Anda di halaman 1dari 22

I.

A.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sejak zaman kuno, orang Mesir tahu bahwa kayu dan damar tertentu berbau harum dan
lembut bila dibakar. Penemuan ini digunakan selama berabad-abad sebelum orang
menemukan metode yang dapat mengubah bunga, buah, dan tanaman menjadi esens, absolut,
dan resinoid. Produk-produk wewangian merupakan hasil keterampilan teknik tingkat tinggi,
yang dicapai melalui eksperimentasi serta perbaikan alat dan perangkatnya secara terusmenerus. Produk-produk wewangian inilah yang pada zaman sekarang dikenal sebagai
parfum. Perkembangan parfum semakin pesat seiring ditemukannya berbagai sumber-sumber
minyak atsiri baik dari tanaman ataupun hewan. Perkembangan ini meliputi perkembangan
teknologi proses pembuatan parfum dari teknik sederhana sampai kompleks sekalipun.
Parfum merupakan salah satu produk yang sangat banyak dikonsumsi atau digunakan
masyarakat saat ini. Selain bentuk asli sebagai wewangian, juga dapat ditemui sebagai fiksatif
untuk produk-produk rumah tangga seperti sabun mandi, deterjen, pembersih lantai, dan
seterusnya. Perkembangan produk parfum menuntut kita sebagai agroindustrialis untuk dapat
mempelajari proses pembuatan parfum termasuk teknik-teknik peracikannya. Selain itu, kita
juga diharapkan untuk dapat mempelajari proses analisa mutu parfum sebagai langkah awal
untuk meningkatkan daya jual.

B.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan parfum dan analisa mutu
parfum yang telah diracik atau dibuat.

II. METODOLOGI

A.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas ukur, pipet tetes, botol parfum,
erlenmeyer, dan kertas saring. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu biang parfum (minyak
melati, mawar, sereh, kenanga, lemon), alkohol, fiksatif (minyak nilam, kenanga, atau
menyan).

B.

Metode

1.

Pembuatan Parfum
Etanol sebanyak 45 ml dicampur dengan 1,5 fiksatif cair atau 1 gram kemenyan.
Kemudian biang parfum sebanyak 5 ml dicampur ke dalam larutan. Biang parfum lainnya
dapat ditambahkan sesuai selera. Setelah dirasa cukup pas wanginya, parfum dimasukkan ke
dalam botol, sedangkan sisanya akan diuji kembali. Beberapa ml parfum yang telah
dihasilkan diteteskan pada kertas saring, kemudian diamati warna, bau, dan daya tahan wangi
(mudah atau lamanya menguap) setiap 15 menit. Terakhir dilakukan perhitungan konsentrasi
masing-masing zat dalam campuran tersebut.

2.

Analisa Mutu Parfum

a.

Uji Speraedibility

Kertas saring disiapkan lalu satu tetes parfum dituang ke atas kertas saring. Tetesan
diamati diameter, bau, dan warna yang terbentuk.
b.

Uji Spot
Kertas saring disiapkan lalu satu tetes parfum dituang. Kemudian dijemur di bawah sinar
matahari selama 10 menit. Hasil tetesan diamati (diameter, bau, warna).

c.

Uji Kelekatan
Prosedur awal sama seperti uji spot, lalu hasil tetesan dicelupkan ke dalam aquades
selama 5 menit dan dikeringkan kembali. Hasil diamati terhadap bau dan perubahan bau,
warna dan perubahan warna, serta dibandingkan hasilnya dengan uji spot.

d.

Uji Daya Tahan Wangi


Prosedur awal sama seperti uji spreadibility, lalu disimpan dalam suhu ruang. Hasil
diamati dan dicatat perubahan warna dan bau setiap 1 jam hingga bau dan warna hilang.

e.

Uji Intensitas Bau


Bau yang dihasilkan parfum diamati, kemudian diberikan skor terhadap bau yang
dirasakan (dengan skala yang telah ditentukan).

Amat sangat intensif

Sangat intensif

Intensif

Sedikit

Sangat sedikit

f.

Uji Kesegaran
Rasa segar yang dihasilkan parfum diamati, kemudian diberikan skor terhadap kesegaran
yang dirasakan (dengan skala yang telah ditentukan).

Amat sangat segar

Sangat segar

Segar

Sedikit segar

Menyengat

Sangat menyengat

III.

A.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan
[Terlampir]

B.

Pembahasan
Ada lima teknik untuk memproduksi parfum. Yang pertama dan merupakan teknik
yang paling kuno adalah maserasi. Maserasi adalah teknik penyatuan antara wewangian
dan lemak melalui pemanasan. Teknik yang kedua dinamakan teknik enfleurage. Teknik ini
bertujuan untuk menyatukan wewangian dan minyak dengan cara berbeda, yaitu dengan
melakukan penyerapan wewangian melalui lemak dan benzoin. Cara ini dapat menghasilkan
parfum yang setara bunga sebelum metode distilasi dan ekstrasi banyak digunakan. Teknik
distilasi dan ekstraksi sendiri berbeda dengan dua teknik sebelumnya (maserasi
dan enfleurage).
Pada teknik distilasi, berbagai bahan wewangian dimasukkan ke dalam mesin
penyulingan, lalu dicampur dengan air dan dipanaskan hingga mendidih (Ames, 1968).
Melalui pipa berleher angsa, uap yang dihasilkan didinginkan dan berubah menjadi cairan.
Air terletak dibagian bawah, sedangkan esens yang berupa minyak akan mengambang di
bagian atas. Dari esens inilah yang kemudian dipisahkan. Namun, kadang-kadang air
bercampur esens ini langsung dijual dalam bentuk murninya.
Tidak semua bunga atau tanaman dapat didistilasi. Bunga atau tanaman yang tidak
dapat didistilasi antara lain ialah mawar, centifolia, narcissus, atau mimosa. Karena itu, para
ahli mengembangkan teknik keempat yaitu teknik ekstrasi. Pada teknik ini, bahan-bahan
parfum tidak dilumatkan, tetapi dicampur dengan air dan diputar berulang-ulang hingga
mengeluarkan pelarut. Pelarut ini kemudian dialirkan ke ruang hampa udara, dipanaskan,
dijadikan uap dan proses selanjutnya sama dengan dengan proses distilasi (Ames, 1968).

Ekspresi adalah teknik yang digunakan untuk mengekstraksi minyak citrus dari
buah-buahan sejenis jeruk, lemon, dan jeruk mandarin. Minyak alami dari buah-buahan ini
terdapat dalam kelenjar kecil di bagian kulitnya. Dengan pengupasan dan pemerasan, minyak
yang merupakan esens wewangian dan air itu dapat keluar. Prinsip yang sama diterapkan
dalam pabrikasi parfum.
Produksi selanjutnya adalah maserasi dan pencampuran konsentrat dengan
alkhohol dalam tabung besar tak berkarat. Hal ini dilakukan selama beberapa waktu untuk
memperoleh kualitas parfum yang optimal. Banyaknya alkohol yang digunakan bergantung
pada tipe produk yang akan dihasilkan. Bila tipe produk adalah ekstrak, biasanya konsentrat
parfum yang dimasukkan adalah 1520 %, eau de toilette sebesar 510 %, sedangkan
komposisi alkohol dalam eau de parfum kira-kira setengah dari kedua ukuran tadi.
Di Prancis, alkohol yang digunakan biasanya disuling dari akar gula bit, yang setelah
dimurnikan memiliki bau yang netral. Lamanya proses maserasi bergantung pada tipe
produk, yaitu dapat berkisar antara beberapa minggu hingga tiga bulan. Setelah substansinya
terbentuk, depositnya lalu diambil melalui teknik solidifikasi pada suhu antara 0 dan minus
10oC. Solidifikasi kemudian diikuti oleh filtrasi.
Para pengindra atau parfume tester disebut sebagai nose. Dalam industri parfum yang
saat ini berkembang pesat, hanya terdapat tiga perusahaan yang memilikinose sendiri yaitu
Channel, Guerlain, dan Jean Patou. Kebanyakan perusahaan harus menyewa jasa konsultan.
Begitu

suatu

parfum

selesai

dibuat,

perusahaan

pembuat

akan

mengundang

para nose profesional untuk menilai formula wewangian barunya. Dari 510 % konsultan
yang diundang, hanya satu yang memenangi kontrak. Perusahaan membutuhkan waktu
bulanan hingga tahunan sebelum parfum yang direkomendasi oleh konsultan kontrakan dapat
diluncurkan. Produk parfum merupakan hasil kerja tim, antara konsultan (nose), pembuat
parfum, dan bagian pemasaran (Anonim, 2002).

Terdapat delapan komposisi utama wewangian yang menjadi faktor penentu produk
parfum, yakni Floral, Chypre, Oriental (untuk maskulin dan feminin), Woody, Aromatic dan
Hesperide (maskulin atau feminin).
Terdapat perbedaan basis formula wewangian bagi parfum perempuan dan lelaki.
Komposisi Chypre buat kalangan wanita terdiri dari aroma kayu, lumut, floral, buah-buahan.
Parfum berkomposisi Chypre umumnya menyebarkan keharuman yang kaya dan awet.
Parfum berkomposisi minyak Citrus atau dikenal sebagai Hesperidia memiliki karakter yang
berbeda. Pada komposisi parfum famili Floral memuat segala wewangian beraroma bunga
atau buket sebagai pokok tema. Komposisi Oriental merupakan komposisi dengan karakter
yang bersensualitas hangat. Paduan aromanya terdiri dad musk, vanila dan kayu-kayu pilihan
dengan sentuhan bunga tropikal dan bumbu wewangian penyedap.
Komposisi pertama yang biasa menjadi pilihan bagi kaum lelaki adalah Aromatic.
Komposisi ini berbasis sebagian atau lebih adalah aromatik tumbuhan bumbu, seperti
rosemary. Komposisi Citrus untuk kaum lelaki adalah berkarakter cerah dan segar, terdiri dari
bergamot, jeruk lemon, petit grain dan jeruk keprok, yang diperkaya aromatik kayu dan
aroma bumbu penyedap. Sisi lain dari komposisi aroma parfum lelaki juga terdapat pada
komposisi Orientalnya. Di bagian ini, para kreator parfum banyak mengolahnya dengan
wewangian penyedap, aroma kayu, dan harmonisasi vanila untuk hasil parfum yang tegar
dan sophisticated. Untuk komposisi Woody, biasanya kaum pria disuguhkan dengan bahan
utama berbasis aroma kayu, seperti kayu cendana, patchouli, kayu cedar atau vertiver.
Penemuan komposisi bahan dan resep parfum dimulai dari masa Renaissance yang
membawa visi baru di jagad raya. Para penjelajah seperti Vasco de Gama, Christopher
Columbus dan Magellan yang membawa segalanya itu dari benua Amerika dan India, seperti
cokelat, vanila, balsam Peru, tembakau, lada, cengkih dan kapulaga. Produk parfum pertama
kali diperkenalkan oleh warga keturunan Spanyol dan Italia, yang membuka kiosnya di Paris,

dan melanjutkan bisnis penjualannya ke seluruh Prancis. Namun, ternyata di wilayah


Indonesia atau tepatnya di kawasan dekat danau Toba, Sumatra Utara, bagian dari komposisi
parfum yakni Styrax Benzoin telah lama bertumbuh subur di sana. Pohon Styrax Benzoin
bisa bertumbuh hingga setinggi 112 kaki. Pohon ini membawa legenda menarik di tengah
suku Batak Toba dan Dairi, karena menjanjikan keberuntungan atau mendorong keluar dari
kemiskinan.
Masyarakat melakukan proses pembuatannya sebagai damar yang lebih dulu
dikeringkan oleh para petani, dan kemudian dijual ke para pedagang di kota-kota
besar. Mereka menjualnya dalam bentuk sayatan-sayatan yang disusun menurut ukuran dan
kualitas dan dipasarkan di Singgabur, Dolok Sanggul atau Tarutung. Benzoin kemudian
diolah lagi dengan alat penggilingan khusus, lalu dikirim ke seluruh dunia oleh pedagang
komisi dan agen penjualan melalui Batavia atau Singapura.
Masa panen Styrax Benzoin berlangsung antara bulan Mei dan Agustus, atau
memproduksi lebih dari tiga kilo benzoin. Irisan cairan baru bisa menghasilkan benzoin saat
pohon berusia tujuh tahun dan mampu berproduksi selama bertahun-tahun. Hingga kini,
sebagian orang percaya benzoin bisa digunakan untuk menyembuhkan penyakit melalui
pertolongan roh-roh. Benzoin asal Sumatra juga digunakan untuk meracik rokok
kretek Jawa, selain dipakai untuk berbagai keperluan pengobatan dan mengusir roh jahat
(Backer, 1965).
Sebagai bagian dari ramuan wewangian, benzoin sangat dikenal dengan nuansa
kehangatan dan aromanya yang enak terhirup. Sensasi yang juga bisa ditemukan pada
parfum Eau d'Ange atau sebagai bagian paling inti dan menyegarkan dari Dominique
Ropion, Serge Lutens, Opium (dari Yves Saint-Laurent), dan Casran (Chopard). Benzoin
juga digunakan dalam bidang pengobatan seperti antiseptik, obat batuk, obat cuci perut,

diuretic dan berberbagai sistem penyembuhan cara modern. Hingga kini, benzoin tetap
menjadi bagian pelengkap komposisi parfum yang penting.
Daya tarik lain dari keberadaan wewangian adalah kebutuhan aroma parfum ternyata
bisa membangun motivasi kerja dan menambah konsentrasi. Riset bertopik aromakologi
digagas oleh Dr Shizuo Torii, seorang profesor dari Universitas Toho, Jepang. Dia memulai
riset itu pada tahun 1988, yang meneliti tentang bagaimana pengaruh aroma pada jiwa
manusia. Torii menganalisis reaksi otak manusia pada berbagai sensasi komposisi
wewangian. Hasilnya memperlihatkan bahwa parfum bekerja lebih daripada hanya
menebarkan aroma bagus. Kegembiraan yang mampu diciptakannya begitu besar dan bisa
berpengaruh sampai kepada suasana hati manusia. Lemon dan peppermint bisa memberikan
efek stimulasi, aroma pala dan lavender kesannya menyejukkan, rosemary, yasmin dan
cinnamon membantu konsentrasi manusia, cemara dan lemon bisa menyegarkan pikiran.
Alkohol dalam parfum berfungsi sebagai pelarut bahan-bahan esensial yang
menghasilkan aroma tertentu. Banyak sekali bahan aroma parfum tersebut yang tidak larut di
dalam air, tetapi hanya larut di dalam alkohol. Oleh karena itu, alkohol menjadi salah satu
alternatif terbaik dalam melarutkan bahan tersebut. Bahan penyusun parfum sendiri
sebenarnya cukup banyak. Secara umum parfum didapatkan dari dua kelompok besar, yaitu
bahan alami (yang diekstrak dari alam) dan bahan sintetis (bahan buatan yang berasal dari
bahan kimia sintetis) (Brady, 1994).
Dalam dunia parfum digenal beberapa bahan yang sering dipakai sebagai bahan
esensial yang memiliki aroma dan kesan tertentu. Misalnya civet berupa sejenis lemak yang
berasal dari hewan sejenis musang. Civet ini memberikan kesan tertentu di dalam parfum,
sehingga menghasilkan nuansa maskulin. Salah satu proses pengambilan komponen esensial
dalam parfum adalah dengan metode enfleurasi. Metode ini dilakukan dengan menangkap
bahan parfum yang bersifat folatil (gas yang mudah terbang) ke dalam suatu lemak padat.

Cara ini dipakai untuk menghasilkan aroma tertentu yang sulit dilarutkan atau ditangkap
dengan pelarut cair biasa. Meskipun saat ini metode tersebut sudah mulai ditinggalkan karena
mahal, namun untuk parfum-parfum tertentu yang menghendaki kemurnian dan efek tertentu,
maka penggunaan metode tersebut masih dimungkinkan.
Menurut Ketaren (1985), pada umumnya parfum mengandung 3 macam komponen
yaitu, zat pewangi (odoriferous substance), zat pengikat (fixatives), danbahan pelarut atau
pengencer (diluent). Ketaren (1985) menyebutkan bahwa zat pengikat adalah suatu
persenyawaan kimia yang memiliki daya menguap yang lebih rendah dari zat pewanginya
atau minyak atsiri dan dapat menghambat atau mengurangi kecepatan penguapan zat
pewangi. Karakteristik zat pengikat yang memiliki daya ikat persenyawaan yang lebih baik
adalah yang memiliki titik uap lebih tinggi dari titik uap zat pewanginya, tidak berbau atau
berbau wangi. Penambahan zat pengikat ini dapat mengikat bau dan mencegah agar
komponen yang dapat menguap dapat ditahan dalam jangka waktu yang lebih lama. Zat
pengikat tersebut dapat berasal dari bahan nabati, bahan hewani, dan zat pengikat yang dibuat
secara sintetis. Pada praktikum ini zat pengikat yang digunakan adalah zat pengikat yang
berasal dari tanaman nilam dan tanaman kenanga.
Minyak nilam dihasilkan dari proses penyulingan pada bagian daun kering tanaman.
Minyak tersebut berfungsi sebagai bahan baku fiksatif dari komponen kandungan utamanya
yaitu patchouli oil (C15H26) dan sebagai bahan pengendali penerbang (eteris) untuk
wewangian (parfum) agar aroma keharumannya bertahan lebih lama. Selain itu, minyak
nilam digunakan sebagai bahan dalam industri parfum, sabun, dan tonik rambut serta
digunakan dalam pembuatan kosmetik. Minyak nilam menciptakan bau yang khas dalam
suatu campuran, karena bau minyak nilam yang enak dan wangi (Ketaren, 1985).
Minyak nilam diproduksi dengan cara penyulingan, baik dengan uap (kukus) maupun
uap bertekanan tinggi. Komponen utama dalam minyak nilam adalah PA yang kadarnya

berkisr 30%. Komponen inilah yang biasanya dijadikan dasar penentuan mutu minyak nilam
yang diinginkan pembeli selain minyak bebas cemaran besi (Fe). Oleh karena itu penyulingan
sebaiknya dilakukan dengan menggunakan ketel berbahan bebas karat (stainless steel) bukan
dari besi atau baja yang bersifat korosif (Dummond, 1960).
Dalam industri parfum, minyak nilam tidak dapat digantikan oleh zat sintetik lainnya
karena sangat berperan dalam menetukan kekuatan, sifat dan ketahanan wangi. Hal ini
disebabkan oleh sifatnya yang dapat mengikat bau wangi dari bahan pewangi lain dan
sekaligus dapat membentuk bau yang harmonis dalam suatu campuran parfum (Guenther,
1948).
Biang parfum atau zat pewangi merupakan minyak atsiri yang didapatkan dari
tumbuhan maupun hewan yang menghasilkan wangi yang pertama kali muncul atau sebagai
top node pada parfum. Biang parfum biasanya memiliki daya menguap yang lebih tinggi
sehingga wangi yang dihasilkan tidak tahan lama. Biang parfum terdiri dari persenyawaan
kimia yang menghasilkan bau wangi yang diperoleh dari minyak atsiri atau dihasilkan secara
sintetis. Persenyawaan tersebut terdiri dari alcohol, ester, aldehid, keton, asam organik,
lakton, amin, dan oksida yang berbau wangi. Umumya parfum mengandung zat pewangi 2%
(weak parfum) sampai 10% (strong parfum) dan selebihnya adalah bahan pengencer dan zat
pengikat (Ketaren,1985).
Biang parfum tersebut dapat berasal juga dari proses sintetis kimia yang
menghasilkan aroma yang sama dengan aroma yang dihasilkan oleh tumbuhan maupun
hewan. Biang parfum sering dicampur dengan minyak yang memiliki sebagai pengikat.
Biang parfum yang digunakan pada praktikum pembuatan parfum ini adalah. Minyak lemon,
minyak cengkeh, minyak pala, minyak bunga (minyak melati, minyak mawar, minyak
kenanga), minyak lemon, dan minyak sereh wangi.

Bunga mawar dikenal mempunyai banyak varietas sehingga disebut Rosaceae atau
keluarga mawar - mawaran. Kemajuan teknologi semakin membuat keluarga tanaman ini
beraneka ragam dengan warna - warninya mulai dari merah, ungu, hitam dan bahkan
campuran beberapa warna. Disamping itu kelopak bunganya juga semakin variatif, dari yang
berkuntum tunggal, ganda sampai yang bertumpuk. Secara tradisional, minyak mawar telah
digunakan untuk kulit. Minyak mawar yang kaya omega-3 dan omega-6, serta asam lemak
sangat bermanfaat untuk kulit kering, kasar, pecah-pecah, sensitif, terbakar, atau penuaan
kulit. Minyak mawar juga kaya akan antioksidan vitamin A dan vitamin C, serta memiliki
efek tonik dan zat pada kapiler yang terletak persis di bawah permukaan kulit.
Aroma mawar memberikan sensasi santai untuk sistem syaraf dan dikenal untuk
mengurangi stres emosional, psikologis dan depresi. Minyak atsiri pada mawar mengandung
geraniol dan limonene yang berfungsi sebagai antiseptik, pembunuh jamur candida albican
penyebab keputihan dan menambah daya tahan tubuh. Harum aroma bunga mawar juga
sering digunakan sebagai aromaterapi yang bersifat menenangkan juga meningkatkan mood.
Hampir semua kelompok tanaman mawar bisa digunakan untuk keperluan bahan baku
parfum (yaitu dengan mengekstraksi minyak mawar) maupun untuk bahan baku obat dengan
memenuhi syarat harus berbau wangi cukup kuat (untuk bahan baku parfum) dan
mengandung zat antibiotika atau senyawa kimia penting yang dibutuhkan seperti sitral,
sitronelol, geraniol, linalol, nerol, eugenol, fenil etil alkohol, farnesol, dan nonilaldehid
(untuk bahan baku obat ataupun jamu tradisional). Untuk bahan baku parfum biasanya
digunakan mawar jenis mawar teh (Tea Roses), sedangkan untuk bahan baku obat hampir
semua jenis mawar bisa digunakan.
Dalam aromaterapi, minyak esensial lemon memiliki berbagai macam kegunaan yang
luar biasa. Lemon menciptakan bayangan kesegaran dan kebersihan dan sinar matahari,
serta limun (Harris, 1987). Penelitian yang dilakukan oleh Jean Valnet, M.D. menunjukkan

bahwa minyak atsiri lemon yang menguap dapat membunuh bakteri meningokokus
(meningococcus) dalam 15 menit, bakteri tipus dalam satu jam, staphylococcus aureus dalam
dua jam, dan kuman yang menyebabkan radang paru-paru (pneumonia) dalam waktu tiga
jam. Bahkan larutan minyak atsiri lemon 0,2% dapat membunuh bakteri difteri dalam 20
menit dan menonaktifkan bakteri TB. Sifat antiseptik ini akan bertahan selama dua puluh
hari. Sifat ini sangat tepat untuk menghancurkan kuman yang ada di udara pada kamar di
rumah sakit, ruang tunggu, dan sekolah. Hal ini terutama efektif untuk menetralisir bau yang
tidak menyenangkan pada tubuh pasien yang menderita kanker. Minyak atsiri lemon adalah
minyak atsiri dengan getaran tinggi. Minyak atsiri dengan getaran tinggi mendorong
semangat, terutama untuk seseorang yang mungkin merasa kelelaham psikologis. Lemon
memberikan rasa hangat dan menyenangkan untuk intelektual. Meskipun minyak atsiri lemon
ini bermanfaat baik secara fisik dan psikologis, minyak ini banyak merangsang pikiran,
meningkatkan konsentrasi dan kemampuan menghafal.
Penelitian otak yang berkaitan dengan efek parfum menemukan bahwa minyak atsiri
lemon mengaktifkan terutama bagian hippocampus. Para peneliti universitas di Jepang
menemukan bahwa aroma tertentu yang menyebar di lingkungan kantor secara dramatis
memperbaiki akurasi mental dan konsentrasi. Dalam penelitian lain minyak atsiri lemon
menunjukkan bahwa zat ini memiliki efek antidepresi.
Sebuah studi Mie University pada tahun 1995 menemukan bahwa aroma jeruk
meningkatkan kekebalan, menimbulkan relaksasi, dan mengurangi depresi. Minyak atsiri
lemon merupakan stimulan kekebalan. Zat ini meningkatkan sel-sel darah putih, memperbaiki
mikrosirkulasi dan merupakan zat antiseptik. Minyak atsiri lemon terdiri dari 68 persen dlimonene, suatu antioksidan kuat. Lemon memiliki ORAC (Oxygen Radical Absorption
Capacity / Kapasitas Penyerapan Radikal Oksigen) kurang lebih 6.619 (TE/L). Satuan TE/L

dinyatakan sebagai mikromol Trolox per liter. D-limonene banyak dipelajari karena
kemampuannya untuk melawan pertumbuhan tumor di lebih dari 50 penelitian klinis.
Pala yang mempunyai mutu terbaik dalam dunia perdagangan adalah pala yang
berasal dari Myristica fragrans H. Pala menghendaki iklim laut yang panas (25 30 C),
tetapi basah, curah hujan 2.500 mm/tahun. Tanaman pala dapat tumbuh di dataran rendah
yang kurang dari 700 m dpl pada tanah berpasir bercampur humus. Tingginya dapat
mencapai 12 m. Mulai berbunga dan berbuah setelah berumur 4 6 tahun, dan produktif
berbuah sampai 25 tahun. Buah pala berbentuk bulat telur sampai lonjong, bagian terluar
adalah kulit buah. Di bawah daging buah terdapat tempurung biji yang diselubungi oleh jala
berwarna merah api yang disebut dengan fuli. Di awah tempurung tersebut terdapat biji pala.
Minyak pala dihasilkan dengan penyulingan air dan uap dari biji atau fulinya. Biji
pala menghasilkan minyak atsiri sekitar 7-16%, sedangkan bagian fuli menghasilkan minyak
sekitar 4 15%. Biji pala muda menghasilkan rendemen minyak yang lebih besar
dibandingkan dengan biji pala tua. Komponen utama minyak pala adalah miristisin yang
bersifat racun dan mempunyai efek narkotika, sehingga penggunaan dalam industri pangan
dan obat-obatan sangat sedikit. Minyak pala juga digunakan dalam industri parfum dn pasta
gigi.
Indonesia memegang peranan penting dalam pasar dunia karena sebagian besar
kebutuhan pala dunia berasal dari Indonesia. Negara produsen utama lainnya adalah Granada,
India, dan Madagaskar. Lebih dari 60% kebutuhan pala dunia berasal dari Indonesia dengan
volume ekspor lebih dari 200 ton/tahun, cenderung stabil hingga tahun 2007. Namun pada
tahun 2008, output minyak pala Indonesia menurun drastis karena hama yang menyerang
tanaman pala di Sumatera. Jika ditinjau dari nilainya, perkembangan nilai ekspor minyak pala
menunjukan peningkatan yang cukup signifikan.

Cengkeh (Syzygium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memliki
batang pohon besar dan berkayu keras. Tinggi tanaman dapat mencapai 15 20 meter dan
dapat bertahan sampai umur ratusan tahun. Tanaman cengkeh mempunyai sifat khas karena
semua bagian pohon mengandung minyak, mulai dari akar, batang, daun sampai bunga.
Kandungan minyak cengkeh pada bagian-bagian tanaman tersebut bervariasi jumlahnya
namun kadar minyak yang paling tinggi terdapat pada bagian bunga (20%) sedangkan bagian
gagang dan daun mengandung sekitar 4 6 % (Backer, 1965).
Areal produksi tanaman cengkeh hampir tersebar di semua daerah di Indonesia mulai
dari NAD sampai Papua dengan luas areal terluas di Jawa dan Sulawesi. Luas areal tanaman
ini mengalami sedikit peningkatan setiap tahunnya atau lebih cenderung stabil.
Cara penyulingan yang paling sederhana untuk mendapatkan minyak cengkeh adalah
dengan penyulingan air dan uap dengan lama penyulingan sekitar 7 8 jam untuk daun basah
dan 6 - 7 jam untuk penyulingan daun kering.
Penggunaan tekanan bertahap mulai dari 1 bar sampai 2 bar dapat mempersingkat lama
penyulingan menjadi 4 5 jam.
Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna bening sampai kekuning-kuningan
mempunyai rasa yang pedas, keras, dan berbau aroma cengkeh. Warnanya akan berubah
menjadi coklat atau berwarna ungu jika terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan.
Sentra produksi minyak cengkeh terdapat di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur,
Sumtarea Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan. Produksi minyak cengkeh Indonesia pada tahun
2007 sekitar 2.500 ton dengan perkiraan pemakaian dunia sekitar 3.500 ton / tahun (Mulyadi,
2008). Walaupun demikian volume ekspor minyak cengkeh sangat kecil, karena sebagian
besar minyak cengkeh sudah diolah menjadi produk turunannya sehingga yang diekspor lebih
banyak pada produk turunannya, seperti eugenol, eugenol asetat, dll.

Sereh wangi diduga berasal dari Srilangka. Nama latinnya adalah Cymbopogon
nardus L., termasuk dalam suku Poaceae (rumput-rumputan). Varietas sereh wangi yang
paling dikenal adalah varitas Mahapegiri (java citronella oil) dan varitas Lenabatu (cylon
citronella oil). Varitas Mahapegiri mampu memberikan mutu dan rendemen minyak yang
lebih baik dbandingkan varitas Lenabatu. Daerah penanaman dan produksi minyak sereh
wangi di Indonesia dengan luas areal pada tahun 2007 sebesar 19.592,25 haterbesar di
daerah Jawa, khususnya Jabar dan Jateng dengan pangsa pasar dan produksi mencapai 95%
dari total produksi Indonesia. Area lainya adalah NAD dan Sumatera Barat. Daerah sentra
produksi di Jawa Barat adalah: Purwakarta, Subang, Pandeglang, Bandung, Ciamis,
Kuningan, Garut, dan Tasikmalaya. Sedangkan di Jateng adalah Cilacap, Purbalingga dan
Pemalang (Data Sbdit Tanaman Atsiri, Dittansim, 2008).
Proses pengambilan minyak sereh wangi di Indonesia biasanya dilakukan melalui
proses penyulingan selama 3 4 jam. Rendemen rata-rata minyak sereh wangi sekitar 0,6
1,2% tergantng jenis sereh wangi serta penanganan dan efektifitas penyulingan. Komponen
terpenting dalam minyak sereh wangi adalah sitronellal dan geraniol (Backer, 1965). Kedua
komponen tersebut menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak atsiri,
sehingga kadarnya harus memenuhi syarat ekspor agar dapat diterima. Minyak ini digunakan
dalam industri, terutama sebagai pewangi sabun, sprays, desinfektans, pestisida nabati, bahan
pengilap, peningkat oktan BBM dan aneka ragam preparasi teknis.
Tanaman sedap malam termasuk ke dalam daftar salah satu jenis flora dari meksiko
yang telah menyebar dan beradaptasi dengan baik di daerah beriklim panas. Tanaman sedap
malam membutuhkan kondisi iklim yang cukup lembab dengan suhu antara 13Daerah paling ideal untuk pengembangan sedap malam yaitu pada ketinggian 600-1500 m
dpl. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan baku minyak mawar adalah mahkota
bunga. Bahan baku terbaik berasal dari bunga mawar dengan tingkat kemekaran 50-75 %.

Dilihat dari varietasnya, varietas tunggal (single hybrid) menghasilkan rendemen lebih tinggi
dibandingkan varietas ganda (double hybrid) (Armando, 2002).
Parfum yang telah dibuat dengan campuran biang parfum alkohol dan fiksatif maka
parfum tersebut dilakukan analisis mutu parfum. Analisis mutu parfum terdiri dari uji
speradibility, uji spot, uji kelekatan, uji daya tahan wangi, uji intensitas bau, dan uji
kesegaran.
Pengujian selanjutnya adalah uji spot. Secara umum, uji spot hampir sama dengan uji
spreadibilty. Perbedaanya adalah pada uji spot setelah ditetesi parfum, kertas saring yang
ditetesi tersebut dijemur terlebih dahulu di bawah sinar matahari selama 10 menit sebelum
diamati. Parameter yang diamati sama dengan uji spreadibilty yaitu diameter bau dan warna.
Penjemuran pada uji spot berfungsi untuk melihat sifat fisik minyak atsiri yang tertinggal
setelah proses pengeringan, karena pada beberapa minyak atsiri setelah beberapa saat
menempel pada permukaan maka akan tertinggal residu warna komponen penyusunnya.
Sehingga dengan uji tersebut kita dapat mengetahui jenis minyak atsiri yang dapat digunakan
sebagai jenis parfum yang ingin dibuat. Selain itu juga dapat menentukan jenis minyak yang
wanginya dapat bertahan lama. Hal ini sangat berguna jika kita ingin membuat parfum yang
memiliki daya tahan yang cukup lama.
Berdasarakan data yang didapatkan dari praktikum bahwa parfum yang menghasilkan
daya sebar yang paling kecil pada kertas saring adalah pada kelompok 3 (0,5 ml nilam+ 5 ml
sedap malam + 3 tetes lemon) dengan panjang diameter 1.5 cm. untuk daya sebar yang paling
besar adalah pada kelompok 4 (0,5 ml kenanga + 5 ml lemon+ 1 ml sedap malam+ 1 ml
mawar) dengan panjang diameter 2.2 cm. Untuk parameter bau yang diamati keseluruhan
kelompok menghasilkan wangi yang sama dengan biang parfum maupun campuran biang
parfum yang ditambahkan. Aroma minyak yang berfungsi sebagai pengikat tidak tercium
oleh praktikan. Untuk parameter warna yang diamati bahwa kelompok 1, 2, dan 3 saja yang

menghasilkan warna. Hasil yang didapatkan pada uji spot tersebut disebabkan oleh jenis
biang parfum yang digunakan dan jumlah ml yang biang parfum yang digunakan beserta
tambahan biang parfum untuk menghasilkan aroma segar.
Uji selanjutnya adalah uji kelekatan. Uji kelekatan merupakan uji keberlanjutan
setelah uji spot. Setelah dilakukan uji spot maka kertas saring tersebut dicelupkan ke dalam
aquades selama 5 menit. Pencelupan tersebut dilakukan pada daerah yang ditetesi oleh
parfum kemudian dikeringkan. Parameter yang diamati adalah bau dan warna saja. Parameter
tersebut dibandingkan dengan uji spot. Hasil yang didapatkan bahwa setelah perendaman
terdapat beberapa kelompok yang mengalami perubahan terhadap parameter bau. Perubahan
bau yang dihasilkan tersebut bisa konsentrasi bau menjadi berkurang atau bau yang dominan
dari 2 campuran biang parfum yang dilakukan oleh praktikan. Kelompok yang mengalami
perubahan bau adalah kelompok 4 (0,5 ml kenanga + 5 ml lemon+ 1 ml sedap malam+ 1 ml
mawar) dimana bau yang dihasilkan semakin menyengat (fiksatif muncul) setelah dilakukan
perendaman. Pada kelompok 2 (5 ml mawar + 2 ml lemon) bau yang dihasilkan kurang
wangi setelah diuji kelekatan. Pada kelompok 1 (5ml sedap malam + 0,5ml nilam + 3 tetes
lemon + 6 tetes mawar +3 tetes pala + 1 tetes sereh) bau yang dihasilkan cenderung lebih
soft, kelompok 5 (5 ml mawar + 0,5ml kenanga+ 5 tetes lemon) dan kelompok 6 (5 ml lemon
+ 0,5 ml kenanga + 3 tetes sedap malam + 5 tetes mawar + 2 tetes cengkeh +2 tetes
pala) perubahan bau yang terjadi cenderung berkurang. Sedangkan pada kelompok 3 (0,5 ml
nilam+ 5 ml sedap malam + 3 tetes lemon) tidak terjadi perubahan bau (tetap).
Untuk paremeter warna, hasil seluruh kelompok menunjukkan adanya perubahan
warna setelah uji kelekatan mulai dari warna bening/transparan, kuning pudar sampai tak
berwarna. Perubahan bau dan warna itu terjadi karena perpindahan komponen senyawa kimia
pada parfum yang berpindah pada aquades sehingga bau dan warna yang terjadi cenderung
menurun dibandingkan sebelum direndam. Akan tetapi pada kelompok 4 terjadi aroma

cenderung lebih kuat dibandingkan sebelumnya. Hal ini terjadi kesalahan praktikum oleh
praktikan pada saat pengujian berlangsung. Perubahan yang terjadi tersebut menentukan
mutu parfum yang dihasilkan.
Hasil pada pengujian daya tahan wangi menunjukkan data kelompok : semakin lama
waktu yang diberikan maka warna dan bau parfum akan semakin hilang seperti yang terjadi
pada kelompok 1, 3, 4, 5, dan 6. Pada kelompok 4, warna hilang hanya dalam 4 menit.
Sedangkan pada kelompok 2, parfum yang diuji memiliki bau yang semakin harum.
Perubahan warna dan bau terhadap waktu ini terkait dengan base note yang digunakan. Jika
komposisi base note dan/ fiksatif yang digunakan tepat dan seimbang dengan komponen
lainnya, maka pada rentang waktu tertentu, bau dari base note akan tercium kuat. Begitu pula
sebaliknya, jika komposisi tidak tepat/seimbang maka bau dari base note akan kurang
tercium setelah pemakaian.
Uji selanjutnya adalah uji intensitas bau. Uji tersebut dilakukan dengan uji
organoleptik yang melibatkan 24 panelis. Panelis tersebut berasal dari praktikan golongan
praktikum atsiri. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji mutu hedonik. Hal ini
disebabkan karena kita ingin mengetahui keintensifan suatu bau parfum yang dibuat oleh
masing-masing kelompok. Untuk kelompok 1 dibuat dengan komposisi 5ml sedap malam +
0,5ml nilam + 3 tetes lemon + 6 tetes mawar +3 tetes pala + 1 tetes sereh, untuk kelompok 2
adalah 5ml 5 ml mawar + 2 ml lemon, untuk kelompok 3 adalah 0,5 ml nilam+ 5 ml sedap
malam + 3 tetes lemon, untuk kelompok 4 adalah 0,5 ml kenanga + 5 ml lemon+ 1 ml sedap
malam+ 1 ml mawar, untuk kelompok 5 adalah 5 ml mawar + 0,5ml kenanga+ 5 tetes lemon,
dan untuk kelompok 6 adalah 5 ml lemon + 0,5 ml kenanga + 3 tetes sedap malam + 5 tetes
mawar + 2 tetes cengkeh +2 tetes pala. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala
ordinal dari 1-5 yang mewakili keterangan sangat sedikit amat sangat intensif. Hasil yang
didapatkan bahwa rata-rata nilai yang paling tinggi adalah pada parfum kode 027 (kelompok

1) dengan rata-rata 3,48 yang mewakili keterangan intensif. Pada kelompok 2, rata-rata nilai
adalah 3.42, pada kelompok 3, rata-rata nilai adalah 2.57, pada kelompok 4 dan 6, rata-rata
nilai adalah 2.86 dan nilai yang paling kecil adalah pada kelompok 5, dengan rata-rata nilai
2,43 mewakili keterangan sangat intensif.
Intensitas suatu parfum sebenarnya dipengaruhi oleh biang yang digunakan dan
bahan fiksatif yang digunakan. Parfum yang menggunakan minyak nilam sebagai fiksatif
cenderung lebih intensif baunya, hal ini dikarenakan memang minyak nilam merupakan
fiksatif yang baik untuk parfum dibandingkan fiksatif-fiksatif lainnya. Minyak nilam
merupakan base notes yang mana baunya tidak mudah hilang. Pada saat praktikum dan
tepatnya saat uji intensitas, rata-rata bau yang tercium adalah top notes dan middle notes,
sehingga apabila pada saat melakukan uji tepat setelah diracik parfumnya, bau parfum
tersebut akan tercium sangat intensif. Setelah kelamaan didiamkan apabila dicium kembali
baunya sudah tidak seintensif waktu awal, hal ini karena biang yang digunakan yang rata-rata
merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari bunga dan buah menguap, dan bau yang tersisa
adalah nilamnya.
Untuk uji kesegaran, parfum yang mendapat penilaian paling baik adalah parfum kode
027 (kelompok 1) dengan rata-rata skor 3,14 mewakili keterangan segar. Sedangkan parfum
lainnya rata-rata menunjukkan skor 3,5-4,5 dengan keterangansedikit segar sampai
menyengat. Kesegaran parfum sangat dipengaruhi oleh bahan baku/ minyak atsiri yang
digunakan. Bahan-bahan seperti minyak lemon cenderung memiliki sifat segar yang disukai
oleh pemakai.

IV. KESIMPULAN

Terdapat lima metode untuk menghasilkan parfum, yaitu maserasi, enfleurasi,


distilasi, ekspresi, dan maserasi & pencampuran konsentrat dengan alkohol. Pada praktikum
digunakan teknik pencampuran konsentrat dengan alkohol dengan campuran biang parfum
dan fiksatif. Biang parfum atau zat pewangi merupakan minyak atsiri yang didapatkan dari
tumbuhan maupun hewan yang menghasilkan wangi yang pertama kali muncul atau sebagai
top node pada parfum (minyak dari bunga,minyak lemon). Zat pengikat adalah suatu
persenyawaan kimia yang memiliki daya menguap yang lebih rendah dari zat pewanginya
atau minyak atsiri dan dapat menghambat atau mengurangi kecepatan penguapan zat pewangi
(minyak nilam).
Analisa mutu parfum terdiri dari enam pengujian, yaitu uji spreadibility, uji spot, uji
kelekatan, uji daya tahan wangi, uji intensitas bau, dan uji kesegaran. Hasil dari uji
spreadibility menunjukkan bahwa parfum kelompok 4 memiliki daya sebar terhadap kertas
saring paling besar dengan diameter 2,2 cm, warna dari kuning sampai transparan, dan bau
sesuai dengan biang yang digunakan. Uji spot menunjukkan diameter terbesar pada parfum
kelompok 3 (2,2 cm) dengan rentang warna kuning transparan sampai tak berwarna dan bau
seperti biang yang digunakan.
Uji kelekatan akan menunjukkan perubahan warna dan bau cenderung menurun dibandingkan
sebelum direndam aquades. Parfum yang diuji rata-rata mengalami penurunan bau harum dan
noda/warna pada kertas saring sebanding dengan pertambahan waktu walaupun ada beberapa
kelompok yang mengalami peningkatan bau harum, ini terkait dengan komposisi base note
atau fiksatif. Intensitas bau tertinggi ditunjukkan oleh parfum kelompok 5 (2,43 sangat
intensif) sedangkan kesegaran tertinggi ditunjukkan oleh parfum kelompok 1 (3,14 segar).

DAFTAR PUSTAKA

Ames, G.R., Matthews, M.S. A. 1968. The Destilation Of Essential Oil. Tropical science, New
Jersey.
Anonim, 2002. Raw Material and Processing. www.H&rscents.com. [26 April 2011].
Armando, Rochim. 2002. Memproduksi 15 Minyak Atsiri Berkualitas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Backer, C.A. and Backuizen van den Brink. 1965. Flora of Java. Vol. II. NVP Noordhoff.
Groningen, Belanda.
Brady, J., 1994, Kimia Universitas Asas dan Struktur: Jilid satu, Edisi Kelima. Binarupa Aksara,
Jakarta.
Dummond, H.M. 1960. Patchouly Oil. Patchouly Oil Journal of Perfumery and Essential Oil Record.
Guenther, E., 1948. The Essensial Oils Vol.1. D. Van Nostrand Compay. Inc., New York.
Guenther, E, 1987. Minyak Atsir: Jilid I. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Harris, R, 1987. Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta.
Ketaren, S., 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai