NIM : 2010103010091
Pengantar
Struktur masyarakat Indonesia jika ditinjau lebih jauh selalu ditandai atas
dua ciri yang paling mendasar, yaitu secara horizontal dan vertikal. Secara
yang didasari oleh kelompok agama, adat istiadat, kebudayaan, dan kedaerahan.
sangat kentara perbedaannya. Kedua ciri latar belakang masyarakat ini, sangat
mengelolanya dengan baik agar terhindar dari perpecahan atau polarisasi ditengah
masyarakat.
dikelompokkan atas budaya, agama, adat istiadat, dan kedaerahan, secara alamiah
politik yang tak jarang didasari kepentingan kelompoknya. Maka tidak heran lagi
kita sering melihat perpecahan yang makin hari makin menjadi-jadi. Walau
demikian, J.S. Furnivall menyebut bahwa kondisi semacam ini merupakan
identitas yang unik bagi Indonesia, dan menyebutnya sebagai ciri utama
Indonesia, majemuk. Sekali lagi, jika perbedaan kepentingan ini dikelola dengan
perjuangan kelas yang dilakukan oleh masyarakat lapisan bawah untuk mencapai
cendeung menguasai banyak hal, jauh dari apa yang dimiliki lapisan bawah.
terutama pada kalangan bawah yang termanifestasi dalam kegiatan ujuk rasa,
yang diharapkan semua orang di Indonesia. Dari segi implementasi, kondisi ideal
tersebut masih belum selesai dan final hingga saat ini. karena hingga sekarang kita
masih dapat menyaksikan bagaimana pemerintah berlaku tidak adil terhadap kelas
sosial dan etnis tertentu. Untuk itu kami tertarik untuk meninjau tindakan
pemerintah dalam suatu kasus yang menarik, yaitu prioritas pembangunan pulau
jawa jika dibandingkan dengan papua melaui sudut pandang teori politik etnis.
Teori Politik Etnis
Dalam persfektif pendekatan instrumentalis, identitas adalah instrumen
yang dipandang dan digunakan elit dalam aspek-aspek politik seperti merubut
sosial yang bagun atas dasar etnisitas seperti kebangsaan, agama, ras, dan Bahasa.
etnis melakukan upaya untuk mencapai legitimasi oleh banyak kelompok yang
menjadi targetnya. Menurut Brown (Barker, 2004) etnis merupakan suatu asosiasi
akan kepentingan politik dan ekonominya. Hal ini sangat buruk jika kita nilai
masif, dan banyak hal lain yang menjadi “kecemburuan sosial” bagi masyarakat
Indonesia yang tidak tinggal atau bahkan tidak beretnis jawa. Seolah-olah
masyarakat Indonesia.
beberapa kali muncul di Sumatera (Aceh, Sumatera barat) dan di bagian timur
Indonesia. Bukti sejarah yang ada menyebut bahwa memang ada semacam “pilih
dalam proses pembentukan dan kemerdekaan negara ini, banyak sekali kerelaan
semata.
pembangunan, baik itu kita kutip dari berita nasional maupun internasional. Papua
dianggap sebagai daerah yang tak layak berkembang sehingga tidak menjadi
prioritas atau setidaknya diperhatikan oleh pemerintah pusat. Tindakan ini adalah
tindakan pelecehan paling buruk selama kita mulai mengetahui apa itu pelecehan.
tentang bagaimana papua harus dibangun. Hal ini bisa kita lihat ketika dimasa
Ratus ribuan hektar lahan di Papua digarap pemerintah untuk menjadi lubung padi
nasional. Padahal disaat yang bersamaan, masyarakat Papua tidak terbiasa dalam
Bertani sawah dan tidak mengonsumsinya dalam jumlah banyak seperti yang ada
pokoknya.
pantas disaat mereka hanya ingin belajar dan berharap dapat membangun
daerahnya lebih baik. Ada baiknya saya mengingatkan kita semua mengenai kasus
nasionalis. Hal ini benar-benar membingungkan kita semua, karena disaat inipun
seorang pegiat media sosial yang menyamakan hewan dengan rupa seorang
Dalam konteks politik, padahal papua adalah sumber suara terbesar yang
Kesimpulan
Jokowi dalam suatu kesempatan ditahun 2019 menyebut bahwa Jawa dan
Papua bagaikan bumi dan langit. Dari apa yang disampaikannya, kita merasa
rezim ini peka akan kepedihan yang dirasakan masyarakat papua sekarang.
Namun tetap saja kita masiih menyaksikan jarak yang dibuat pemerintah diantara
menggambarkan suatu situasi, di mana dia akan berpihak pada etnis tersebut jika
kemudian dia terpilih. Namun ketika mencapai kursi kekuasaan, dia melupakan
hemat Saya, ini adalah tindakan politik etnis yang paling tidak beradab.
dan ketertinggalan papua, dengan tindakan separatis yang mereka lakukan baru-
baru ini. Hal ini sesuai dengan teori politik etnis yang saya sampaikan diawal,
bahwa jika perbedaan identitas yang ada tidak dikelola dengan baik, baik itu
ujuk rasa, demontrasi, hingga tindakan separatis seperti yang terjadi di Papua saat
ini.
Referensi:
La ode, M.D. 2012. Etnis Cina Indonesia Dalam Politik. Jakarta: Pustaka Obor
Indonesia.
Nawir dan Mukramin. 2019. Identitas Etnis Dalam Ranah Politik (Studi Kasus
Pilkades Siru Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat). Phinisi
Integration Review, Vol. 2 (2): 348-354