Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Legalitas Hadis Sebagai Pedoman Hidup Umat Islam Dan Fungsi Hadis Terhadap
Al Qur’an

Makalah Ini Di Susun Untuk Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi Hadist

DOSEN PENGAMPUH : Dr. Ermawati M.Ag

DI SUSUN OLEH :
ZAHRA TSANIYAH
(215100047)

KELAS : PERBANKAN SYARIAH 2

PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI DATOKARAMA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah ini, dengan judul Legalitas Hadis Sebagai Pedoman
Hidup Umat Islam Dan Fungsi Hadis Terhadap Al Qur’an.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung serta
membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini.
Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah yang telah
kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.

Palu, Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2
A. Hadist Sebagai Pedoman Hidup Umat Manusia............................................................2
1. Legalitas Hadis Rasulullah SAW...............................................................................3
B. Fungsi Al-Hadist Terhadap Al- Qur’an.........................................................................9
BAB III PENUTUP.................................................................................................................18
A. Kesimpulan...................................................................................................................18
B. Saran.............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam hukum Islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah al-Qur`an.

Penetapan hadits sebagai sumber kedua iniditunjukan oleh tiga hal, yaitu al-Qur`an sendiri,

kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Al-Quran menekankan bahwa

RasulullahSAW berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS. 16:44). Karena itu

apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus

diteladani oleh kaum Muslimin. Sejak masa sahabat sampai hari ini para ulama telah

bersepakat dalam penetapan hukum didasarkan juga kepada sunnah Nabi, terutama yang

berkaitan dengan petunjuk operasional.

Lalu seperti apa bentuk legalitas hadis yang sesuai untuk pedoman hidup umas

muslim serta seperti apa fungsi hadis terhadap Al- Qur’an ? akan dibahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Diatas Maka Dapat Di Tarik Rumusan Masalah Berikut :

1. Bagaiamana Bentuk Bukti Legalitas Hadis Rasulullah SAW ?

2. Apa saja Fungsi Hadis Rasulullah SAW Terhadap Al-Qur’an

C. Tujuan
Berdasarkan Rumusan Masalah Diatas Maka Dapat Di Tentukan Tujuan Makalah Ini

Adalah Sebagai Berikut :

1. Mengetahui Bentuk - bentuk Legalitas Al-Hadis.

2. Mengetahui Fungsi Hadis terhadap Al – Qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadist Sebagai Pedoman Hidup Umat Manusia


Sudah terang bahwa Al-Qur’an al-Karim dan hadis Rasulullah SAW merupakan sumber

ajaran Islam sekaligus pedoman hidup setiap muslim yang mesti diperpegangi. Di dalam

khazanah keislaman, al-Qur’an lazim disebut sebagai sumber utama (pertama) dan hadis

sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad

SAW yang membacanya merupakan suatu ibadah (Manna’ Khalil al-Qaththan, 1994:18).

Sedangkan hadis atau biasa juga disebut sunnah adalah segala perkataan, perbuatan dan hal

ihwal yang berhubungan dengan nabi Muhammad SAW (Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib,

1989:108). Dalam kapasitasnya sebagai pedoman hidup umat Islam, antara al-Qur’an dan

hadis tidak dapat dipisahkan karena al-Qur’an sebagai sumber utama dijelaskan oleh hadis,

sehingga hadis disebut sebagai bayan terhadap al-Qur’an surat al-Nahl ayat 44.

Merujuk pada uraian di atas, maka sebagai pedoman hidup, hadis mesti dijadikan imam

atau ikutan dalam kehidupan sehari-hari yang mana kedua-dua sumber tersebut dipatuhi,

diacu dan di laksanakan perintah-perintahnya serta dihentikan larangan-larangannya.

Keberlakuan hadits yang telah memiliki ke legalitasan diperkuat pula dengan kenyataan

bahwa AlQur`an hanya memberikan garisgaris besar dan petunjuk umum yang memerlukan

penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia.

Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima.Di antara

ayat-ayat yang menjadi bukti bahwa hadits merupakan sumber hukum dalam Islam adalah

sebagai berikut: An- Nisa’: 80

2
“Barangsiapa yang mentaati Rosul, maka sesungguhnya dia telah mentaati Alloh…”

Dalam Q.S AnNisa’ 59, Allah berfirman :

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْٓوا اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرس ُْو َل َواُولِى ااْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ۚ ْم فَاِ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم‬
‫ك َخ ْي ٌر‬ َ ِ‫فِ ْي َش ْي ٍء فَ ُر ُّد ْوهُ اِلَى هّٰللا ِ َوال َّرس ُْو ِل اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُ ْو َن بِاهّٰلل ِ َو ْاليَ ْو ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر ٰذل‬
‫ࣖ َّواَحْ َس ُن تَْأ ِو ْياًل‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di

antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembali kanlah

ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)…”

1. Legalitas Hadis Rasulullah SAW

1) Perintah Berimam kepada Hadis Rasulullah SAW

Berimam kepada Hadis Rasulullah SAW artinya menjadikan hadis Rasul sebagai

pedoman dan acuan serta referensi dalam berucap, berbuat dan lainnya atau mengikuti

ajaran yang terkandung di dalamnya.

Perintah berimam kepada hadis Rasulullah SAW dan mengikutinya merupakan

konsekwensi logis dari beriman kepada Rasul. Sebenarnya ada lima kewajiban yang

harus dijalankan seorang muslim terhadap Rasulullah SAW, yaitu; mengimani

Rasulullah SAW, mentaati semua risalah dan sunnahnya, mencintai dan menjadikannya

sebagai figur, senantiasa bershalawat kepadanya dan mencintai keluarga Rasulullah

SAW (Heri Jauhari Mukhtar, 2008: 75).

Di dalam al-Qur’an Allah SWT menetapkan barometer seseorang cinta kepada

Allah SWT ditandai dengan seberapa cintanya ia kepada Rasul atau hadis-hadisnya.

Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 31 yang berbunyi :

‫ُّون هَّللا َ فَاتَّبِعُونِي يُحْ بِ ْب ُك ُم هَّللا ُ َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم َوهَّللا ُ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
َ ‫قُلْ ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ِحب‬

Artinya : Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah


3
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ali Imran : 31).

2) Dalil-dalil Kehujjahan Hadis

Dalil-dalil kehujjahan hadis artinya dalil-dalil atau keterangan atau argumen yang

menegaskan bahwa hadis merupakan sumber ajaran Islam yang wajib diperpegangi. Ada

4 dalil yang menunjukkan bahwa hadis merupakan salah satu sumber syari’at atau ajaran

Islam yang wajib diperpegangi adalah :

a) Iman

Salah satu konsekwensi beriman kepada Nabi Muhammad SAW adalah menerima

segala sesuatu yang datang dari Rasul dalam urusan agama. Allah Swt telah memilih

para Rasul di antara para hamba agar menyampaikan syari’at-Nya kepada umat.

Rasulullah SAW merupakan orang yang dipercaya menyampaikan syari’at Allah

SWT dalam agama, Rasul tidak menyampaikan sesuatu kecuali berdasarkan wahyu.

Konsekwensi tersebut, mewajibkan bertumpu kepada sunnah dan menggunakannya

sebagai hujjah serta percaya penuh kepada pembawa risalah dimaksud yaitu

Rasulullah SAW. Hal ini sejalan firman Allah yang terdapat di dalam surat an-Nisa’

ayat 65 yang berbunyi :

‫ك فِي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم اَل يَ ِج ُدوا فِي‬


َ ‫فَاَل َو َربِّكَ اَل يُْؤ ِمنُونَ َحتَّى ي َُح ِّك ُمو‬
َ َ‫َأ ْنفُ ِس ِه ْم َح َرجًا ِم َّما ق‬.
‫ضيْتَ َويُ َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما‬

Artinya : Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman

hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka

perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati

mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima

4
dengan sepenuhnya. (Q.S. an-Nisa’ : 65).

b) Al-Qur’an al-Karim

Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang menjelaskan kewajiban taat

kepada Rasul SAW, antara lain :

 Firman Allah SWT. dalam surat an-Nisa’ ayat 59 :

‫ُول َوُأولِي اَأْل ْم ِر ِم ْن ُك ْم فَِإ ْن‬


َ ‫ين َءا َمنُوا َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوَأ ِطيعُوا ال َّرس‬
َ ‫يَاَأيُّهَا الَّ ِذ‬
‫از ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّرسُول‬
َ َ‫تَن‬

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan

taatilah Rasul(Nya), dan Uli al-Amri di antara kamu. Kemudian jika

kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia

kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnah).(Q. S. al-Nisa’ : 59)

 Firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 80 :

‫َم ْن ي ُِط ِع ال َّرسُو َل فَقَ ْد َأطَا َع هَّللا َ َو َم ْن ت ََولَّى فَ َما َأرْ َس ْلنَاكَ َعلَ ْي ِه ْم َحفِيظًا‬
Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia

telah mentaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan

itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi

mereka. (Q. S. al-Nisa’ : 80).

 Firman Allah SWT dalam surat al-Hasyr ayat 7 :

َ ‫َو َما َءاتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا َواتَّقُوا هَّللا َ ِإ َّن هَّللا‬
ِ ‫َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬
Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
5
terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka

tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah

sangat keras hukuman-Nya. (Q.S. al-Hasyr : 7).

c) Sunnah atau Hadis

Di dalam hadis atau sunnah banyak ditemukan penjelasan Rasul SAW tentang

kehujjahan hadis-hadisnya. Antara lain sebagai berikut :

 Hadis riwayat Ibnu Majah yang berbunyi :

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬


َ ِ ‫اريَةَ يَقُو ُل قَا َم فِينَا َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ْت ْال ِعرْ ب‬
ِ ‫اض ب َْن َس‬ ُ ‫َس ِمع‬

َ ‫ين ْال َم ْه ِدي‬


‫ِّين َعضُّ وا‬ ِ ‫ َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسنَّتِي َو ُسنَّ ِة ْال ُخلَفَا ِء الر‬: ‫َو َسلَّ َم‬
َ ‫َّاش ِد‬
ِ ‫َعلَ ْيهَا بِالنَّ َو‬
)‫اج ِذ (رواه إبن ماجه‬
Artinya : aku mendengar 'Irbadl bin Sariyah berkata; "Pada

suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri di tengah-

tengah kami, Beliau bersabda: hendaklah kalian berpegang teguh

dengan sunnahku dan sunnah para khulafah ar-rasyidin yang

mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham. (H.

R. Ibnu Majah)

 Hadis riwayat Imam Malik yang berbunyi :

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


َ ِ ‫ُول هَّللا‬ َ ‫و َح َّدثَنِي َع ْن َمالِك َأنَّهُ بَلَ َغهُ َأ َّن َرس‬
ِ ‫اب هَّللا‬ ِ َ‫ت فِي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬
َ َ‫ضلُّوا َما تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت‬ ُ ‫قَا َل تَ َر ْك‬
‫َو ُسنَّةَ نَبِيِّه )رواه مالك‬
6
Artinya : Telah menceritakan kepadaku dari Malik telah

sampai kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam

bersabda: "Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang

kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan

keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. (H. R. Imam Malik)

 Hadis riwayat Ibnu Majah yang berbunyi :

)‫صى هَّللا َ ( إبن ماجه‬ َ ‫َم ْن َأطَا َعنِي فَقَ ْد َأطَا َع هَّللا َ َو َم ْن َع‬
َ ‫صانِي فَقَ ْد َع‬
Artinya : "Barang siapa yang mentaatiku berarti ia taat

kepada Allah, dan siapa yang membangkang kepadaku maka ia

telah membangkang pada Allah. (H. R. Ibnu Majah).

d) Ijma’

Para sahabat telah sepakat menetapkan kewajiban mengikuti hadis, baik pada

masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat. Di waktu hidup Rasulullah,

para shahabat semua konsekuen melaksanakan hukum-hukum Rasulullah, mematuhi

peraturan-peraturan dan meninggalkan larangan-larangannya. Apa yang diwahyukan

kepada Rasul Saw mengandung hidayah dan kebaikan bagi para pengikutnya serta jalan

keselamatan mereka di dunia dan akhirat. Karena semua itulah, kaum muslimin

berpegang teguh serta mengamalkan sunnah Nabawiyah tersebut.

Dijelaskan juga bahwa Abu Bakar berkata: “Sunnah itu adalah tali Allah yang

kuat”, sementara Syaikhul Islam Ibnu Taymiah berkata:” Sesungguhnya Sunnah itu

adalah syari’at, yakni apa-apa yang disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya dari agama.

(Yazid Abdul Qadir Jawas, 1993:71)”

3) Strategi Berimam Kepada al- Hadis

7
 Berimam kepada Hadis Rasul yang shahih dan Hasan

Hadis shahih adalah hadis yang telah diakui dan disepakati kebenarannya oleh

para ahli hadis sebagai sesuatu yang datang dari Rasulullah SAW. Sedangkan hadis

hasan dipahami hampir setara dengan hadis shahih, namun yang membedakannya adalah

tingkat kedhabithan para periwayat yang meriwayatkan hadis tersebut.

Dari statemen di atas dipahami bahwa hadis shahih dan hadis hasan adalah

termasuk kategori hadis yang dapat diterima dan dijadikan pedoman, ikutan serta sumber

hukum. Disebutkan juga bahwa hadis-hadis Rasul dalam kelompok ini dinamakan hadis

maqbul sedangkan di luar dua kelompok ini dinamakan hadis mardud atau hadis yang

ditolak dan tidak dikuti atau dijadikan imam, (Ramli Abdul Wahid, 2003:17).

 Berimam kepada Sebahagian Hadis Rasul yang Dha’if

Ulama hadits telah sepakat bahwa tidak boleh mengamalkan hadis dhaif dalam

bidang hukum/menentukan hukum. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang

mempergunakannya dalam bidang-bidang lain.

Kupas tuntas tentang hukum berimam atau beramal dengan menggunakan hadis

dha’if memunculkan tiga kelompok ulama yang berkomentar tentang ini, satu kelompok

menyatakan boleh berimam dan beramal dengan hadis dha’if secara mutlak dengan tiga

syarat. Kelompok ini diwakili oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan pengikutnya Abu

Daud. Menurut Imam Ahmad; hadis dha’if dalam pandangan kami lebih baik dari pada

pendapat seseorang (ra’yu), (Fawwaz Ahmad Zamraliy, 1995:38).

Dari uraian di atas, jelas terlihat bahwa dalam khazanah keislaman ditemukan

tiga pola atau strategi seorang muslim berimam kepada al-Qur’an; ada yang berimam

8
secara totalitas kepada al-Qur’an dan hadis ada yang berimam kepada hadis shahih dan

hasan saja dan ada pula yang berimam kepada sebahagian hadis dha’if.

B. Fungsi Al-Hadist Terhadap Al- Qur’an


Fungsi al-Hadits terhadap alQur`an yang paling pokok adalah sebagai bayân, sebagaimana

ditandaskan dalam ayat:

“ k e t e r a n g a n - k e t e r a n g a n (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan

kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah

diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,. (Qs.16:44)”.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa Rasul SAW bertugas memberikan penjelasan

tentang kitab Allah. Penjelasan Rasul itulah yang dikategorikan kepada alhadîts. Umat

manusia tidak akan bisa memahami al-Qur`ân tanpa melalui al-hadîts tersebut. AlQur`ân

bersifat kullydan ‘am, maka yang juz’iy dan rinci adalah alhadîts.

Imam Ahmad menandaskan bahwa seseorang tidak mungkin bisa memahami al-

Qur`ân secara keseluruhan tanpa melalui al-hadîts. Imam Al-Syatibi jugaberpendapat bahwa

kita tidak akan bisa mengistinbath atau mengambil kesim pulan dari hukum al-Qur`ân tanpa

melalui al-hadîts. Dengan demikian jelaslah fungsi al-hadîts terhadap al-Qur`ân itu cukup

penting, yaitu sebagai bayân atau penjelas.

Fungsi al-Hadits terhadap alQur`ân sebagai bayân itu difahami oleh ulama dengan

berbagai pemahaman, antara lain sebagai berikut:

a. Bayan Taqrir Bayân taqrir ialah al-Hadits yang berfungsi menetapkan, memantapkan,

dan mengokohkan apa yang telah ditetapkan alQur`ân, sehingga maknanya tidak

perlu dipertanyakan lagi. Ayat yang ditaqrir oleh al-Hadits tentu saja yang sudah jelas

9
maknanya hanya memerlukan penegasan supaya jangan sampai kaum muslimin salah

menyim-pulkan. Contoh: Firman Allah SWT:

ِ ‫ه ص ْ ُم ُ َ ي فَ ْل َ الش ْهر َ م ك ُ ُ َم َن‬


َ‫ش َهد ِ منْ ف‬
Barangsiapa yang menyaksikan bulan ramadlan maka hendaklah shaum.

(Qs.2:185) Ditegaskan oleh Rasulullah SAW:

Shaumlah kalian karena melihat tanda awal bulan ramadlan dan berbukalah kalian

karena melihat tanda awal bulan syawal. Hr. Muslim.1

Hadits di atas dikatakan bayân taqrîr terhadap ayat al-Qur`ân, karena maknanya sama

dengan alQur`ân, hanya lebih tegas ditinjau dari bahasanya maupun hukumnya.

b. Bayan Tafsir

Bayân tafsir berarti menjelaskan yang maknanya samar, merinci ayat yang maknanya

global atau mengkhususkan ayat yang maknanya umum. Sunnah yang berfungsi

bayân tafsir tersebut terdiri dari (1) tafshîlal-mujmal, (2) tabyîn al-musytarak, (3)

takhshish al-’âm.

1) tafshîl- al-mujmal,

Hadits yang berfungsi tafshîl- almujmal, ialah yang merinci ayat al-Qur`ân yang

maknanya masih global.

Contoh:

1
Shahih Muslim, II,762
1
0
o Tidak kurang enam puluh tujuh ayat al-Qur`ân yang langsung memerintah

shalat, tapi tidak dirinci bagaimana operasionalnya, berapa raka’at yang harus

dilakukan, serta apa yang harus dibaca pada setiap gerakan. Rasulullah SAW

dengan sunnahnya memperagakan shalat secara rinci, hingga beliau bersabda:

“Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku sedang shalat. HR. Jama’ah6

o Ayat-ayat tentang zakat, shaum, haji pun demikian memerlukan rincian

pelaksanaannya. Ayat haji umpamanya menandaskan:

“Sempurnakanlah ibadah haji dan ibadah umrahmu karena Allah”.(Qs.2:196)

Rinciannya ialah pelaksanaan Rasulullah dalam ibadah haji wada’ dan beliau

bersabda:

“Ambilah dariku manasik hajimu. Hr. Ahmad, al-Nasa`I, dan al-Bayhaqi”.2

c. Tabyîn al-Musytarak

Tabyîn al-Musytarak ialah menjelas kan ayat al-Qur`ân yang mengandung kata

bermakna ganda.
2
Musnad Ahmad, III,318. Sunan alNasa`i, II,245. Sunan al-Bayhaqi, V, 125.
1
1
Contoh:

Firman Allah SWT ;

“Wanita yang dicerai hendaklah menunggu masa iddah selama tiga quru”. (Qs.2:228)

Perkataan ٍ ُ‫ُ وء قر‬Quru adalah bentuk jama dari ٍ ْ‫َ ء قر‬Qar’in. Dalam bahasa Arab

antara satu suku bangsa dengan yang lain ada perbedaan pengertian Qar’in. Ada yang

mengartikan suci ada pula yang mengarti-kan masa haidl. Mana yang paling tepat

perlu ada penjelasan. Rasul SAW bersabda:

Thalaq hamba sahaya ada dua dan iddahnya dua kali haidl. Hr. Abu dawud, al-

Turmudzi, dan al Daruquthni.3

Dalam ketentuan hukum, hamba sahaya itu berlaku setengah dari orang merdeka.

Jika hadits ini menetapkan dua kali haidl, maka me nurut sebagian pendapat, َ‫ضتَ ِ ان‬

kataan per ْ ‫َ حي‬haidlatâni itu me rupa kan penjelas dari Qar`in yang musytarak, se

hingga kesimpulannya bahwa wanita yang dicerai itu iddahnya tiga kali haid.

d. Takhshish Al-’am

3
Sunan Abi dawud, II,257. Sunan alTurmudzi, III,488. Sunan al-Daruquthni, IV, 39.
1
2
Takhshîsh al-’âm ialah sunnah yang mengkhususkan atau mengecualikan ayat yang

bermakna umum.

Contoh:

1) Firman Allah SWT:

“Diharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi”. (Qs.5:3)

Dalam ayat ini tidak ada kecuali, semua bangkai dan darah diharamkan untuk

dimakan. Sunnah Rasulullah SAW mentakhshish atau mengecualikan darah dan

bangkai tertentu. Sabda Rasululah saw:

“Telah dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Yang

dimaksud dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai belalang,

sedangkan yang dimaksud dua macam darah adalah ati dan limpa”. (Hadits

Riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan al-Bayhaqi.9

2) Firman Allah SWT:

1
3
“Allah mewasiatkan bahwa hak anakmu laki-laki adalah dua kali hak anakmu

yang perempuan”. Qs.4:11

Dalam ayat ini tanpa kecuali atau berlaku umum bahwa semua anak mendapat

warisan. Sedangkan keberlakuan hukum tersebut hanya untuk anak yang

agamanya sama muslim. Sunnah Rasul memberikan takhshish atau pengcualian

dengan sabdanya:

“Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir dan yang kafir tidak mewarisi

seorang muslim. Hr. alBukhari dan Muslim”.4

e. Bayan Tabdila

Bayân Tabdîl ialah mengganti hukum yang telah lewat keberlakuannya. Dalam istilah

lain dikenal dengan nama nâsih wa al- mansûh. Banyak ulama yang berbeda

pendapat tentang keberadaan hadits atau sunnah men-tabdil al-Qur`ân. Namun pada

dasarnya bukan berbeda dalam menyimpulkan hukum, melainkan hanya terletak pada

penetapan istilahnya saja.

4
Shahih al-Bukhari, VI, 2484, Shahih Muslim, III, 1233.
1
4
Contoh sunnah yang dianggap Bayân Tabdîl oleh pen dapat yang mengakuinya ialah

dalam bab zakat pertanian. Dalam ayat alQur`ân tidak diterangkan batasan nisab

zakat melainkan segala penghasilan wajib dikeluarkan zakatnya. Sedangkan dalam

sunnah Rasul ditandaskan:

“Tidak ada kewajiban zakat dari hasil pertanian yang kurang dari lima wasak” .Hr.

al-Bukhari dan Muslim.5

Imam Malik berpendirian bahwa fungsi sunnah terhadap alqur’an adalah sebagai

1) bayân taqrir,

2) bayân tawdlîh,

3) bayân tafshîl,

4) bayân tabsîth,

5) bayân tasyrî’.

Bayân taqrîr telah dijelaskan pada uraian di atas. Bayân taudlîh, bayân tafshîl

telah tercakup pembahasannya pada bayân tafsîr. Yang perlu dijelaskan adalah

bayân tabsîthdan bayân tasyrî.

Sunnah yang berfungsi sebagai bayân tabsith ter-hadap al-Qur`ân adalah sunnah yang

menguraikan ayat al-Qur`ân yang ringkas yang memerlukan pen-jelasan secara terurai.

Contohnya kisah-kisah dalam al-Qur`ân yang ringkas diuraikan oleh sunnah rasul secara

gamblang dan terurai seperti isra mi’raj.

5
ibid, II,673.
1
5
Imam Syafi’i berpendirian bahwa fungsi as-Sunnah terhadap alQur`ân itu adalah

sebagai (1) bayân tafshil atau perinci ayat yang mujmal, (2) bayân takhshish atau

pengkhusus yang yang bersifat umum, (3) bayân ta’yien yaitu menetapkan makna yang

dimaksud dari suatu ayat yang memungkinkan memiliki beberapa makna seperti

menjelaskan yang musytarak, (4) bayân tasyri’ yaitu sunnah yang berfungsi tambahan

hukum yang tidak tercantum dalam al-Qur`ân. Contohnya: dalam alQur`ân telah ditetapkan

bahwa yang haram dimakan itu hanyalah bangkai, darah, daging babi dan yang disembelih

bukan karena Allah (Qs.6:145). Sedangkan dalam beberapa riwayat sunnah diterangkan

bahwa Rasul melarang memakan binatang buas, yang berbelalai, burung menyambar, dan

yang hidup di air dan di darat, (5) bayân nasakh, yaitu mengganti hukum yang tidak berlaku

lagi seperti diuraikan pada bayân tabdil.

Ibnul-Qayim berpendapat bahwa fungsi as-Sunnah terhadap alQur`ân adalah sebagai

(1)bayân ta’kid atau penguat seperti bayân taqrir yang telah dijelaskan di atas (2) bayân

tafsir, (3) bayân tasyri’, (4) bayân takhshish, dan (5) bayân taqyied, yaitu menentukan

sesuatu yang dalam ayat bisa bermakna mutlak, seperti seruan Allah tentang kewajiban

shalat secara mutlak berlaku pada siapa pun. Sedangkan sunnah mentaqyid wanita yang

sedang haidl dari yang mutlak tersebut. Wanita yang haidl tidak diwajibkan shalat dan tidak

diwajibkan mengganti.

Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas, tampaklah betapa pentingnya

sunnah terhadap al-Qur`ân, terutama memberikan kemudahan bagi kaum muslimin untuk

memahami isi al-Qur`ân. Jika Rasulullah SAW tidak memberikan penjelasan tentang ayat al-

Qur`ân, tentu saja akan menimbulkan berbagai kendala dan kesulitan dalam melaksanakan

al-Qur`ân. Itulah mungkin salah satu makna dari fungsi Rasul sebagai rahmat bagi mu’minin

bahkan bagi alam semesta.

1
6
1
7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas hadist Rasulullah SAW telah terbukti legalitasnya, Karena dalam al-Qur’an

terdapat ayat-ayat yang memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk taat secara mutlak

kepada apa yang diperintahkan dan dilarang Rasulullah Saw, serta mengancam orang yang

menyelisihinya. Fungsi hadist terhadap al-Quran adalah sebagai bayan dan muhaqiq (penjelas

dan penguat) bagi al-Quran. Karena hukum merupakan produk hadits yang tidak ditunjukan

oleh al-Qur’an secara langsung.Oleh karena itu, hadits berperan sebagai penjelas dan penguatan

Qur’an seperti larangan-larangan secara tidak langsung antara lain memadu perempuan dengan

bibinya dari pihak ibu, haram memakai cincin emas, dan kain sutra bagi laki-laki.

B. Saran
Krirtik serta saran yang membangun saya harapkan dari semua pihak demi

kesempurnaan makalah saya dikemudian hari, Terima kasih.

1
8
DAFTAR PUSTAKA

Hamdani Khairul Fikri “Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur`An”, Volume 12, No. 2, Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Mataram, Juni 2015

https://www.scribd.com/document/391482882/Al-Qur-an-Dan-Hadis-Sebagai-Pedoman-

Hidup

1
9

Anda mungkin juga menyukai