFINISI ISLAM LOKAL DAN ISLAM UNIVERSAL
Lokal adalah suatu hal yang berasal dari daerah sendiri. Kata lokal sangat
sering diucapkan masyarakat namun pengartiannya beragam. Sedangkan
Islam lokal secara sederhana dapat diartikan Islam yang bercampur
kebudayaan lokal. Dalam sejarah manusia seluruh dunia dan pada setiap
zaman, agama adalah sesuatu yang terus mengalami perubahan. Hal
demikian ini dikarenakan agama tidaklah lahir dari sebuah realitas yang
hampa, tetapi ia (agama) hadir dalam masyarakat yang telah mempunyai
nilai-nilai. Pertemuan antara Islam dan budaya Indonesia yang notabene
mempuyai budaya dan kultur yang berlainan antar suku bangsa, misalnya
telah menjadikan Islam Indonesia mempunyai banyak wajah. Islam sejak
kehadiranya dimuka bumi ini, telah memainkan peranannya sebagai salah
satu agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Ini, tentunya
membawa Islam sebagai bentuk ajaran agama yang mampu mengayomi
keberagaman umat manusia dimuka bumi ini. Islam sebagai agama
universal sangat menghargai akan ada budaya yang ada pada suatu
masyarakat, sehingga kehadiran Islam diyengah-tengah masyarakat tidak
bertentangan, melainkan Islam dekat dengan kehidupan masyarakat,
disinilah sebenarnya, bagaimana Islam mampu membuktikan dirinya
sebagai ajaran yang fleksibel di dalam memahami kondisi kehidupan suatu
masyarakat.1
Penyebaran Islam ke berbagai wilayah di dunia ini, menyebabkan corak
dan varian Islam memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri daripada
Islam yang berkembang di Jazirah Arab. Hal ini dapat dipahami karena
setiap agama, tak terkecuali Islam, tidak bisa lepas dari realitas di mana ia
berada. Islam bukanlah agama yang lahir dalam ruang yang hampa
budaya. Antara Islam dan realitas, meniscayakan adaya dialog yang terus
1
Deden Sumpena, ” Islam dan Budaya Lokal: Kajian terhadap Interelasi Islam dan
Budaya Sunda,” Ilmu Dakwah Academic Journal for Homiletic Studies, vol. 6 no.1 (2012): 107,
diakses pada 16 November, 2016,
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/idajhs/article/download/329/338

vi
berlangsung secara dinamis.2
Jadi yang dimaksud Islam lokal di sini adalah Islam yang menjadi
padu padan dengan keadaan adat istiadat dan budaya suatu bangsa tertentu,
sehingga memunculkan Islam yang lebih bersifat lokal dan tidak universal.
Istilah universalisme berasal dari bahasa latin, universum yang
berarti “alam semesta” atau dalam bahasa inggris dikenal sebagai the
universe. Kata ini dibentuk dari kata sifatt universalis yang berarti “umum,
mencakup semua, dan menyeluruh”. Dalam bahasa Inggris, kata latin
universalis menjadi universal. Kata universal ini dapat berarti konsep
umum yang dapat diterapkan pada kenyataan, misalnya konsep
kemanusiaan yang dapat diterapkan pada setiap manusia apapun status
sosial, warna kulit, ras, dan agamanya.3
Maksud universalisme dalam Islam adalah umat Islam itu utuh dan
merupakan satu kesatuan walaupun berbeda-beda suku, bangsa dan
bahasa. Ataupun bisa dikatakan umat Islam mempunyai prinsip universal
dimana tidak ada batas-batas antara negara, suku dan bahasa. Islam tidak
membedakan warna kulit, bahasa, bangsa, pangkat, derajat. Inti ajaran
Islam bukanlah terletak pada kesukuan atau leluhur, melainkan keesaan
Allah SWT (tauhid) suatu implikasi yang sangat penting dari ajaran tauhid
tersebut adalah kesatuan umat manusia.
Di segi hukum, ke universalan Islam itu juga terlihat pada prinsip-
prinsip hukum yang dimiliknya. Berdasarkan prinsip kesatuan umat
manusia tersebut, hukum Islam memberikan jaminan dan perlindungan
terhadap setiap orang, tanpa diskriminansi.
Universalisme Islam (Syumuliyatul Islam) adalah sebuah prinsip
bahwa agama Islam adalah risalah abadi yang berlaku sepanjang jaman

2
Sumper Mulia Harahap, “Studi terhadap Pemahaman, Keyakinan, dan Praktik
Keberagamaan Masyarakat Batak Angkola di Padangsidimpuan Perspektif Antropologi,”
Toleransi Media Komunikasi Umat Bergama, vol. 7 no.2 (2015): 154, diakses pada 17 November,
2019,
https://media.neliti.com/media/publications/40383-ID-Islam-dan-budaya-lokal-studi
terhadap-pemahaman-keyakinan-dan-praktik-keberagama.pdf
3
Abdurrahman Wachid, Islam Kosmopolitan Nilai-Nilai Indonesia dan Transformasi
Kebudayaan (Jakarta: The Wachid Institute, 2007), 43.

vii
dalam kehidupan manusia di muka bumi ini, risalah yang tetap relevan dan
menjadi rahmat kepada seluruh pelosok bumi bahkan seluruh alam serta
risalah yang harus menjadi pedoman (way of live) bagi seluruh dimensi
kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat. Universalisme Islam
menuntut umat Islam untuk merealisasikan seluruh ajaran Islam dalam
semua aspek kehidupannya, sehingga keIslaman seseorang bukan
keIslaman yang parsial dan temporal, akan tetapi keIslaman yang
sesungguhnya adalah beriman dan mengaktualisasikan seluruh ajaran
Islam secara utuh dalam kehidupannya.

2. PROSES PENDIDIKAN ISLAM LOKAL


Pembelajaran pendidikan Islam sebenarnya sudah berlaku sejak
lama, Mahmud Yunus mengatakan bahwa sejarah pendidikan Islam
beriringan pada saat Islam masuk ke Indonesia. Hal ini di sebabkan karena
pemeluk agama Islam yang pada saat itu masih awam ingin
mempelajarinya lebih dalam terutama tentang ritual peribadatan. Disinilah
pergerakan pendidikan Islam bermula melalui rumah ke rumah, surau ke
surau, hingga meluas seperti saat sekarang ini.4
Proses pendidikan Islam lokal dapat kita amati dari perjuangan
para walisongo dalam proses Islamisasi nusantara. Pada waktu itu
Indonesia masih kental dengan ajaran budhanya sehingga para walisongo
menyiarkan agama Islam secara frontal akan sulit diterima dan pastinya
akan gagal dalam proses Islamisasi nusantara. Oleh karena itu para
walisongo mengambil langkah dengan Islam dipadu padankan dengan adat
istiadat dan budaya setempat agar mudah diterima oleh masyarakat, tetapi
langkah yang diambil oleh para walisongo masih sesuai dengan ajaran
Alquran dan Hadits. Keberhasilan dakwah Islam walisongo terbilang
sangat fenomenal. Dalam waktu singkat, Islam telah tersebar luas di
wilayah Nusantara tanpa menimbulkan ketegangan (tension) yang berarti,
4
Abdullah B, “Pendidikan Agama Dalam Bingkai Islam Nusantara,” Al-Ishlah Jurnal
Studi Pendidikan, vol. 2 no. 1 (2016): 67, diakses pada 13 November, 2019,
http://ejournal.stainparepare.ac.id/index.php/alislah/article/view/387.

viii
apalagi sampai menelan korban jiwa dan harta benda. Hal ini dikarenakan
mereka menggunakan cara-cara damai dan memanfaatkan symbol-simbol
budaya lokal sebagai medium dakwah agar mudah dipahami dan diterima
oleh penduduk setempat.5 Seperti kisah Sunan Kalijaga yang
menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Beliau menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk
sebagai sarana dakwahnya. Metode dakwah yang digunakan secara
menarik ini berhasil membuat sebagian besar masyarakat maupun adipati
di Jawa untuk memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Tidak hanya itu
para walisongo juga ada yang menggunakan media tembang, perayaan
adat dan lain-lain yang semuanya di isi dengan ajaran Islami.6
Pendidikan Islam yang lokalis, yaitu yang mengakomodir
kebijaksanaan budaya lokal serta berwawasan global adalah perlu agar
tidak terlalu mengadah pada modernisme. Atau dengan kata lain act
locally think globally.7 Sebagaimana pada awal Islam datang ke Indonesia
yang bisa dengan mudah diterima masyarakat. Islam diterima di Indonesia
karena beberapa faktor terutama karena Islam itu tidak sempit dan tidak
berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah dituruti oleh segala
golongan. Bahkan untuk masuk Islam cukup dengan kalimat syahadat.
Awal proses Islamisasi di Indonesia, apresiasi kearifan lokal/budaya lokal
Nampak begitu jelas. Proses Islamisasi di Indonesia dilihat dari perspektif
lokal, perlu dilihat adanya keragaman tingkat pengaruh kepercayaan
Hindu-Budha antar daerah di Nusantara. Karena begitu kuatnya pengaruh
atau apresiasi tradisi budaya lokal, sebagian ahli mengidentifikasi proses
Islamisasi di Indonesia sebagai adhesi, yakni konversi ke dalam Islam
tanpa meninggalkan kepercayaan dan praktik keagamaan yang lama, atau

5
Mahmud Arif, “Islam, Kearifan Lokal dan Kontekstualisasi Pendidikan: Kelenturan,
Signifikansi, dan Implikasi Edukasinya,” Al-Tahrir Journal of Islamic Thought, vol. 3 no. 1
(2015):79, diakses pada 13 November, 2019,
http://jurnal.iainponorogo.ac.id/index.php/tahrir/article/view/173.
6
Solikin, dkk., “Metode Dakwah Sunan Kalijaga dalam Proses Islamisasi di Jawa,”
Pesagi Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah, vol. 3 no. 2 (2013):8, diakses pada 14
November, 2019, http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PES/article/view/246.
7
Arifin Muzayyin, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 60.

ix
sebagai lokalisasi agama mengingat budaya masyarakat lokal dinilai
kontributif dalam proses menerima pengaruh luar, menyerap, dan
menyatakan kembali unsur-unsur “luar” itu dengan cara menempanya
hingga sesuai dengan pandangan hidup masyarakat lokal dan
mengambilnya sebagai bagian dari budayanya.8 Islam tidak pernah
melarang budaya positif dalam kehidupan masyarakat. Justru Islam dapat
melestarikan budaya melalui proses kehidupan yang dilandasi dengan
nilai-nilai ajaran al-Qur’an dan al-Hadis. Banyak sekali budaya-budaya
yang diwarnai dengan nilai-nilai Islami yang bisa menyelamatkan
kehidupan manusia dari hal-hal yang dilarang dalam nilai-nilai ke-tauhid-
an Islam.
Dengan demikian budaya yang berkembang sejak lahirnya
kehidupan dapat berproses dengan warna-warna Islami yang bisa
menyelamatkan tujuan kehidupan manusia. Inilah peranan yang sangat
strategis dalam pendidikan Islam yang bisa merespon budaya-budaya yang
menjadi bagian kehidupan manusia yang tidak bisa lepas, tapi bisa
diselamatkan dengan memberikan warna Islami. Banyak contoh budaya-
budaya yang sudah diwarnai oleh nilai-nilai ajaran Islam sehingga sampai
saat ini Islam mampu beradaptasi dengan leluasa tanpa ada pemaksaan
dalam menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam. Untuk membangun
intelektualisme budaya maka pendidikan Islam dan nilai-nilai budaya
perlu berjalan bersama dalam ranah yang tidak bisa dipisahkan. Nilai-nilai
budaya yang membawa penyelamatan kehidupan umat manusia adalah
nilai-nilai
yang tetap berpegang teguh pada ajaran al-Qur’an dan sunnah rasul serta
kearifan-kearifan lokal yang tetap berpegang pada norma-norma budi
pekerti luhur.9
8
Mahmud Arif, “Islam, Kearifan Lokal dan Kontekstualisasi Pendidikan: Kelenturan,
Signifikansi, dan Implikasi Edukasinya,” Al-Tahrir: Journal of Islamic Thought, vol. 3 no. 1, 72-
73.
9
M. Triono Al Fata, “ Manifestasi Budaya Dalam Pendidikan Islam: Membangun
Intelektualisme Budaya Dengan Nilai-Nilai Pendidikan Islam,” Episteme: Jurnal Pengembangan
Ilmu KeIslaman, vol. 2 no. 2 (2015): 312, diakses pada 11 November, 2019,
https://www.researchgate.net/publication/304213355_MANIFESTASI_BUDAYA_DALAM_PEN

x
3. PROSES PENDIDIKAN ISLAM UNIVERSAL
Keuniversalan ajaran Islam pada hakikatnya terwujud dari hal yang
paling mendasar dan pokok dari seluruh konsep Islam, yaitu keyakinan
akan ke-Esaan Allah dan tauhidullah. Konsep tauhidullah adalah konsep
khas Islam dan menjadi asas yang paling esensial dalam seluruh sistem
Islam yang dapat melahirkan jiwa kaum muslimin merdeka dari intervensi,
penekanan, dan intimidasi manusia lain.10
Islam Universal yang dimaksud adalah bahwa risalah Islam
ditujukan untuk semua umat, segenap ras dan bangsa serta untuk semua
lapisan masyarakat. Ia bukan risalah untuk bangsa tertentu yang
beranggapan bahwa dia-lah bangsa yang terpilih, dan karenanya semua
manusia harus tunduk kepadanya. Risalah Islam adalah hidayah Allah
untuk segenap manusia dan rahmat-Nya untuk semua hamba-Nya.
Universalisme Islam menampakkan diri dalam berbagai
manifestasi penting, dan yang terbaik adalah dalam ajaran-ajarannya.
Ajaran-ajaran Islamyang mencakup aspek akidah, syari’ah dan akhlak
(yang sering kali disempitkan oleh sebagian masyarakat menjadi hanya
kesusilaan dan sikap hidup), menampakkan perhatiannya yang sangat
besar terhadap persoalan utama kemanusiaan. Hal ini dapat dilihat dari
enam tujuan umum syari’ah yaitu; menjamin keselamatan agama, badan,
akal, keturunan, harta dan kehormatan. Selain itu risalah Islam juga
menampilkan nilai-nilai kemasyarakatan yang luhur, yang bisa di katakan
sebagai tujuan dasar syari’ah yaitu; keadilan, ukhuwwah, takaful,
kebebasan dan kehormatan.11Dengan demikian, pendidikan agama Islam

DIDIKAN_ISLAM_Membangun_Intelektualisme_Budaya_dengan_Nilai
Nilai_Pendidikan_Islam/fulltext/577d611f08aeaa6988abaf49/MANIFESTASI-BUDAYA
DALAM-PENDIDIKAN-ISLAM-Membangun-Intelektualisme-Budaya-dengan-Nilai-Nilai
Pendidikan-Islam.pdf
10
Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, 68.
11
Hardika Saputra, “Universalisme Islam Dalam Peradaban Islam Klasik Dan Modern”,
diakses pada 11 November, 2019,
https://www.researchgate.net/publication/332246108_Universalisme_Islam_Dalam_Pera
daban_Klasik_dan_

xi
berarti bukan hanya pengetahuan terhadap Islam saja, tetapi juga terutama
pada pelaksanaan dan pengamalan agama seseorang dalam seluruh
kehidupannya. Begitu pentingnya pendidikan agama Islam dalam
membentuk watak bangsa maka pendidikan agama harus diberikan pada
semua jenjang, jalur, dan semua jenis pendidikan.
Sebagai agama universal, Islam tidak hanya memiliki suatu
pengajaran saja akan tetapi mencapai berbagai aspek, diantaranya adalah
aspek pendidikan, hukum, politik, sejarah dan lain-lain. Pendidikan dalam
arti luas telah ditetapkan sebagai bagian dari missi pokok Nabi
Muhammad SAW. dalam mengajarkan dan menyebarkan risalah yang
diembannya dari Allah SWT. hal ini terlihat dengan wahyu pertama yang
diterima beliau yang dimulai dengan kata iqra’.12
Penggerak utama dari wahyu inilah yang sangat memotifasi
muslim dalam belajar. Selain itu mereka belajar juga dalam rangka
mengembangkan fitrah mereka. Ini berpedoman bahwa pendidikan Islam
secara universal yaitu bahwa manusia dilahirkan secara fitrah (HR.
Muslim), karena itu pengembangan fitrah-fitrah harus dilakukan dengan
ajaran agama Islam (wahyu) sebagaimana dalam QS: an-Nahl: 89. Proses
perkembangan pendidikan Islam secara universal pada masa Islam klasik
abad pertengahan memperlihatkan adanya transformasi dari masjid ke
madrasah.13 Tujuan umum pendidikan secara universal adalah
mewujudkan kedewasaan subyek (anak) didik. Kedewasaan yang dicapai
anak didik bersifat normatif, yaitu berupa kedewasaan masing-masing
yang meliputi kedewasaan jasmani dan kedewasaan rohani.14
Adapun pengertian pendidikan dalam Islam lebih universal.

12
Herman, “Prinsip-Prinsip Dalam Pendidikan Islam (Universal, Keseimbangan,
Kesederhanaan).” Jurnal Al-Ta’dib vol. 7 no. 2 (2014): 2, diakses pada tanggal 1 November,
2019,
http://ejournal.iainkendari.ac.id//al-tadib/article/view/320
13
Ahmad Nurcholish, Pendidikan Perdamaian Gus Dur (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2015) 21
14
M. Triono Al Fata, “Manifestasi Budaya Dalam Pendidikan Islam: Membangun
Intelektualisme Budaya Dengan Nilai-Nilai Pendidikan Islam,” Episteme Jurnal Pengembangan
Ilmu KeIslaman, vol. 2 no. 2 (2015): 293.

xii
Pendidikan agama Islam memikul beban amanah yang sangat berat, yakni
memberdayakan potensi fitrah manusia yang condong kepada nilai-nilai
kebenaran dan kebajikan agar ia dapat memfungsikan dirinya sebagai
hamba, yang siap menjalankan risalah yang dibebankan kepadanya yakni
“khilafah fil ardl”.
Ketika Islam sebagai suatu agama menempatkan ilmu pengetahuan
pada status yang sangat istimewa. Allah akan meninggikan derajat mereka
yang beriman diantara kaum muslim dan mereka yang berilmu.
Universalisme Islam menuntut umat Islam untuk merealisasikanseluruh
ajaran Islam dalam semua aspek kehidupannya, sehingga keIslaman
seseorang bukan keIslaman yang parsial dan temporal, akan tetapi
keIslaman yang sesungguhnya adalah beriman dan mengaktualisasikan
seluruh ajaran Islam secara utuh dalam kehidupannya. Proses pendidikan
Islam universal bisa kita lihat dari ajaran-ajaran Islam yang ada di sekolah
ataupun madrasah yaitu guru menjelaskan ajaran Islam sesuai dengan Al
Qur’an dan hadits sehingga ajaran Islam tidak berubah sejak dari masa
Nabi Muhammad SAW sampai sekarang ini. Ajarannya menyeluruh untuk
semua
umat dimanapun mereka berada tanpa terikat dengan keadaan adat istiadat
setempat, contohnya seperti sholat, zakat, puasa, dan haji. Walaupun
berbeda suku, ras, dan bangsa, pelaksannan ajaran Islam tetap sama sesuai
yang termaktub di Al Qur’an dan hadits. Dalam konteks kehidupan
beragama dan bila dikaitkan dengan nilai-nilai di dunia sangat luas, tetapi
nilai yang dijadikan sebagai barometer atau pedoman hidup bagi manusia
terutama bagi seorang Muslim khususnya dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari adalah nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama Islam.
Dengan demikian, memahami agama Islam secara keseluruhan merupakan
hal sangat penting dalam pelaksanaan internalisasi nilai-nilai agama Islam
yang dapat memberikan pengaruh terhadap tingkah laku seseorang.
Sehingga proses internalisasi nilai-nilai agama Islam dapat lebih mudah
diwujudkan dalam membentuk tingkah laku siswa yang baik.

xiii
Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Islam adalah
agama yang universal, yang tidak hanya ditujukan kepada Umat Muslim
saja akan tetapi menyeluruh bagi semua manusia di muka bumi, tidak
memandang ras, suku bangsa, golongan.

4. PERKEMBANGAN STUDI ISLAM DI KAWASAN ASIA


Sebelum memulai pembahasan, sepertinya perlu dibedakan antara
“kedatangan Islam”, “penetrasi penyebaran Islam”, dan “islamisasi”.
Kedatangan Islam biasanya dibuktikan dengan melihat peninggalan
sejarah
seperti prasasti, batu bertulis, batu nisan, dan lain-lain. Dari bukti inilah
kemudian diperkirakan awal kedatangan Islam di suatu tempat tertentu.
Kedatangan Islam di suatu tempat tidak selalu berarti bahwa masyarakat
setempat telah menganut Islam. Konversi Islam suatu masyarakat
seringkali berselang waktu ± ½ abad dengan kedatangan Islam itu sendiri.
Sedangkan islamisasi merupakan suatu proses panjang yang berlangsung
selama berabad-abad bahkan sampai sekarang yang selain mengandung
arti mengajak untuk memeluk Islam juga mengandung arti upaya
pemurnian Islam dari unsur-unsur kepercayaan non-Islam serta berusaha
agar Islam dilaksanakan dalam berbagai aspek kehidupan, yang mencakup
ritual keagamaan, ekonomi, sosial-budaya, politik, hukum dan
pemerintahan.
Dengan demikian, islamisasi juga terkait dengan pemurnian dan
pembaharuan Islam.Islam masuk ke Asia Tenggara melalui suatu proses
damai yang berlangsung selama berabad-abad. Penyebaran Islam di
kawasan ini terjadi tanpa pergolakan politik atau bukan melalui ekspansi
pembebasan yang melibatkan kekuatan militer, pergolakan politik atau
pemaksaan struktur kekuasaan dan norma-norma masyarakat dari luar
negeri. Melainkan Islam masuk melalui jalur perdagangan, perkawinan,
dakwah dan pembauran masyarakat Muslim Arab, Persia dan India dengan
masyarakat pribumi.

xiv
Watak Islam seperti itu diakui banyak pengamat atau “orientalis”
lainnya di masa lalu, di antaranya, Thomas W. Arnold. Dalam buku
klasiknya, The Preaching of Islam, Arnold menyimpulkan bahwa
penyebaran dan perkembangan historis Islam di Asia Tenggara
berlangsung secara damai. Azyumardi menambahkan bahwa penyebaran
Islam di Asia
Tenggara berbeda dengan ekspansi Islam di banyak wilayah Timur
Tengah, Asia Selatan, dan Afrika yang oleh sumber-sumber Islam di
Timur Tengah disebut Fath (atau Futuh), yakni pembebasan, yang dalam
praktiknya sering
melibatkan kekuatan militer. Meskipun futuh di kawasan-kawasan yang
disebutkan terakhir ini tidak selamanya berupa pemaksaan penduduk
setempat untuk memeluk Islam. Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia
Tenggara tidak pernah disebut sebagai futuh yang disertai kehadiran
kekuatan militer. Masuknya Islam ke berbagai wilayah di Asia Tenggara
tidak berada dalam satu waktu yang bersamaan, melainkan berlangsung
selama berabad-abad, dan tidak merata di seluruh tempat. Kondisi
wilayah-wilayah di Asia Tenggara pada saat itupun berada dalam situasi
politik dan
kondisi sosial budaya yang berbeda-beda. Misalnya, pada paruh kedua
abad ke-13 M, para penguasa di Sumatera Utara (di Aceh yang sekarang
ini) sudah menganut Islam.
Pada saat yang samahegemoni politik di Jawa Timur masih di
tangan raja-raja beragama Syiwa dan Budha di Kediri dan Singasari. Ibu
kota Majapahit, yang pada abad ke-14 sangat penting, pada waktu itu
belum berdiri. Begitu pula kerajaan Islam Demak baru berdiri bersamaan
dengan
melemahnya kekuasaan Majapahit. Karena itu tidaklah mudah untuk
menjawab “ kapan, dimana mengapa, dan dalam bentuk apa” Islam mulai
menimbulkan dampak pada masyarakat Asia Tenggara untuk pertama
kalinya.

xv
Banyak peneliti yang mengatakan bahwa Islam telah datang ke
Asia Tenggara sejak abad pertama Hijrah (7M), seperti diyakini oleh
Arnold. Ia mendasarkan pendapatnya ini pada sumber-sumber Cina yang
menyebutkan bahwa menjelang akhir perempatan ketiga abad ke-7
seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab
Muslim di pesisir pantai Sumatera. Sebagian orang-orang Arab ini
dilaporkan melakukan perkawinan dengan wanita lokal, sehingga
membentuk nukleus sebuah komunitas Muslim yang terdiri dari orang-
orang Arab pendatang dan penduduk lokal. Menurut Arnold, anggota-
anggota komunitas Muslim ini juga melakukan kegiatan-kegiatan
penyebaran Islam. 17 Pendapat yang sama juga ditegaskan oleh J. C. van
Leur, bahwa koloni-koloni Arab Muslim sudah ada di barat laut Sumatera,
yaitu Barus, daerah penghasil
kapur barus terkenal sejak tahun 674 M. Pendapatnya ini didasarkan pada
cerita perjalanan para pengembara yang sampai ke wilayah Asia
Tenggara.15
Catatan Cina juga menyebutkan bahwa di masa dinasti Tang,
tepatnya pada abad ke-9 dan 10M, orang-orang Ta-Shih sudah ada di
Kanton (Kan-fu) dan Sumatera. Ta-Shih adalah sebutan untuk orang-orang
Arab dan Persia, yang ketika itu jelas sudah menjadi Muslim. Terjalinnya
hubungan dagang yang bersifat internasional antara Negara-negara di Asia
bagian barat dan timur agaknya disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam
di bawah pemerintahan Bani Umayyah di bagian barat dan kerajaan Cina
zaman dinasti Tang di Asia bagian Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia
Tenggara. Berbeda dengan pandangan Arnold, menurut Taufik Abdullah,
belum ada bukti bahwa pribumi Nusantara di tempat-tempat yang
disinggahi oleh para pedagang Muslim itu sudah menganut agama Islam.
Adanya koloni yang terdiri dari para pedagang Arab itu karena mereka
berdiam di sana untuk menunggu musim yang baik untuk berlayar.16
15
T.W. Arnold, The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith, (London:
Constable, 1913), hlm. 364-365.
16
Taufik Abdullah (ed.), Sejarah Ummat Islam Indonesia, (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1991),

xvi
Proses konversi Islam di kalangan pribumi Asia Tenggara baru
terjadi pada masa berikutnya. Seperti dikemukakan Azra : Mungkin benar
bahwa Islam sudah diperkenalkan ke dan ada di Nusantara pada abad-abad
pertama Hijri, sebagaimana dikemukakan Arnold dan dipegangi banyak
sarjana Indonesia-Malaysia, tetapi hanyalah setelah abad ke-12 pengaruh
Islam kelihatan lebih nyata. Karena itu proses islamisasi nampaknya
mengalami akselerasi antara abad ke-12 dan ke-16.17 Seperti tergambar
secara implisit dalam uraian di atas, Islam di Asia Tenggara pada awalnya
diperkenalkan melalui hubungan dagang dan perkawinan. Para pedagang
Muslim Arab diyakini menyebarkan Islam sembari melakukan
perdagangan di wilayah ini. Para pedagang Muslim tersebut juga
melakukan perkawinan dengan wanita lokal. Dengan pembentukan
keluarga Muslim ini, maka
komunitas-komunitas Muslimpun terbentuk, yang pada gilirannya
memainkan andil besar dalam penyebaran Islam.
Selanjutnya dikatakan, sebagian pedagang ini melakukan
perkawinan dengan keluarga bangsawan lokal sehingga memungkinkan
mereka atau keturunan mereka pada akhirnya mencapai kekuasaan politik
yang dapat digunakan untuk penyebaran Islam. 18 Namun A.H. Johns
meyakini bahwa kecil kemungkinan para pedagang itu berhasil
mengislamkan jumlah penduduk yang besar dan signifikan. Karena itu ia
berpendapat bahwa adalah para sufi pengembara yang terutama melakukan
penyiaran Islam di kawasan ini. Para sufi ini berhasil mengislamkan
sejumlah besar penduduk Asia Tenggara setidaknya sejak abad ke-13M,
sehingga pengaruh Islam kelihatan lebih nyata.22 Hal ini disebabkan oleh
karena para sufi tersebut menyampaikan Islam dengan cara yang menarik,
antara lain dengan menekankan kesesuaian dan kontinuitas antara budaya
dan praktik keagamaan lokal dengan Islam ketimbang melihat perbedaan

hlm. 34.
17
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abab XVII dan XVIII,
Melacak Akar-akar Pembaharuan Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 31.
18
Ibid., hlm. 31.

xvii
dan perubahan dalam kepercayaan dan praktik keagamaan. Misalnya
memperkenalkan Islam dengan nuansa tasawuf seperti mengajarkan
teosofi sinkretik yang kompleks yang umumnya dikenal baik oleh
masyarakat pribumi, yang mereka tempatkan ke bawah ajaran Islam, atau
yang merupakan pengembangan dari dogma-dogma pokok Islam. Para sufi
ini juga menguasai ilmu magis, dan memiliki kekuatan untuk
menyembuhkan. Mereka siap memelihara kesinambungan dengan masa
silam, dan menggunakan istilah-istilah dan unsur-unsur kebudayaan pra-
Islam dalam konteks Islam.
Selain itu, mengapa Islam dapat diterima dengan mudah sebagai
agama, antara lain karena Islam mengajarkan toleransi dan persamaan
derajat di antara sesama, sementara ajaran Hindu menekankan perbedaan
derajat manusia. Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk
lokal.

5. PERKEMBANGAN STUDI ISLAM DI KAWASAN AFRIKA


Perkembangan Islam di Afrika Utara telah dimulai sejak khalifah
Umar bin Khattab (634-644M), yang mengutus Amru bin Ash untuk
menguasai Mesir yang kemudian secara sistemik dilanjutkan
pengembangannya oleh dinasti-dinasti yang berkuasa kemudian.
Penyebaran Islam oleh beberapa penguasa muslim telah membuat bahasa
Arab menjadi bahasa resmi yang dipakai oleh masyarakat muslim
diberbagai wilyah, khususnya Afrika Utara.
Pengaruh itu bukan saja pada aspek bahasa tetapi pada peradaban
pada umumnya. Data sejarah di Afrika Utara dengan beberapa aspek
kemajuannya, baik bidang administrasi pemerintahan, ilmu pengetahuan,
arsetektur, bangunan-bangunan bersejarah, pola hubungan penguasa
dengan masyarakat, menjadi bukti sejarah bahwa Islam rahmatan
lil’alamin. Hanya pemerintahan yang maju, stabil dan makmur saja yang
mampu mendirikan bangunan-bangunan megah dengan arsitektur tinggi.19
19
Hawi, A. (2017). Pengembangan Islam di Afrika Utara dan Peradabannya. Medina-Te : Jurnal
Studi Islam, 12(1), 61-68. https://doi.org/https://doi.org/10.19109/medinate.v12i1.1146

xviii
Perkembangan Islam di Afrika Barat sangat berkaitan erat dengan
perkembangan Islam di Afrika Utara, khususnya Sudan. Hal ini
dikarenakan kerajaan Sudan menguasai beberapa wilayah yang berada di
Afrika Barat seperti Kawkaw,Takrur, Ghana, dan Bornu,jalur perdagangan
Sahara dan menguatkan hubungan antara bangsa Arab, Berber, Sahara,
dan warga Sudan. Bangsa Berber di Afrika Utara memeluk Islam Khariji
pada abad tujuh, sedang kanbangsa Berber di Mauritania memeluk Islam
pada abad sembilan.
Pada akhir abad sepuluh dan abad sebelas sebagian kota besar telah
mempunyai sebuah perkampungan muslim, dan beberapa warga menjadi
orang penting yaitu penasihat. Pada abad sebelas takrur merupakan
kerajaan terbesar, kerajaan ini mengeskpor emas dan budak ke Afrika
Utara untuk ditukarkan dengan woll, tembaga, dan manik manik. Takrur
gigih melancarkan jihad melawan kekuatan non-muslim sekitarnya, tetapi
kerajaan takrur jatuh dalam kekuasaan mali pada abad 13. Pada akhir abad
empat belas imperium Mali mulai dilanda kehancuran. Dengan hancurnya
imperium Mali, kerajaan Kawkaw yang semula tunduk terhadap hegemoni
Mali mencapai kemerdekaannya. Kondisi demikian ini memungkinkan
seorang pimpinan lokal bernama Sunni Ali (1464-1492) mendirikan
sebuah
imperium baru, Songhay, di wilayah Niger dan wilayah barat Sudan dan
menguasai jalur perdagangan Sahara. Imperium Songhay dihancurkan oleh
invasi bangsa Maroko pada tahun 1591, dan arma atau keturunan pasukan
penyerbu menjadi elite penguasa di wilayah Niger.
Selanjutnya ialah Islam di Afrika Timur. Islam masuk dan
dikenalkannya Islam di daerah Afrika Timur bukanlah merupakan suatu
hal baru. Dalam artian, jauh sebelum masa kerajaan-kerajaan Islam, Islam
sudah mulai dikenalkan di daerah Afrika Timur khususnya Ethiopia. Pada
zaman kerasulannya, Nabi Saw menetapkan Habasyah (Ethiopia) sebagai
negeri tempat pengungsian, karena Negus (raja) negeri itu adalah seorang
yang adil,Singkat cerita, pada saat itu pun banyak masyarakat Ethiopia

xix
yang memeluk Islam.
Selain Ethiopia, salah satu negara Islam di Afrika Timur adalah
Somalia. Pada abad tiga hijriyah, sekelompok masyarakat Arab berhijrah
ke Somalia. Sehingga, dengan demikian, dapat diduga bahwa masyarakat
Somalia mulai memeluk Islam pada abad tiga hijriyah. Berkembangnya
peradaban Islam bangsa Afrika Timur, tidak sepenuhnya disebabkan oleh
migrasi, pemukiman, dan pembentukan kota-kota baru sebagai pusat
pertemuan antar pedagang, pemindahan ide dan konsep, dan sebagai
tempat tinggal pedagang-pedagang Muslim.
Islam di Afrika Selatan. Sebagaimana di negara-negara afrika
lainnya, Islam di Afrika Selatan juga cukup menarik untuk dibahas dalam
kajian ini. Sejarah Islam mencatat bahwa salah satu penyebar pertama
Islam di Afrika Utara adalah Syekh Yusuf Makassar. Sejarah Muslim di
Afrika Selatan tidak jauh berbeda dengan sejarah penjajahan pertama di
Cape oleh Belanda. Tidak begitu lama setelah Jan van Riebeeck yang telah
mendarat di Cape sebagai Good Hope pada tahun 1652 yang mana seorang
Muslim pertama, Ibrahim dari Batavia (sekarang Jakarta) telah dibawa
kesana sebagai seorang tahanan.
Orang buangan pertama adalah Syaikh Yusuf dari Makassar yang
dipercaya sebagai pionir Islam di Afrika Sselatan. Kehidupan Syaikh
Yusuf dihubungkan dengan kedatangan Muslim pertama di Afrika Selatan
dan sejarah pendirian Islam di tanah Afrika Selatan. Maka dari itu, sejarah
Islam di Afrika Selatan tidak akan lengkap tanpa menyebut nama Syaikh
Yusuf.
Selain Syaikh Yusuf Makassar, perkembangan Islam di Afrika Utara juga
tidak lepas dari seorang tokoh asal Tidore yakni Tuan Guru Imam
Abdullah ibn Qadhi Abd al-Salam. Tuan Guru Imam Abdullah ibn Qadhi
Abd al-Salam adalah seorang ulama yang berperan penting dalam
pengembangan Islam di Afrika Selatan. Ia adalah ulama asal Tidore
(Maluku Utara) yang diasingkan ke Cape pada tahun 1780 karena
menentang praktek monopoli, perbudakan, dan kerja paksa yang

xx
diterapkan pemerintah kolonial Belanda. Selama pengasingan di Cape
Town ia berhasil merampungkan sejumlah karya besar, antara lain
Ma‟rifah al-Islam wa alIman yang berisi tentang ilmu qalam, tauhid, dan
fiqih. Setelah dibebaskan ia mendirikan sekolah madrasah untuk mendidik
para budak dan warga kulit hitam yang telah memeluk agama Islam.
Pendidikan Islam yang dikembangkan Tuan Guru di Cape Town
didasarkan pada filsafat pendidikan Ash‟ari yang mencakup taqdir, iradab.

6. PERKEMBANGAN STUDI ISLAM DI KAWASAN EROPA


Islam adalah agama terbesar kedua di Eropa setelah Kristen. Islam
juga adalah agama yang tingkat perkembangannya terbesar di dunia saat
ini. Agama Islam datang pada saat masyarakat dan raja eropa dilanda
kebodohan yang disebabkan oleh pemimpin pemimpin gereja kristen pada
saat itu hingga menyebabkan eropa memasuki era "Dark Ages" atau era
kemiskinan dan kegelapan. Meskipun mayoritas masyarakat Muslim di
Eropa saat ini adalah imigran, terdapat penduduk pribumi asli Eropa yang
memeluk Islam di Balkan.
Islam masuk ke Eropa selatan melalui datangnya bangsa "Moor"
dari Afrika Utara pada abad ke 8–10. Selama beberapa abad, entitas politik
Muslim berdiri kokoh di wilayah yang saat ini adalah Spanyol, Portugal,
Selatan Italia dan Malta. Komunitas Muslim di wilayah tersebut kemudian
mereka dipaksa untuk murtad atau dibunuh oleh raja spanyol pada akhir
abad ke-15 (lihat Reconquista).
Di Kaukasus perluasan Islam terjadi setelah pembebasan oleh
dinasti persia sejak awal abad ke-16. Kesultanan Utsmaniyah
menyebarkan Islam ke Eropa tenggara melalui pembebasan sebagian besar
Kekaisaran Bizantium pada abad 14 dan 15. Selama berabad-abad,
Kesultanan Utsmaniyah juga secara bertahap kehilangan hampir semua
wilayah di Eropa, hingga akhirnya runtuh pada tahun 1922. Penduduk asli
yang memeluk Islam di negara-negara di Balkan saat ini memiliki populasi
yang besar, dan menjadi mayoritasnya.

xxi
Istilah "Muslim Eropa" digunakan untuk negara-negara mayoritas
Muslim seperti Albania, Kosovo dan Bosnia dan Herzegovina. Negara-
begara lintas benua seperti Turki, Azerbaijan dan Kazakhstan memiliki
populasi Muslim yang besar, seperti halnya di Kaukasus Utara, Rusia.
Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 sejumlah besar umat
Muslim berimigrasi ke Eropa Barat. Pada tahun 2025 diperkirakan 90 juta
Muslim yang tinggal di Eropa (18%), termasuk sekitar 59 juta di Uni
Eropa (3.8%). Diproyeksikan persentase umat muslim akan mencapai 38%
pada tahun 2040.
Umat Muslim Eropa sering menjadi subjek dari perdebatan yang
intens dan kampanye politik. Terkadang menjadi lebih hangat ketika
terjadi peristiwa-peristiwa seperti fitnah serangan teroris kepada umat
islam, kontroversi kartun Nabi Muhammad di Denmark, perdebatan soal
cara berpakaian Islami, dan kampanye partai-partai sayap kanan populis
yang melihat Muslim sebagai ancaman terhadap nilai-nilai Eropa, budaya,
dan cara hidup. Peristiwa tersebut juga telah memicu perdebatan yang
berkembang mengenai topik Islamophobia, sikap terhadap Muslim dan
partai kanan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam lokal adalah Islam yang menjadi padu padan dengan keadaan
adat istiadat dan budaya suatu bangsa tertentu, sehingga
memunculkan Islam yang lebih bersifat lokal. Sedangkan
universalisme Islam (Syumuliyatul Islam) adalah sebuah
prinsip bahwa agama Islam adalah risalah abadi yang berlaku
sepanjang jaman.

xxii
Untuk proses pendidikan Islam yang lokalis, yaitu yang
mengakomodir kebijaksanaan budaya lokal serta berwawasan
global adalah perlu agar tidak terlalu mengadah pada
modernisme.
Sebagai agama universal, Islam tidak hanya mencapai aspek
pendidikan saja akan tetapi mencapai berbagai aspek,
diantaranya adalah aspek hukum, politik, sejarah dan lain-lain.
Dengan berbagai aspek yang dimiliki islam, perkembangan studi
islam di berbagai kawasan seperti Asia, Afrika, dan Eropa
menjadi sangat luas dengan perpaduan sikap Islam lokal dan
Islam universal.

B. Saran
Alhamdulillah tugas yang diamanahkan dosen kepada kami
telah selesai. Kami mohon kritik dan sarannya yang membangun,
apabila dalam makalah yang telah kami buat masih banyak
kekurangan. Kami sadar, kami bukanlah manusia yang sempurna
dan kami ingin menjadi orang yang lebih baik lagi. Sebaik-baiknya
manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Eropa
Abdullah, Taufiq dan Sharon Shiddiqie (ed.), Tradisi dan

xxiii
Kebangkitan Islam diAsia Tenggra, (Jakarta: LP3ES, 1988.
Ambary, Hasan Muarif, Ensiklopedi Islam, jilid 5, PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, Jakarta, 1993.
Azra, Azyumardi, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah
Wacana dan Kekuasaan, Rosdakarya, Bandung, 1999.
Ba-Yunus, Ilyas, “AlFaruqi and Beyond: Future Directions in
Islamization of Knowledge”, dalam The American
Journal of Islamic Social Sciences, vol.5, no.1, 1988.
Dardiri, Helmiati, dkk., Sejarah Islam Asia Tenggara,
kerjasama ISAIS dan Alaf Baru, Pekanbaru, 2006.
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate/article/view/1146
https://repository.uin-suska.ac.id/10369/1/Sejarah%20Islam%20Asia%20Tenggara.pdf

xxiv

Anda mungkin juga menyukai