Anda di halaman 1dari 26

JUDUL

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER Maret 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TRAUMA HEPAR

Disusun Oleh :
Muhammad Syukur
111 2020 2155

Pembimbing:
dr. Raden Selma, Sp. Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
HALAMAN PEGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muhammad Syukur

NIM : 111 2020 2155

Judul : Trauma Hepar

Telah menyelesaikan Referat dan telah disetujui serta telah

dibacakan di hadapan Dokter Pendidik Klinik dalam rangka

kepaniteraan klinik pada Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Maret 2022


Menyetujui,
Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

dr. Raden Selma, Sp. Rad Muhammad Syukur


KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis mampu menyelesaikan referat yang berjudul “Trauma Hepar”

dalam rangka menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik Bagian Ilmu

Radiologi. Sholawat serta salam kita panjatkan kepada Nabi Muhammad

Sallallahu ‘alaihi wasallam, yang telah membawa kedamaian dan rahmat

bagi semesta alam ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak, rekan sejawat, dan terutama dr. Raden Selma, Sp.

Rad yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing sehingga

referat ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih jauh

dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat membuka diri

terhadap masukan dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga

referat ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Wassalaamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh .

Makassar, Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL .................................................................................................................................. 1
HALAMAN PEGESAHAN....................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR............................................................................................................... 3
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 4
BAB I .................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 6
2.1 Anatomi Hepar .......................................................................................................... 6
2.1 Trauma Hepatis ......................................................................................................... 8
2.1.1 Definisi ............................................................................................................... 8
2.1.2. Klasifikasi ........................................................................................................... 8
2.1.3.Diagnosis .......................................................................................................... 10
2.1.4. Tatalaksana ......................................................................................................... 15
2.1.5. Prognosis ............................................................................................................. 24
BAB III ................................................................................................................................ 25
KESIMPULAN ..................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 26
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hati orang dewasa beratnya sekitar 1500 gram yang terletak di

kuadran kanan atas perut, tepat di bawah diafragma. Hati adalah organ

intra abdomen yang paling sering cedera dan telah ditemukan pada 30%

pasien yang menjalani laparotomi untuk trauma tembus dan pada 15 –

20% laparotomi untuk trauma tumpul. Trauma hati dapat dikategorikan

secara luas sebagai akibat dari mekanisme trauma tumpul dimana

perilaku kekerasan dan kecelakaan lalu lintas merupakan kasus

tersering.1

Hati merupakan organ vascular yang terbuat dari pembuluh darah

besar berdinding tipis dengan aliran darah tinggi. Pada trauma hepar

berat, perdarahan merupakan komplikasi yang umum dan perdarahan

yang tidak terkontrol biasanya berakibat fatal. Faktanya, pada pasien

dengan trauma abdomen yang parah, cedera hati adalah penyebab utama

kematian.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hepar

Hati memiliki permukaan superior berbentuk kubah mengikuti kontur

diafragma, memanjang ke anterior ke tepi inferior hati. Penanda

permukaan utama adalah alur sagital yang berisi ligamentum teres

(sebelumnya vena umbilikalis) di dalam ligamentum falciformis. Ciri utama

dari permukaan inferior atau visceral adalah porta hepatis atau hilum,

depresi sentral yang menyampaikan vena portal, arteri hepatika dan

saluran empedu komunis. Fossa kandung empedu diposisikan di anterior

hilus dengan permukaan kuadrat di kiri. Di posterior, lobus kaudatus

memisahkan porta dari vena kava inferior (IVC). Beberapa impresi

permukaan dangkal berhubungan dengan organ yang berdekatan, seperti

ginjal kanan. Volume hati normal, yang diperoleh dari studi post-mortem

tentang berat hati, berkisar antara 1 sampai 2,5 kg dan bervariasi menurut

jenis kelamin, usia dan massa tubuh.3

Pembuluh darah hati menunjukkan bidang utama kraniokaudal

internal (membagi hati kiri dan kanan) biasanya tidak divisualisasikan

pada teknik pencitraan. Bidang utama n oleh tiga penanda utama: alur

IVC, vena hati tengah, dan fossa kandung empedu. Hati dibagi lagi

menjadi segmen-segmen Couinaud berdasarkan pada suplai vaskular.

Lobus kaudatus atau segmen I memiliki suplai darah otonom dari cabang
kiri dan kanan vena portal dan arteri hepatika bersama dengan drainase

vena independen langsung ke IVC.3

Gambar 1. Anatomi Hati Segmental Menurut Couinaud Nomenclature.

Tampilan miring anterior kiri dan kanan (A dan B).

Parenkim hati memiliki struktur lobular, setiap lobus terdiri dari vena

drainase sentral yang dikelilingi oleh sinusoid yang dibatasi secara perifer

oleh saluran portal, 'triad' cabang yang berdekatan dari saluran empedu,

vena portal, dan arteri hepatik. Pada tingkat sel, hati terutama terdiri dari

hepatosit, sel bintang dan sel Kupffer, bagian dari RES. Hati menerima

sekitar dua pertiga suplai darahnya dari vena portal dan sepertiga dari

arteri hepatik. Darah mengalir melalui vena hepatik ke IVC. Selama

makan, volume aliran darah mesenterika bisa berlipat ganda,

meningkatkan volume aliran vena portal. Perbedaan tekanan antara


pengukuran pada vena hati yang terjepit (tersumbat) dan IVC (tekanan

sinusoidal yang dikoreksi) biasanya antara 4 dan 8 mmHg.3

2.1 Trauma Hepatis

2.1.1 Definisi

Trauma hati adalah penyebab utama kematian pada orang berusia

1 – 44 tahun dengan perdarahan menjadi penyebab utama kematian yang

dapat dicegah, terhitung 30 – 40% dari kematian. Hati adalah organ utama

yang terkena trauma abdomen akut pada 35 – 45% kasus, terutama

karena lokasinya yang rentan dan berada di superfisial hipokondrium

kanan serta organ yang paling sering terluka pada pasien yang menderita

trauma tumpul abdomen.4

2.1.2. Klasifikasi

Sebagian besar pusat trauma memiliki protokol standar untuk

resusitasi awal, evaluasi diagnostik, dan manajemen pasien trauma.

Protokol trauma sebagian besar didasarkan pada program Advanced

Trauma Life Support (ATLS), yang didirikan oleh American College of

Surgeons Committee on Trauma.5

Klasifikasi WSES membagi cedera hati menjadi empat kelas

dengan mempertimbangkan klasifikasi AAST – OIS dan status

hemodinamik.6
WSES Grade AAST Hemodinamik

Minor WSES Grade I I – II Stabil

Moderate WSES Grade II III Stabil

Severe WSES Grade III IV – V Stabil

WSES Grade IV I – VI Tidak stabil

Tabel 1. Klasifikasi trauma hati menurut WSES6

Klasifikasi Tingkat Kriteria Pencitraan (Temuan CT)

AAST Keparahan

I 2 hematoma subkapsular <10% luas permukaan

laserasi parenkim <1 cm kedalaman

II 2 hematoma subkapsular 10 - 50% luas

permukaan; hematoma intraparenkim dengan

diameter <10 cm

laserasi kedalaman 1 - 3 cm dan panjang <10 cm

III 3 hematoma subkapsular > 50% luas permukaan;

hematoma subkapsular atau parenkim yang

pecah

laserasi intraparenkim >10 cm

laserasi kedalaman >3 cm

setiap cedera dengan adanya cedera pembuluh

darah hati atau perdarahan aktif yang terkandung

dalam parenkim hati


IV 4 gangguan parenkim yang melibatkan 25 - 75%

lobus hati

perdarahan aktif meluas di luar parenkim hati ke

peritoneum

V 5 gangguan parenkim >75% lobus hepatik

cedera vena jukstahepatik termasuk vena kava

retrohepatik dan vena hepatik utama sentral

Tabel 2. Klasifikasi trauma hati menurut AAST6

Gambar 16. Grade trauma hati7

2.1.3.Diagnosis

A. USG

Saat ini, pemeriksaan pelengkap yang paling berguna dalam diagnosis

trauma hati adalah USG abdomen dan computed tomography (CT)

dengan kontras intravena. Ultrasonografi abdomen merupakan


pemeriksaan radiologis awal dengan sensitivitas 82 – 88% dan spesifisitas

99% untuk mendeteksi cedera intra – abdomen, meskipun harus

diperhitungkan keakuratannya tergantung pada pengalaman pemeriksa.

Gambar 22. Ruptur hati dengan minimal hemoperitneum

Gambar 23. Ruptur hati Intracapsular

B. CT – Scan

Computed tomography adalah teknik yang paling sensitif dan spesifik

untuk menentukan tingkat dan keparahan trauma hati serta pemeriksaan

radiologis yang memberi kita informasi lebih lanjut tentang pasien

polytrauma karena hasil gambar yang sangat baik dari tengkorak dada,
perut dan panggul, struktur tulang, lemak dan jaringan lunak. Kehadiran

teknologi heliks telah meningkatkan resolusi, mengurangi durasi

pemeriksaan dan memungkinkan gambaran tiga dimensi yang sangat

berguna jika ada keterlibatan vaskular.2

Gambar 17. Grade I trauma hati (hematoma subkapsular <10% luas permukaan laserasi
parenkim <1 cm kedalaman)7

Gambar 18. Grade II trauma hati (hematoma subkapsular 10 - 50% luas permukaan;
hematoma intraparenkim dengan diameter <10 cm
laserasi kedalaman 1 - 3 cm dan panjang <10 cm)7
Gambar 19. Grade III trauma hati (hematoma subkapsular > 50% luas permukaan;
hematoma subkapsular atau parenkim yang terkandung dalam parenkim hati)7

Gambar 20. Grade IV trauma hati (gangguan parenkim yang melibatkan 25 - 75% lobus
hati; perdarahan aktif meluas di luar parenkim hati ke peritoneum) 7
Gambar 21. Grade V trauma hati (gangguan parenkim >75% lobus hepatik
cedera vena jukstahepatik termasuk vena kava retrohepatik dan vena hepatic utama
sentral)7

Pada pasien dengan ketidak stabilan hemodinamik, Focused

Assessment with Sonography for Trauma (FAST) adalah pemeriksaan

pilihan karena sensibilitasnya untuk mendeteksi cairan bebas di perut dan

dapat dilakukan lebih cepat dari pada CT sebagai pemeriksaan awal. Ini

menunjukkan beberapa kemungkinan perubahan pada CT abdomen pada

pasien dengan trauma hati.4

Gambar 2. Laserasi hepatik hemoragik (A) di lobus hepar dekstra dan (B) dekat hilus.
Area hipodens dari garis yang bersentuhan dengan kapsul (panah). terdapat cairan
bebas (tanda bintang).
Gambar 3. Ekstensi ke vena cava inferior. Terdapat terminasi hepatik yang luas dengan
perluasan ke vena cava inferior (panah) yang tampak bebas dari cairan perihepatik dan
perdarahan aktif (tanda bintang).

Gambar 4. Pendarahan aktif. Kebocoran kontras (panah) diamati pada pasien dengan
trauma hati yang parah. Cairan perihepatik terkait (hemoperitoneum). Infark limpa (*).

2.1.4. Tatalaksana

2.1.4.1. Non operative management (NOM)

Sekitar 80% trauma tumpul hepar diobati secara nonoperatif. NOM

juga merupakan pengobatan pilihan untuk pasien stabil dengan luka tusuk

dan tembak. Kriteria yang paling penting untuk NOM adalah stabilitas

hemodinamik dan tidak adanya infeksii peritoneal. NOM dapat digunakan


pada semua pasien dengan hemodinamik stabil tanpa memandang grade

atau volume hemoperitoneum. NOM membutuhkan pemantauan pasien

yang ketat, kemampuan untuk akses cepat ke evaluasi radiologi dan

dukungan infrastruktur rumah sakit yang memadai jika diperlukan

laparotomi darurat. Pasien dipantau dengan hematokrit serial dan

pemeriksaan abdomen rutin di ICU. Kegagalan NOM tidak secara

otomatis berarti bahwa pasien harus menjalani pembedahan, karena

terapi angiografi dapat menjadi alternatif yang efektif.2

Gambar 5. Gambar CT potongan koronal (a) menunjukkan laserasi hati derajat 4. (b)
Angiografi berikutnya menunjukkan tidak ada ekstravasasi kontras aktif. Pasien kedua
dengan laserasi derajat 4 pada gambar CT potongan aksial (c) dan pasien ketiga dengan
perdarahan intraparenkim pada gambar CT potongan aksial (d) juga memiliki angiogram
hati negatif. Semua pasien dikelola secara nonoperatif.
2.1.4.2. Manajemen Angiografi

Evaluasi angiografik dengan embolisasi adalah pengobatan pilihan

pada pasien yang hemodinamiknya stabil tetapi dengan bukti pencitraan

ekstravasasi aktif, pseudoaneurisma, atau fistula Arterio

venosa/arterioportal. Ini juga bisa menjadi pilihan pengobatan pada pasien

dengan ketidakstabilan hemodinamik meskipun intervensi operasi dan

kecurigaan yang tinggi untuk perdarahan arteri hepatik. Pendarahan aktif

dapat dideteksi baik pada CT angiografi (deteksi "blush") atau dengan

penurunan pengukuran hematokrit serial. Cedera tingkat III dan IV lebih

mungkin untuk menjalani evaluasi angiografi awal, dengan tingkat

keberhasilan hampir 83%. Protokol embolisasi arteri menggunakan sistem

mikrokateter dan teknik embolisasi subselektif. Kegagalan atau

ketidakmampuan untuk melakukan embolisasi intra-arteri pada

perdarahan aktif mungkin memerlukan OM segera.2


Gambar 6. Gambar CT potongan koronal (a) dan potongan aksial (b) menunjukkan
laserasi segmen 5 grade 2 dan pseudoaneurisma kecil (panah). Digital subtraction
angiography (DSA—gambar c) nampak pseudoaneurisma (panah). Embolisasi gelatin
dilakukan. Gambar DSA berikutnya (d) menunjukkan pseudoaneurisma

2.1.4.3. Manajemen Operasi

Ketidakstabilan hemodinamik merupakan indikator penting untuk

OM mendesak. Pasien dapat pergi ke ruang operasi baik langsung dari

ruang trauma, kegagalan NOM, stabilisasi angiografik, kegagalan untuk

perbaikan bedah definitif. Penatalaksanaan laparotomi emergency

meliputi pertama mengontrol perdarahan, dan kemudian mengontrol

kontaminasi gastrointestinal dengan membungkus perut dan melokalisasi


cedera. Untuk meminimalkan perdarahan, hati dapat dikompresi secara

manual, porta hepatis dapat diklem menggunakan manuver Pringle.

Pasien yang mengalami perdarahan yang tidak terkontrol biasanya

memiliki cedera derajat V dan mengalami resiko kematian yang tinggi.

Cedera yang lebih destruktif mungkin memerlukan ligasi selektif dari arteri

hepatik. Angiografi dengan embolisasi dapat digunakan untuk pasien

selektif dan merupakan pengobatan tambahan untuk pasien dengan

laparotomi kontrol kerusakan awal. Pada pasien yang tidak menjalani

kontrol kerusakan, teknik hemostatik lain juga dapat diterapkan

berdasarkan jenis cedera. Cedera parenkim dapat diaproksimasi ulang

dengan menggunakan jahitan hepatoraphy. Agen hemostatik juga dapat

ditempatkan pada parenkim yang rusak untuk mempertahankan

hemostasis.2

Gambar 7. Gambar CT potongan aksial (a) dan potongan koronal (b) menunjukkan
perdarahan intraparenkim dalam lobus hati kanan. terdapat ekstravasasi kontras dan
pseudoaneurisma (panah). DSA berikutnya (c) mengidentifikasi pseudoaneurisma
(panah). Setelah embolisasi gelatin selektif, DSA (d) menunjukkan gambaran
pseudoaneurisma.
Gambar 8. Gambar CT potongan aksial (a) dan potongan koronal (b) menunjukkan
laserasi hati grade V. Gambar DSA (c) menunjukkan beberapa perdarahan kecil di lobus
hati kanan (panah). Embolisasi gelatin nonselektif pada arteri hepatik kanan dilakukan.
Gambar DSA berikutnya (d) menunjukkan gambaran perdarahan kecil.

Gambar 9. Gambar CT potongan aksial (a) menunjukkan laserasi grade V di lobus hati
kanan dengan perfusi yang buruk dan fokus hemoragik kecil (panah). DSA berikutnya
dari arteri hepatik kanan (b) dan segmen posterior arteri hepatik kanan (c)
memperlihatkan beberapa perdarahan mikro (panah). Setelah embolisasi gelatin, DSA
arteri hepatik kanan (d) menunjukkan gambaran perdarahan mikro.
Gambar 10. Gambar CT potongan aksial (a) dan potongan koronal (b) pada fase arteri
menunjukkan laserasi hati grade V dengan perdarahan parenkim, hematoma
subkapsular, dan perdarahan peritoneal. Pseudoaneurisma kecil dan ekstravasasi aktif
terlihat dalam perdarahan parenkim (panah). DSA (c) mengkonfirmasi pseudoaneurisma
(panah). Gambar DSA berikutnya (d) menunjukkan gambaran pseudoaneurisma.

Gambar 11. Pasien dipindahkan tanpa pemeriksaan radiologi yang tersedia pada saat
angiografi. DSA arteri hepatik kiri (a) dan arteri hepatik segmen 2 yang lebih selektif (b)
menunjukkan pseudoaneurisma arteri hepatik kiri kecil (panah kuning) dan fistula arteri-
portal vena hepatik kiri (panah biru). DSA berikutnya dari arteri hepatik kiri (d)
menunjukkan resolusi pseudoaneurisma dan fistula arterioportal
Gambar 12. Gambar CT potongan aksial (a) dan potongan koronal (b) menunjukkan
laserasi hati grade V. DSA dari arteri hepatik kanan (RHA) segmen anterior menunjukkan
pseudoaneurisma kecil (panah kuning) dan parenchymal blush (panah biru). Embolisasi
selektif dari segmen anterior RHA dilakukan dengan perekat N-butil cyanoacrylate (n-
BCA). Gambar DSA berikutnya (d) menunjukkan gambaran pseudoaneurisma dan
dugaan perdarahan parenkim.

Gambar 13. Pasien mengalami embolisasi arteri hepatic. Gambar CT aksial (a)
menunjukkan laserasi hati grade V dengan fokus ekstravasasi kontras aktif (panah). DSA
dari arteri hepatik (b) dan segmen anterior arteri hepatik kanan (c) mengkonfirmasi
ekstravasasi kontras aktif. Embolisasi selektif dilakukan dengan menggunakan perekat
N-BCA. Gambar DSA (d) pasca embolisasi arteri hepatik kanan tidak menunjukkan
perdarahan lebih lanjut. Area hipoperfusi besar berbentuk baji di lobus kanan sesuai
dengan segmen yang terkoyak dan kemudian mengalami embolisasi
Gambar 14. Pasca transplantasi hati, gambar CT aksial (a dan b) menunjukkan laserasi
hati derajat IV dan perdarahan intraparenkim. Ada pseudoaneurisma kecil (gambar
panah a) dan fistula arterioportal (gambar panah b) di dalam perdarahan. DSA dari arteri
hepatik kanan yang diganti (yang berasal dari arteri mesenterika superior) dilakukan.
Gambar anteroposterior (c) dan miring (d) mengkonfirmasi pseudoaneurisma (panah).
Pseudoaneurisma diakses secara perkutan di bawah bimbingan ultrasound. DSA melalui
akses perkutan (e) kembali mengkonfirmasi pseudoaneurisma dan fistula arterioportal.
Pseudoaneurisma diobati dengan trombin. DSA berikutnya dari arteri hepatik (f)
menunjukkan gambaran lengkap dari pseudoaneurisma

Gambar 15. Gambar CT aksial (a) dan koronal (b) menunjukkan laserasi grade V pada
lobus hepatik kanan. DSA (c) arteri hepatik tidak menunjukkan perdarahan aktif. Pasien
dikelola secara nonoperatif. Sekitar 2 minggu kemudian, ia mengalami syok septik.
Gambar CT aksial dengan kontras (d) menunjukkan abses yang terbentuk dengan baik di
lobus hati kanan. Kateter drainase kemudian dimasukkan ke dalam koleksi abses hati
2.1.5. Prognosis

Dari semua pasien dengan trauma tumpul hepar, sekitar 50 – 85%

pasien stabil secara hemodinamik. Nyeri tekan kuadran kanan atas,

distensi abdomen, dan hipotensi menunjukkan adanya cedera hepar

mayor dengan perdarahan. Penting untuk menilai dan memantau tanda-

tanda syok hipovolemik pada pasien tersebut. Pasien yang tidak stabil

dengan hipotensi diambil untuk laparotomi segera, sedangkan pasien

yang stabil menjalani scan spiral computed tomography (CT) untuk

menilai abdomen.2
BAB III

KESIMPULAN

Penatalaksanaan trauma hepar bersifat multidisiplin. Bila

memungkinkan, manajemen non-operatif harus selalu dipertimbangkan

sebagai pilihan pertama pada populasi dewasa dan anak-anak. Untuk

alasan ini, kondisi klinis, tingkat cedera anatomis, dan cedera terkait harus

dipertimbangkan bersama dalam memutuskan pilihan pengobatan terbaik.

Ahli radiologi intervensi memiliki peran penting dalam evaluasi dan

manajemen trauma hepatik. Meskipun kemajuan dalam OM pasien

trauma, literatur saat ini mendukung evaluasi angiografik primer pada

pasien yang tidak cocok untuk NOM, serta peran suportif pada pasien

setelah NOM gagal atau sebelum/tambahan untuk OM. Pemahaman yang

baik tentang anatomi vaskular hati dan keterampilan mikrokateter yang

sangat baik sangat penting untuk hasil pasien yang terbaik.


DAFTAR PUSTAKA

1. A.B. Cresswell, M.J. 2020. Intensive Care Medicine : Ebook.

DOI:10.1007/978-3-540-49433-1_59

2. Akshita S. Pillai, BS. Et All. 2021. Hepatic Trauma Interventions.

Division of Interventional Radiology, Department of Radiology,

University of Texas Southwestern Medical Center, Dallas, Texas.

3. Lorenzo Manelli, David J. 2021. Diagnostic Radiologi Seven Edition.

23.598-655 : Elsevier.

4. Henrique A. Wiederkehr. Et All. 2021. Liver Trauma Management.

Trauma and Emergency Surgery - The Role of Damage Control

Surgery. DOI:10.5772/intechopen.92351

5. Rene Roberts. Et All. 2020. Hepatic Trauma. Department of

Radiology, Baylor College of Medicine, Houston, TX, USA.

6. Federico Coccolini. Et All. 2020. Liver Trauma: WSES 2020

Guidelines. 1General, Emergency and Trauma Surgery Department,

Pisa University Hospital, Italy.

7. Gaillard, F. Et All. 2022. AAST liver injury scale.

Radiopaedia.org.https://doi.org/10.53347/rID-1596.

Anda mungkin juga menyukai