Anda di halaman 1dari 23

I.

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Sepanjang sejarahnya, manusia senantiasa berupaya menyamankan lingkungannya
dengan parfum (perfume). Jika mendengar kata yang berasal dari kata Latin ini – per (“melalui”)
dan fumum (“asap”) – kita akan segera teringat pada setanggi atau kemenyan yang dibakar
dalam dupa. Asap yang ditimbulkannya menebarkan wewangian.
Masyarakat purba juga menggunakan kemenyan buat mempersedap cita rasa
makanannya. Orang Mesir dikenal dengan pemakaian minyak wangi dalam ritusnya. Dan orang
Romawi percaya akan daya penyembuhan yang terkandung dalam parfum. Wewangian yang
dipakai Cleopatra dari Mesir telah memabukkepayangkan Jenderal Antonius dari Romawi.
Sedangkan Napoleon baru siap berperang kalau sudah dibekali parfum. Di Eropa abad ke-17,
para dokter mengobati penderita penyakit campak dengan bantuan bebauan rempah-rempah
tertentu. Mereka menutupi hidung penderita dengan kulit moncong binatang yang mengandung
campuran cengkih, kayu manis, dan jenis rempah lainnya. Aroma yang bangkit diharapkan dapat
mengobati penderitanya. Masih di abad itu, kaum wanita Inggris menyembunyikan parfum di
bingkai foto kecil (locket) yang tergantung di lehernya. Mereka mengendus-endusnya kapan jika
perlu. Adalah di Perancis abad ke – 18, dipelopori si “Raja Parfum” Louis XIV, popularitas
pengharum mencapai puncaknya.
Peran parfum di zaman modern tak dapat dipungkiri, kita tahu itu, dan menjadi bisnis
puluhan miliar dollar. Di Amerika saja -pasar terbesar parfum- omzetnya milliaran dollar.
Parfum dibuat dengan jalan mencampurkan bahan-bahan pewangi (umumnya merupakan
minyak atsiri) dan kemudian ditambahkan dengan bahan pengikat dan pelarut. Komposisi bahan
pewangi sendiri hanya memegang peranan kecil dalam komposisi parfum. Karena itu parfum
yang terbuat dari minyak atsiri alami memiliki harga yang tinggi di pasaran mengingat mahalnya
harga minyak atsiri alami. Parfum yang diakui dan bermutu tinggi harus melalui beberapa
prosedur pengujian mutu dan terbukti keasliannya.
II. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar praktikan mengetahui dan memahami cara
pembuatan parfum secara tradisional, serta mampu melakukan beberapa prosedur pengujian
mutu terhadap parfum yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Parfum dan Kegunaannya


Fragrance adalah istilah yang sering digunakan untuk menggantikan istilah parfum. Kata
fragrance berasal dari bahasa latin yang berarti sifat manis dari bau, sedangkan pengertian
parfum adalah bau atau aroma yang menyenangkan atau substansi yang dapat menyebabkan
aroma yang menyenangkan. Secara terminologis, istilah parfum berasal dari bahasa latin yaitu
per dan fummum yang berarti melalui asap (Hall, et.al.,1984).
Sedangkan Ketaren (1985), menjelaskan bahwa parfum adalah campuran dari zat
pewangi (odoriferous substance) yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Zat pewangi
tersebut dapat berasal dari minyak atsiri atau dibuat secara sintetis.
Penerimaan atau fragrance dapat dikatakan bersifat universal. Suatu bau-bauan yang
disukai sekumpulan individu cenderung disukai pula oleh individu yang lainnya. Walau
demikian, terdapat perbedaan dalam penerimaan fragrance antara sekumpulan individu. Hal ini
disebabkan karena dalam pengembangannya, penggunaan fragrance dipengaruhi oleh berbagai
hal antara lain keadaan geografi, iklim serta kultur sosial (Muller dan Brauer, 1984).
Parfum memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena dapat memberikan
kesenagan hidup (joys of live), mempengaruhi kejiwaan dan syaraf serta mewangikan bahan
yang tidak berbau wangi. Di samping itu parfum berfungsi sebgai obat-obatan misalnya sebagai
obat penenang, demam dan sebagai alat penolong dalam industri. Parfum juga banyak digunakan
untuk melindungi manusia dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Ketaren, 1985).
Unsur-unsur yang dapat membentuk molekul persenyawaan yang menghasilkan bau
terdiri dari unsur karbon, nitrogen dan sulfur. Berdasarkan gugus fungsionil dalam persenywaan,
maka gugusan yang menentukan bau wangi terdiri dari gugusan alkil (misalnya CH3, C2H5 dan
sebagainya), gugusan fenol (C6H5OH), keton (-CO-), aldehida (-CHO-), alkohol primer (R-CH 2-
OH), eter (R-O-R) dan ester (R-COOR) (Ketaren, 1985).
Keadaan geografi akan berpengaruh langsung terhadap tersedianya bahan mentah
penyusun fragrance. Iklim berpengaruh terhadap jenis fragrance yang disukai, misalnya di
daerah pegunungan yang dingin, cenderung disukai fragrance yang menghangatkan.
Pada masa sekarang ini, penggunaan fragrance menjadi semakin luas dengan makin
meningkatnya populasi manusia dan semakin berkembangnya kebutuhan hidup. Tuntutan
kebutuhan akan fragrance tidak terbatas hanya pada cairan pewangi saja, tetapi meluas dengan
mengaplikasikan pada barang kebutuhan sehari-hari, misalnya pada produk personal care dan
house hold, seperti shampo bahkan pada produk lain seperti air freshner.

2. Komposisi Kimia Parfum


Pada umumnya parfum mengandung 3 macam komponen, yaitu 1) zat pewangi
(odoriferous substance); 2) zat pengikat (fixatives); dan 3) bahan pelarut atau pengencer
(dilluent). Parfum yang terbuat dari minyak atsiri (parfum alamiah) mengandung campuran
beberapa zat pewangi sedangkan parfum sintetis atau semi sintetis hanya terdiri dari satu macam
zat pewangi (Ketaren, 1985).
Zat Pewangi (odoriferous substance)
Komponen ini terdiri dari persenyawaan kimia yang menghasilkan bau wangi
yang dihasilkan dari minyak atsiri atau secara sintetis. Persenyawaan tersebut terdiri
dari alkohol, ester, aldehida, keton, asam organik, lakton, amin dan oksida berbau
wangi.
Pada umumnya parfum mengandung komponen zat pewangi yang berjumlah 2%
(weak parfum) sampai dengan 10% (strong parfum) dan selebihnya adalah bahan
pengencer (dilluent) dan bahan pengikat.
Zat Pengikat (fixatives)
Zat pengikat adalah suatu persenyawaan yang memiliki daya menguap lebih rendah dari
zat pewangi atau minyak atsiri dan dapat menghambat atau mengurangi kecepatan penguapan zat
pewangi. Zat pengikat yang baik digunakan dalam parfum adalah zat pengikat yang memiliki
titik uap lebih tinggi dari titik uap zat pewangi, tidak berbau atau berbau wangi.
Zat pengikat yang baik harus memiliki persyaratan larut sempurna dalam etanol,
minyak atsiri dan persenyawaan aromatik berbentuk cair; mudah dignakan dalam
parfum beralkohol dan bahan berupa bubuk atau padatan; mengurangi daya menyerap
parfum dan menghasilkan wangi yang harmonis; berada dalam keadaan murni hingga
efektif digunakan dalam jumlah kecil.
Pada umumnya zat pengikat yang digunakan umumnya berasal dari bahan nabati
(vegetable fixative), bahan hewani (animal fixative) dan bahan yang dibuat secara
sintetis (synthetic fixative).
Bahan Pelarut atau Pengencer (dilluent)
Bahan pelarut atau pengencer yang baik digunakan adalah etil alkohol (C 2H5OH).
Fungsi bahan pengencer ialah untuk menurunkan konsentrasi zat pewangi dalam
parfum sampai pada konsentrasi tertentu, sehingga dihasilkan parfum dengan intensitas
bau wangi yang dikehendaki.

3. Penggolongan Parfum
Menurut Ketaren (1985), berdasarkan macam dan sumber komponen zat pewangi yang
terdapat di dalam parfum, maka parfum dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
Parfum yang berasal dari minyak atsiri
Parfum tersebut mengandung bermacam-macam zat pewangi yang diperoleh dari jenis
minyak atsiri tertentu dan mempunyai bau wangi alamiah seusia dengan bagian
tanaman penghasil minyak atsiri tersebut. Beberapa contoh parfum alamiah adalah
parfum mawar, melati, lavender, dan narcissus.
Parfum sintetis dan semi sintetis
Parfum sintetis atau semi sintetis adalah parfum yang hanya mengandung satu macam
persenywaan kimia aromatik yang berfungsi sebagai zat pewangi, yang dibuat secara
sintetis atau semi sintetis. Zat pewangi pada parfum sintetis dapat dapat disintesa dari
fraksi minyak bumi dan ter batu bara. Sedangkan parfum semi sintetis mengandung zat
pewangi yang terbuat dari hasil isolasi komponen kimia dalam minyak atsiri.
Sedangkan keluarga besar parfum berikut ini diklasifikasikan oleh Departemen Teknik
Societe Francaise des Parfumeurs dan dipublikasikan oleh Comite francaise du Parfum
(www.iDENTic.com, 2004).
 A.       Keluarga Citrus
Meliputi semua eau de cologne bagi pria dan wanita. Kelompok ini mencerminkan esensi
minyak wangi dari sari buah (lemon, citrus/bergamot, jeruk, dan anggur).
 B.       Keluarga Floral/Bunga
Merupakan keluarga parfum terbesar. Meliputi berbagai parfum bertema sentral bunga
(mawar, lili, jasmine, narcissus, tuberose, dan sebagainya).
 C.       Keluarga Fern/Pakis
Nama keluarga ini hanya rekaan, tanpa bermaksud memproduksi aroma pakis. Merupakan
campuran lavender, kayu, lumut oak, citrus/bergamot, dan lain-lain.
 D.       Keluarga Chypre
Kelompok ini memakai nama seperti parfum yang diciptakan pada 1917 oleh Francois Coty.
Parfum Chypre begitu terkenal, sehingga menjadi keluarga parfum tersendiri. Menyajikan
campuran lumut oak, citrus/bergamot, patchouli (sejenis daun kering), labdanum (sejenis
getah damar), dan sebagainya.
 E.        Keluarga Woody
“Keluarga kayu” menjanjikan parfum dengan kesan kehangatan sebagai gabungan
sandalwood dan patchouli, atau kesan kering sebagai gabungan (kayu) cedar dan (rumput)
vetiver. Namun, sebagai campuran dasar, lebih sering terdiri atas citrus dan lavender.
 F.        Keluarga Oriental
Komposisi keluarga ini beraroma manis seperti bedak. Terdiri atas campuran vanili,
labdanum, dan kelenjar hewan.
 G.       Keluarga Leather/Kulit
Ini keluarga khusus dalam industri parfum, yang bertujuan menciptakan kembali aroma asap,
kayu terbakar, tembakau, dan sebagainya.

4. Sumber Parfum (www.iDENTic.com, 2004)


Parfum berbahan mentah tiga jenis: hewan, tumbuhan (khususnya bunga), dan sintetis.
Pertama, tentang bahan mentah hewani. Banyak orang tentu kaget setelah tahu bahwa hewan
kecil manis seperti berang-berang berperan penting dalam industri parfum, atau kelenjar perut
rusa jantan tak bertanduk (musk deer) bermanfaat memperkuat aroma wewangian.
Mawar :  Di antara banyak bunga, mawar jelas menyuguhkan aroma yang sangat disukai para
pecinta parfum sejak 3000 tahun lalu. Dari ratusan spesies mawar, hanya dua jenis mawar yang
dijadikan bahan parfum. Yang pertama, Rosa centifolia – dikenal sebagai mawar may atau
provence – tumbuh di Grasse dan Maroko. Sedangkan yang kedua Rosa damascena, tumbuh di
Bulgaria dan Turki.
Mungkin sukar dibayangkan, perlu 2,5 ton bunga mawar untuk memproduksi satu pon esens
aromanya.
Jasmine :  Bunga ini sangat dikenal di kalangan  pembuat parfum di Grasse, Prancis. Saking
terkenalnya, sebutan “bunga” saja, bagi mereka, sudah merujuk ke jasmine.
Diperlukan 4.000 kuntum jasmine guna menghasilkan satu pon esens aromanya. Tak
terbayangkan berapa banyak tenaga kerja dan ladang bunga jasmine yang diperlukan untuk itu.

5. Pembuatan Parfum (www.iDENTiC.com, 2004)


Ada lima teknik untuk memproduksi parfum. Yang pertama, paling kuno, adalah
maceration: penyatuan antara wewangian dan lemak melalui pemanasan. Sama dengan yang
pertama, teknik kedua, enfleurage, berupaya menyatukan wewangian dan minyak- tapi dengan
cara berbeda: penyerapan wewangian melalui lemak dan benzoin. Cara ini dapat menghasilkan
parfum setara bunga sebelum sebelum metode distilasi dan ekstrasi banyak digunakan. Kedua
teknik yang terakhir itu berbeda sepenuhnya dengan dua cara sebelumnya.
Pada teknik ketiga, distilasi, berbagai bahan wewangian dimasukkan ke mesin penyuling,
lalu dicampur dengan air dan dipanaskan hingga mendidih. Melalui pipa berleher angsa, uapnya
didinginkan dan menjadi cairan: air terletak dibagian bawah, sedangkan esensnya yang berupa
minyak mengambang di bagian atas. Dari esens itu, biasanya kemudian dipisahkan. Namun,
kadang-kadang air bercampur esens itu dijual dalam bentuknya yang murni.
Tidak semua bunga atau tanaman dapat didistilasi, misalnya mawar centifolia, narcissus,
atau mimosa. Karena itu, para ahli mengembangkan teknik keempat: ekstrasi. Bahan-bahan
parfum tidak dilumatkan, tapi dicampur dengan air dan diputar berulang-ulang hingga
mengeluarkan pelarut. Pelarut ini kemudian dialirkan ke ruang hampa udara, dipanaskan,
dijadikan, dijadikan uap dan seterusnya sama dengan dengna proses distilasi.
Ekspresi adalah teknik terakhir. Cara ini digunakan untuk mengekstrasi minyak citrus
dari buah-buahan semacam jeruk orange, lemon, dan mandarin. Minyak alami dari buah-buahan
ini terdapat dalam kelenjar kecil di bagian kulitnya. Dengan pengupasan dan pemerasan, minyak
yang merupakan esens wewangian dan air itu dapat keluar. Prinsip yang sama diterapkan dalam
pabrikasi parfum.
Produksi selanjutnya adalah maceration dan pencampuran konsentrat dengan alkohol
dalam tabung besar tak berkarat. Itu dilakukan selama beberapa waktu untuk memperoleh
kualitas parfum yang optimal. Banyaknya alkohol yang digunakan bergantung pada tipe produk 
yang akan dihasilkan. Bila ekstrak, biasanya konsentrat parfum yang dimasukkan adalah 15 – 20
%, eau de toilette 5 – 10 %, sedangkan proporsi dalam eau de parfum kira-kira separuh dari
kedua ukuran tadi.
Tabel Komposisi Kimia parfum mawar :
Komponen Jumlah (gram)
Minyak Mawar 10
Rose Absolute 7-10
Geraniol 25
Fenil Metil Alkohol (c sintetis) 20
Minyak Geranium 10
Labdanum 5
Musk (fiksatif) 5
Etil Alkohol 90% 900
Jain S.C. (1955) dalam Ketaren, 1985

Komposisi Kimia parfum Lavender :


Komponen Jumlah (gram)
Minyak Lavender 20
Minyak begamot 10
Minyak Kayu Cendana 1
Ekstrak civet (5%) 5
Etil Alkohol (90%) 1000
Orris resin (fiksatif) 4g

Riegel, E.R. (1933)


6. Uji Organoleptik
Menurut Soekarto (1985), panelis agak terlatih tidak dipilih menurut prosedur seperti
pemilihan panel terlatih tetapi juga tidak diambil dari orang-orang awam yang tidak mengenal
sifat-sifat sensorik dan penilaian organoleptik. Panelis dalam kategori ini mengetahui sifat-sifat
sensorik dari contoh yang dinilai karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan terlebih
dahulu.
Ambang pengenalan yang dapat didefinisikan sebagai konsentrasi atau jumlah
perbandingan terendah yang dapat dikenal dengan betul. Pengukuran ambang pengenalan
didsarkan pada 75% panelis yang dapat mengenali rangsangan (Rahayu, 1998).

III. BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat


Dalam praktikum pembuatan parfum ini bahan yang digunakan merupakan bahan-bahan
yang telah diekstraksi dari sumber bahan minyak atsiri. Bahan-bahan ini teridiri atas komponen
utama, pelarut, dan bahan yang bersifat fiksatif. Komponen utama yaitu minyak mawar, sereh,
cengkeh, kenanga dan minyak melati. Sedangkan komponen fiksatif yang digunakan adalah
minyak kemenyan dan minyak nilam. Pelarut yang digunakan dalah etanol 95%.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kertas saring, gelas piala, gelas ukur,
penggaris dan pipet tetes.

B. Metode
Pembuatan Parfum
Parfum Tradisional
Cara kerja :
1. Siapkan biang parfum (melati, mawar, sereh, cengkeh dan kenanga) masing-masing 5 ml.
2. Siapkan fiksatif (kemenyan dan minyak nilam) masing-masing 1 ml.
3. Siaplan etanol 95% sebanyak 45 ml.
4. Campurkan fiksatif ke dalam etanol.
5. Campurkan biang parfum 5 ml ke dalam campuran fiksatif dan etanol.
6. Tetesi dengan sedikit biang parfum.
7. Uji mutu parfum yang dihasilkan.

Uji Mutu Parfum


a. Spreadibility Test
1. Siapkan kertas saring secukupnya
2. Tuangkan satu tetes parfum ke atas kertas saring
3. Amati hasil tetesan tersebut
a. Diameter
b. Bau
c. Warna

b. Uji Spot
1. Siapkan kertas saring secukupnya
2. Tuangkan satu tetes parfum ke atas kertas saring
3. Jemur (sinar matahari) selama 10 menit
4. Amati hasil tetesan tersebut
a. Diameter
d. Bau
e. Warna

c. Uji Kelekatan
1. Lakukan seperti uji spot
2. hasil tetesan kemudian celupkan ke dalam akuadest selama 5 menit
3. Keringkan kembali
4. Amati hasil tetesan
a. Bau dan perubahan bau
b. Warna dan perubahan warna (bandingkan dengan hasil uji spot)

d. Uji Daya Tahan Wangi


1. Lakukan seperti uji spreadibility
2. Simpan dalam suhu ruang
3. Amati dan catat perubahan warna dan bau setiap satu jam hingga bau dan warna
hilang.

e. Uji Intensitas Bau


1. Amati bau yang dihasilkan oleh parfum
2. Beri nilai bau yang anda rasa :
5 = amat sangat intensif
4 = sangat intensif
3 = intensif
2 = sedikit
1 = sangat sedikit

f. Uji Kesegaran
1. Amati rasa segar yang ditimbulkan oleh parfum
2. Beri nilai yang sesuai :
6 = amat sangat segar
5 = sangat segar
4 = segar
3 = sedikit segar
2 = menyekat
1 = sangat menyekat
Tabel Uji Intensitas Bau

Kelompok I II III IV
No. Panelis Kode 413 Kode 324 Kode 231 Kode 242
1 4 3 4 5
2 3 3 3 3
3 2 2 3 3
4 3 3 3 4
5 2 4 3 3
6 4 3 2 1
7 2 4 3 3
8 2 5 3 4
9 3 4 3 4
10 2 3 5 4
11 2 3 5 4
12 4 3 3 5
13 2 2 3 3
14 4 2 5 3
15 4 4 4 3
16 2 3 5 4
17 4 3 2 3
18 3 2 5 4
19 3 5 2 2
20 3 4 3 4
21 4 3 4 3
22 4 4 3 3
23 4 4 3 3
24 3 4 4 5
25 5 5 4 3

Nilai Rata-rata Uji Intensitas Bau

Kode 413 = 3.12


kode 324 = 3.40
kode 231 = 3.48 dan
kode 242 = 3.44
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Kelompok Uji Mutu Parfum
Spread Test Uji Spot Uji Kelekatan Uji Daya Tahan
I. Biang Parfum = Minyak Mawar Diameter= 2,1 cm Diameter= 1,5 cm Awal: Warna = hilang
Fiksatif = Minyak Nilam Warna = Bening Warna = berkurang Diameter= 1,5 cm Bau = hilang dalam 2,5 jam
Campuran Laian = Minyak Lemon Bau = Segar dari spreadibility Warna = berkurang dari
Bau = hilang spreadibility
Bau = hilang
Akhir:
Warna = masih ada tapi
berkurang
Bau = hilang
II. Biang Parfum = Minyak Mawar Diameter= 2 cm Diameter= 1,8 cm Awal: Warna = hilang dalam 1,5
Fiksatif = Minyak Nilam Warna = Bening Warna = Bening Diameter= 1,8 cm jam
Campuran Lain = Minyak Lemon, Bau = tidak Bau = tidak Warna = Bening Bau = hilang dalam 2 jam
Minyak kayu putih menyengat menyengat Bau = tidak menyengat
Akhir:
Warna = agak kuning
Bau = kurang dari awal
III. Biang Parfum = Minyak Melati Diameter= 2 cm Diameter= 2 cm Awal: Warna = hilang
Fiksatif = Minyak Nilam Warna = Bening Warna = Bening Diameter= 2 cm Bau = hilang dalam 2 jam
Campuran Lain = Minyak Lemon, Bau = melati Bau = melati Warna = hilang
Minyak kayu putih Bau = lemon
Akhir:
Bau = lemon berkurang
IV. Biang Parfum = Minyak Melati Diameter= 2 cm Diameter= 1,5 cm Awal: Warna = hilang
Fiksatif = Minyak Nilam Warna = Bening Warna = Bening Diameter= 2 cm Bau = 6 jam
Campuran Lain = Minyak Lemon Bau = melati Bau = melati Warna = agak kekuningan
Bau = melati
Akhir:
Diameter= lebih lebar
Warna = hilang
Bau = melati menghilang
Tabel Uji Kesegaran

Kelompok I II III IV
No. Panelis Kode 413 Kode 324 Kode 231 Kode 242
1 3 4 2 4
2 4 3 4 5
3 3 4 2 3
4 4 4 3 3
5 3 2 4 4
6 1 2 3 4
7 3 3 2 4
8 3 4 4 6
9 4 3 4 5
10 2 3 4 5
11 3 4 4 5
12 5 4 2 1
13 3 2 3 3
14 4 5 1 2
15 3 5 1 2
16 5 4 2 3
17 3 3 5 5
18 4 3 2 2
19 4 2 4 4
20 4 5 4 2
21 3 4 4 3
22 4 4 5 3
23 5 4 3 2
24 3 4 3 5
25 6 6 3 3

Nilai rata-rata uji kesegaran

Kode 413 = 3.56,


kode 324 = 3.64,
kode 231 = 3.12, dan
kode 242 = 3.52.
B. Pembahasan

I. Pembuatan Parfum
Pencampuran bahan dasar parfum merupakan langkah yang paling penting dalam
mengasilkan suatu campuran yang harmonis. Pencampuran yang harmonis dapat dihasilkan
apabila wangi/bau yang dihasilkan dapat memberikan pendapat setiap orang yang menggunakan
menyatakan kesegaran terhadap hasil pencampuran tersebut. Karakteristik yang berbeda pada
bahan yang dicampur sangat mempengaruhi kesegaran dari parfum yang dihasilkan.
Hasil pencampuran yang baik sangat ditentukan oleh tiga komponen bahan dasarnya
yaitu biang parfum, bahan pengikat (fiksatif agent) dan pelarutnya. Berdasarkan macam sumber
komponen zat pewangi yang terdapat dalam parfum, maka biang parfum dibagi menjadi dua
golongan, yaitu 1) parfum yang berasal dari minyak atsiri (parfum alamiah) dan 2) parfum
sintesis. Parfum yang berasal dari miyak atsiri mengandung bermacam-macam zat pewangi yang
diperoleh dari jenis minyak atsiri tertentu dan mempenyai bau wangi alamiah sesuai dengan
baubagian tanaman penghasil minyak atsiri tersebut. Sedangkan parfum sintesis atau semi
sintetis adalah parfum yang mengandung hanya satu macam persenyawaan kimia aromatik yang
berfungsi sebagai zat pewangi, yang dibuat secara sintetis atau semi sintetis.
Pada umumnya larutan zat wangi dalam alkohol lebih cepat menguap dari alkohol,
akibatnya zat wangi kan cepat hilang seiring dengan proses penguapan pada alkohol (Ketaren,
1985). Untuk dapat mempertahankan bau wangi ini maka diperlukan zat yag mampu
mempertahankan kesegaran dan wangi dari parfum tersebut. Zat pengikat merupakan suatu
persenyawaan yang memiliki daya uap yang lebih rendah dari zat wangi atau minyak atsiri
sehingga dapat memperlambat atau mengurangi penguapan zat pewangi. Biasanya zat ini
memiliki titik uap yang lebih tinggi dibandingkan dengan titik uap dari zat pewangi.
Ketaren (1985) menambahkan, tujuan penambahan zat pewangi ini pada dasarnya adalah
memfiksir bau dan mencegah terjadinya penguapan pada campuran zat wangi. Dengan demikian
zat bau wangi ini dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama. Dalam penambahan zat
pengikat yang berbau wangi harus dilakukan pemilihan yang lebih selektif dengan tujuan
campuran wangi yang dihasilkan berupa campuran yang sinergis dan harmonis. Kekurangan
dalam penambahan zat ini dapat menimbulkan bau yang tidak enak dan lebih menyengat. Zat
pengikat yang ideal adalah zat yang dapat larut sempurna dalam alkohol dan memiliki bau
harum.
Bahan pelarut dan pengencer pada pencampuran ini adalah dengan menggunakan alkohol
95%. Fungsi utama dari senyawa alkohol sebagai bahan pengencer adalah untuk menurunkan
konsentrasi zat pewangi dalam parfum sampai batas tertentu konsentrasi tetentu, sehingga
dihasilkan parfum dengan intensitas bau wangi yang dikehendaki.
Dalam praktikum ini digunakan bahana pewangi berupa biang parfum dari minyak
mawar dan minyak melati. Sedangkan bahan zat pengikat yang digunakan miyak nilam. Agar
dapat dihasilkan parfum yang harmonis maka ditambahkan zat pewangi tambahan berupa
minyak lemon dan minyak kayu putih. Sedangkan pelarut yang digunakan adalah etanol 95%,
dengan asumsi pelarut ini paling mudah larut dengan minyak atsiri pada konsentrasi 95%.

II. Uji Mutu Parfum


Dalam pengujian mutu parfum pada praktikum ini, digunakan 6 standar metode
pengujian. Yakni spreadibility test, uji spot, uji kelekatan dan uji daya tahan; keempat jenis
pengujian ini berkisar pada pengukuran diameter, warna dan bau ketika parfum diteteskan pada
kertas saring. Sedangkan uji yang kelima dan keenam merupakan uji organoleptik yang meliputi
uji intensitas bau dan uji kesegaran parfum, dimana yang berlaku sebagai panelis adalah
praktikan sendiri.

1. Uji Sreadibility
Pada kelompok I, hasil pengujian yang didapat adalah hasil diameter tetes sebesar 2.1 cm,
warna tetesan tidak berwarna (bening), dengan bau segar. Untuk kelompok II diameter tetesan
yang tercatat sebesar 2.0 cm, bau tidak menyengat, dan warnanya bening. Hasil diameter tetes
untuk kelompok III tercatat sebesar 2.0 cm, berbau melati, dan tidak berwarna. Sedangkan untuk
kelompok IV diameter yang tercatat sebesar 2.0 cm, berbau melati dan tidak berwarna.
Ketika parfum yang merupakan campuran dari pewangi, fiksatif dan pelarut diteteskan
pada kertas saring, maka hasil tetesannya akan merembes dan membentuk bulatan di atas kertas
saring. Hasil tetesan yang didapat untuk semua kelompok cenderung sama baik ukuran maupun
kerataan penyebarannya. Hal ini menandakan parfum yang dihasilkan cukup baik kestabilannya.
Jika tetesan parfum terlalu menyebar maka menandakan zat pengikatnya tidak mampu menahan
penyebaran bahan pewangi dan pelarut, dan sebaliknya jika terlalu kecil penyebarannya, maka
menandakan daya penyebaran parfum tersebut kurang baik dan kurang memberikan wangi yang
optimal atau hanya terpusat di satu bagian saja.
Bau dari hasil tetesan parfum yang dihasilkan dalam uji ini masih berbau seperti bau
biang parfum yang digunakan. Hal ini dikarenakan biang parfum memberikan wangi yang
dominan dalam bau parfum yang dihasilkan, seperti halnya pada kelompok III dan IV yang
memberikan bau wangi melati karena biang parfum yang digunakannya adalah minyak melati.
Sedangkan untuk kelompok I dan II bau mawar yang dihasilkan kurang begitu tercium, karena
biang parfum yang digunakan kemungkinan berupa minyak mawar sintetis, yang tidak memiliki
bau tidak sebaik minyak mawar alaminya. Mengingat sangat mahalnya minyak mawar alami,
akibat rendahnya rendemen minyak mawar dan tingginya harga bunga mawar.
Dari hasil pengamatan warna, didapat untuk keempat jenis parfum yang dihasilkan sama-
sama tidak menghasilkan bekas warna di kertas saring. Hal ini menandakan cukup baiknya
parfum yang dihasilkan. Jika parfum yang dihasilkan ternyata memiliki bekas warna, maka ia
menjadi kurang baik karena akan menghasilkan warna ketika digunakan pada pakaian atau benda
lainnya.

2. Uji Spot
Dari hasil yang didapat, untuk kelompok I diameter yang tecatat sebesar 1.5 cm, baunya
berkurang dibandingkan spreadibility test, dan warnanya hilang. Untuk kelompok II diameter
tercatat sebesar 1.8 cm, baunya tidak begitu menyengat, dan warna yang dihasilkan berwarna
kuning di sekeliling lingkaran tetes, sementara bagian dalamnya masih tidak berwarna.
Sedangkan kelompok III, diameter tetesan yang tercatat sebesar 2 cm, masih berbau melati, dan
warnanya tetepa tak mengalami perubahan. Untuk kelompok IV, diameter tetesan yang tercatat
sebesar 1.5 cm, masih berbau melati dan warnanya ternyata memberikan bekas agak kekuningan.
Dari hasil pengamatan ini, ternyata parfum yang dihasilkan kurang baik dan menurun
kestabilannya ketika diberi perlakuan berupa penjemuran di bawah sinar matahari. Hal ini
terlihat dari berkurangnya ukuran diameter tetesan parfum di atas kertas saring, yang
menandakan sebagian parfum telah menguap dalam waktu yang relatif sebentar. Hal ini bisa
dikarenakan kurang baiknya jenis fiksatif yang digunakan, karena ia kurang mampu menahan
laju penguapan bahan pewangi lebih lama.
Selain itu, pada kelompok II dan IV juga terjadi degradasi warna yang mengakibatkan
warna pinggiran tetesan menjadi kuning. Hal ini bisa disebabkan karena kurang baiknya mutu
bahan pewangi dan fiksatif yang digunakan, sehingga ia mudah terdegradasi menjadi senyawa
lain ketika dibiarkan dalam udara terbuka dan suhu yang cukup tinggi.
Bau yang terdeteksi juga makin berkurang intensitasnya jika dibandingkan dengan tes
spreadibility. Hal ini dapat pula digunakan untuk menggambarkan laju penguapan tetesan
parfum. Setelah dijemur pada udara terbuka dan terkena sinar matahari, ternyata zat fiksatif yang
digunakan tidak mampu lagi menahan laju penguapan bahan pewangi dan pelarut lebih lama,
sehingga intensitas baunya pun berkurang.

3. Uji Kelekatan
Dalam uji ini, terlebih dulu dilakukan uji spot (awal) sebelum dilakukan uji kelekatan
(akhir). Pada kelompok I, diameter awalnya sebesar 1.5 cm baunya berkurang dari spreadibility
dan warnanya hilang, sedangkan setelah diuji kelekatannya ternyata baunya masih ada tetapi
berkurang, dan warnanya juga hilang. Untuk kelompok II, diameter awalnya 1.8 cm, baunya
tidak begitu menyengat, dan terdapat warna kuning di pinggir tetesan parfum; sedangkan bagian
akhirnya baunya agak kurang dibandingkan awalnya, dan warna kuningnya menjadi lebih muda.
Untuk kelompok III diameter awalnya 2 cm, berbau lemon dan warnanya hilang; sedangkan
untuk akhirnya bau lemon yang terdeteksi lebih sedikit. Sedangkan pada kelompok IV, diameter
awalnya sebesar 2.05 cm, berbau minyak melati dan menyengat, dan warnanya agak kekuningan;
diameter akhir yang teramati menjadi lebih lebar, bau melatinya sudah memudar dan warnanya
hilang.
Secara keseluruhan, jika dibandingkan dengan bagian awalnya, tetesan parfum yang
diamati ternyata berkurang intensitas baunya. Begitu pula dengan intensitas warnanya yang
berkurang setelah uji kelekatan.
Hal ini bisa disebabkan karena parfum yang dihasilkan tidak memiliki daya lekat yang
cukup kuat terutama karena pengaruh perendaman dalam akuades. Daya lekat yang kurang baik
terutama dikarenakan kurang baiknya proses pencampuran komponen-komponen penyusun
parfum yang dihasilkan.
Kurang baiknya proses pencampuran akan menyebabkan antara satu komponen dan
lainnya akan mudah memisah ketika direndam dalam akuades. Alkohol yang merupakan pelarut
dalam parfum akan terpisah dan larut dalam air, sehingga minyak dan fiksatif pun tidak akan
melarut dengan sempurna dan hasilnya sebagian parfum akan terdegradasi menjadi komponen-
komponen awalnya, dan mengurangi intesitas bau parfum yang bersangkutan. Degradasi parfum
akibat pengaruh cahaya matahari akan membentuk persenyawaan berwarna yang ternyata juga
cukup larut dalam akuades. Hal ini ditandai dengan berkuarngnya intensitas warna kuning di
sekeliling tetesan parfum.

4. Uji Daya Tahan Wangi


Dari hasil pengamatan uji daya tahan wangi, untuk kelompok I, warnya hilang, dan
baunya hilang dalam 2.5 jam; pada kelompok II warna hilang dalam 1.5 jam, bau hilang dalam 2
jam; pada kelompok 3 warnanya segera hilang dan bau hilang dalam 2 jam; sedangkan pada
kelompok IV warna segera hilang dan bau hilang dalam 6 jam.
Setelah dismpan dalam jangka waktu tertentu dalam suhu ruang, umumnya warna tetesan
yang diamati tidak berwarna, atau segera hilang setelah disimpan beberapa saat. Hal ini tidak
berbeda seperti yang terjadi pada uji spreadibility.
Sedangkan dari hasil pengamatan ketahanan wanginya, didapat bahwa bau wangi tetesan
parfum yang diamati hilang dalam waktu yang relatif sebentar. Hal ini dapat digunakan untuk
mengindikasikan mutu daya pengikat fiksatif agent. Karena bau parfum hilang dalam tempo
yang relatif sebentar, maka dapat diketahui bahwa daya pengikat fiksatif agent yang digunakan
kecil, dan tidak dapat menahan laju penguapan minyak atsiri yang digunakan sebagai biang
parfum.

5. Uji Intensitas Bau


Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapat nilai yang cukup barfariasi yang
didapat dari kisaran nilai yang telah ditetapkan antara 1-5 dengan 25 panelis agak terlatih (para
praktikan). Masing-masing dari sampel diberi kode tertentu yaitu 413,324,231,242. Setelah di
rata-ratakan didapat nilai untuk kode sampel 413 dengan rata-rata 3.12, untuk sampel dengan
kode 324 dengan rata-rata 3.40, untuk sampel dengan kode 231 dengan rata-rata 3.48, dan untuk
sampel dengan kode 242 dengan rata-rata 3.44. Dari keempat nilai rata-rata sampel tersebut
mempunyai intensitas bau antara intensif dan sangat intensif dengan rentang antara 3-4.
Dari data yang didapat tersebut dapat disimpulkan bahwa intensitas bau dari keempat
sampel itu mempunyai nilai yang tidak jauh beda yang berarti nilai atau kadar fiksatif yang
merupakan faktor penting pembuatan parfum karena dapat mempertahankan bau selain dari
kadar atau konsentrasi biang parfum itu sendiri karena disini konsentrasi biang yang digunakan
sama. Adanya perbedaan nilai yang sedikit disebabkan perbedaan komposisi dari fiksatif yang
berlainan jenisnya sehingga nilainya juga sedikit berbeda.
Sedangkan intensitas bau atau bau dari masing-masing sampel lebih dominan dari bau
spesifik biang yang digunakan, seperti biang melati menghaslkan bau melati dan begitu juga
dengan bau yang lain.

6. Uji Kesegaran
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapat nilai yang cukup barfariasi yang
didapat dari kisaran nilai yang telah ditetapkan antara 1-6 dengan 25 panelis agak terlatih (para
praktikan). Masing-masing dari sampel diberi kode tertentu yaitu 413,324,231,242. Setelah di
rata-ratakan didapat nilai untuk kode sampel 413 dengan rata-rata 3.56, untuk sampel dengan
kode 324 dengan rata-rata 3.64, untuk sampel dengan kode 231 dengan rata-rata 3.12, dan untuk
sampel dengan kode 242 dengan rata-rata 3.52. Dari keempat nilai rata-rata sampel tersebut
mempunyai kesegaran antara sedikit segar hingga segar dengan rentang antara 3-4.
Dari data yang didapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kesegaran dari keempat sampel
itu mempunyai nilai yang tidak jauh beda yang. Nilai yang didapat atas perbedaan kesegaran
yang tidak jauh atau masih berada dalam kisaran 3-4 lebih dipengaruhi oleh komponen kimia
masing-masing biang yang digunakan, sedang konsentrasi tidak terlalu berpengaruh karena
konsentrasi yang digunakan sama yaitu sama-sama 5 ml.

V. KESIMPULAN

Hasil pencampuran yang baik sangat ditentukan oleh tiga komponen bahan dasarnya
yaitu biang parfum, bahan pengikat (fiksatif agent) dan pelarutnya. Karakteristik yang berbeda
pada bahan yang dicampur sangat mempengaruhi kesegaran dari parfum yang dihasilkan. Dalam
praktikum ini digunakan biang parfum dari minyak mawar dan minyak melati, dan bahan zat
pengikat yang digunakan miyak nilam, sedangkan untuk bahan tambahan lain digunakan minyak
lemon dan minyak kayu putih.
Pada uji spreadibility test, didapatkan bahwa parfum yang dihasilkan memberikan
kestabilan yang cukup baik karena bentuk dan ukuran tetesan parfum yang diuji cukup merata.
Setelah diuji dengan uji spot, uji kelekatan dan uji daya tahan wangi, ternyata kestabilan dari
parfum yang dihasilkan ternyata kurang baik. Hal ini ditandai dengan tingginya laju penguapan
dari parfum yang dihasilkan, sehingga intensitas wanginya akan cepat berkurang dan parfum
cepat terdegradasi dan membentuk senyawaan berwarna kuning di pinggiran tetesan parfum.
Dari data uji hedonik yang didapat, dapat disimpulkan bahwa intensitas bau dari keempat
sampel itu mempunyai nilai yang tidak jauh beda. Begitu pula dengan uji kesegaran dimana dari
keempat sampel tersebut tidak memiliki nnilai yang jauh berbeda.
Dalam menentukan mutu suatu parfum, harus penguji harus melakukan beberapa tes,
sehingga hasil yang didapatnya lebih akurat. An menjamin bahwa parfum yang dihasilkan
memiliki kestabilan yang tinggi dan daya tahan wangi yang tinggi ketika dipakai di udara bebas
maupun terkena beberapa kondisi yang cukup ekstrem.

DAFTAR PUSTAKA

Hall, R., Klenime, D,. Menham, J,. Halzmenden. 1984. The H&R Book : Gude L Fragrance
Ingredient. Jhonson. London.

Ketaren, S, 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta.

Muller, J dan Brauer, H. 1984. The H&R Book of Perfume: Understanding Fragrance, Origin,
History, Development, Memory. Jhonson. London.

Rahayu, Puji. W. 1998. Penuntun Praktikum Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
FATETA. IPB, Bogor.

Riegel, E.R. 1933. Industrial Chemistri. The Chemicalcatalog Company Inc., New York.

Soekarto, S.T. 1985. Pengenalan Organoleptik. Bharata Karya Aksara.

Srivastava, S.B. 1994. Perfume, Flavor and Essential Oil Industries. Small ndustries Research
Institute. Delhi.

www.iDENTic.com, 25 April 2004.

Laporan Praktikum Hari/Tanggal: Rabu /28 April 2004


Teknologi Minyak Atsiri Asisten : Evie Riyani
Hary Fransnicko Sitorus
Hasanah Kurnia Dewi
Imelda H. Simanjuntak
Nunung Dwi Putra

PEMBUATAN PARFUM SECARA TRADISIONAL


DAN PENGUJIAN MUTU PARFUM

Oleh :
Herwanto F34101015
Zulfa Hendra F34101064
Arya Andhika F34101089

2004

2004
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

Anda mungkin juga menyukai