Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM


PERNAPASAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN
TURBECULOSIS (TBC)
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak
Dosen pengampu : Dwi Retno Wulan,S.Kep,Ners.,M.Kep,Sp.An

Disusun oleh :
Kelompok 6 Kelas 2B
Ai Nina Nurajijah (C1AA20004)
Fitriani Luthfana Hasna (C1AA20038)
Genta Wiharsono (C1AA20040)
Nawaf Endriansyah (C1AA19071)
Neneng Anisa (C1AA20066)
Ulya Aulia (C1AA20116)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
Jl. Kramat no 36 telp (0266) 210215 fax (0266) 223709 SUKABUMI 43122
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN
SISTEM PERNAPASAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN TURBECULOSIS
(TBC)” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.
Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Keperawatan
Anak I Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Dan penulis juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan
referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi
bahan makalah.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalahini dapat dibuat dengan
sebaik-baiknya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah  ini
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini.
Penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan
kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya.

Sukabumi, 05 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................................................2
C. Tujuan .....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Gangguan Sistem Respirasi.....................................................................................3
1. Covid 19............................................................................................................3
2. Pneumonia.........................................................................................................8
3. ISPA ..................................................................................................................10
4. Asthma Pada Anak ...........................................................................................11
5. TBC Pada Anak.................................................................................................13
6. Difteri Pada Anak..............................................................................................16
B. Asuhan Keperawatan...............................................................................................18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................25
B. Saran .......................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan
membuangkarbondioksida ke lingkungan. Pernapasan adalah proses ganda yaitu
terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan atau “pernapasan dalam” dan yang terjadi
didalam paru-paru “pernapasan luar”. Pernapasan Luar yang merupakan pertukaran
antara O2 dan CO2 antara darah dan udara.
Gangguan sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas. Infeksi saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan
infeksi sistem organ tubuh lain dan berkisar dari flu biasa dengan gejala serta
gangguan yang relative ringan sampai pneumonia berat. (Andriansyah, 2014)
Sistem pernapasan dibentuk oleh beberapa struktur. Seluruh struktur tersebut
terlibat dalam proses respirasi eksternal yaitu proses pertukaran oksigen (O2) antara
atmosfer dan darah serta pertukaran karbondioksida (CO2) antara darah dan
atmosfer. Respirasi eksternal adalah proses pertukaran gas antara darah dan atmosfer,
sedangkan respirasi internal adalah proses pertukaran gas antara darah sirkulasi dan
sel jaringan.
Respirasi internal (pernapasan selular) berlangsung diseluruh system tubuh.
Yang termasuk struktur utama system pernapasan adalah saluran udara pernapasan,
terdiri dari saluran napas atas dan saluran napas bawah, serta paru (parenkim paru).
(Molenaar, Rampengan, & 2S.R. Marunduh, 2014)
Berdasarkan data statistik pemerintah setiap kabupaten dan kecamatan terdapat
satu Rumah Sakit dan untuk cakupan daerah yang lebih kecil hanya diwakili dengan
Puskesmas Pembantu. Penyakit pernafasan sangat berpengaruh terhadap masyarakat
secara keseluruhan (dalam hal fisik, social maupun ekonomi), sehingga pencegahan,
diagnosis dan pengonatan gangguan pernafasan mempunyai makna yang penting
sekali.

1
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Covid-19
b. Apa pengertian Pneumonia
c. Apa pengertian Asthma pada anak
d. Apa pengertian TBC pada anak
e. Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan pasien TBC pada anak
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian Covid-19
b. Untuk mengetahui pengertian Pneumonia
c. Untuk mengetahui pengertian Asthma pada anak
d. Untuk menegetahui pengertian TBC pada anak
e. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dengan pasien TBC pada anak

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gangguan Sistem Respirasi

1. Covid-19

1) Pengertian

Menurut WHO (2020), penyakit coronavirus disease 2019 (COVID-


19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus corona yang baru
ditemukan. Kebanyakan orang yang terinfeksi virus COVID-19 akan
mengalami penyakit pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa
memerlukan perawatan khusus. Orang tua dan orang-orang yang memiliki
komorbit seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan
kronis, dan kanker memungkin tertular COVID-19.

Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan


penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan
penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang
serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom
Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa
muncul di Wuhan Cina, pada Desember 2019, kemudian diberi nama Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan
menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19).

2) Etiologi
Gejala umum berupa demam 38,0C, batuk kering, dan sesak napas.
Jika ada orang yang dalam 14 hari sebelum muncul gejala tersebut pernah
melakukan perjalanan ke negara terjangkit, atau pernah merawat/kontak erat
dengan penderita COVID-19, maka terhadap orang tersebut akan dilakukan
pemeriksaan laboratorium lebih lanjut untuk memastikan diagnosisnya.

3) Transmisi
Menurut Xu et al. (2020) terdapat beberapa macam penyebaran
COVID-19 diantaranya sebagai berikut.

a. Droplet

COVID-19 ditularkan terutama melalui tetesan pernapasan. Ketika


seorang pasien batuk atau bersin, droplet yang mengandung virus
mungkin dihirup oleh individu yang rentan.

b. Kontak Langsung

c. Kontak Tidak Langsung

3
Hal ini terjadi ketika droplet mengandung COVID-19 mendarat di
permukaan meja, gagang pintu, telepon, dan benda mati lainnya. Virus itu
dipindahkan dari permukaan ke selaput lendir dengan jari yang
terkontaminasi menyentuh mulut, hidung, atau mata. Penelitian telah
memperkirakan bahwa COVID-19 dapat bertahan hingga 5 hari pada suhu
20 ° C, kelembaban 40-50%, dan dapat bertahan hidup kurang dari 48 jam
di udara kering, dengan pengurangan viabilitas setelah 2 jam.

d. Penularan Asimptomatik

Infeksi asimptomatik telah dilaporkan dalam setidaknya dua kasus


dengan paparan riwayat ke pasien yang berpotensi pra-simptomatik yang
kemudian didiagnosis dengan COVID-19. Virus itu dulu ditularkan ke
tiga anggota keluarga sehat lainnya. Sebelum berkembangnya gejala,
individu mungkin tidak diisolasi dan mungkin merupakan sumber virus
seluler yang penting.

e. Penularan Antar Keluarga

Penularan dalam klaster keluarga sangat umum. Satu studi melaporkan


bahwa 78 hingga 85% kasus dalam kelompok agregat besar terjadi karena
transmisi antar militer di Sichuan dan Guangdong, China.

f. Transmisi Aerosol

Lingkungan tertutup dengan kondisi buruk ventilasi, aerosol dapat


bertahan di udara selama 24-48 jam dan menyebar dari beberapa meter
hingga puluhan meter. Namun, belum ada bukti kuat untuk aerosol
penularan. WHO juga menganggap bahwa rute ini memerlukan
penyelidikan lebih lanjut.

g. Penularan Okuler

Telah dilaporkan sebagai dokter tanpa pelindung mata terinfeksi


selama inspeksi di Wuhan pada 22 Januari 2020. Studi lebih lanjut
ditemukan bahwa COVID-19 dapat dideteksi dalam air mata dan sekresi
konjungtiva pasien COVID-

h. Penularan Tinja-Oral

Pertama kali dilaporkan dalam kasus COVID-19 di AS. Studi


selanjutnya terdeteksi SARS-CoV-2 dalam tinja dan penyeka dubur
COVID-19 pasien. Selanjutnya, 23,3% dari Pasien COVID-19 tetap
COVID-19 positif bahkan ketika viral load tidak lagi terdeteksi di saluran
pernapasan. SARS-CoV-2 juga telah terdeteksi di epitel lambung,
duodenum, dan rektal. Tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung
transmisi vertikal karena sampel dari neonatus yang dilahirkan dengan

4
positif COVID-19 dari ibu negatif. Apalagi tidak ada viral load
telahterdeteksi dari lingkungan vagina 35 wanita pasien, menunjukkan
kurangnya bukti untuk penularan seksual dari COVID-19.

4) Pemeriksaan Penunjang

Pasien terkonfirmasi COVID-19 setelah melakukan pemeriksaan


diagnostik Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) atau lebih dikenal
dengan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), dan
Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag). Sedangkan untuk menilai
perjalanan penyakit, pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah
pencitraan toraks dan laboratorium darah.

a. Reverse-transcription polymerase chain reaction (RT-PCR)

Konfirmasi diagnosis COVID-19 umumnya ditentukan dengan deteksi


sekuens unik virus RNA pada NAAT. Gen virus yang dicari umumnya
adalah gen N, E, S dan RdRO. Real-time reverse-transcription polymerase
chain reaction (RT-PCR) merupakan salah satu contoh NAAT yang dapat
melakukan sequencing asam nukleat virus RNA.

Jenis sampel untuk pemeriksaan NAAT dapat berasal dari traktus


respiratorius bawah, seperti sputum, aspirasi, dan lavage; atau traktus
respiratori atas, seperti swab nasofaring, orofaring, buccal, saliva, atau
nasopharyngeal wash. Sampel saliva memiliki akurasi yang sebanding
dengan sampel swab nasofaring dan orofaring.

Sampel yang berasal dari feses, darah, urine, atau bagian otopsi pasien
dapat digunakan apabila tidak terdapat pilihan lain. Umumnya, hasil pada
traktus respiratorius bawah memiliki jumlah virus dan fraksi genom yang
lebih besar daripada traktus respiratorius atas.

Waktu Pemeriksaan RT-PCR: Pengambilan sampel swab


nasopharyngeal untuk pemeriksaan RT-PCR dapat dilakukan pada hari
pertama dan kedua untuk menegakkan diagnosis. Apabila hasil RT-PCR
hari pertama positif, maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan di hari kedua.
Pada keadaan berat atau kritis, pemeriksaan RT-PCR follow-up dapat
dilakukan setelah 10 hari dari pengambilan usap yang positif.

Pemeriksaan RT-PCR: RT-PCR positif merupakan baku emas


menegakkan diagnosis COVID-19. Apabila secara klinis pasien telah
membaik atau bebas demam tiga hari tetapi memiliki hasil RT-PCR yang
masih positif, maka ini menandakan pasien mengalami positif persisten.
Kondisi ini yang disebabkan oleh terdeteksinya fragmen atau partikel virus
yang sudah tidak aktif, sehingga perlu mempertimbangkan cycle threshold
(CT) value untuk menilai fase infeksius pasien.

5
b. Rapid Test

Pemeriksaan cepat untuk skrining COVID-19 terdiri dari rapid test antibody
(RTD-Ab) dan rapid test antigen (RTD-Ag).

 RTD-Ab bertujuan untuk mendeteksi immunoglobulin M (IgM) dan


IgG terhadap virus SARS-CoV-2 di dalam sampel darah. Sensitivitas
dan spesifisitas RTD-Ab dinilai sangat rendah, sehingga saat ini WHO
hanya merekomendasikan penggunaan tes ini untuk kepentingan
penelitian, bukan untuk manajemen klinis COVID-19.

 Rapid Test Antigen (RTD-Ag):RTD-Ag menggunakan sampel swab


nasopharyngeal, dan bertujuan untuk mendeteksi antigen protein virus
SARS-CoV-2. Berdasarkan kriteria wilayah C, RTD-Ag dapat
digunakan sebagai dasar manajemen klinis. Rekomendasi WHO
menyebutkan bahwa RTD-Ag yang dianjurkan adalah yang memiliki
memiliki sensitivitas ≥80% dan spesifisitas ≥97%. Pemeriksaan harus
dilakukan oleh operator terlatih dalam waktu 5–7 hari setelah onset
gejala.

c. Viral Sequencing

Pemeriksaan viral sequencing bertujuan mengkonfirmasi virus dan


memonitor mutasi genom virus. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat
memiliki fungsi dalam studi epidemiologi molekuler.

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan umum yang dapat


menunjang diagnosis COVID-19. Beberapa tes laboratorium yang dapat
dilakukan pada pasien COVID-19 berat, misalnya hematologi, analisa gas
darah, dan kadar D-dimer.

 Hematologi: Pemeriksaan darah lengkap pada pasien COVID-19 dapat


menunjukkan limfopenia, leukopenia, leukositosis, eosinopenia, dan
trombositopenia. Hasil hitung limfosit absolut yang rendah
(<0,4x109/L) dengan lactate dehydrogenase (LDH) tinggi (>1684
U/L)umumnya membutuhkan rawat ICU. Hasil peningkatan rasio
neutrofil limfosit (NLR) ≥ 3,13 umumnya menunjukkan risiko
terjadinya keparahan penyakit pada pasien, terutama pada pasien
dengan usia ≥ 50 tahun.

 Analisa Gas Darah (AGD): AGD dilakukan pada pasien COVID-19


dengan keadaan buruk, seperti sesak berat atau sepsis. Hipoksemia
dapat ditemukan pada pasien dengan keadaan berat. Pada pasien dengan
hiperventilasi umumnya akan ditemukan alkalosis respiratorik.
Rhabdomyolysis juga dilaporkan sebagai komplikasi akhir pasien

6
COVID-19, sehingga penemuan asidosis laktat dengan peningkatan
anion gap juga dapat ditemukan. Acute respiratory distress syndrome
(ARDS) dapat didiagnosis dengan PaO2/FiO2 ≤300 mmHg atau
SpO2/FiO2 ≤315 mmHg.

 Tes Laboratorium Lainnya:Beberapa kelainan tes laboratorium juga


dilaporkan pada beberapa studi. Pada peningkatan kadar D-dimer yang
disertai limfositopenia berat dihubungkan dengan peningkatan risiko
mortalitas. Berikut ini merupakan beberapa kelainan hasil laboratorium
yang ditemukan pada pasien COVID-19:

1) Peningkatan laktat dehidrogenase

2) Peningkatan kadar ferritin

3) Peningkatan aminotransferase

4) Peningkatan prokalsitonin

5) Peningkatan kadar D-dimer

6) Pencitraan Toraks

5) Pencegahan

Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan virus ini
adalah:

a. Menjaga kesehatan dan kebugaran agar stamina tubuh tetap prima dan
sistem imunitas / kekebalan tubuh meningkat.

b. Mencuci tangan dengan benar secara teratur menggunakan air dan sabun
atau hand-rub berbasis alkohol. Mencuci tangan sampai bersih selain dapat
membunuh virus yang mungkin ada di tangan kita, tindakan ini juga
merupakan salah satu tindakan yang mudah dan murah. Sekitar 98%
penyebaran penyakit bersumber dari tangan. Karena itu, menjaga
kebersihan tangan adalah hal yang sangat penting.

c. Jaga jarak setidaknya 1 meter dengan orang lain. Jika anda terlalu dekat,
anda dapat menghirup droplet dari orang yang mungkin menderita
COVID-19.

d. Ketika batuk dan bersin, tutup hidung dan mulut Anda dengan tisu atau
lengan atas bagian dalam (bukan dengan telapak tangan).

e. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut (segitiga wajah). Tangan


menyentuh banyak hal yang dapat terkontaminasi virus. Jika kita
menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang terkontaminasi,
maka virus dapat dengan mudah masuk ke tubuh kita.

7
f. Gunakan masker dengan benar hingga menutupi mulut dan hidung ketika
Anda sakit atau saat sedang keluar rumah.

g. Buang tisu dan masker yang sudah digunakan ke tempat sampah dengan
benar, lalu cucilah tangan Anda.

h. Tetap dirumah, hindari kontak dengan orang lain dan bepergian ke tempat
umum.

i. Hindari bepergian ke luar rumah saat Anda merasa kurang sehat, terutama
jika Anda merasa demam, batuk dan sulit bernapas. Segera hubungi
petugas kesehatan terdekat, dan mintalah bantuan mereka. Sampaikan pada
petugas jika dalam 14 hari sebelumnya Anda pernah melakukan perjalanan
terutama ke negara atau wilayah terjangkit, atau pernah kontak erat dengan
orang yang memiliki gejala yang sama. Ikuti arahan dari petugas kesehatan
setempat.

j. Menunda perjalanan ke wilayah/ negara dimana virus ini ditemukan.

k. Selalu pantau perkembangan penyakit COVID-19 dari sumber resmi dan


akurat. Ikuti arahan dan informasi dari petugas kesehatan dan Dinas
Kesehatan setempat. Informasi dari sumber yang tepat dapat membantu
Anda melindungi dari Anda dari penularan dan penyebaran penyakit ini.

2. Pneumonia

1) Pengertian

Pneumonia adalah inflaması prenkim paru yang disebabkan oleh berbagai


mikroorganisme termasuk bakteri, mikobakteri, jamur, dan virus. pneumonia
diklasifikasi sebagai pneumonia didapat dikomunitas, pneumonia pada pejamu
yang mengalami luluh imun, dan pneumonia aspirasi. (brunner dan suddart,
2014)

2) Tanda dan gejala

a. Demam

b. Berkeringat dan mengigil

c. Batuk kering atau batuk dengan dahak kental, hijau, ataudisertai darah

d. Sesak nafas

e. Nyeri dada

f. Mual dan muntah

g. Diare

8
h. Selera makan mennurun

i. Detak jantung menjadi cepat

3) Penyebab

a. Streptococcus pneumonia

b. Haemafhilus influenza

c. Streptococcus aureus

d. Aspirasi basil gram negative

e. Terjadi bila kuman pathogen menyebar ke paru-paru melalui aliran

f. darah, seperti pada kuman stafilococcus. E coli,anaerob enteric

4) Pengobatan

Pengobatan pneumonia bertujuan untuk menyembuhkan infeksi yang terjadi, serta


mencegah komplikasi yang ditimbulkan untuk pneumonia ringan, pasien akan
diberi obat berupa :

a. Obat pereda nyeri seperti ibu profen atau paracetamol

b. Antibiotic, Di samping pemberian obat beberapa upaya andiri juga dapat di


lakukan di rumah untuk mempercepat kesembuhan san mencegah pneumonia
kambuh kembali upaya tersebut meliputi :

c. Banyak Istirahat

d. Mengonsumsi Banyak Cairan

e. Tidak melakukan kegiatan yang berlebihan

f. Penambahan Oksigen

5) Pencegahan

a. Menjalani Vaksinasi

b. Mempertahankan Sistem Kekebalan Tubuh

c. Menjaga Kebersihan

3. ISPA
9
1) Pengertian

ISPA adalah penyakit akibat infeksi pada saluran pernapasan bagian atas,
meliputi hidung, rongga hidung dan sinus, tenggorokan (faring), dan kotak pita
suara (laring). Kondisi ini umum dialami oleh anak-anak dan lansia.

2) Penyebab

Ada dua penyebab ISPA, virus dan bakteri. Jenis virus yang menyebabkan
ISPA yaitu: rhinovirus,adenovirus,virus coxsackie, human metapneumovirus, dan
virus Parainfluenza.

Sementara itu, bakteri yang menjadi penyebab ISPA pada anak adalah:

a. Kelompok A beta-hemolytic streptococci,

b. Corynebacterium diphtheriae (diphtheria),

c. Neisseria gonorrhoeae (gonore),

d. Klamidia pneumoniae (klamidia), dan

e. kelompok C beta-hemolytic streptococci.

3) Gejala

Saat virus atau bakteri masuk ke dalam saluran pernapasan, anak bisa mengalami
berbagai gejala ISPA. Gejala ISPA yang dapat muncul adalah:

a. Hidung tersumbat atau mengeluarkan ingus,

b. Bersin dan batuk pada anak,

c. Produksi sputum atau dahak yang berlebihan,

d. Demam,sakit kepala, kelelahan dan merasa lemas, sakit saat menelan, serta

e. Suara serak, biasanya saat anak mengalami laringitis.

Gejala dan tanda ISPA karena virus bisa bertahan di tubuh anak selama 1-2
minggu. Setelah itu, tubuh anak bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Pilek termasuk
salah satu penyakit ISPA yang sering terjadi pada anak.

4) Penularan

Mengutip dari buku panduan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) terbitan
WHO, ISPA umumnya menular lewat droplet atau cairan air liur. Namun, tidak
menutup kemungkinan penularan bisa terjadi dengan cara lain, misalnya kontak
tangan dengan permukaan yang terkontaminasi. Virus dan bakteri memiliki lima cara
untuk sampai bisa menginfeksi tubuh anak, berikut penjelasannya.

10
a. Si kecil dekat dengan seseorang yang terinfeksi ISPA .

b. Penderita ISPA bersin dan batuk tanpa menutup hidung dan mulutnya.

c. Anak berada di ruangan tertutup dan penuh sesak, dan ada orang yang terinfeksi
virus ISPA.

d. Saat orang yang terinfeksi virus menyentuh hidung dan mata anak. Infeksi dapat
menular saat cairan yang terinfeksi bersentuhan dengan hidung dan mata.

e. Udara di sekitar anak sangat lembap.

f. Saat kekebalan tubuh anak sedang lemah.

Penularan penyakit infeksi pernapasan ini juga lebih sering terjadi saat musim hujan.
Pasalnya, virus dan bakteri lebih mudah berkembang biak saat udara sekitarnya
lembap.

4. Asthma pada anak


1) Pengertian
Penyakit asma pada anak sebenarnya tidak berbeda dengan asma yang terjadi pada
orang dewasa. Hanya saja, terkadang ada perbedaan gejala yang dialami. Selain itu,
anak yang mengidap kondisi ini akan lebih rentan mengalami radang paru-paru dan
saluran pernapasan saat pilek atau terpapar zat-zat penyebab alergi, misalnya debu.Pada
beberapa anak, kondisi ini juga membuat mereka kesulitan untuk menjalani keseharian
seperti teman sebayanya. Sebab, mereka tidak cukup kuat atau bebas untuk bermain dan
berolahraga.Asma yang diderita anak juga biasanya membuat mereka jadi lebih sering
harus bolak-balik ke dokter sehingga berpotensi mengganggu jam sekolahnya.Asma
pada anak tidak bisa disembuhkan dan gejalanya bisa terus dirasakan hingga dewasa.
Namun, dengan perawatan yang tepat, frekuensi kekambuhan bisa ditekan dan risiko
kerusakan pada paru-paru anak bisa dikurangi.
2) Penyebab asma pada anak
Penyebab asma pada anak maupun orang dewasa sebenarnya belum diketahui pasti.
Namun, para ahli percaya bahwa ada faktor lingkungan, seperti polusi udara maupun
asap rokok, dan genetik yang berperan di dalamnya.
Pada kondisi normal, saat kita bernapas, udara akan masuk lewat hidung atau mulut
lalu turun ke tenggorokan dan berakhir pada paru-paru. Saat kita membuang napas,
proses yang sama akan terjadi dengan urutan dari paru-paru dan berakhir di hidung atau
mulut.
Pada anak yang mengalami asma, proses bernapas tidak bisa berjalan semudah ini.
Sebab, saat penyakit ini kambuh, jalur udara yang biasa dilewati membengkak dan
dipenuhi oleh lendir atau dahak. Selain itu, otot-otot yang terdapat di jalur napas juga
mengencang sehingga jalur napas menjadi lebih sempit dan membuat udara lebih susah
lewat. Akibatnya, anak yang mengalami asma akan kesulitan bernapas.
Kondisi asma pada anak sendiri bisa kambuh akibat dipicu oleh beberapa hal, seperti:

11
a. Infeksi saluran pernapasan. Contoh infeksi yang bisa memicu asma adalah pilek,
pneumonia, dan infeksi sinus.
b. Paparan alergen. Beberapa anak yang mengidap asma juga punya alergi terhadap
bulu binatang atau debu. Sehingga ketika terpapar hal yang membuatnya alergi,
asma bisa kambuh.
c. Paparan iritan. Iritan seperti asap kendaraan, asap rokok, hingga udara dingin juga
bisa memicu kambuhnya asma.
d. Olahraga terlalu berat. Bagi anak yang mengidap penyakit ini, olahraga bisa
memicu sesak napas dan batuk.
e. Stres, Stres juga bisa membuat anak yang memiliki asma jadi sulit bernapas.
3) Tanda dan Gejala asma pada anak
Gejala asma yang muncul pada setiap anak bisa berbeda-beda. Hal tersebut membuat
asma pada anak sulit terdeteksi. Meski demikian, ada beberapa gejala utama yang
umumnya muncul ketika anak mengalami serangan asma, yaitu napas
berbunyi atau mengi, sesak napas, dan batuk. Selain itu, ada pula gejala lain yang bisa
muncul ketika asma pada anak sedang kambuh, antara lain:
a. Sulit bernapas atau napas tampak berat dan cepat
b. Anak tidak mau makan atau menyusi
c. Kulit pucat disertai kuku dan bibir kebiruan
d. Tampak lemas dan kurang aktif
e. Terlihat kurang bertenaga, mudah lemas atau capek, dan sering batuk saat
beraktivitas
f. Otot dada dan leher tampak tertarik ketika anak bernapas atau hidung kembang
kempis ketika bernapas
g. Anak tampak rewel karena merasa sesak atau tidak nyaman di dada

Pada beberapa anak, gejala asma ini bisa lebih parah. Pada kasus yang parah, asma
pada anak bisa menimbulkan beberapa tanda dan gejala berikut ini:
a. Napas terengah-engah dan cepat, sehingga cara bicaranya gagap atau bahkan anak
tidak bisa berbicara sama sekali
b. Kesulitan saat menarik napas
c. Perut terlihat mengempis ke bawah tulang rusuk saat anak bernapas
d. Anak masih merasa sesak napas meski telah mendapatkan obat asma
e. Penurunan kesadaran atau pingsan karena kekurangan oksigen
4) Cara menangani asma pada anak
Penyakit asma tidak dapat disembuhkan, tetapi gejalanya bisa dicegah dan
dikendalikan. Untuk menangani asma pada anak dan mencegahnya kambuh kembali,
Anda dapat mengikuti beberapa tips berikut ini:
a. Kenali dan hindari faktor pencetus kambuhnya gejala asma
Faktor pencetus asma pada setiap anak berbeda-beda. Namun, gejala asma
umumnya muncul saat anak terpapar asap rokok, udara dingin, debu, dan polusi
udara, atau saat melakukan aktivitas fisik berat.
Oleh karena itu, Anda perlu mengenali dan mencatat apa saja faktor pemicu
asma pada anak, kemudian sebisa mungkin jauhi anak dari faktor pencetus tersebut.

12
Terkadang, stres dan gangguan cemas juga bisa membuat gejala asma pada anak
mudah kambuh.
b. Berikan obat-obatan asma
Secara umum, ada dua jenis obat asma yang dapat diberikan dokter untuk
menangani dan mencegah kambuhnya gejala asma pada anak, yaitu:
 Obat asma controller
Obat asma jenis ini berfungsi untuk mencegah kambuhnya gejala asma. Obat
asma yang tergolong sebagai obat asma controller adalah obat golongan beta
agonis kerja lama (long-acting beta agonist/LABA), kortikosteroid hirup,
leukotriene modifiers, dan teofilin
 Obat asma reliever
Obat asma reliever berfungsi untuk meredakan gejala asma dalam waktu cepat
saat kambuh. Beberapa jenis obat pereda asma reaksi cepat meliputi
bronkodilator atau obat golongan beta agonis kerja cepat (short-acting beta
agonists/SABA), kortikosteroid, dan ipratropium.
 Obat-obatan asma pada anak umumnya tersedia dalam bentuk obat hirup yang
digunakan dengan alat bantu, seperti inhaler dan nebulizer.
 Selain pemberian obat asma, terkadang dokter juga akan meresepkan obat
antibiotik. Namun, obat ini hanya diberikan ketika anak penderita asma
mengalami infeksi bakteri, misalnya pneumonia.
c. Berikan terapi oksigen
Anak yang menderita asma bisa mengalami penurunan jumlah oksigen ketika
gejala asmanya kambuh. Jika anak mengalami hal tersebut, pengobatan asma
sebaiknya disertai dengan terapi oksigen.
Terapi oksigen sangat penting untuk mencegah dan mengatasi kondisi
hipoksia atau rendahnya kadar oksigen dalam darah. Jika tidak diobati dengan tepat,
hipoksia berpotensi menyebabkan anak mengalami kerusakan organ dan bahkan
kematian.

5. TBC pada anak


TBC pada anak terjadi karena anak menghirup bakteri Mycobacterium tuberculosis
yang berada di udara. Bakteri tersebut kemudian berdiam di paru-paru dan dapat
berkembang ke bagian tubuh yang lain, seperti tulang belakang, ginjal, bahkan otak.
Anak-anak yang terkena TBC atau tuberkulosis kemungkinan besar tidak tertular dari
teman-teman sebayanya, melainkan dari orang dewasa yang menderita penyakit
tersebut.
Ketika orang dewasa yang menderita TBC batuk atau bersin, bakteri penyebab TBC
akan menyebar ke udara. Pada saat itulah, penularan penyakit TBC ke orang-orang di
sekitarnya dapat terjadi, baik ke anak-anak maupun orang dewasa. Anak-anak yang
memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, misalnya karena HIV pada anak atau kurang
gizi, memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TBC anak.
1) Infeksi TBC pada Anak
Penyakit TBC, atau biasa disebut TB, dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

13
a. Tahap paparan (exposure)
Pada tahap ini, anak sudah terinfeksi kuman TBC. Namun jika daya tahan
tubuh anak kuat, kuman TBC dapat ditekan pertumbuhannya sehingga tidak
menimbukan gejala apa pun. Sebagian kasus TBC anak, khususnya pada anak
yang sudah lebih besar, infeksi hanya sampai pada tahap paparan. Jika seperti
ini, anak tidak mengalami keluhan apa pun meskipun hasil pemeriksaan
tuberkulin menunjukkan bahwa ia pernah terpapar kuman TBC.
b. Tahap penyakit TB aktif
Bila daya tahan tubuh anak tidak mampu melawan kuman TBC yang masuk,
maka kuman tersebut akan berkembang biak dan menyebabkan penyakit TBC.
Beberapa gejala penyakit TBC pada anak adalah:
 Batuk lama yang tidak kunjung sembuh, biasanya hingga lebih dari 3
minggu.
 Demam hingga lebih dari 2 minggu.
 Batuk darah.
 Tubuh lemah.
 Kehilangan nafsu makan.
 Berat badan tidak kunjung bertambah.
 Sesak napas.
 Berkeringat di malam hari.
 Pembengkakan kelenjar getah bening.
 Pertumbuhan terhambat.
2) Metode Pemeriksaan TBC Anak
Meski sudah dilakukan pemeriksaan fisik dan foto Rontgen dada, bisa saja
tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi TBC pada anak. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat, dokter akan melakukan tes kulit
tuberkulin atau tes Mantoux.
Tes tuberkulin dilakukan untuk mengetahui apakah anak pernah terpapar
bakteri tuberkulosis. Jika hasil tes tuberkulin positif, maka kemungkinan besar
anak telah terinfeksi, apalagi jika gejalanya memang mendukung. Selain
melakukan tes tuberkulin, dokter juga akan melakukan pemeriksaan dahak dan
kultur dahak untuk mengetahui apakah kuman TBC ada di dalam tubuh anak,
khususnya di saluran pernapasan.
3) Pengobatan TBC pada anak
Jika anak sudah dinyatakan positif TBC, maka pengobatan perlu segera
dilakukan. Pengobatan TBC diberikan pada anak yang sudah dalam tahap TBC
aktif, maupun anak yang sudah terinfeksi kuman TBC meskipun belum
menampakkan gejala. Penyakit ini bisa ditangani oleh dokter anak atau dokter
anak ahli respirologi.
Anak yang baru terinfeksi bakteri TBC dan belum menunjukkan gejala TBC
aktif akan diberikan obat antituberkulosis (OAT) isoniazid, yang harus
dikonsumsi setiap hari selama sembilan bulan.

14
Sementara pada anak yang telah dipastikan terdiagnosis TBC aktif, dokter
akan memberikan pengobatan yang terdiri dari tiga jenis OAT, yaitu isoniazid,
pyrazinamid, dan rifampicin. Obat-obatan ini harus dikonsumsi setiap hari
selama 2 bulan. Kemudian untuk 4 bulan selanjutnya, hanya dua jenis obat
yang diteruskan, yaitu rifampicin dan isoniazid.
Tidak semua obat TBC untuk dewasa dapat digunakan pada anak. Anak-
anak umumnya tidak diberikan OAT jenis ethambutol, karena obat ini dapat
memberikan dampak yang berbahaya bagi penglihatan anak.
Hingga saat ini, Indonesia masih merupakan salah satu negara dengan kasus
TBC terbanyak di dunia. Melalui berbagai program pemerintah dan penyuluhan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemeliharaan
kesehatan, diharapkan jumlah penderita TBC pada anak bisa menurun.
Dengan menjalani pengobatan sampai tuntas sesuai durasi yang telah
ditentukan oleh dokter, anak-anak dapat pulih total dari TBC dan terhindar dari
komplikasi. Penyakit ini bisa ditangani oleh dokter anak atau dokter anak ahli
penyakit infeksi tropis.
4) Penyebab TBC pada anak
TBC pada anak umumnya terjadi karena tertular dari orang dewasa yang
terinfeksi. Orang yang terinfeksi tuberkulosis biasanya menyebarkan bakteri
lewat droplet (percikan air liur) yang keluar saat bersin atau batuk.
Jika anak atau bayi berdekatan dengan orang dewasa yang terinfeksi, bakteri
yang tersebar di udara bisa terhirup. Kemudian, bakteri tersebut menginfeksi
paru-paru dan bahkan dapat berkembang ke bagian tubuh lain, seperti ginjal,
tulang belakang, dan otak. Hal inilah yang kemudian menyebabkan penularan
TBC pada anak. Hal inilah yang kemudian menyebabkan penularan TBC pada
anak.
Mengenai TBC pada anak menular atau tidak, penularan TBC tidak terjadi
lewat anak-anak. Artinya, anak-anak penderita TBC yang berusia kurang dari
10 tahun jarang bisa menularkan pada orang lain. Mereka cenderung memiliki
sedikit bakteri dalam dahaknya dan jarang batuk.
Berbeda dengan orang dewasa, ketika terpapar bakteri penyebab TBC
(tuberkulosis), anak-anak dan bayi lebih mudah sakit dibandingkan dengan
orang dewasa. Orang dewasa yang terinfeksi tuberkulosis biasanya berasal dari
infeksi TB laten di masa lalu yang “membangunkan” kembali bakteri saat
sistem imun sedang lemah.
Adapun faktor risiko TB pada anak, di antaranya:
 Tinggal dengan penderita TB
 Tidak memiliki tempat tinggal
 Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya karena
menderita HIV, diabetes, atau menggunakan obat-obatan yang
dapat melemahkan imun.
5) Gejala TBC pada anak

15
Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menginfeksi paru-paru anak
menimbulkan ciri-ciri khusus pada kondisi anak. Beberapa gejala umum
penyakit tuberkulosis pada anak antara lain:
a. Demam
b. Lelah
c. Lemah
d. Rewel dan mudah marah
e. Batuk terus-menerus
f. Napas berat dan cepat
g. Berkeringat di malam hari
h. Pembengkakan kelenjar getah bening
i. Penurunan berat badan atau berat tidak kunjung naik dalam 2 bulan
j. Anak jadi kurang aktif
k. Pertumbuhan yang terganggu
Gejala TBC pada anak ini bisa semakin memburuk jika tidak ditangani dengan
baik. Pada beberapa kasus tuberkulosis pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun,
bakteri dapat menyebar melalui pembuluh darah dan mempengaruhi semua organ
dalam tubuh. TB paru pada anak juga bisa mengarah pada tuberkulosis meningitis
yang mempengaruhi otak dan sistem saraf pusat. Oleh sebab itu, ciri-ciri TBC pada
bayi dan anak tidak boleh diabaikan begitu saja.

6. Difteri pada anak


1) Pengertian
Difteri merupakan penyakit anak yang umum di tahun 1930-an dan merupakan
infeksi bakteri yang mudah menyebar dan terjadi dengan cepat. Penyakit bakteri
akut ini dapat menginfeksi tenggorokan (difteri pernapasan) atau kulit (difteri
kulit).
Difteri pada anak umumnya mudah menjangkit anak-anak di bawah 5 tahun.
Anak-anak yang tinggal dalam kondisi sesak atau tidak bersih, kurang gizi, dan
tidak diimunisasi sejak dini, juga berisiko lebih tinggi. Difteri sangat jarang terjadi
di Amerika Serikat dan Eropa, di mana pejabat kesehatan telah memberikan
imunisasi kepada anak-anak selama beberapa dekade.
Namun, hal ini masih umum terjadi di negara berkembang dimana imunisasi
tidak diberikan secara rutin. Difteri dapat diobati dengan obat-obatan. Namun
pada stadium lanjut, difteri dapat merusak jantung, ginjal, dan sistem saraf. Meski
dengan pengobatan, difteri pada anak juga bisa mematikan. Tetapi, saat ini sudah
jarang terjadi karena kampanye dan penggunaan vaksin difteri pada anak-anak
mulai dilakukan secara massal.
2) Jenis Disfteri
Menurut  Boston Children Hospital, terdapat 2 jenis difteri yaitu:
a. Difteri Pernapasan
Difteri pernapasan adalah kondisi dimana bakteri difteri berkembang
biak di tenggorokan.Selaput dapat terbentuk di atas tenggorokan dan amandel,

16
sehingga menyebabkan sakit tenggorokan, sesak napas, dan bahkan
melepaskan racun ke dalam darah, sehingga menyebabkan gagal jantung.
b. Difteri Kulit
Difteri kulit berupa infeksi ringan yang gejalanya biasanya lebih ringan
dari difteri pernapasan. Difteri kulit tampak seperti bintik kuning atau luka
pada kulit.
3) Penyebab difetri pada anak
Difteri pada anak disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium
diphtheriae. Bakteri ini biasanya berkembang biak di atau dekat permukaan
tenggorokan. Mayo Clinic menyebutkan bahwa difteri pada anak dapat menyebar
melalui 2 cara, yaitu:
a. Airbone Droplets
Saat orang yang terinfeksi bersin atau batuk mengeluarkan kabut
tetesan yang terkontaminasi, orang di sekitar dapat menghirup. Terlebih ketika
kondisi ramai, Corynebacterium diphtheriae akan sangat mudah menyebar.
b. Barang Pribadi atau Mainan yang Terjangkiti
Anak-anak terkadang terjangkit difteri karena memegang mainan milik
anak lain atau main bersama anak lain yang terinfeksi. Mainan anak lain di
rumah atau barang-barang lainnya mungkin terkontaminasi bakteri tersebut.
Anak yang telah terinfeksi oleh bakteri difteri dan belum diobati, dapat
menginfeksi orang yang belum mendapatkan vaksin difteri. Ini dapat terjadi
bahkan ketika anak yang sakit atau menularkan tidak menunjukkan gejala apa
pun
c. Gejala difteri pada anak
Difteri bisa disalahartikan sebagai sakit tenggorokan yang parah.
Demam ringan dan kelenjar leher bengkak adalah gejala awal difteri pada
anak. Racun yang disebabkan oleh bakteri dapat menyebabkan lapisan tebal
(selaput) di hidung, tenggorokan, atau saluran napas. Hal ini yang membuat
infeksi difteri berbeda dari infeksi lain yang lebih umum dan juga
menyebabkan sakit tenggorokan, misalnya radang tenggorokan. Lapisan ini
biasanya berwarna abu-abu kabur atau hitam dan dapat menyebabkan
gangguan pernapasan dan kesulitan menelan. Saat infeksi difteri pada anak
berlanjut, seseorang mungkin:
 Mengalami kesulitan bernapas atau menelan
 Mengeluh penglihatan ganda
 Berbicara cadel
 Bahkan menunjukkan tanda-tanda syok (kulit pucat dan dingin, detak
jantung cepat, berkeringat, dan penampilan cemas)

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

17
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru (Irman
Somantri, .68 2009).
a. Data Pasien
Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai
dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal didaerah
dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari kedalam
rumah sangat minim. TB paru pada anak dapat terjadi pada usia berapapun,
namun usia paling umum adalah antara 1-4 ahun. Anak-anak lebih sering
mengalami TB diluar paru-paru (extrapulmonary) disbanding TB paru dengan
perbandingan 3:1. TB diluar paru-paru adalah TB berat yang terutama ditemukan
pada usia<3 tahun. Angka kejadia (pravelensi) TB paru pada usia 5-12 tahun
cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB paru
menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-
paru).
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam: subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul.
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering
sampai dengan atuk purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru-
paru.
4) Keringat malam.
5) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
6) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
7) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian dada
pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang
sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit nampak bayangan hitam dan
diagfragma menonjol keatas.
8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini
muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit
infeksi menular.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur
4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru
5) Daya tahan tubuh yang menurun
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
7) Riwayat putus OAT.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga

18
Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang menderita TB
paru.Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti Hipertensi,
Diabetes Melitus, jantung dan lainnya.
d. Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya
2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.
3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya
4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
e. Riwayat Sosial Ekonomi
1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan
bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah
berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama
dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak
bersemangat dan putus harapan.
Faktor Pendukung:
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan
tidur, kebersihan diri.
3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit
pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk
2) Tanda – Tanda Vital
 Tekanan darah : Normal ( kadang rendah karena kurang istirahat)
 Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat
 Pernafasan : biasanya nafas pasien meningkat (normal : 16-20 ×/menit )
 Suhu : Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari. Suhu mungkin tinggi
atau tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam.
3) Kepala
Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis, konjungtiva
anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak sianosis, mukosa bibir kering, biasanya
adanya pergeseran trakea.
4) Thorak
 Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan
 tarikan dinding dada, biasanya pasien kesulitan saat inspirasi
 Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah
 Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak
 Auskultasi : Biasanya terdapat bronki
5) Abdomen
 Inspeksi : biasanya tampak simetris

19
 Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
 Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
 Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar
6) Ekremitas atas : Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak
ada edema
7) Ekremitas bawah
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada edema

g. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.
2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
3) Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini tampak
gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas
bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru karena TB
paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

h. Pola Kebiasaan Sehari-hari


1) Pola aktivitas dan istirahat
 Subyektif: rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak (nafas pendek),
sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
 Obyektif: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,
lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-41oC)
hilang timbul.
2) Pola Nutrisi
 Subyektif: anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
 Obyektif: turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan lemak sub kutan.
3) Respirasi
 Subyektif: batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada.
 Obyektif: mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,
mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar
bunyi ronkhi basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak nafas, pengembangan pernafasan
tidak simetris (effusi pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
4) Rasa nyaman/nyeri
 Subyektif: nyeri dada meningkat karena batuk berulang
 Obyektif: berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri
bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

20
5) Integritas Ego
 Subyektif: faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada
harapan.
 Obyektif: menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mokus dalam jumlah
berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, sekresi bertahan/sisa sekresi
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-
kapiler
3. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan TB paru adalah
sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan NIC NOC
Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
napas berhubu ngan dengan tindakan keperawatan a. Bersihkan jalan
mokus dalam jumlah diharapakan status nafas
berlebihan, eksudat dalam jalan pernafasan : dengan teknik chin
alveoli, sekresi bertahan/sisa kepatenan lift
sekresi. jalan nafas dengan atau jaw thrust
Definisi : kriteria hasil : sebagai
Ketidakmampuanmembersihkan a. Frekuensi mana mestinya
sekresi pernafasan tidak ada b. Posisikan pasien
atau obstruksi dari deviasi dari kisaran untuk
saluran nafas untuk normal Memaksimalkan
mempertahankan b. Irama pernafasan ventilasi
bersihan jalan nafas tidak ada deviasi c. Identifikasi
Batasan karakteristik : dari kisaran normal kebutuhan
1. Batuk yang tidak efektif c. Kemampuan untuk aktual/potensial
2. Dyspnea mengeluarkan secret pasien
3. Gelisah tidak ada deviasi untuk memasukkan
4. Kesulitan verbalisasi dari kisaran normal alat
5. Penurunan bunyi nafas d. Suara nafas membuka jalan nafas
6. Perubahan frekensi nafas tambahan tidak ada d. Lakukan fisioterapi
7. Perubahan pola nafas e. Dispnea dengan dada sebagai man
8. Sputum dalam jumlah yang aktifitas ringan tidak mestinya
berlebihan ada e. Buang secret dengan
9. Suara nafas tambahan f. Penggunaan otot memotivasi pasien
Faktor yang berhubungan bantu pernafasan untuk melakukan
1. Lingkungan tidak ada batuk
a. Perokok Status pernafasan : atau menyedot
b. Perokok pasif ventilasi dengan kriteria lender
c. Terpajan asap hasil : f. Instruksikan

21
2. Obstruksi jalan nafas a) Frekuensi bagaimana agar bias
a. Adanya jalan nafas buatan pernafasan melakukan batuk
b. Benda asing dalam jalan tidak ada deviasi efektif
nafas dari g. Auskultasi suara
c. Eksudat dalam alveoli kisaran normal nafas
d. Hyperplasia pada dinding b) Irama pernafasan h. Posisikan untuk
bronkus tidak ada deviasi meringankan sesak
e. Mucus berlebihan dari nafas
f. Spasme jalan nafas kisaran normal
3. Fisiologis c) Suara perkusi nafas Monitor pernafasan
a. Disfungsi neuromuskular tidak ada deviasi a. Monitor kecepatan,
b. Infeksi dari irama, kedalaman
kisaran normal dan
d) Kapasitas vital tidak kesulitan bernafas
ada deviasi dari dari b. Catat pergerakan
kisaran normal dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot
bantu pernafasan
dan retraksi otot
c. Monitor suara nafas
tambahan
d. Monitor pola nafas
e. Auskultasi suara
nafas, catat area
dimana terjadi
penurunan atau
tidak adanya
ventilasi dan
keberadaan suara
nafas tambahan
f. Kaji perlunya
penyedotan pada
jalan
nafas dengan
auskultasi
suara nafas ronki di
paru
g. Monitor
kemampuan
batuk efektif pasien
h. Berikan bantuan
terapi nafas jika

22
diperlukan
(misalnya
nebulizer)
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Terapi oksigen
gas berhubungan dengan tindakan keperawatan a. Pertahankan
perubahan membran diharapakan status kepatenan jalan
alveolar-kapiler pernafasan : nafas
Definisi : pertukaran gas dengan b. Siapkan peralatan
Kelebihan atau deficit kriteria hasil : oksigen dan
oksigenasi dan/atau a) Tekanan parsal berikan melalui
eliminasi oksigen di darah system humidifier
karbondioksida pada arteri (PaO2) tidak c. Berikan oksigen
ada deviasi dari tambahan seperti
Batasan karakteristik kisaran normal yang diperintahkan
1. Diaphoresis b) Tekanan parsial d. Monitor aliran
2. Dyspnea karbondioksisa di oksigen
3. Gangguan penglihatan darah arteri e. Monitor efektifitas
4. Gas darah arteri abnormal (PaCO2) terapi oksigen
5. Gelisah tidak ada deviasi f. Amati tanda-tanda
6. Hiperkapnia dari hipoventialsi
7. Hipoksemia kisaran normal induksi
8. Hipoksia c) Saturasi oksigen oksigen
9. pH arteri abnormal tidak ada deviasi g. Konsultasi dengan
10. pola pernafasan abnormal dari tenaga kesehatan
11. sianosis kisaran normal lain mengenai
Factor berhubungan : d) Keseimbangan penggunaan
1. Ketidakseimbangan ventilasi dan h. oksigen tambahan
ventilasi-perfusi perfusi selama kegiatan
2. Perubahan membrane tidak ada deviasi dan
alveolar-kapiler dari atau tidur
kisaran normal
Monitor tanda-tanda
Tanda-tanda vital vital
dengan kriteria hasil : a. Monitor tekanan
a) Suhu tubuh tidak darah, nadi, suhu
ada dan status
deviasi dari kisaran pernafasan dengan
normal tepat
b) Denyut nadi radial b. Monitor tekanan
tidak ada deviasi darah saat pasien
dari berbaring, duduk
kisaran normal dan berdiri sebelum
c) Tingkat pernafasan dan setelah
tidak ada deviasi

23
dari perubahan posisi
kisaran normal c. Monitor dan
d) Irama pernafasan laporkan
tidak ada deviasi tanda dan gejala
dari hipotermia dan
kisaran normal hipertermia
e) Tekanan darah d. Monitor
sistolik keberadaan nadi
tidak ada deviasi dan kualitas nadi
dari e. Monitor irama dan
kisaran normal tekanan jantung
f) Tekanan darah f. Monitor suara
diastolik tidak ada paruparu
deviasi dari kisaran g. Monitor warna
normal kulit,
suhu dan
kelembaban
h. Identifikasi
kemungkinan
i. penyebab
perubahan
tanda-tanda vital

24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan anak dapat memberikan pengalaman yang nyata untuk penulis
dengan menerapkan konsep teoritis pada aplikasinya. Maka dari itu kesenjangan yang
penulis temukan antara teori dengan praktek dilapangan, merupakan suatu keunikan klien
dalam merespon masalah. kesehatan. Pada bab ini penulis menyimpulkan proses asuhan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan,

B. Saran
Perawat dan pihak rumah sakit sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan
dengan pasien perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terhadap acuan terkini
sehingga mampu melakukan asuhan keperawatan secara komperehensif dan optimal pada
pasien tuberkulosis paru dengan gangguan pertukaran gas.

25
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.umm.ac.id/71800/63/BAB%20II.pdf

https://www.kemkes.go.id/folder/view/full-content/structure-faq.html

https://infeksiemerging.kemkes.go.id/uncategorized/bagaimana-cara-mencegah-penularan-
virus-corona

https://www.alodokter.com/kenali-tbc-pada-anak-dan-laksanakan-prosedur-pengobatan-yang-
tepat

https://www.sehatq.com/artikel/gejala-tbc-pada-anak

https://www.orami.co.id/magazine/difteri-pada-anak/

iii

Anda mungkin juga menyukai