KEPUASAN KERJA
A. Kepuasan Kerja
afeksi positif seorang pekerja terhadap pekerjaan dan situasi pekerjaan.” Bagi
Jex, kepuasan kerja berkaitan dengan sikap pekerja atas pekerjaannya. Sikap
tersebut berlangsung dalam aspek kognitif dan perilaku. Aspek kognitif kepuasan
kerja adalah kepercayaan pekerja tentang pekerjaan dan situasi pekerjaan. Bahwa
1977). Pengaruh positip pada definisi ini dapat ditambahkan komponen kognitif
dan perilaku, hal ini sesuai dengan cara psikologis social mendefinisikan sikap
(Zanna & Rempel, 1988). Kepuasan kerja nyatanya adalah sikap karyawan
terhadap pekerjaannya.
banyak tuntutan dsb. Aspek kognitif ini tidak bebas dari aspek afektif yaitu sangat
juga menjadi nyata oleh fakta bahwa ia mencoba untuk mengikuti pekerjaan
secara teratur, bekerja keras, dan berniat tetap menjadi anggota organisasi untuk
waktu yang lama. Dibanding komponen kognitif dan afektif dari kepuasan kerja,
komponen perilaku sedikit informative, karena sikap tidak selalu sesuai dengan
perilaku, seperti seseorang tidak suka dengan pekerjaannya tetapi tetap sebagai
kepuasan kerja sebagai “... variabel afektif yang merupakan hasil dari pengalaman
kerja seseorang.” Fritsche and Parrish juga mengutip Locke (1976) yang
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah “ ... keadaan emosional yang positif
antara lain:
(1) Menurut Wexley & Yukl (1977) yang disebut kepuasan kerja ialah “is the
way an employee feels about his her job”. Ini berarti kepuasan kerja sebagai
(2) Vroom (1964) dikatakan sebagai “refleksi dari job attitude yang bernilai
positif”.
sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-
faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individual di luar kerja.
b. PendekatanTeoritis dari Kepuasan Kerja
Porsi substansi dari penelitian yang dilakukan pada kepuasan kerja selama
kepuasan kerja adalah teori penting pada psikologi organisasi. Juga kepentingan
terutama oleh sifat pekerjaan karyawan atau oleh karakteristik organisasi di mana
mereka bekerja. Kepuasan kerja sangat ditentukan oleh perbandingan apa yang
pekerjaan berikan untuk mereka dan apa yang mereka berikan untuk pekerjaan.
Setiap aspek seperti gaji, kondisi kerja, pengawasan memberi kontribusi untuk
penilaian kepuasan kerja (Hulin 1991). Locke, 1976 mengusulkan yang dikenal
Theory. Mekanisme lain yang paling dekat dengan Teori Proses informasi social
pengolahan informasi dari lingkungan social, teori ini didasari pada Festinger’s,
Pendekatan yang paling baru untuk kepuasan kerja didasari pada disposisi
tidak dengan pekerjaannya, terlepas dari sifat pekerjaan atau organisasi dimana
mereka bekerja. Penelitian dari pendekatan ini diantaranya yang dilakukan oleh
kepuasan kerja diantara sampel pekerja pria, penelitian ini mendapatkan bahwa
ada korelasi antara kepuasan kerja pada suatu waktu, dan kepuasan kerja 7 tahun
kemudian.
kerja atau dengan kata lain kepuasan kerja adalah fungsi bersama dari
(1) Discrepancy Theory
Teori ini menerangkan bahwa seorang karyawan akan merasa puas bila tidak ada
perbedaan antara apa yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan yang
ada. Dipelopori oleh Porter (1961) dengan mengukur kepuasan kerja seseorang
dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang
atau value) dengan apa yang menurut perasaannya telah diperoleh atau dicapai
Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak
suatu situasi. Menurut teori ini equity terdiri dari tiga elemen, yaitu :
a. Input, yaitu segala sesuatu yang berharga yang dirasakan oleh karyawan
Persons ini bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain,
Sehingga dapat disimpulkan dalam teori ini adalah setiap karyawan akan
comes orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka ia akan
merasa cukup puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan,
Kelemahan teori ini adalah kenyataan bahwa kepuasan orang juga ditentukan
Prinsip dari teori ini adalah kepuasan dan ketidakpuasan kerja itu merupakan dua
hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan kerja terhadap pekerjaan
itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu (Herzberg,1966). Teori ini
kepuasan kerja yang terdiri dari tanggung jawab, prestasi, penghargaan, promosi,
dan pekerjaan itu sendiri. Kehadiran faktor ini akan menimbulkan kepuasan, tetapi
ketidakpuasan, yang terdiri dari kondisi kerja, gaji, penyelia, teman kerja,
kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja. Yang menarik dari teori ini
justru terletak pada konsep dasar tentang pemisahan kepuasan dan ketidakpuasan
kerja, karena dianggap kontroversial. Penelitian yang dilakukan oleh Mills (1967)
terhadap 155 orang karyawan dari dua buah pabrik besar di Australia, dimana
sampel terdiri dari berbagai tingkatan umur, kebangsaan, lama dinas, dan macam
(As’ad,1995:108-109).
untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di
114).
penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria maupun wanita. Keadaan
memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan
supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang
Sukar dan mudahnya serta kebanggaan tugas akan meningkatkan atau mengurangi
merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai
adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui
perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan
c. Jenis kelamin
b. Rekreasi
(1) Kedudukan (posisi)
yang lebih tinggi akan merasa lebih puas dari pada yang pekerjaannya lebih
rendah. Sesungguhnya hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan
(2) Golongan
Seseorang yang memiliki golongan yang lebih tinggi umumnya memiliki gaji,
(3) Umur
Dinyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan kepuasan kerja, dimana
umur antara 25-34 tahun dan umur 40–45 tahun adalah merupakan umur yang
kerja.
Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik
dari pimpinan dengan bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya
karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja,
berbeda jenis pekerjaannya.
Kita tidak akan pernah bisa mempelajari tentang kepuasan kerja, bila saja
kita tidak memiliki cara untuk mengukurnya. Untungnya ada beberapa ukuran
kepuasan kerja yang dapat digunakan. Biasanya ada empat macam ukuran yang
validitu sendiri.
ukuran harus berbeda dari ukuran-ukuran dengan variabel yang berbeda. Nama
Salah satu dari ukuran kepuasan kerja yang banyak dipergunakan secara
menunjukkan dari lima ekspresi wajah yang tersedia ekspresi wajah manakah
Skala lain yang juga banyak dipergunakan adalah Job Descriptive Index
untuk berbagai aspek yang berbeda dari pekerjaan dan lingkungan kerja mereka.
validitynya. Terlebih lagi, bila seorang peneliti atau konsultan ingin menggunakan
JDI untuk mengukur kepuasan kerja dari sekelompok pekerja maka ia akan dapat
normatif dengan pekerjaan yang sama. Tidak banyak kerugian yang dimiliki oleh
skala JDI ini. Namun ada satu masalah yang muncul, yaitu biasanya pada suatu
secara keseluruhan, dan skala JDI tidak dapat melakukan hal ini. Oleh karena
itulah, sang pengembang JDI ini kemudian membuat sebuah skala baru yang
bernama Job in General (JIG) Scale. Skala JIG ini dibuat dibentuk seperti JDI,
kecuali pada JIG ini terdiri dari beberapa adjektif dan frase tentang pekerjaan
Ukuran kepuasan kerja yang ketiga yang juga banyak dipergunakan dan
panjang dari skala MSQ terdiri dari 100 item yang didesain untuk mengukur 20
macam aspek kerja. Adapula form pendek dari skala MSQ, terdiri dari 20 item.
kepuasan mereka terhadap masing masing aspek. Dibandingkan dengan JDI, skala
terhadap pekerjaan. Skala MSQ juga menyediakan informasi yang luas mengenai
kepuasan pekerja pada berbagai macam aspek pekerjaan dan lingkungan kerja.
Satu-satunya kerugian terbesar dari MSQ adalah panjang dari skala tersebut. Pada
form dengan 100 item, versi penuh dari MSQ ini sangat sulit untuk
lainnya. Bahan dengan versi form pendek (20 item) masih tergolong panjang bila
terdiri dari 36 item yang didesain untuk mengukur sembilan macam aspek
lainnya, JSS kurang lebih sama, yaitu mewakili statement mengenai pekerjaan
seseorang ataupun situasi kerjanya. JSS lebih mirip dengan JDI karena JSS juga
merupakan skala deskriptif. Namun hal yang membedakannya dengan JDI adalah
pada JSS skor kepuasan secara keseluruhan dapat dihasilkan dengan cara
suatu konsep adalah variabel. Variabel satu dengan variabel lain ditentukan
mental; (2) Reward memadai; (3) Kondisi kerja mendukung; dan (4) Kolega
mendukung.(Jex. 2002:192-193)
kemampuan serta menawarkan variasi tugas, kebebasan, dan umpan balik seputar
sebaik mana pekerjaan yang mereka lakukan. Pekerjaan yang kurang menantang
sistem penghasilan dan kebijakan promosi yang diyakini adil, tidak mendua, dan
bagi pekerja lainnya, kepuasan akan muncul. Tidak semua pekerja mencari uang,
dan sebab itu promosi merupakan alternatif lain kepuasan kerja. Banyak pula
sosial.
cahaya, dan faktor-faktor lingkungan lain tidaklah terlampau ekstrim. Mereka juga
menjadi 23 dimensi kepuasan kerja yang terdiri atas: (1) Supervisor langsung; (2)
Apresiasi; (11) Rekan kerja; (12) Demografis (usia, gender, pendidikan); (13)
Masa jabatan; (14) Persiapan awal pekerja dalam pekerjaan; (15) Kesempatan
pelatihan yang berlanjut; (16) Sifat pekerjaan yang harus dilakukan; (17) Konflik
tuntutan; (18) Ambiguitas peran; (19) Tekanan; (20) Kondisi kerja; (21) Alat dan
perlengkapan kerja; (22) Material dan Supply; dan (23) Beban kerja.
kerja bisa melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan
aspek-aspek pekerjaan. Cara lain dengan mengamati sikap dan tingkah laku orang
tidak puasnya dia dengan pekerjaannya merupakan penjumlahan yang rumit dari
sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain. Ada
2003:101-102).
Metode ini meminta individu untuk menjawab satu pertanyaan, misalnya “Bila
Metode ini lebih canggih yaitu dengan mengenali unsur – unsur utama dalam suatu
kaitannya dengan tingkat urutan prioritasnya (urutan faktor atau atribut tolak ukur
kepuasan yang dianggap penting bagi karyawan). Prioritas yang dimaksud dapat
berbeda antara para karyawan dari berbagai bidang dalam organisasi yang sama
Sampai seberapa dekat persepsi tersebut sesuai dengan harapan mereka dan
mencapai sesuatu) dan ganjaran intrinsik (misalnya gaji) yang diterima kedua -
duanya adil dan wajar dibuktikan dengan unjuk kerja yang unggul (Ashar
SunyotoM, 2001:364).
puasan kerja, berbeda dengan berhenti atau keluar dari pekerjaan. Steersdan
Rhodes mengembangkan model pengaruh dari kehadiran. Ada dua faktor pada
perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Mereka
menunjukkan bahwa setelah tenaga kerja menjadi tidak puas terjadi beberapa
kerja pada karyawan dapat diungkapkan melalui berbagai cara misalkan selain
M,2001:365-366).
Terhadap Kesehatan
Ada beberapa bukti tentang adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan
kesehatan fisik dan mental. Kajian yang dilakukan oleh Kornhauser tentang
persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif
dari kemampuan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi.
Skor – skor ini juga berkaitan dengan tingkat dari kepuasan kerja dan tingkat dari
namun hubungan kausalnya masih tidak jelas. Tingkat dari kepuasan kerja dan
dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai
akibat yang negatif juga pada yang lain (Ashar Sunyoto M,2001:368).
Antara lain ada empat macam variabel yang memiliki hubungan teoritikal dan
sikap, Variabel ketidakhadiran, Variabel pergantian karyawan,
sikap yang sering dipergunakan dalam penelitian organisasional antara lain adalah
keikutsertaan dalam pekerjaan, komitmen organisasional, frustasi, tekanan
positif, seperti keikutsertaan dalam pekerjaan maupun mood kerja yang positif.
tekanan kerja.
mewakili sebuah cara umum seorang karyawan melakukan penarikan diri dari
adalah sebuah masalah yang sangat merugikan untuk banyak organisasi. Ketika
karyawan tidak hadir, pekerjaan mungkin tidak akan selesai atau akan dikerjakan
oleh karyawan yang pengalamannya lebih sedikit. Hacket dan Guion (1985)
menjelaskan ada beberapa alasan mengapa hubungan antara kepuasan kerja dan
ketidak hadiran lemah. Alasan pertama adalah karena pengukuran dari ketidak
hadiran itu sendiri sedikit kompleks. Alasan lainnya adalah karena kepuasan kerja
salah satu bentuk spesifik dari perilaku karyawan. Alasan terakhir adalah karena
ketidak hadiran merupakan perilaku yang memiliki rate dasar rendah, karena
memprediksikan sebuah variabel dengan rate dasar yang rendah adalah sulit.
yang banyak menarik perhatian peneliti dan manajer adalah pergantian karyawan.
beberapa kasus lainnya mungkin malah diinginkan oleh organisasi. Namun tingkat
pergantian karyawan yang terlalu tinggi dapat merugikan organisasi, karena
sosialisais karyawan baru. Tingkat pergantian karyawan yang tinggi juga memiliki
kepuasan kerja adalah performa kerja. Salah satu cara untuk membuat karyawan
bila mereka percaya bahwa usaha tersebut akan menjadi performa dengan
memuaskan. Sementara bila performa kerja dengan level yang tinggi dapat
menghasilkan hasil yang memuaskan, karyawan akan menjadi lebih puas dengan
pekerjaan mereka ketika performa kerja mereka baik dan mereka mendapatkan
yang sangat puas dengan pekerjaan mereka mungkin belum tentu dapat
karyawan yang lebih tidak puas, namun organisasi yang memiliki karyawan
yang lebih puas dengan pekerjaan mereka cenderung memiliki performa kerja
yang lebih baik dibandingkan dengan organisasi yang memiliki karyawan yang
negara-negara Eropa Barat. Bekerja adalah suatu hal yang universal dan ini
menjadi perkembangan positif atau negatif terhadap apa yang dirasakan dalam
bekerja. Pada bagian ini, secara singkat dijelaskan perbedaan antar-budaya dalam
manejer Amerika Latin lebih merasa puas daripada manajer Eropa. Pada
sama, ditemukan bahwa rekan kerja Dominika lebih merasa puas dibandingkan
nyata pada perbedaan dalam nilai. Hasil dari penelitian Hofstede (1984) tentang
kekuasaan menggambarkan tingkat dari hak untuk bertindak dan status yang
berbeda dari yang lain dengan level yang lebih rendah. Menghindari
lingkungan yang tidak tentu. Contohnya adalah Amerika dan negara-negara Eropa
lain. Pada jarak kekuasaan cenderung memiliki nilai yang sangat tinggi di negara
Bagian ini menyatakan bahwa kepuasan pekerjaan menghasilkan isi pokok dari
perbandingan antara apa yang orang rasakan pada pekerjaan mereka dan apa yang
mereka inginkan.
2. Komitmen Organisasi
di luar tempat kerja itu. Misalnya orang bisa menjadi sedemikan komtmen kepada
tersebut.
Meyer dan Allen (1991) kemudian mendefinisikan lebih jauh tentang komitmen
Selain basis-basis yang berbeda, komitmen pegawai boleh jadi terfokus ke level-
level yang berbeda dalam organisasi, dan bahkan dapat ditujukan ke luar
komitmen pada profesi yang mereka tekuni, misal seorang ahli fisika yang bekerja
Sekarang karena komitmen memiliki beragam basis dan focus, ini memberi kesan
bahwa ada beberapa macam komitmen yang berbeda. Meyer dan Allen (1997)
menyajikannya dalam bentuk matriks, yaitu sebuah cross product dari tiga basis
menjawab pertanyaan ini dari ketiga basis komitmen tersebut, yaitu afektif,
dengan skala laporan diri. Secara historis, komitmen organisasi pertama untuk
Questionnaire (OCQ). OCQ asli terutama tercermin pada apa yang Meyer dan
Allen uraikan seperti komitmen afektif dan pada tingkat yang lebih rendah, yaitu
komitmen normatif. OCQ asli juga berisi satu bagian yang mengukur keinginan
Mathieu dan Zajac melaporkan bahwa mean reliabilitas konsistensi internal untuk
berbagai bentuk OCQ itu semua adalah 0.80. Keterbatasan utama dari OCQ
komponen normatif. Ini adalah batasan penting karena berbagai bentuk berbeda
yang berisi tiga subskala yang bersesuaian dengan komponen afektif, kelanjutan,
dan normatif dari komitmen. Sebuah contoh dari komitmen afektif adalah:
“Organisasi ini memiliki banyak makna bagi saya pribadi.” Sebuah contoh dari
komitmen kelanjutan adalah: “Ini akan terlalu mahal bagi saya untuk
meninggalkan organisasi saya dalam waktu dekat.” Sebuah contoh dari komitmen
normatif adalah: “Saya akan merasa bersalah jika saya meninggalkan organisasi
saya sekarang.”
Meyer dan Allen melaporkan bahwa median reliabilitas konsistensi internal untuk
skala komitmen afektif, kelanjutan, dan normatif adalah 0.85, 0.79, dan 0.73.
secara empiris dibedakan dari kontruksi terkait seperti kepuasan kerja, nilai dan
komitmen kerja.
Selain OCQ dan skala Allen dan Meyer, ada juga ukuran yang telah
dalam istilah basis ganda dan fokus ganda. Ada sedikit bukti empiris pada
ukuran ini dapat berguna untuk mengukur komitmen dengan cara ini jika hasil
yang berbeda terkait dengan kombinasi yang berbeda dari komitmen basis dan
fokus.
Seperti kepuasan kerja, para peneliti dan manajer tertarik dalam komitmen
Variabel Sikap
Mathieu dan Zajac menemukan bahwa mean korelasi tepat antara komitmen
organisasi afektif dan kepuasan pekerjaan adalah 0.53. korelasi sikap konsistensi
(0.24) dan stres (-0.29). Bandingkan dengan komitmen afektif, lebih sedikit
pekerjaan secara empiris telah diperiksa hubungannya antara korelasi sikap dari
Kehadiran
Mathieu dn Zajac menemukan bahwa korelasi yang tepat antara komitmen afektif
dan kehadiran adalah 0.12 dan korelasi dengan keterlambatan adalah -0.11.
Korelasi antara kehadiran dan kepuasan kerja besarnya sama. Dari sisi kenseptual,
Dengan komitmen organisasi alami, dapat dianggap lebih banyak buktinya pada
dengan hasilnya. Seperti yang diharapkan, riset yang telah ditunjukkan secara
umum mempunyai hubungan negatif diantara ketiga komitmen dan pindah kerja.
Performa Kerja
Pada umumnya, komitmen afektif telah ditunjukkan positif berhubungan dengan
performa kerja, walaupun besarnya dari hubungan ini tidak kuat. Menentukan
mekanisme dibelakang hubungan ini adalah sulit karena studi ini telah
menggunakan variasi luas dari ukuran kriteria performa. Satu keumuman diantara
studi ini adalah bahwa hubungan antara komitmen afektif dan performa tak
Satu cara untuk melihat aplikasi penelitian komitmen berorganisasi adalah
menguji bermacam cara dari organisasi mana yang dapat menyebabkan komitmen
tingkat tinggi di antara pengurusnya. Meyer dan Allen (1997) menjelaskan bahwa
pengurus tentang bagaimana jenis pekerjaan yang akan dia kerjakan. Bila calon
pengurus merasa cocok dan mampu mengerjakan maka akan timbul suatu
komitmen ketika dia menjadi pengurus. Dengan cara ini dapat ditunjukkan bahwa
Ketika pengurus masuk organisasi, masa orientasi dan pengalaman masa
ini dapat membuat pengurus baru mengganggap organisasi itu “elite” dan
tersebut. Di sisi lain, hal ini dapat menyebabkan ketidakpercayaan orang luar
terhadap organisasi ini dan dapan menyebabkan perasaan rendah diri bagi para
pengurus barunya.
nantinya. Pelatihan dapat terdiri dari pelatihan formal maupun informal. Pelatihan
pengurus baru merasa bangga bergabung dalam organisasi tersebut. Pelatihan ini
pengurusnya agar dapat memperoleh dana pensiun, salah satunya terdapat syarat
minimal usia. Persyaratan tersebut dapat membuat pengurus untuk tetap berada di
organisasi tersebut, namun tidak menjamin para pengurus tersebut bekerja lebih
giat. Selain dana pensiun, terdapat cara lain yang dapat digunakan suatu organisasi
KESIMPULAN
afeksi positif seorang pekerja terhadap pekerjaan dan situasi pekerjaan.” kepuasan
kerja melulu berkaitan dengan sikap pekerja atas pekerjaannya. Sikap tersebut
berlangsung dalam aspek kognitif dan perilaku. Aspek kognitif kepuasan kerja
menyatakan bahwa bahwa orang sering melihat ke orang lain untuk menafsirkan
sebagai berikut :
Sunyoto M,200).
anggota organisasi tersebut. (Jex, 2002). Meyer dan Allen (1991) mendefinisikan
Menurut Luthans (1998:144), terdapat tiga dimensi penting kepuasan kerja, yaitu :
2. kepuasan kerja diartikan sebagai seberapa baik hasil yang diperoleh memenuhi
harapan
pekerjaan.
Smith, et. al. yang dikutip Luthans (1998:145-146) menunjukkan adanya 6 faktor
1) The work itself, the extent to which the job provides the individual with
interisting task, opportunities for learning, and the chance to accept resposibility.
2) Pay, the amount of financial remuneration that is received and the degree to
Upah atau gaji, merupakan jumlah balas jasa finansial yang diterima karyawan
dan tingkat di mana hal ini dipandang sebagai suatu hal yang adil dalam
organisasi.
3) Promotion opportunities, the chance for advancement in the hierarchy.
4) Supervision, the abilities of the supervisor to provide tchnical assistance and
behavioral support.
5) Co-worker, the degree to which fellow worker are technically proficient
socially suportive.
dukungan.
surrounding, for instance) the personnel will find it easier to carry out their job.
Kondisi kerja, apabila kondisi kerja karyawan baik (bersih, menarik, dan
menyelesaikan pekerjaannya.
beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
yang baik.
2).Pay(Gaji)
meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai
adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan
Semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan, maka semakin tinggi pula tingkat
karyawan bandingan yang sama di luar perusahaan. Jika gaji yang diberikan
yang sejenis dan memiliki tipe yang sama, maka akan timbul ketidakpuasan kerja
karyawan terhadap gaji. Oleh karena itu gaji harus ditentukan sedemikian rupa
diuntungkan. Karena karyawan yang merasa puas dengan gaji yang diterimanya,
kinerja karyawan.
diakibatkan adanya perasaan tidak diperlakukan dengan adil dan layak dalam
pembayaran mereka”. Pendapat serupa dikemukakan Hasibuan (2001 : 121)
bahwa dengan balas jasa atau kompensasi, karyawan akan dapat memenuhi
adanya perbedaan balas jasa yang diberikan”. Menurut Nitisemito (2000 : 81)
promosi adalah “Proses pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan yang
lain yang lebih tinggi”. Dengan demikian promosi akan selalu diikuti oleh tugas,
tanggung jawab, dan wewenang lebih tinggi daripada jabatan yang diduduki
tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Apabila
promosi dibuat dengan cara yang adil diharapkan mampu memberikan kepuasan
kepada karyawan.
4) Supervision (Pengawasan)
seorang manajer dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan
mendorong gairah kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal. Oleh
sebab itu aktivitas karyawan di perusahaan sangat tergantung dari gaya
rekan sekerja atau kelompok kerja adalah sumber kepuasan kerja bagi pekerja
nasehat atau saran, bantuan kepada sesama rekan kerja. Kelompok kerja yang baik
sangat besar artinya bila rangkaian pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama tim
yang tinggi. Tingkat keeratan hubungan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan
lebih puas berada dalam kelompok. Kepuasan timbul terutama berkat kurangnya
berdampak sebaliknya pula. Apabila kondisi bagus maka tidak akan ada masalah
dengan kepuasan kerja, sebaliknya jika kondisi yang ada buruk maka akan buruk