Anda di halaman 1dari 16

PEMBUATAN PARFUM DARI MINYAK ATSIRI

Diajukan untuk memenuhi Tugas dari


Mata Kuliah Metodolodi Penelitian

Disusun Oleh :
Nama :Intan Sulastri
Nim : 180140041

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2021
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parfum

Definisi Parfum

Parfum atau minyak wangi didefinisikan menjadi suatu kompleks


campuran dari berbagai variasi senyawa dengan konsentrasi yang tepat dan
dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Zat pewangi dapat berasal dari minyak atsiri
atau dibuat sintetis. Parfum digunakan untuk member rasa segar dan harum pada
badan. Mekanisme ynag tepat dari interaksi parfum dengan tubuh agar
menimbulkan bau yang berbeda pada masing-masing individu belum diketahui.
Volatile dalam parfum menunjukan pola yang berbeda ketika terjadi penguapan
dari kulit manusia. Pola tersebut dipengaruhi oleh suhu tubuh, struktur kulit atau
keberadaan partikel lipid yang masing-masing dapat mengubah penguapan
temporal dari senyawa kimia yang ada dalam parfum (Lenochova et all, 2012:1-
2).
Menurut SNI 16-4949-1998 definisi sediaan eau de parfum, eau de
toilette, atau eau de cologne adalah sediaan kosmetika yang berbentuk cair yang
merupakan campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya yang digunakan untuk
memberikan bau harum.
a. Sediaan eau de parfum adalah sediaan kosmetika berbentuk cair
b. yang merupakan campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya dengan
kadar bahan pewangi 11-15% yang digunakan untuk memberikan bau harum.
c. Sediaan eau de toilette adalah sediaan kosmetika berbentuk cair
yang merupakan campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya dengan
kadar bahan pewangi 6-10% yang digunakan untuk memberikan bau harum.
d. Sediaan eau de cologne adalah sediaan kosmetika berbentuk cair yang
merupakan campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya dengan kadar bahan
pewangi 3-5% yang digunakan untuk memberikan bau harum.
Klasifikasi pewangi dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis, yakni eau de
extrait dengan bahan pewangi 20-30%, eau de parfum 8-15%, eau de toilette 4-
8%, eau de cologne 3-5%, dan splash cologne 1-3%. Konsentrasi bahan
pewangi yang terkandung dalam pewangi akan berpengaruh pada intensitas dan
ketahanan wanginya, semakin tinggi konsentrasi bahan pewangi akan membuat wanginya
menjadi lebih kuat dan tahan lama (Herz, 2011:359).

2.2.1 Tingkatan Parfum (Notes)

Parfum dideskripsikan dengan perumpamaan musik yang memiliki tiga


“not/notes” yang membentuk harmoni wangian. Masing-masing note tercium
seiring waktu dengan dimulai dari impresi pertama dari top note diikuti oleh
middle note yang telah mendalam dan base note yang sedikit demi sedikit muncul
di akhir. Note-note ini dibuat dengan seteliti mungkin berdasarkan pengetahuan
proses evaporasi dari wangian (Khairina, 2017:6-7). Sebuah parfum terdapat tiga
bagian (notes), yaitu top note dengan total 15-25% dari total keseluruhan parfum,
middle note 30-40%, dan base note 40-55% (Hunter, 2009 dalam Setiyaningsih,
2014:14).
Di bawah ini adalah penjelasan dari masing-masing notes:
a. Top note

Wangi yang langsung tercium ketika parfum disemprotkan. Top note


mengandung molekul yang ringan dan kecil yang dapat berevaporasi cepat. Top
note membentuk impresi pertama dari parfum. Minyak lemon adalah salah satu
minyak atsiri yang termasuk top note.

b. Middle note

Wangi yang muncul setelah top notes mulai memudar. Middle note
mengandung “inti” dari parfum dan juga bertindak sebagai topeng bagi base note
yang sering kali tidak tercium enak pada pertama kalinya, namun menjadi enak
seiring waktu. Notes ini juga sering disebut heart note. Minyak atsiri yang
termasuk dalam kategori middle note adalah minyak lavender dan minyak sereh
wangi.
c. Base notes

Wangi dari sebuah parfum yang muncul seiring memudarnya middle note.
Base dan middle note adalah tema wangian utama dari sebuah parfum. Base note
memberikan kedalaman yang solid dari parfum. Kandungan dari notes ini
biasanya kaya dan dalam, dan tidak tercium setidaknya sampai 30 menit
pemakaian. Wangi top dan middle note terpengaruhi oleh wangi dari base note.

2.1.2 Komponen Parfum

Parfum atau minyak wangi terdiri dari 7 komponen utama, yaitu campuran
minyak esensial dan senyawa aroma, fiksatif, longlasting agent, solubilizer,
pelembab, dan pelarut.

a. Pewangi

Terdiri atas persenyawaan kimia yang menghasilkan bau wangi yang


diperoleh dari minyak atsiri atau dihasilkan secara sintetik. Persenyawaan tersebut
berfungsi sebagai pemberi wangi pada parfum. Umumnya parfum mengandung
komponen zat pewangi berjumlah 2% (weak parfume) sampai dengan 10%
(strong parfume) dan selebihnya adalah bahan pengencer (diluents) dan zat
pengikat (Ketaren, 1985 dalam Rahmaisni, 2011:13).

b. Fiksatif

Fiksatif memiliki peranan penting dalam campuran parfum. Penambahan


bahan fiksatif dalam campuran parfum dapat berfungsi untuk membuat aroma
parfum menjadi lebih tahan lama tanpa mengubah karakter asli dari seluruh
bagian dari parfum. Bahan fiksatif dapat berupa bahan alam maupun sintetik.
Contoh dari fiksatif adalah dari makrosiklik, hidroaromatik, polisiklik, dan
oxahidroaromatik atau kombinasinya. Kombinasi yang lebih disukai dari bahan
fiksatif adalah galaxotide dan benzophenone. Bahan fiksatif dapat dilarutkan
dengan pelarut yang mudah menguap atau kombinasi pelarut tersebut. Untuk
mencapai manfaat yang optimal, rasio dari bahan fiksatif harus dikontrol,
konsentrasi fiksatif yang digunakan berkisar antara 0,1% hingga 50%, dengan
konsentrasi yang paling disukai yaitu 1-2% (Cella et all, 1992:8).

c. Longlasting agent

Berbagai cara dilakukan oleh pengusaha dalam meningkatkan kualitas


parfum. Kualitas parfum dapat ditentukan dengan daya tahan lama aroma parfum
dan kejernihan parfum (Wolfgang & Klaus 2007). Untuk meningkatkan daya
tahan aroma parfum (longlasting) dilakukan dengan meningkatkan persentase
bibit parfum dalam formulasi parfum (Parekhan et al. 2013). Hal ini
menyebabkan meningkatnya biaya produksi karena bibit parfum adalah bahan
baku yang paling mahal dalam formulasi parfum. Selain itu akibat meningkatnya
persentase biang parfum membuat parfum menjadi keruh (Surawut et al. 2013).
Phenoxyethanol pada kosmetik berkisar antara 0,009 hingga 1,043% (Tokunaga
et all, 2003:25).
d. Solubilizer

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kualitas


parfum dengan biaya produksi yang murah adalah menggunakan campuran
surfaktan yang berfungsi sebagai solubilizer (Adli dan Pramudono, 2015:58).
Penambahan solubilizer dapat menyebabkan parfum menjadi lebih stabil dan
jernih, selain itu juga dapat membuat aroma menjadi lebih jelas. Beberapa
solubilizer yang sering digunakan adalah Tween 20, Tween 80, dan polisorbate.
Tween 20 adalah surfaktan terbaik yang dapat melarutkan semua minyak dengan
perbandingan 1:1 dengan air (Edris dan Mohamed, 2010:87).

e. Pelembab

Dalam pembuatan parfum diperlukan bahan tambahan yang berfungsi


sebagai zat pembasah atau zat pengawet. Pada umunya zat pembasah dalam
proses pembuatan parfum adalah propilen glikol atau turunannya dipropilen
glikol. Zat pembasah berfungsi sebagai bahan yang mencegah kulit menjadi
kering saat digunakan. Propilen glikol dapat berfungsi sebagai pengawet,
antimikroba, disinfektan, solven, humektan, stabilizer, dan konsolven yang dapat
bercampur dengan air (Rahmaisni, 2011:12).
f. Pelarut

Etanol digunakan sebagai pelarut wewangian tetapi juga sebagai senyawa


antimikroba. Keuntungan dari alkohol adalah kecepatan pengeringannya yang
cepat. Namun, tangan dapat menjadi kering dan menyebabkan intoleransi kulit
atau dermatitis kontak alergi, iritasi kulit dan peradangan. Penggunaan pelarut
yang sering digunakan dalam pembuatan parfum adalah etanol aquadest atau
campuran dari keduanya (Sikora et all, 2018:2). Kelarutan terbaik diperoleh jika
parfum dicampurkan dengan alkohol kemudian ditambahkan dengan aquadest
(Herman, 2005:307).

2.1.3 Kategori Parfum

Dalam pasar komersial, kategori pewangi ialah feminine, masculine, dan


unisex, pewangi dengan kategori unisex merupakan minoritas. Lindqvist (2012)
menyatakan pewangi yang dikategorikan feminine memiliki wangi mirip bunga-
bungan (floral) atau buah-buahan (fruity) sedangkan pewangi yang dikategorikan
masculine memiliki wangi yang spicy, yakni wangi-wangi yang pedas. Asyik
(2005) menyatakan standar yang dapat digunakan untuk menyatakan spicy ialah
metil eugenol. Aroma spicy berdasarkan hasil QDA digambarkan mirip dengan
minyak cengkeh, jahe, cabai, dan gingseng. Alasan seseorang menggunakan
pewangi dipengaruhi oleh faktor psikologis, demografis, dan suasana hati (mood).
Perempuan menggunakan wewangian karena dapat memberikan efek positif pada
suasana hatinya. Penggunaan pewangi juga dipengaruhi oleh penilaian seseorang
terhadap pribadinya misalnya “dramatic” maka akan menggunakan wewangian
yang oriental, “sporty” akan menggunakan wewangian yang segar. Situasi atau
tujuan acara juga merupakan faktor seorang wanita memilih jenis wewangian
yang akan digunakan, misalnya saat akan ada pertemuan romantis atau
wawancara kerja.
2.1.4 Formulasi Parfum

Formularium Kosmetika Indonesia tahun 1985:56

Formulasi eau de parfum, eau de toilette, dan eau de cologne


adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Persentase dosis pewangi sesuai produk

Produk Dosis Pewangi (%)


Pewangi 15-30
Eau de parfum 7-15
Eau de toilette 5-10
Eau de cologne 2-5
Solid Pewangi 5-10
Serbuk Pewangi 1-2
Pewangi Sabun 1,5-4

Dipropilen glikol 3

Air demineralisata 3

Etanol 96% ad 100

Pembuatan : Campurkan pewangi (sesuai tabel) dengan dipropilen


glikol, air, dan etanol 96% hingga 100% hingga tercampur rata.

A. Kavitha dan Srinivasan

Menurut Kativha dan Srinivasan dalam jurnal farmasi “Compatibility Of


Non-Alcoholic, Non-Allergic Water Based Micro Emulsion Perfumes For Skin
And Silk Fabrics” tahun 2017:35, formulasi parfum dibagi menjadi dua, yaitu
parfum yang berbahan dasar air atau alkohol.

Parfum berbahan dasar air:

Bahan pewangi

18 ml Solubilizes (Polysorbate20)
20 ml Co surfactant (PEG 40) 5ml
Bahan Anti-busa 0.1g

Pengawet 0.1g

Aquadest q.s ad 100 ml

Parfum bebahan dasar alkohol:

Etanol 70 ml

Air suling 12 ml

Bahan pewangi 18 ml

Pengawet 0,5 ml

UV absorben 1 ml

B. Stephen J. Herman

Menurut Stephen J. Herman dalam buku “Chemistry and Technology of


Flavors and Fragrances : Fragrance” 2005 : 307, formulasi parfum
adalah:
Alkohol 79.60
Pewangi 20.00
Aquadest 12.00
Benzophenone 0.40

C. Fragrance

Fragrance atau pewangi bukanlah suatu bahan tunggal dengan sifat yang
jelas, malainkan suatu campuran dari beberapa bahan kimia, dimana masing-
masing memiliki sifat yang unik. Fragrance merupakan campuran berbagai bahan
kimia sintetik yang menimbulkan aromatik tertentu.
Fragrance biasanya terdiri dari beberapa bahan kimia. Untuk satu aroma
tertentu dapat diperoleh dari kombinasi beberapa senyawa kimia tertentu. Untuk
membuat parfum, pewangi yang merupakan minyak, biasanya ditambahkan dalam
larutan alkohol dan air. Alkohol yang tersedia secara komersial bukanlah
komponen tunggal, melainkan campuran antara etanol, air dan denaturan.
Alkohol komersial biasanya mengandung etanol 95-96% dan air 4-5% (Herman,
2005:305).

2.2 Biji Kopi

Gambar 2.1 Pohon Kopi Gambar 2.2 Biji Kopi


(Dokumen Pribadi)

1. Klasifikasi Kingdom : Plantae


Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo :
Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Coffea
Spesies : Coffea canephora L. (Marjoni, 2017:102)

2. Morfologi

Biji kopi berbentuk hampir setengah bulat atau jorong, bagian punggung
cembung, bagian perut datar, pada bagian perut terdapat sebuah alur yang dalam
dan membujur, di dalam alur terdapat sisa kulit biji, berwarna coklat tua sampai
coklat tua kehitaman (Depkes RI, 1989:148). Biji kopi berbau aromatik, khas, dan
rasanya pahit (Marjoni 2017: 103).

3. Kandungan

Dalam biji kopi mengandung kafein, sitosterin, stigmasterin, kolin, dan zat
samak (Depkes RI, 1989:150). Dalam biji kopi mengandung 10-15% minyak kopi
yang dihasilkan dari biji kopi yang telah disangrai, minyak biji kopi tersusun dari
senyawa kafein, asam palmitat, asam linoleat, asam stearat, dan lain-lain (Aziz
dkk, 2009:1-2). Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa volatil
seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam folat, dan asam asetat yang
mempunyai sifat mudah menguap (Widyotomo dan Mulato, 2007:45).

4. Manfaat

Manfaat dari biji kopi adalah penawar racun, penurun demam atau
antipiretik, dan peluruh air seni atau diuretic (Depkes RI, 1989:150). Selain itu
juga dapat digunakan sebagai antidota, dan stimulansia (Marjoni,2017:103).
Kandungan kafein berfungsi sebagai unsur citarasa dan aroma dalam biji
kopi (Ciptadi dan Nasution, 1985 dalam Aditya dkk, 2014:22009:3). Kopi
memiliki banyak manfaat bagi tubuh kita Aroma kopi dapat merangsang kinerja
otak sehingga dapat memperbaiki mood dan konsentrasi, selain itu juga dapat
membuat tubuh menjadi lebih segar dan hangat (Hastuti, 2018:1).
2.3 Minyak Atsiri Kopi

Gambar 2.3 Struktur Kafein (Hastuti, 2018:3)

Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang
(essential oil, volatile) yang merupakan salah satu hasil metabolisme tanaman.
Bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, serta berbau
wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Minyak atsiri larut dalam pelarut
organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri pada industri banyak digunakan
sebagai bahan pembuat kosmetik, parfum, antiseptik dan lain-lain. Beberapa jenis
minyak atsiri mampu bertindak sebagai bahan terapi (aromaterapi) atau bahan
obat suatu jenis penyakit (Arniputi et al, 2007:135).
Sedangkan aromaterapi berasal dari dua kata, yaitu aroma dan terapi.
Aroma berarti bau harum atau bau-bauan dan terapi berarti pengobatan. Sehingga
aromaterapi adalah salah satu pengobatan penyakit dengan menggunakan bau-
bauan yang umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan serta berbau harum, gurih,
dan enak yang disebut minyak atsiri. Aromaterapi adalah cara pengobatan
alternatif yang menggunakan uap dari minyak esensial dari berbagai macam
tanaman yang bisa dihirup untuk menyembuhkan berbagai macam kondisi. Pada
umumnya aromaterapi dilakukan untuk tujuan meningkatkan mood, mengubah
area kognitif, dan juga dapat digunakan sebagai obat tambahan (Kurniasari,
2017:13).

Banyak yang mempertimbangkan minyak esensial alami sepenuhnya


aman. Ini didasarkan pada kesalahpahaman bahwa semua herbal aman dan karena
mereka alami. Toksisitas minyak atsiri tidak sepenuhnya tergantung pada
konsentrasi tinggi. Semua minyak esensial adalah toksik pada dosis sangat tinggi,
terutama jika diminum. Banyak minyak atsiri yang dianggap tidak beracun dapat
memiliki efek toksik pada beberapa orang: ini dapat dipengaruhi oleh sensitisasi
sebelumnya terhadap yang diberikan minyak atsiri, sekelompok minyak atsiri
yang mengandung sejenis komponen dalam minyak esensial. Itu bisa juga
dipengaruhi oleh usia orang tersebut, bayi dan anak-anak muda sangat rentan dan
begitu juga orang yang sangat tua. Pengaruh obat obatan lain, baik konvensional
dan herbal, masih dalam tahap awal sedang dipelajari. Ada kemungkinan bahwa
obat-obatan ini, dan mungkin juga produk rumah tangga, termasuk parfum dan
kosmetik, dapat mempengaruhi reaksi yang merugikan untuk minyak esensial.
Minyak atsiri dosis sangat kecil yang digunakan selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun bisa menimbulkan efek toksik (Lis-Balchin, 2006:75).
Salah satu penyusun dalam biji kopi adalah minyak kopi. Kandungan
minyak biji kopi arabika sekitar 15%, sedangkan pada biji kopi robusta sekitar
10%. Minyak biji kopi belum banyak dikembangkan di Indonesia (Yuwanti dkk,
2016:157). Menurut Esquivel dan Jimenez (2012), di Brazil minyak kopi
merupakan produk samping pengolahan kopi yang diperoleh dengan mengempres
kopi yang telah disangrai sebelum proses ekstraksi untuk memperoleh soluble
coffee.
Minyak biji kopi dapat diperoleh dari biji kopi kering maupun dari biji
kopi yang telah disangrai. Minyak kopi yang diperoleh dari biji kopi sangrai dapat
digunakan sebagai flavoring. Penggunaan minyak kopi tersebut digunakan untuk
memperbaiki flavor pada minuman yang berbahan kopi (Frascareli et al, 2012).
Minyak biji kopi tersusun dari senyawa kafein, asam palmitat, asam linoleat, asam
stearat, dan sejumlah senyawa aromatik. Kafein merupakan unsur terpenting pada
kopi yang berfungsi sebagai perangsang, sedangkan kafeol merupakan faktor yang
menentukan flavor. Senyawa volatile pada minyak kopi juga berpengaruh
terhadap aroma kopi (Aziz dkk, 2009:2-3).
Kafein adalah senyawa alkaloid yang termasuk jenis metilxantin (1.3.7-
trimetilxanthyne) atau C8H10N4O2. Kafein dalam kondisi murni berupa serbuk
putih berbentuk kristal prisma hexagonal, dan merupakan senyawa tidak berbau,
serta berasa pahit (Widyotomo dan Mulato, 2007:45).

2.4 Evaluasi Mutu Parfum

Menurut SNI 16-4949-1998 tentang parfum, beberapa pengujian yang


dilakukan dalam proses evaluasi mutu parfum antara lain uji organoleptik, uji
homogenitas, uji volume terpindahkan, uji nilai bobot jenis, dan uji kesukaan.

1. Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan alat


indera manusia sebagai alat ukur terhadap penelitian suatu produk. Indera
manusia adalah instrumen yang digunakan dalam analisis sensor, terdiri dari
indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peradaban, dan pendengaran.
Penilaian kualitas sensorik produk bisa dilakukan dengan melihat bentuk, ukuran,
kejernihan, kekeruhan, warna, dan sifat-sifat permukaan dengan indera
penglihatan (Setyaningsih dkk, 2010:7-8)
Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk
diklasifikasikan dan diperjelas karena ragamnya yang begitu besar. Penciuman
dapat dilakukan terhadap produk secara langsung (Setyaningsih dkk, 2010:9).
Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut
yang digunakan bila diamati di bawah sinar yang terdifusi (Depkes RI,
1995:998).
Pengamatan uji dilakukan dengan membandingkan sediaan dengan sifat
fisik pada SNI 16-4949-1998 tentang sediaan eau de parfum yaitu beraroma
harum atau khas dan berbentuk jernih.
2. Uji Homogenitas

Sediaan diamati secara subjektif dengan cara mengoleskan sedikit parfum di atas
kaca objek dan dan diamati susunan partikel yang terbentuk atau
ketidakhomogenan partikel terdispersi dalam parfum yang terlihat pada kaca
objek (Depkes RI, 1979:33). Pengamatan uji dilakukan dengan membandingkan
sediaan dengan sifat fisik pada SNI 16-4949-1998 tentang sediaan eau de parfum
yaitu homogen.
3. Uji Volume Terpindahkan

Uji ini dilakukan dengan sebagai jaminan bahwa sediaan yang dikemas
dalam wadah, jika dipindahkan dari wadah aslinya, akan memberikan volume
sediaan seperti yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995:1089). Hasil uji volume
terpindahkan dapat dibandingkan dengan standar menurut Farmakope Indonesia
edisi IV halaman 1089 yang mempersyaratkan tidak satupun volume yang kurang
dari 95%.

4. Uji Nilai Bobot Jenis

Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara, pada suhu yang telah
ditetapkan terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penetapan
bobot jenis dilakukan dengan piknometer yang telah dikalibrasi dengan
menetapkan bobot pikonometer dan bobot air, kurangkan bobot piknometer
kosong dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis suatu zat adalah hasil
yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air dalam piknometer
(Depkes RI, 1995:1030). Pengamatan uji dilakukan dengan membandingkan nilai
bobot jenis sediaan dengan bobot jenis pada SNI 16- 4949-1998 tentang sediaan
eau de parfum yaitu 0,7-1,2.

Anda mungkin juga menyukai