Anda di halaman 1dari 30

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bioplastik merupakan plastik yang dapat terdegradasi oleh mikro
organisme dari sumber senyawa-senyawa dalam tanaman misalnya pati, selulosa,
dan lignin. Bioplastik akan terurai oleh aktivitas pengurai melalui proses
biodegradasi. Kemudian hasil biodegradasi berupa mineral dan air akan diolah
tanaman dan tanaman akan berfotosintesis (Satriawan, 2017).

Plastik biodegradabel atau bioplastik adalah plastik yang dapat digunakan


layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas
mikroorganisme setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Bioplastik
terbuat dari material yang dapat diperbaharui, yaitu dari senyawa - senyawa yang
terdapat dalam tanaman maupun terdapat dalam hewan (Saputro, dkk 2017). Salah
satu bahan untuk membuat bioplastik adalah pati yang mudah terurai di alam dan
juga dapat diperbaharui. Selain itu, biaya untuk mendapatkan pati ini relatif murah
dikarenakan ketersediaan nya yang banyak.

Pemanfaatan ampas tebu sangat berpotensi sebagai bahan baku pembuatan


bioplastik, karena ampas tebu mengandung selulosa sebesar 45,96%, hemiselulosa
sebesar 20,37% dan lignin sebesar 21,56%. Komponen selulosa dapat dijadikan
bahan baku pembuatan bioplastik, karena selulosa memiliki sifat kaku dan kuat,
sedangkan bioplastik yang ingin dihasilkan memiliki sifat plastis dan kuat,
sehingga diperlukan penambahan plasticizer untuk memperbaiki sifat kaku
tersebut.

Ubi jalar (Ipomoea batatas Lam) adalah tanaman yang murah dan mudah
didapat karena dibudidayakan sangat luas di dunia secara ekstensif (Issa et al,
2016). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2015, luas areal tanaman ubi
jalar di Provinsi Riau pada tahun 2015 mencapai 793 Ha dengan produksi ubi
jalar sebesar 82.75 kwintal/Ha (Badan Pusat Statistik, 2015). Komponen pati
2

penyusun ubi jalar adalah 90% yang terdiri dari 22% amilosa dan 78%
amilopektin (Moorthy et al, 2012). Pati ubi jalar memiliki kandungan amilosa
yang tinggi sebesar 38,25% sehingga dapat menghasilkan edible yang kuat dan
lentur. Sedangkan untuk meningkatkan fleksibilitasnya ditambahkan dengan
plasticizer berupa gliserol.

Salah satu plasticizer yang dapat memberikan sifat plastik adalah gliserol.
Penggunaan gliserol dalam pembuatan bioplastik dapat mempengaruhi kuat tarik
bioplastik, dengan bertambahnya gliserol maka kuat tarik yang dihasilkan lebih
rendah (Anggraini, 2019). Plasticizer gliserol berfungsi untuk meningkatkan
elastisitas dengan mengurangi derajat ikatan hydrogen dan meningkatkan jarak
antara molekul dari polimer. Semakin banyak penggunaan plasticizer maka akan
meningkatkan kelarutan terutama yang bersifat hidrofilik akan meningkatkan
kelarutan dalam air. Gliserol memberikan kelarutan yang tinggi dibandingkan
sorbitol pada bioplastik berbasis pati (Bourtoom, 2007).

Beberapa penelitian tentang pembuatan plastik biodegradable telah


dilakukan sebelumnya. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Lia (2015)
yaitu dengan Pembuatan plastik biodegradable menggunakan ampas tahu dan
plasticizer sorbitol pada pemanasan 70oC. Dari hasil penelitian didapat hasil
analisa uji tarik yang memiliki nilai terbesar pada ampas tahu 10 gr dan sorbitol
5ml dengan, daya serap air 56,20% dan nilai kuat tarik 0,0187 mPa.

Pada penelitian lainnya Edwin Azwar dkk, 2020 melakukan penelitian


Karakterisasi Plastik Pengemas Makanan Dari Tepung Maizena Dan Batang
Pisang melakukan penelitian di dapat hasil Formulasi pati-plasticizer yang
menghasilkan kuat tarik, perpanjangan dan modulus young tertinggi berturut-turut
adalah 6:0, 7:5, dan 4:0. Edible film dengan nilai perpanjangan tertinggi yaitu
14,29% dan kuat Tarik sebesar 21,727 Mpa. Peneltian Sri Haryati, dkk, 2017
melakukan penelitian pemanfaatan biji durian sebagai bahan baku plastik
biodegradable dengan plasticizer gliserol dan bahan pengisi CaCO3 di dapat hasil
terbaik adalah pada sampel 25% gliserol, 1,5 gram CaCO3 dengan kuat tarik yaitu
3

0,17 MPa dan untuk elongasi yang terbaik adalah sampel 5 gram pati, 55%
gliserol tanpa penambahan CaCO3 adalah 16,3%.

Dari data data penelitian terdahulu tersebut maka peneliti ingin membuat
bioplastik yang ramah lingkungan dengan menggunakan bahan baku ampas tebu
dari penjual minuman air tebu.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah pati ampas tebu dan pati ubi jalar dengan penambahan gliserol
akan menghasilkan bioplastik yang baik?

2. Bagaimana pengaruh penambahan gliserol terhadap sifat kuat tarik dan


daya serap terhadap air pada plastik biodegradable?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengkaji bagaimana pengaruh penambahan gliserol terhadap


campuran pati tepung ubi rambat dan pati ampas tebu untuk menghasilkan
bioplastik.

2. Untuk menganalisis daya kuat tarik, persen elongasi dan biodegradasi


bioplastik yang dihasilkan dapat memenuhi standar SNI.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Penelitian yang dilakukan berguna untuk mengembangkan potensi dari


limbah pati ampas tebu dan tepung pati ubi jalar yang dapat dimanfaatkan
menjadi bioplastik yang ramah lingkungan.

2. Memberikan informasi bagi pembaca mengenai pengaruh konsentrasi


gliserol dan tepung pati ubi jalar dalam pembuatan bioplastik.

3. Sebagai informasi dalam pengembangan IPTEK (Ilmu Pengetahun dan


Teknologi) khususnya dalam pembuatan bioplastik.
4

1.5 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium

2. Variasi pati ampas tebu, pati tepung ubi jalar dan plasticizer

3. Plasticizer yang digunakan adalah gliserol

4. Variabel uji bioplastik meliputi : Uji Ketebalan (cm), Uji daya serap air
(%), Uji biodegradable (%), Uji kuat tarik (N/mm2), Uji elongasi
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plastik Sintetik

Plastik sintetik adalah bahan yang diperlukan bagi sebagian manusia


seperti bahan kemasan yang berasal dari polimer petrokimia yaitu plastik yang
sangat populer digunakan karena memiliki beberapa keunggulan yang signifikan
seperti plastik yang fleksibel, transparan, dapat dikombinasikan dengan produk
lain dan tidak mudah pecah. Namun penggunaan plastik sebagai bahan pengemas
menghadapi berbagai persoalan lingkungan, yaitu tidak dapat di daur ulang,
polimer plastik tidak tahan terhadap panas dan tidak dapat di uraikan secara
alamia, sehingga terjadi penumpukan limbah plastik yang dapat menyebabkan
pencemaran dan kerusakan bagi lingkungan terlebih lagi kerusakan tanah yang
tercemar (Purwanti, 2010).

2.2 Bioplastik

biodegradabel merupakan plastik yang mudah terurai di alam baik di


dalam tanah maupun di dalam air. Penggunaan polimer alami sebagai bahan
utama pembuatan plastik memiliki potensi yang besar karena di Indonesia
terdapat berbagai tanaman penghasil sumber polimer alami. (Matondang, 2013).
Polimer alami adalah polimer yang dihasilkan dari monomer organik seperti pati,
karet, kitosan, selulosa, protein dan lignin. Biopolimer banyak diminati oleh
industri karena berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui,
biodegrdabel mempunyai sifat mekanis yang baik dan ekonomis. Saat ini,
biopolimer banyak diteliti untuk menghasilkan film plastik yang dapat
menggantikan keberadaan plastik sintetik (Coniawanti, dkk, 2014).

Plastik biodegradabel adalah plastik yang dapat terurai oleh aktivitas


mikroorganisme menjadi hasil akhir berupa air dan gas karbondioksida, setelah
habis terpakai dan dibuang ke lingkungan tanpa meninggalkan sisa yang beracun.
Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastic biodegradabel merupakan
6

bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan (Akbar, 2013). Plastik


biodegradabel dibuat dari bahan nabati yang merupakan produk pertanian yang
dapat diperbaharui.Oleh karena itu, produksi bahan nabati dapat berkelanjutan dan
bioplastik dapat terdegradasi lebih cepat karena bersifat ramah lingkungan.
Namun harga plastik biodegradabel lebih mahal daripada plastik kovensional
karena teknologinya belum berkembang luas. Keterbatasan bahan baku plastik
konvensional berupa minyak bumi dan meningkatnya tuntutan terhadap produk
ramah lingkungan menjadi peluang bagi pengembangan plastik biodegradabel..

Bioplastik dikenal sebagai plastik yang dapat terdegradasi dan terbuat dari
bahan terbaharui. Bioplastik dapat digunakan layaknya plastik konvensional tetapi
dapat terurai oleh aktivitas mikroorganisme. Contoh bahan dapat diperbaharui
oleh alam adalah biji-bijian dan umbi-umbian. Biji-bijian seperti gandum, beras
dan 10 jagung, serta umbi seperti kentang. Plastik biodegradabel biasanya dibuat
dengan menggabungkan plastik dengan bahan yang bersumber dari alam. Salah
satu bahan alam yang melimpah yaitu selulosa yang dapat di jadikan sebagai
bahan dasar pembuatan bioplastik (Radhiyatullah, 2015).

Teknologi bioplastik merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk


keluar dari permasalahan penggunaan kemasan plastik konvensional. Selain untuk
kemasan, bioplastik juga dapat dimanfaatkan dalam bidang medis dan farmasi
antara lain untuk peralatan bedah, benang bedah, kain penyeka, pembalut luka,
pengganti tulang dan pelat, dan lain sebagainya. Pembuatan bioplastik ini dapat
dilakukan melalui proses fermentasi dengan bakteri atau dengan metode yang
lebih sederhana yaitu mencampurkan polimer alami seperti selulosa dari ampas
tebu dan sekam padi dengan bahan tambahan antara lain plastisizer (Pratiwi, dkk,
2016). Bioplastik merupakan salah satu biopolimer yang dapat terurai secara
alami oleh bantuan bakteri, jamur, alga atau mengalami hidrolisis dalam larutan
berair. Plastik biodegradabel atau lebih dikenal dengan bioplastik merupakan
plastik yang sifatnya dapat kembali ke alam karena dapat terurai secara alami di
alam oleh aktivitas mikroorganisme. Bioplastik memiliki kegunaan yang sama
dengan plastik konvensional tetapi bahan baku pembuatannya sebagian besar atau
7

seluruhnya lebih ramah lingkungan sehingga mudah didapatkan, bersifat dapat


diperbaharui dan didaur ulang.

Bioplastik terdiri dari plastik biodegradable atau plastik bio-based.


Biodegradable terdiri dari tiga kata yaitu bio yang berarti makhluk hidup, degra
yang berarti terurai dan able yang berarti dapat. Jadi film plastik biodegradable
yaitu film yang dapat terurai secara alami di lingkungan. Bahan ini dapat
terdegradasi setelah digunakan dalam senyawa dengan berat molekul rendah oleh
kombinasi aksi agen fisika-kimia dan mikroorganisme di alam yang pada akhirnya
terdegradasi menjadi CO2 dan H2O (Sihaloho, 2011).

Plastik konvensional membutuhkan waktu yang lama untuk terurai yaitu


sekitar 50 tahun, sedangkan bioplastik dapat terurai 10 hingga 20 kali lebih cepat
(Ummah, 2013). Bahan dasar bioplastik berasal dari selulosa, kitin, kitosan, atau
tepung yang terkandung dalam tumbuhan serta beberapa material plastik atau
polimer lain yang terdapat di sel tumbuhan dan hewan (Ardiansyah, 2011).

Plastik biodegradable dibagi menjadi tiga jenis, yaitu biodegradable film,


biodegradable coating, dan enkapsulasi. Biodegradable coating adalah jenis film
yang langsung melapisi produk, sedangkan pada biodegradable film
pembentukannya tidak secara langsung melainkan sebagai pelapis dan pengemas.
Enkapsulasi merupakan biodegradable packaging yang memiliki fungsi sebagai
pembawa zat flavor berbentuk serbuk. Biodegradable film berfungsi sebagai
penghambat perpindahan uap air, penghambat pertukaran gas, pencegah
kehilangan aroma, pencegah perpindahan lemak, peningkatan karakteristik fisik,
dan pembawa zat aditif.

Komponen utama penyusun plastik biodegradable terbagi menjadi tiga


kelompok yaitu hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang cocok
digunakan antara lain senyawa protein, polisakarida, alginat, pektin, dan pati.
Bahan dasar protein dapat berasal dari jagung, kedelai, kasein, kolagen, gelatin,
cornzein, protein susu dan protein ikan. Polisakarida yang digunakan dalam
pembuatan plastik biodegradable adalah selulosa dan turunannya, pati dan
8

turunannya, pektin, ekstrak ganggang laut (alginat, karagenan, agar), gum


(gumarab dan gum karaya), xanthan, kitosan dan lain-lain.

Lipida yang biasa digunakan adalah gliserol, waxes, asil gliserol dan asam
lemak, sedangkan komposit merupakan material yang terbentuk dari kombinasi
antara dua atau lebih material pembentuknya melalui pencampuran yang tidak
homogen, dimana sifat mekanik dari masing-masing material pembentuknya
berbeda. Komposit terdiri dari matriks yang berfungsi untuk perekat atau pengikat
dan pelindung filler (pengisi) dari kerusakan eksternal dan filler berfungsi sebagai
penguat.gabungan lipida dengan hidrokoloid (Sriwita, 2014).

Sintesis plastik biodegradable yang sangat efektif dan efisien adalah


dengan cara blending berbagai polimer alam. Polimer alam bersifat biodegradable,
akan tetapi memiliki sifat mekanik yang relatif rendah, rapuh, dan mudah rusak
oleh pengaruh termal. Untuk meningkatkan sifat mekanik bioplastik perlu
dilkukan penambahan pemlastis (Marbun, 2012).

Standar mutu bioplastik No Standar Mutu Bioplastik


1 Kuat tarik (Mpa) 24,7-302 MPa
2 Persen elongasi (%) 21-220 %

2.3 Fungsi Bioplastik


Bioplastik dapat digunakan untuk pengemasan produk - produk pangan.
Bioplastik berfungsi sebagai penahan difusi oksigen dan uap air serta komponen
flavor sehingga mampu menciptakan suatu kondisi atmosfir internal yang sesuai
dengan kebutuhan produk yang dikemas. Keuntungan penggunaan bioplastik
sebagai pengemas bahan pangan adalah mampu memperpanjang umur simpan
produk dan bersifat ramah lingkungan (Julianti, dkk, 2006). Disisi lain bioplastik
memiliki banyak keunggulan yaitu fleksibel, tidak mudah pecah, transparan,
ekonomis, kuat, bentuk laminasi yang dapat dikombinasikan dengan 10 bahan
kemasan lain dan sebagian ada yang tahan panas dan juga stabil (Sriwahyuni,
2017).
9

2.4 Komponen-komponen Bioplastik


2.4.1 Hidrokoloid
Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan bioplastik adalah protein
dan karbohidrat. Film yang terbentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum
(alginat, pektin, dan gum arab), dan juga pati hasil modifikasi secara kimia.
Pembentukan film berbahan dasar protein dapat menggunakan kasein, protein
kedelai, gluten gandum, dan protein jagung. Film yang terbuat dari hidrokoloid
sangat baik digunakan sebagai penghambat perpindahan oksigen, karbondioksida,
dan lemak. Film ini memiliki karakteristik mekanik yang sangat baik, sehinggga
cocok untuk memperbaiki struktur film agar tidak mudah hancur (Nahwi, 2016).
Polisakarida sebagai bahan dasar edible film dapat digunakan untuk mengatur
udara disekitar dan memberikan ketebalan serta kekentalan pada larutan edible
film. Pemanfaatan edible film ini penting karena tersedia dalam jumlah yang
banyak, memiliki harganya murah (Bourtoom, 2008).
2.4.2 Lipida
Bioplastik yang berasal dari lipida biasanya digunakan sebagai
penghambat uap air, ataupun bahan pelapis dalam meningkatkan kilap pada
produk - produk permen. Film yang terbuat dari lemak murni bersifat terbatas
karena menghasilkan kekuatan struktur film yang kurang baik. Lipida yang sering
digunakan sebagai edible film antara lain seperti lilin (wax), asam lemak, 11
monogliserida, dan resin (Nahwi, 2016). Lipida turut ditambahkan dalam edible
film karena berperan dalam memberi sifat hidrofobik (Bourtoom, 2008).
2.4.3 Komposit
Komposit Bioplastik terdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid.
Aplikasi dari komposit film terdapat dalam lapisan satu - satu (bilayer), dimana
satu lapisan hidrokoloid dan satu lapisan lain merupakan lipida atau dapat berupa
gabungan antara lipida dan hidrokoloid dalam satu kesatuan film. Gabungan
keduanya digunakan dengan mengambil keuntungan dari komponen lipida dan
hidrokoloid. Lipida diketahui dapat meningkatkan ketahanan terhadap penguapan
air dan hidrokoloid sendiri dapat memberikan daya tahan. Film gabungan antara
lipida dan hidrokoloid dapat digunakan sebagai pelapis buah - buahan atau sayur-
10

sayuran (Nahwi,dkk) Komposit didefinisikan sebagai gabungan serat-serat dan


resin. Penggabungannya sangat beragam, fiber atau serat ada yang diatur
memanjang (unidirectional composites), ada yang dipotong-potong kemudian
dicampur secara acak (random fibers), ada yang dianyam silang lalu dicelupkan
dalam resin (cross-ply laminae), dan lainnya.
Komposit memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari logam, kekakuan
jenis (modulus Young/density) dan kekuatan jenisnya lebih tinggi dari logam.
Pada umumnya bentuk dasar suatu bahan komposit adalah tunggal dimana
merupakan susunan dari paling tidak terdapat dua unsur yang bekerja bersama
untuk menghasilkan sifat-sifat bahan yang berbeda terhadap sifat-sifat unsur
bahan penyusunnya. Dalam prakteknya komposit terdiri dari suatu bahan utama
(matrik – matrix) dan suatu jenis penguatan (reinforcement) yang ditambahkan
untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan matrik. Penguatan ini biasanya
dalam bentuk serat (fibre). Komposit mempunyai dua bagian yaitu reinforcement/
filler (penguat) dan matriks.

 Reinforcement/Filler (Penguat)
Reinforcement atau filler berfungsi untuk menguatkan atau mengeraskan
material dari suatu komposit. Beberapa jenis penguat yang biasa
digunakan antara lain penguat yang berupa fiber, dan partikel. Contohnya
antara lain adalah glass fiber,katun dan organic fiber.

 Matriks
Matriks adalah suatu bahan yang memiliki fungsi sebagai penjaga dari
filler agar tetap pada tempatnya dalam struktur,melindungi filamen,
membantu dalam pendistribusian beban, serta membawa regangan
interlaminer. Matriks dapat dijumpai dalam bentuk logam, keramik dan
polimer.

2.5 Biokomposit
Biokomposit adalah suatu material komposit yang merupakan gabungan
dari polimer alami sebagai fasa organiknya. Penguat sangat mempengaruhi sifat-
11

sifat dari biokomposit yang dihasilkan. Penggunaan bahan penguat berskala nano
menunjukkan perbaikan pada sifat fisik dan mekanik seperti kuat tarik, thermal
stability bila dibandingkan dengan material konvensional lainnya. Penggunaan
bahan pengisi yang memiliki sifat semikonduktor akan menghasilkan komposit
yang memiliki sifat semi konduktor pula. Karena itu, struktur dan sifat
fungsional biokomposit dapat dibuat sesuai dengan keinginan dengan memilih
bahan penguatnya. Dalam bebarapa penelitian telah dikembangkan komposit
dengan tujuan sebagai material semikonduktor. Seperti poly(vinylpyridine), dan
photograpic gelatin (Avella, 2009).

2.6 Preparasi Bioplastik


Berbagai metode pembuatan bioplastik dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.6.1 Eksfoliasi/adsorpsi
Pertama-tama, sekumpulan lapisan (layered host) mengalami
pengelupasan dalam pelarut (air, toluena, dll.) yang polimernya dapat larut pada
pelarut tersebut. Setelah itu, polimer diadsorpsi ke dalam permukaan lapisan satu
demi satu dan setelah pelarut menguap ketika pengendapan, lapisan tersebut satu
demi satu teratur kembali. Ilustrasinya dapat diperlihatkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Ilustrasi pembuatan nanokomposit dengan


eksfoliasi (Ray et al., 2003)

2.6.2 Polimerisasi In Situ Interkalatif


Pada metode ini, polimer dibentuk diantara lapisan dengan
mengembangkan kumpulan lapisan dalam monomer cair atau larutan monomer
sehingga pembentukan polimer dapat terjadi antara lembar yang terinterkalasi.
Pembentukan polimer (polimerisasi) dapat dimulai dengan panas/radiasi/difusi
12

(Zhao, 2008).
2.6.3 Interkalasi Larutan/ Interkalasi prepolimer dari larutan

Metode ini didasarkan pada pengembangan sistem pelarut dimana


biopolimer atau bio-prepolimer, seperti pati dan protein terlarut dan nanofillers
anorganik (biasanya silikat). Pertama, silikat berlapis dikembangkan di dalam
suatu pelarut seperti air, kloroform, atau toluena. Kedua, ketika biopolimer dan
larutan nanopartikel yang mengembang dicampur, rantai polimer akan
terinterkalasi dan menggantikan pelarut dalam interlayer dari silikat. Ketiga,
setelah penghilangan pelarut,struktur yang telah terinterkalasi akan tertinggal
dan akan membentuk bio-polimer/silikat berlapis bionanokomposit (Zhao,
2008).
2.6.4 Melt intercalation

Proses pembuatan bionanokomposit pada metode ini tidak memerlukan


penambahan pelarut. Silikat berlapis dicampur dengan matriks polimer dalam
molten state, ikatan polimer akan bergerak perlahan-lahan ke dalam ruang antar
lapisannya. Proses penyebaran ikatan polimer ke dalam galeri lapisan silikat
menjadi bagian penting pada proses melt intercalation.
Melt intercalation merupakan metode yang ramah lingkungan karena tidak
digunakannya pelarut organik yang nantinya dapat menjadi limbah, sementara
metode eksfoliasi, polimerisasi in situ interkalatif dan interkalasi larutan
menggunakan pelarut tersebut. Selain itu, melt intercalation juga kompatibel
dengan proses industri seperti pada injection molding. Pada melt intercalation,
pembuatan bionanokomposit dilakukan dengan tujuan untuk menguatkan
material, yaitu dengan cara memanaskan dan mendinginkan material..

2.7 Ampas Tebu sebagai filler

Ampas tebu merupakan serat alam yang banyak terdapat di Indonesia.


Ampas tebu termasuk serat limbah organik yang mudah di peroleh karena
merupakan hasil samping dari tanaman tebu. Tebu merupakan salah satu jenis
13

tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis (Andaka,
2010). Adapun gambar ampas tebu dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2 serat ampas tebu

Perkebunan tebu di Indonesia menempati luas area sebesar 344.000 hektar.


Pada awal tahun 2007 (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian),
melakukan pengecekan bahwa produksi tebu di Indonesia mencapai 2 juta ton
maka limbah yang akan dihasilkan atau ampas tebuh yang akan di hasilkan
berkisar 6-7 ton per tahun.Dalam penelitian Yudo Hartono (2008), rata-rata
baggase yang diperoleh 90% dari setiap tebu yang di proses. Hampir di setiap
pabrik gula tebu di Indonesia menggunakan baggase sebagai bahan bakar boiler
sebanyak 50% dan 50% lainnya ditimbun sebagai buangan yang memiliki nilai
ekonomis yang rendah.Wardani dan Kusumawardani, (2015) penimbunan
baggase terlalu lama juga dapat menimbulkan dampak yang kurang bagus
terhadap pabrik, mengingat ampas tebu ini mudah terbakar, mengotori lingkungan
sekitar dan menyita lahan yang luas untuk penyimpanannya. Ampas tebu
mengandung 32-44% selulosa. Ampas tebu merupakan limbah sisa hasil dari
pabrik tebu yang keadaannya belum dimanfaatkan secara maksimal. Diperkirakan
sekitar 1,8 juta ton pertahun ampas tebu dapat dihasilkan dari pabrik gula, karena
jumlahnya yang melimpah maka perlu dimanfaatkan secara maksimal (Andaka,
2011). Dalam penelitian Utomo, (2014) kandungan ampas tebu kering 10% dari
tebu yang sudah di giling, kadar selulosa 50%, hemiselulosa 25%, dan lignin 25%.
14

Jumlah produksi gula dari tahun 2001–2009 semakin meningkat, hal itu menandai
bahwa untuk produksi ampas tebu semakin meningkat jumlahnya pada tiap tahun.

Serat ampas tebu merupakan limbah organik yang banyak dihasilkan di


pabrik-pabrik pengolahan gula tebu di Indonesia. Serat ini memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi selain merupakan hasil limbah pabrik gula tebu, serat
ini juga mudah didapat, murah, tidak membahayakan kesehatan, dapat
terdegredasi secara alami atau yang biasa di sebut dengan proses biodegradabel
sehingga nantinya dengan pemanfaatan sebagai serat penguat komposit mampu
mengatasi permasalahan lingkungan terutama penggunaan plastik sintetik (Yudo,
dkk, 2008).

Pemanfaatan ampas tebu sangat berpotensi sebagai bahan baku pembuatan


bioplastik, karena ampas tebu mengandung selulosa sebesar 45,96%, hemiselulosa
sebesar 20,37% dan lignin sebesar 21,56%. Komponen selulosa dapat dijadikan
bahan baku pembuatan bioplastik, karena selulosa memiliki sifat kaku dan kuat,
sedangkan bioplastik yang ingin dihasilkan memiliki sifat plastis dan kuat,
sehingga diperlukan penambahan plasticizer untuk memperbaiki sifat kaku
tersebut. Salah satu plasticizer yang dapat memberikan sifat plastis adalah
gliserol. Penggunaan gliserol dalam pembuatan bioplastik dapat mempengaruhi
kuat tarik bioplastik, dengan bertambahnya gliserol maka kuat tarik yang
dihasilkan lebih rendah (Anggraini, 2019).

2.8 Gliserol Sebagai Plastisizer


Gliserol, atau 1,2,3-propanetriol, merupakan senyawa organik yang tidak
berwarna, tidak berbau, dan higroskopis dengan rumus kimia
HOCHCH(OH)CH2OH. Gliserol adalah senyawa trihidrik alkohol yang
mempunyai titik didih 290O C dan titik beku 17,8O C. Senyawa ini dapat larut dan
bercampur dengan air etanol. Gliserol hadir dalam bentuk ester (gliserida) pada
semua hewan dan lemak dan minyak nabati. Sifatnya yang mudah menyerap air
dan kandungan energi yang dimilikinya membuat giserol banyak digunakan pada
industri makanan,farmasi, dan kosmetik (Afrozi, 2010).
15

Plastisizer gliserol bersifat hidrofilik (menyukai air), sehingga sesuai apabila


ditambahkan dengan pembentuk plastic yang bersifat hidrofobik (tidak suka air)
seperti pati, pektin, gel, dan protein.

Adapun rumus molekul gliserol dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3:

Gamabar 2.3 Gliserol

Gliserol ialah suatu trihidoksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon.
Jadi tiap karbon mempunyai gugus – OH. Gliserol dapat diperoleh dengan jalan
penguapan hatihati, kemudian dimurnikan dengan distilasi pada tekanan rendah.
Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa
dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang
menghasilkan asam lemak bebas. Di samping itu dapat pula terjadi proses oksidasi
terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan menambah bau dan rasa
yang tidak enak. Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida
dan selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau
dan rasa yang tidak enak atau tengik. Gliserol yang diperoleh dari hasil
penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan
mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut
dalam eter. Gliserol digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika sebagai
bahan dalam preparat yang dihasilkan. Di samping itu gliserol berguna bagi kita
untuk sintesis lemak di dalam tubuh. sebagai produk samping di dalam produksi
asam lemak, ester lemak atau sabun dari minyak atau lemak. Di Malaysia, gliserol
dihasilkan melalui pemecahan minyak sawit atau minyak inti sawit dengan
menggunakan metode berikut :
16

- Penyabunan minyak / lemak dengan NaOH untuk membentuk sabun dan larutan
alkali sabun. Larutan alkali sabun yang terbentuk mengandung 4–20 % gliserol
dan juga diketahui sebagai sweetwater atau gliserin.

- Splitting atau hidrolisis dari minyak inti sawit dibawah tekanan dan temperatur
yang tinggi untuk menghasilkan asam lemak dan sweetwater. Sweetwater ini
mengandung 10–20 % gliserol.

- Transesterifikasi dari minyak dengan metanol katalis untuk menghasilkan metal


ester. Sejak proses tidak menggunakan air, konsentrasi gliserol lebih tinggi.
Gliserol merupakan hasil pemisahan asam lemak. Gliserin terutama digunakan
dalam industri kosmetika antara lain sebagai bahan pengatur kekentalan sampo,
obat kumur, pasta gigi, dan sebagainya. Gliserol yang diperoleh dari hasil
penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan
mempunyai rasa yang agak manis, larut dalam air dan tidak larut dalam eter.

Gliserol lebih cocok digunakan sebagai plasticizer karena berbentuk cair.


Bentuk cair gliserol lebih menguntungkan karena mudah tercampur dalam larutan
film dan terlarut dalam air. Dalam pembuatan bioplastik, gliserol memiliki
peranan yang cukup penting. Gliserol merupakan salah satu pemlastis yang sering
digunakan. Hal ini karena gliserol merupakan bahan yang murah, sumbernya
mudah diperoleh, karena mudah didegradasi oleh alam. Gliserol umumnya
digunakan sebagai material plastisasidalam proses pembuatan plastik yang
bersifat degradabel. Material plastisasi memacu proses pencetakan, dan
meningkatkan fleksibilitas produk dengan pencampuran sempurna untuk
memperoleh distribusi homogeny.

Table 2.1 Sifat fisik gliserol

No Sifat Fisik Dari Gliserol


1 cairan tidak berwarna
2 Tidak berbau
3 Cairan kental dengan rasa yang manis
4 Densitas 1,261 g/cm3
17

5 Titik lebur 18,2°C


6 Titik lebur 18,2°C

2.8.1 Pengaruh Gliserol terhadap Sifat Mekanik Bioplastik


Gliserol berperan penting dalam pembuatan bioplastik. Gliserol
merupakan salah satu agen pemlastis yang sering digunakan. Hal ini karena
gliserol terbilang mudah diperoleh, harganya murah, dapat diperbaharui, dan juga
ramah lingkungan. Pati merupakan polimer alam dengan harga murah, dan
terbaharukan, hadir dalam bentuk butiran yang tidak dapat diproses menjadi
material termoplastik karena adanya ikatan hidrogen intermolekul dan
intramolekul yang kuat. Dengan adanya air dan plasticizer ini gliserol, pati dapat
diolah menjadi polimer yang biodegradable dan biasa disebut thermoplastic
starch.
Umumnya bioplastik dengan bahan dasar pati bersifat rapuh, mudah rusak
mengingat sifatnya sebagai penghalang uap air yang tergolong rendah karena
bersifat hidrofilik. Sifat mekanik dari pati juga kurang baik karena nilai
elastisitasnya yang rendah sehingga diperlukan zat tambahan untuk
memaksimalkannya. Plasticizer sering digunakan untuk memperbaiki sifat
elastisitas dan juga mengurangi sifat barrier film dari bahan pati. Poliol seperti
sorbitol dan gliserol merupakan plasticizer yang cukup baik dalam mengurangi
ikatan hidrogen internal sehingga meningkatkan jarak intermolekul.

Gliserol diketahui berpengaruh nyata terhadap sifat mekanik bioplastik


yaitu kuat tarik atau tensile strength dan elongasi atau perpanjangan. Aripin, dkk,
(2017) mengungkapkan sifat mekanik terbaik dari bioplastik dengan variasi
konsentrasi plasticizer gliserol diperoleh pada konsentrasi gliserol 0,5%, yaitu
kuat tarik 19,23 MPa, sedangkan nilai elongasi terbaik diperoleh pada saat variasi
gliserol 1,5 % yaitu 39,16%. Nilai elongasi meningkat seiring bertambahnya
konsentrasi gliserol, begitu sebaliknya kuat tarik semakin menurun seiring
bertambahnya konsentrasi gliserol.
18

Penelitian Sinaga et al. (2014) mengungkapkan bioplastik dari umbi talas


memperoleh nilai pemanjangan saat putus tertinggi pada pati 0,3 w/v,
penambahan 1% v gliserol yaitu nilai pemanjangan saat putus 14,8448 %. Apabila
gliserol semakin banyak ditambahkan maka sifat pemanjangan saat putus akan
semakin tinggi, tetapi jika gliserol yang ditambahkan terlalu sedikit maka
bioplastik yang dihasilkan menjadi kurang elastis. Fatnasari, dkk, (2018)
menyatakan Konsentrasi gliserol dalam pembuatan film pati ubi jalar berpengaruh
nyata terhadap kadar air, ketebalan, elongasi dan tensile strength, namun tidak
berpengaruh nyata terhadap laju transmisi uap air film. Elongasi berpengaruh
nyata konsentrasi terbaik 25% terendah 10%. Gliserol berpengaruh nyata pada
kuat tarik konsentrasi terbaik10% terendah 25%.

Wattimena, dkk, (2016) menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi


gliserol meningkatkan nilai perpanjangan atau elongasi, sebaliknya pada nilai kuat
tarik semakin tinggi konsemtrasi gliserol semakin menurun nilai kuat tariknya.
Gliserol berpengaruh nyata terhadap sifat mekanik, gliserol optimum 0,5 %.
Anggarini (2013) mengungkapkan bahwa formulasi terbaik bahan-bahan pembuat
plastik yang mendekati sifat plastik SNI diantaranya kuat tarik sebesar 24,7-302
MPa, elongasi sebesar 21-220% dan hidrofobisitas sebesar 99%, dihasilkan dari
campuran pati - gliserol 20%. Putri (2018) menyatakan kuat tarik paling optimum
pada konsentrasi gliserol 0,5 %, tebal film optimal pada konsentrasi gliserol 1,5 %
semakin tinggi konsentrasi gliserol semakim baik tebal bioplastik, semakin tinggi
konsentrasi film bioplastik semakin rendah kuat tarik. Penambahan gliserol
mampu meningkatkan mobilitas molekuler rantai polimer yang ditunjukkan
dengan keelastisikan bioplastik sehingga perpanjangan saat putus cenderung akan
meningkat. Semakin banyak gliserol yang ditambahkan maka sifat kekuatan
tariknya atau tensile strength akan semakin rendah, akan tetapi apabila gliserol
yang ditambahkan terlalu sedikit maka bioplastik yang dihasilkan akan mudah
retak/kurang elastis. Penambahan gliserol sendiri dapat menurunkan kekuatan
intermolekuler bioplastik diantara rantai polimer dan meningkatkan fleksibilitas
bioplastik (Sinaga et al., 2014).
19

2.9 Pati Ubi Jalar


Pati adalah perwujudan dari karbohidrat yang tersebar pada tanam-
tanamanterlebih pada tanaman berklorofil. Bagi tanaman, pati memilik
fungsi atau berperan sebagai cadangan makanan dan tersimpan di dalam
biji,bagianbatang serta umbi tanaman. Manfaat patiselama ini
dimanfaatkanuntuk bahan pangan serta bahan tambahan dansediaan farmasi (Ben,
2014).
Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
edible film. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable
Secara alamiah pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin.
Komposisi amilosa dan amilopektin berbeda-beda pada tiap tumbuhan. Adanya
perbedaan kadar amilosa dan amilopektin menyebabkan sifat pati dari berbagai
tumbuhan berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) dan memberikan
warna biru tua pada tes iodin, sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket
dan tidak menimbulkan reaksi pada tes iodin. Amilosa terdiri dari D- glukosa
yang terikat dengan ikatan α-1,4 glikosidik sehingga molekulnya merupakan
rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian
besar mempunyai ikatan α-1,4 glikosidik dan sebagian lagi ikatan α-1,6
glikosidik. Adanya ikatan α 1,6 glikosidik menyebabkan molekul amilopektin
memiliki cabang dan sebagian lagi ikatan α-1,6 glikosidik. Adanya ikatan α-1,6
glikosidik menyebabkan molekul amilopektin memiliki cabang.

Ubi jalar (Ipomoea batatas Lam) adalah tanaman yang murah dan mudah
didapat karena dibudidayakan sangat luas di dunia secara ekstensif (Issa et al,
2016). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2015, luas areal tanaman ubi
jalar di Provinsi Riau pada tahun 2015 mencapai 793 Ha dengan produksi ubi
jalar sebesar 82.75 kwintal/Ha (Badan Pusat Statistik, 2015). Komponen pati
penyusun ubi jalar adalah 90% yang terdiri dari 22% amilosa dan 78%
amilopektin.

Salah satu jenis pati yang potensial untuk pembuatan bioplastik yaitu pati ubi
jalar. Pati ubi jalar umumnya memiliki sifat fisik yang mirip dengan plastik,
20

berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa (Lourdin, 2007). Salah satu pati ubi
jalar yang dapat digunakan dalam pembuatan edible film yaitu pati ubi jalar
kuning. Pati ubi jalar dengan kadar amilosa tinggi diasumsikan dapat digunakan
sebagai bahan dasar pembuatan bioplastik yang baik. Penggunaan pati dalam
pembuatan bioplastik menjadikan film yang dihasilkan memiliki sifat transparansi
yang rendah, rapuh, penghalang uap air yang rendah karena sifat hidrofilik yang
dimiliki pati, sehingga mempengaruhi stabilitas dan sifat mekanik film. Selain itu,
penggunaan pati pada pembuatan bioplastik edible film menghasilkan film yang
rapuh, mudah sobek, kaku dan rentan mengalami kerusakan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penambahan plasticizer. Salah satu plasticizer yang biasa
digunakan dalam pembuatan edible film yaitu gliserol.

Pada saat ini banyak penelitian tentang bioplastik yang menggunakan


pati sebagai matriksnya. Pada penelitan kali ini digunakan pati ubu jalar,dimana
ubu jalar mengandung 90% pati dalam basis kering. Kadar amilosa yang
terkandung dalam pati ubi jalar adalah sebesar 8,5 – 37,4% dan amilopektin
sebesar 62,6 %.

2.10 State of The Art Penelitian Bioplastik

Dalam beberapa tahun terakhir ini berbagai penelitian yang berhubungan


dengan material pembuatan bioplastik telah dilakukan..

Penelitian-Penelitian Mengenai Bioplastik

no Peneliti, tahun Bahan baku, variabel Hasil penelitian

1 Nofita Sari, Bahan baku yang Ketebalan bioplastik


Maudy digunakan adalah: dengan hasil maksimum
Mairisya, Riska Ampas kelapa, pada jumlah sorbitol 2 ml
Kurniasari, Sari plastilicizer sorbitol, dan waktu pencampuran
Purnavita(2019 35 menit dengan
PVA, aquadest,
) ketebalan 0,18 mm.
Variabel adalah :
persentase ketahanan air
21

jumlah sorbitol (0 ml, bioplastik terbaik adalah


0,5 ml,1,5 ml, 2 ml), 74,6 % pada jumlah
waktu pencampuran sorbitol 0 ml dan waktu
(25 menit, 35 menit)`, pencampuran 25 menit.
jumlah galaktoman 5
Hasil analisa elongasi
gram, jumlah pva 5
terbaik pada jumlah
gram, suhu
sorbitol 1,5 ml dan waktu
pencampuran 70°C
pencampurann 25 menit
dengan persentase 46,81
%

2 Suryati, Bahan yang digunakan - biodegrabilitas72,05 %,


meriatna, : Pati kullit singkong, - penyerapan air 25,68 %
marlina (2016) Kitosan (dari kulit
- Hasil uji FTIR
udang 92%), Gliserol
menunjukkan bahwa
Variabel yang biodegrabilitas yang
digunakan, Suhu dihasilkan memiliki
pengeringan 50°C, gugus fungsi CH, OH,
60°C, 70°C, Waktu dan NH yang diduga
pengeringaan 90 berasal dari pati, kitosan
menit, 120 menit, 150 dan gliserol
menit

3 Samsul arifin, Bahan baku yang Sifat mekanik terbaik


bungaran saing, digunaka adalah: ubi dari bioplastik dengan
elvi kustiyah jalar cilembu, gliserol, variasi konsentrasi
(2017) sorbitol, putih telur, plasticizer gliserol
dan aquadest. diperoleh pada
konsentrasi gliserol 0,5%,
Variabel yang
yaitu kuat tarik 19,23
22

digunakan adalah: MPa, sedangkan nilai


Waktu pencampuran elongasi terbaik diperoleh
40 menit, Suhu pada saat variasi gliserol
pengadungan 80-90°C 1,5 % yaitu 39,16%.

4 Lailatin Bahan yang digunakan Penambahan gliserol atau


Nuriyah , dalam penelitian ini sorbitol sebanyak 2,8%
Gancang adalah ubi jalar pada larutan bahan akan
Saroja, M. cilembu, gliserol, menurunkan nilai kuat
Ghufron1 , Arvi sorbitol, putih telur, tarik bioplastik,
Razanata, Nova dan aquades. masingmasing menurun
Fathur Rosid 90% untuk gliserol dan
Variabel yang
(2018) 75% untuk sorbitol.
digunakan adalah Suhu
Sebaliknya, penambahan
penegeringan
pemlastis putih telur
maksimum 250oC,
sebanyak 2,2% justru
Suhu pencampuran
meningkatkan nilai kuat
50°C dengan waktu 15
tarik hingga 49%.
menit
Penambahan gliserol dan
sorbitol sebanyak 2,8%
pada larutan bahan akan
meningkatkan elongasi
bioplastik masing masing
sebesar 32,8% dan
16,1%.

5 Johan Bahan baku yang Hasil yang didapat dari


Budiman, digunakan antara lain penelitian ini adalah
Rodiana Buah lindur, asam untuk kuat tarik (tensile
Nopianti, asetat gliserol 99%, strenght) berkisar 24,59
Shanti Dwita MPa - 32,91 MPa, persen
Variabel dalam
Lestari (2018) pemanjangan 2,93% -
penelitian ini adalah
23

waktu pengadukan 30 4,88%, ketebalan 0,05 -


menit 0,11mm, ketahanan air
108,06% -111,09% dan
Suhu pengeringan
uji biodegradasi dengan
60ºC
persen kehilangan berat
Waktu pengeringan 6
17,91% - 54,40% dengan
jam
laju degradasi tertinggi
18,13 - 3,62 mg/15 hari
penguburan.

6 Rahmatullah, Bahan-bahan yang Kapuk randu memiliki


Selpiana, Eva digunakan antara lain komposisi lignoselulosa
Oktarina Sari2 , serat kapuk, aquadest, yang terdiri dari
Rizka NaOH. hemiselulosa 32%,
Wulandari selulosa 38%, dan lignin
Putri, Untung 20%. Penggunaan larutan
Waluyo dan NaOH pada proses
Tedi delignifikasi terbukti
Andrianto1 meningkatkan kadar
(2020) selulosa dimana
diperoleh nilai optimum
untuk kadar selulosa
sebesar 50% dengan
konsentrasi NaOH 12%.

BAB III
24

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat pengambilan sampel ampas tebu adalah pada penjual minuman


jajanan dari bahan tebu. Proses pembuatan plastik biodegradeble dan
pengujian bertempat di Laboratorium Universitas Malikussaleh
2. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2021 sampai
selesai

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat yang digunakan :
1. Aluminium foil
2. Beacker glass
3. Cawan petri
4. Furnace
5. Gelas ukur
6. Hot plate
7. Labu ukur
8. Mortar
9. Magnetic stirrer
10. Neraca analitik
11. Pipet tetes
12. Plat kaca
13. Spatula.
3.2.2 Bahan yang digunakan :
1. Pati ampas tebu
2. Gliserol
3. Pati tepung ubi jalar
4. Aquadest.
25

3.3 Variabel Penelitian


3.3.1 Variabel Tetap
Adapun variabel tetap pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Suhu Hot Plate saat pencampuran bioplastik: 50C
2. Waktu Hot Plate saat pencampuran bioplastik : 15 menit
3. Suhu Pengeringan bioplastik: 60C
4. Waktu Pengeringan bioplastik: 24 jam
5. Pati dilarutkan dalam aquadest dengan perbandingan 1:20 (w/v)
3.3.2 Variabel Bebas
Adapun variabel bebas adalah sebagai berikut :
1. Perbandingan filler (pati ampas tebu)/matriks (pati ubi jalar): (0:100,
20:80, 30:70, 40:60, 50:50) %
2. Gliserol sebagai plasticizer : (3, 5, dan 7) ml
3.3.3 Variabel Terikat
1. Uji Ketebalan (cm)
2. Uji daya serap air (%)
3. Uji biodegradable (%)
4. Uji kuat tarik (N/mm2)
5. Uji elongasi

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Pembuatan Pati Tepung Ubi Jalar
Adapun langkah-langkah pembuatan tepung ubi jalar adalah sebagai
berikut:

1. Di potong bagian ujung dan pangkal umbinya sekitar 2,0 cm,


2. Dikupas kulit umbi dengan pisau atau alat pengupas umbi lainnya,
3. Dicuci bersih ubi jalar yang sudah dikupas
4. Diparut daging ubi jalar hingga halus
26

5. Ditambahkan air pada bahan yang sudah diparut dengan perbandingan 1


kg bahan 2 liter air diaduk sampai homogen
6. Disaring bahan yang sudah dicampur menggunakan kain saring hinggga
diperoleh ampas dan cairan (suspense pati).
7. Diekstrak kembali ampas yang diperoleh dari proses penyaringandengan
perbandingan 1 kg bahan 2 liter air kemudian menyaring kembali untuk
mendapatkan pati
8. Dicampur cairan pati yang diperoleh dari penyaringan pertama dan kedua
dan mengendapkannya selama 1 jam, kemudian air hasil pengendapan
dibuang sehingga diperoleh pati basah
9. Dikeringkan pati basah sampai diperoleh produk yang kering
10. Dihaluskan pati kering yang sudah didapat kemudian diayak dengan
ayakan 100 mesh
3.4.2 Pembuatan Pati Tepung Ampas Tebu
Tahapan pembuatan tepung dari ampas tebu sebagai berikut :
1. Menyiapkan ampas tebu sebanyak 5 kg, ampas tebu yang di dapat dari
penjual-penjual es tebu di daerah pasar-pasar tradisional.
2. Ampas tebu di potong kecil –kecil kurang lebih sampai ukuran 1 cm
3. Di cuci ampas tebu yang sudah dipotong dengan air sampai bersih.
Ampas tebu yang sudah bersih dijemur di bawah terik matahari selama 12
jam/di keringkan menggunakan oven dengan suhu 105c selama 5 jam,
4. Dihaluskan ampas tebu menggunakan blender
5. Diayak dengan ayakan 100 mesh untuk mendapan hasil yang lebih baik
3.4.3 Pembuatan Bioplastik Dari Pati Ampas Tebu Dan Pati Ubi Jalar
Pembuatan bioplastik dengan bahan baku ampas tebu dengan variasi
konsentrasi gliserol dan tepung ubi jalar. Tahapan yang harus dilakukan
1. Pati tepung ubi rambat dan pati ampas tebu dengan perbandingan (100:0,
80:20, 70:30, 60:40, 50:50)% masing-masing dilarutkan dalam aquadest
dengan perbandingan 1:20 (w/v) dalam beaker glass 500 ml
2. Larutan tersebut ditambah gliserol pada masing-masing (3 ml, 5 ml, 7 ml)
3. Bahan yang sudah tercampur dipanaskan dengan suhu 70 c menggunakan
27

hot plate dan di aduk menggunakan magnetic stirrer 50 rpm sampai


membentuk gel yang menyerupai lem. Pengadukan dilakukan selama ± 15
menit sampai homogen.
4. Larutan yang membentuk gel kemudian dicetak pada plat kaca/baja ukuran
20 cm x 20 cm x 2 mm
5. Kemudian larutan didinginkan hingga mencapai suhu ruangan selama 24
jam untuk menghilangkan gelembungnya.
3.4.4 Proses Pencetakan Bioplastik
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap proses pencetakan edible
film adalah:
1. Larutan yang sudah didinginkan dimasukkan kedalam cetakan plat
kaca/plat baja yang sudah disediakan dengan ketebalan yang sama.
2. Kemudian dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 60o C
3. Setelah dikeringkan, diangkat dan dimasukkan ke dalam desikator selama
24 jam
4. Setelah itu bioplastik dilepas dari cetakan plat kacanya.

3.5 Tahap Analisa bioplastik


3.5.1 Analisa Pembengkakan Bioplastik/Persentase Ketahanan Air
Pada pengujian penyerapan air plastik sampel film diuji berdasarkan
standar ASTM 570- 98, 2005

Gambar 3.1 Bentuk sampel uji persentase ketahanan air/pembengkakan


bioplastik
Keterangan:
L = 2 cm
28

W = 2 cm

Adapun tahapan dalam anlisa ini adalah sebagai berikut:


1. Analisa densitas dilakukan dengan metode kenaikan fluida dalam gelas
ukur (Yuli Darni dKK, 2014).
2. Dipotong sampel bioplastik dengan ukuran 2 × 2 cm.
3. Ditimbang massa sampel yang telah dipotong.
4. Kemudian gelas ukur 10 ml diisi dengan air hingga 5 ml.
5. Sampel edible film dimasukkan dalam gelas ukur yang berisi air.
6. Setelah 15 menit, dicatat volume air yang baru untuk menghitung volume
plastik sebenarnya dengan cara: selisih volume akhir air dengan volume
awal air.
7. Persentase Ketahanan Air edible film dihitung dengan persamaan 3.1:
% = W - W0/W x 100%................................................................(3.1)
Keterangan:
W0 = massa bioplastik mula – mula (gram)
W = massa bioplastik setelah dimasukkan kedalam air (gram)26
3.5.3 Analisa Biodegradabilitas
Berdasarkan standar plastik internasional ASTM 5336 (Averous, 2004)
bahwa lama biodegradasi untuk plastik PLA dari Jepang dan PCL dari
Inggris membutuhkan waktu 60 hari untuk dapat terurai. Sedangkan
bioplastik glukomanan pada penelitian ini dapat terdegradasi selama 14
hari dan telah memenuhi standar lama degradasi yang digunakan oleh
plastik PLA dari Jepang maupun PCL dari Inggris.

Gambar 3.2 Bentuk sampel analisa biodegradabilitas


29

Keterangan :
L= 1 cm
W= 1 cm
1. Analisa biodegradabilitas dilakukan dengan metode soil burian test
dengan metode pengontakan langsung bioplastik dengan tanah (R C Nissa
dkk., 2018)
2. Dipotong sampel bioplastik dengan ukuran 1 × 1 cm2.
3. Ditimbang sampel sebagai massa awal (M0).
4. Dimasukkan sampel ke dalam tanah yang digali sedalam 7,5 cm selama 14
hari.
5. Diangkat sampel di dalam tanah dan dibersihkan dari sisa tanah yang
menempel dan ditimbang kembali sampel sebagai massa akhir (M1).
6. Biodegradabilitas bioplastik dihitung dengan persamaan 3.2:
Biodegradabilitas = M0 - M1/M0×100 %...........................................(3.2)
Keterangan:
M0 = massa sampel awal (gram)
M1 = massa sampel akhir (gram)
3.5.4 Analisa Kuat Tarik
Pengujian nilai kuat tarik edible dipotong berdasarkan ASTM D882 yang
merupakan standarisasi pengujian polimer.

Gambar 3.3 Bentuk sampel analisa kuat tarik

Langkah analisa kuat tarik untuk bioplastik adalah sebagai berikut:


1. Analisa kuat tarik dilakukan dengan menggunakan alat mechanical
universal testing machine.
30

2. Dipotong sampel sesuai dengan ukuran.


3. Dilakukan pengujian dengan cara kedua ujung sampel dijepit pada alat
mesin penguji.
4. Sampel ditarik secara perlahan hingga sampel putus dan data langsung di
tampilkan ke PC.
5. Kuat tarik dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 3.3:
σ = F maks/A......................................................................(3.3)
Keterangan:
σ = kuat tarik (N/mm2)
3.5.5 Analisa Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus (Elongation At Break)
Elongasi merupakan perubahan panjang maksimum film sebelum
terputus. Pengujian elongasi dilakukan dengan membandingkan penambahan
panjang yang terjadi dengan panjang bahan sebelum dilakukan uji tarik (Arini,
2017). Elongasi at break adalah peningkatan panjang material saat diuji dengan
beban tarik, dinyatakan dalam satuan panjang, pada umumnya menggunakan
satuan panjang inci atau millimeter. Persen elongasi adalah pemanjangan benda
uji yang dinyatakan sebagai persen dari panjangnya. Percent elongation at break
adalah persen pemanjangan pada saat putusnya benda uji. Perpanjangan
didefinisikan sebagai persentase perubahan panjang film pada saat film ditarik
sampai putus. Kekuatan regang putus merupakan tarikan maksimum yang dapat
dicapai sampai film dapat tetap bertahan sebelum film putus atau robek.
Pengukuran kekuatan regang putus berguna untuk mengetahui besarnya gaya
yang dicapai untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap satuan luas film
untuk merenggang atau memanjang (Purwanti, 2010). Standar yang digunakan
adalah ASTM D882.

Anda mungkin juga menyukai