Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PATOFISIOLOGI ANGGOTA GERAK & BATANG TUBUH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Patofisiologi

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1/ KELAS C

1. Aisyah Saffira Hamdani ( P1337430221084 )


2. Rafi Tsalatsa Putra ( P1337430221132 )
3. Nabilla Ardhina Shafi ( P1337430221022 )
4. Adinda Farah Rafitri ( P1337430221118 )
5. Yolla Rahmadiansyah ( P1337430221131 )
6. Arsita Nurriska Amalia ( P1337430221104 )
7. Khusnul Khotimah ( P1337430221089 )
8. Tubagus Risdiansyah ( P1337430221109 )

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN PROGRAM
SARJANA TERAPAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SEMARANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hida
yah- Nya sehingga kami selaku mahasiswa Poltekkes Kemenkes Semarang kelompok 1,
telah melaksanakan laporan praktikum ini yang berjudul “ Patofisiologi Anggota Gerak
& Batang Tubuh “.

Kegiatan membuat laporan praktikum ini merupakan salah satu tugas dari salah
saty mata kuliah Patofisiologi yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang
Patofisiologi Anggota Gerak & Batang Tubuh, Kami menyadari bahwa dalam laporan
praktikum ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan praktikum.

Penulisan makalah ini melibatkan berbagai pihak secara langsung maupun tidak
langsung. Pada kesempatan yang baik ini kami menyampaikan banyak ucapan terima ka
sih atas segala bantuan, petunjuk dan bimbingan kepada Dosen Patofisiologi.

Semarang, 19 Januari 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................
1.3 Tujuan............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Ekstremitas Atas.........................................................................................................


2.2 Ekstremitas Bawah.....................................................................................................
2.3 Patofisiologi Batang Tubuh........................................................................................
BAB III PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan


aktivitasnya. Sering kita melihat seseorang yang memiliki keterbatasan gerak dimana
hal itu bisa menggangu aktivitasnya sehari-hari. Keterbatasan gerak tidak hanya
terjadi saat melakukan gerak aktif saja tetapi juga saat melalukan gerak pasif. Selain
itu gerak pada manusia merupakan komponen yang sangat penting bagi seorang
manusia. anggota gerak pada manusia ada 2 bagian, yaitu anggota gerak atas dan
anggota gerak bawah. Anggota gerak atas terdiri dari lengan dan tangan. Keduanya
terdiri dari tulang yang berperan sebagai alat gerak pasif dan juga otot yang sebagai
alat gerak aktif. Tulang yang membentuk gerak atas meliputi klavikula, skapula,
humerus(tulang lengan atas), radius(tulang pengumpil) ulna(tulang
kasta),karpal(tulang pergelangan tangan),metakarpal(tulang telapak tangan),dan
falanges(tulang jari tangan). anggota gerak bawah, anggota gerak bawah membantu
kita berdiri, berjalan, berlari, memanjat, menendang dan yang lainnya. Anggota
gerak bawah meliputi tulang paha(femur), tulang tempurung lutut(patella), tulang
kering(tibia), tulang betis(fibula), tulang pergelangan kaki( metatarsal), tulang
telapak kaki(metatarsal), Tulang jari(falang).

Batang tubuh atau batang adalah istilah anatomi untuk bagian tengah atau inti
dari tubuh bisa termasuk hewan dan manusia. Batang tubuh dimulai dari vertebra
cervicalis, vertebra thoracalis, vertebra lumbalis, vertebra sacralis(sacrum),
coxigeum.

Biasanya sering terjadi atau ditemukan oleh beberapa pasien yang memiliki
penyakit di bagian anggota gerak atas,bawah maupun di bagian batang tubuh. Dalam
hal ini kami mengalalisis terkait suatu penyakit di antara anggota gerak atas,bawah,
dan batang tubuh apakah fisologi normal atau tidak, penyebab penyakit,mekanisme,
penyebab tanda&gejala, cara pencegahannya agar tidak terkenena, dan pemeriksaan
radiologinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja penyakit yang ada di bagian gerak atas.
2. Apa saja penyakit yang ada di bagian gerak bawah.
3. Apa saja penyakit yang ada di batang tubuh.
5. Bagaimana mekanisme/pathogenesisnya
6. Apa penyebab,tanda atau gejalanya.
7. Bagaimana pencegahannya.
8. Apa jenis pemeriksaan radiologi yang diperlukan.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui jenis penyakit bagian tubuh gerak atas,bawah, dan batang tubuh.
2. Mengetahui bagaimana mekanisme/pathogenesisnya.
3. Mengetahui penyebab,gejala atau tandanya.
4. Mengetahui bagaimana pencegahaannya.
5. Mengetahui jenis apa pemeriksaan radiologi yang diperlukan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 EKSTRAMITAS ATAS
1. Skeloderma
A. Anatomi normal

B. Skeloderma berarti kulit yang mengeras,

Skleroderma adalah penyakit autoimun yang menyerang jaringan ikat, sehingga


membuat jaringan tersebut menebal dan mengeras. Kondisi ini dapat terjadi pada kulit,
pembuluh darah, dan organ, seperti paru-paru, ginjal, serta jantung. Skleroderma bisa
ditandai dengan munculnya kulit yang tebal, keras, berwarna putih, serta tampak licin
seperti lilin. Kondisi ini bisa muncul di tangan, kaki, atau wajah. Skleroderma yang
menyerang kulit ini selain mengganggu penampilan juga bisa mengganggu pergerakan.
C. Penyebab Penyakit
Kleroderma terjadi saat sistem imun yang seharusnya melindungi tubuh dari cedera atau
infeksi, justru menyerang jaringan ikat. Kondisi ini memicu sel-sel di dalam jaringan ikat
untuk memproduksi kolagen (salah satu jenis protein pembentuk jaringan ikat) dalam
jumlah yang berlebihan. Sehingga saat produksi kolagen meningkat drastis, kolagen akan
menumpuk di kulit dan organ. Akibatnya akan muncul pengerasan dan penebalan pada kulit
dan organ tersebut. Biasanya terjadi pada wanita dengan rentan umur 35-55 tahun dan juga
karena faktor genetik.

D. Mekanisme atau Patogenesis

Aktivasi fibroblas disertai fibrosis yang berlebihan merupakan penanda Scerosis


Sistemik. Etiologi Scerosis Sistemik masih belum diketahui, meskipun penyakit ini
dikaitkan dengan aktivasi abnormal sistem imun dan jejas mikrovaskular dan bukan karena
suatu gangguan intrinsik fibroblas atau sintesis kolagen. Dinyatakan bahwa sel CD4+ yang
memberikan respons terhadap antigen yang hingga saat ini belum teridentifikasi,
berakumulasi dalam kulit dan melepaskan sitokin yang mengaktifkan sel mast dan
makrofag; kemudian sel ini akan melepas sitokin fibrinogenik, seperti IL
1, TNF, PDGF, TGF-β, dan faktor pertumbuhan fibroblas. Kemungkinan sel T aktif
berperan dalam patogenesis Scerosis Sistemik didukung oleh suatu pengamatan bahwa
beberapa gambaran penyakit ini (termasuk sklerosis kutan) terlihat pada GVHD kronis,
yaitu suatu gangguan yang disebabkan oleh aktivasi sel T yang terus menerus pada resipien
transplan sumsum tulang allogenik. Aktivasi sel B juga terjadi, seperti yang ditunjukkan
oleh adanya hipergamaglobulinemia dan ANA. Meskipun imunitas humoral tidak berperan
secara bermakna dalam patogenesis Scerosis Sistemik, dua dari ANA tersebut bersifat lebih
atau kurang khas untuk Sceroasis Sistemik, sehingga berguna untuk diagnosis. Pasien
dengan scerosis sistemik cenderung mengalami fenomena Raynaud, yaitu gangguan
vaskuler yang ditandai dengan vasospasme arteri yang reversible. Tangan secara khusus
akan memutih jika terpajan suhu dingin, karena terjadi vasospasme yang diikuti dengan
timbulnya warna kebiruan. Akhirnya warna berubah menjadi merah, karena vasodilatasi
reaktif kolagenisasi progresif pada kulit akan menyebabkan atropi tangan yang disertai
dengan rasa kaku yang meningkat dan pada akhirnya terjadi imobilisasi gerak sendiri.
Kesulitan dalam menelan terjadi akibat fibrosis esofagus dan hipomotilitas yang dihasilkan.
Akhirnya kerusakan dinding esofagus akan menimbulkan atoni dan dilatasi. Malabsorbsi
dapat terjadi jika atropi submukosa fibrosis terjadi pada usus halus. Dispnea serta batuk
kronik menggambarkan adanya perubahan pada paru hipertensi pulmonal sekunder dapat
terjadi jika serangan lanjut pada paru yang menyebabkan disfungsi jantung kanan.
Gangguan fungsi ginjal yang disebabkan baik oleh perkembangan lanjut skleroderma
maupun hipertensi maligna yang menyertainya seringkali terjadi.

E. Tanda & Gejala :


1. Fenomena Raynaud (perubahan warna jari tangan dan jari kaki menjadi pucat, kebiruan
atau kemerahan, jika terkena panas ataupun dingin.
2. Nyeri, kekakuan dan pembengkakan pada jari tangan dan persendian
3. Kulit tangan dan lengan depan tampak mengkilat dan menebal.
4. Kulit menjadi keras
5. Kulit wajah menjadi kencang dan seperti topeng
6. Koreng di ujung jari tangan atau jari kaki
7. Refluks esofagus atau heartburn (rasa panas di lambung atau dada akibat gangguan
pencernaan)
8. Gangguan menelan
9. Penurunan berat badan (kerusakan pada usus halus dapat mempengaruhi penyerapan
makanan (malabsorbsi) dan menyebabkan penurunan berat badan)
10. Sesak nafas (skeroderma bisa menyebabkan terjadinya jaringan parut di paru-paru,
sehingga terjadi sesak nafas pada saat penderita melakukan aktivitas).
11. Nyeri pergelangan tangan.
12. Kulit menjadi putih atau hitam abnormal
13. Nyeri persendian
14. Rambut rontok
15. Mata terasa perih, gatal dan beberapa kelainan jantung yang bisa berakibat fatal, yaitu
gagal jantung dan kelainan irama jantung
F. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan untuk menurukan risiko terjadinya skleroderma, yaitu:
 Memeriksakan diri secara rutin ke dokter jika Anda memiliki faktor risiko tertentu,
seperti menderita penyakit autoimun atau memiliki keluarga dengan skeleroderma
 Melakukan medical check up berkala bila sering terpapar bahan kimia, misalnya
debu silika. Terapkan juga gaya hidup sehat, dan kenali serta hindari hal-hal yang
dapat memicu munculnya keluhan.
G. Jenis pemeriksaan radiologi
 Rontgen dada
Pemeriksaan dada dengan rontgen/x-ray untuk menilai adanya fibrosis paru.

2. Granuloma Piogenik

A. Anatomi normal

B. Granuloma piogenik
Granuloma piogenik merupakan tumor vaskuler proliferatif jinak pada kulit dan membran
mukosa yang sering mengikuti suatu trauma minor dan infeksi. Kondisi ini bisa terjadi pada
semua usia dan adalah salah satu dari tumor-tumor vaskuler yang paling sering ditemukan
pada bayi dan anak-anak. Bisa juga dialami orang dewasa, terutama pada ibu hamil. Tidak
terdapat perbedaan bermakna antara insiden pada laki-laki dan perempuan. Granuloma
piogenik umumnya ditemukan tangan, jari, lengan, wajah, leher, dada, punggung. Selain itu,
benjolan juga bisa tumbuh di bibir, kelopak mata, genital, dan rongga mulut.

C. Penyebab Penyakit
• Trauma: pada beberapa kasus granuloma piogenik dapat muncul di lokasi cedera ringan,
seperti tertusuk peniti.
• Infeksi: bakteri Staphylococcus aureus lebih sering ditemukan
• Pengaruh hormon: granuloma piogenik terjadi hingga 5% pada masa kehamilan dan
kadang-kadang berkaitan juga dengan penggunaan kontrasepsi oral.
• Diinduksi oleh obat; beberapa granuloma piogenik kadang muncul pada pasien yang
menggunakan retinoid oral (acitretin atau isotretinoin) atau protease inhibitor.

D. Mekanisme atau Patogenesis


Secara klinis granuloma piogenik berupa papul atau nodul yang umumnya soliter, berwarna
merah terang dengan ukuran diameter 5–10 mm, sedikit bertangkai atau tidak bertangkai,
serta rapuh dan mudah berdarah dengan trauma ringan. Lokasi lesi biasanya terjadi pada
daerah yang sering mengalami trauma, seperti pipi, dahi, jari, lengan bawah, leher, dan
kadang-kadang permukaan mukosa mulut pada wanita hamil (granuloma gravidarum),
namun bisa juga timbul pada bagian tubuh yang lain. Tes kompresi yang dilakukan pada
granuloma piogenik memperlihatkan adanya perubahan warna yang terjadi secara parsial.
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien, ditemukan adanya papul eritem sebanyak enam
buah pada bagian posterior regio aurikularis sinistra dengan ukuran diameter 0,2-0,5 cm,
bertangkai, permukaan licin, konsistensi kenyal, dan mudah berdarah. Tes kompresi yang
dilakukan memperlihatkan adanya perubahan warna menjadi putih secara parsial.
E. Tanda & Gejala
Granuloma piogenik biasanya pertama kali muncul berupa bercak merah, merah kecoklatan
atau biru kehitaman yang tidak menimbulkan rasa nyeri. Granuloma piogenik tumbuh
dengan cepat selama beberapa hari hingga beberapa minggu dengan ukuran akhir 1-2 cm
(jarang hingga 5 cm). Granuloma piogenik biasanya mudah berdarah dan mungkin
menimbulkan luka hingga membentuk krusta pada kulit. Biasanya granuloma piogenik
muncul dengan jumlah yang tunggal, namun dalam kasus yang jarang terjadi granuloma
piogenik juga dapat muncul lebih dari satu. Granuloma piogenik paling sering ditemukan di
daerah kepala, leher, badan bagian atas, tangan (terutama jari) dan kaki. Sedangkan
granuloma piogenik pada kehamilan paling sering terjadi pada permukaan mukosa bibir
atau di dalam rongga mulut.
F. Pencegahan
• Menghentikan konsumsi obat-obatan tertentu
• Menjaga kebersihan mulut dan gigi
• Melepas tindikan jika ada
• Mengoleskan krim atau menggunakan obat tertentuSebagian besar granuloma piogenik
dapat diobati melalui dikerok dan dibakar. Cara ini bertujuan mengurangi kemungkinannya
untuk kembali tumbuh. Sebelum melakukan prosedur ini, dokter akan menyuntikkan
anestesi lokal terlebih dahulu pada pasien.

G. Jenis pemeriksaan radiologi


(tidak ada)

2. Akromegali pada tangan


A. Anantomi Fisiologi Normal
B. Akromegali

Acromegaly atau akromegali adalah penyakit yang muncul karena tubuh orang dewasa
kelebihan hormon pertumbuhan (growth hormone). Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan
secara berlebihan di berbagai organ serta jaringan otot dan tulang, khususnya pada kaki,
tangan, dan wajah.
Peningkatan produksi growth hormone umumnya disebabkan oleh tumor jinak di
kelenjar hipofisis (pituitary). Peningkatan juga dapat disebabkan oleh tumor pada organ
tubuh lain, seperti paru-paru atau pankreas, namun hal tersebut jarang terjadi. Meskipun
dapat terjadi pada segala usia, akromegali biasanya terjadi pada orang berusia 30-50 tahun.
Jika terjadi pada anak, kelebihan growth hormone bukan menyebabkan akromegali
melainkan gigantisme.

C. Penyebab Penyakit
Akromegali terjadi akibat tingginya produksi hormon pertumbuhan (GH) dan
merupakan salah satu gejala pada kondisi hiperpituitarisme. Pada usia dewasa, peningkatan
hormon pertumbuhan biasanya disebabkan oleh adanya tumor yang tumbuh. Terdapat dua
jenis tumor yang dapat meningkatan produksi GH, yaitu:
 Tumor pituitary
Sebagian besar kasus akromegali memperlihatkan adanya tumor pada kelenjar hipofisis
(pituitari) yang dapat meningkatkan produksi GH. Kelenjar hipofisis terletak di bagian
bawah otak dan berfungsi memproduksi berbagai hormon penting bagi tubuh, salah satunya
adalah growth hormone.
GH memicu organ hati untuk memproduksi insulin-like growth factor I (IGF-I) yang
berfungsi sebagai stimulan pertumbuhan tulang dan jaringan tubuh. Kadar GH yang
berlebih akan mempengaruhi produksi IGF-I, sehingga memicu pertumbuhan abnormal
pada organ serta jaringan otot dan tulang.
 Tumor Nonpituitari
Tumor yang muncul pada bagian tubuh lain, seperti paru-paru, pankreas, dan otak, juga
dapat meningkatkan produksi GH. Pada beberapa kasus lain, tumor tersebut juga dapat
memproduksi growth hormone-releasing hormone (GHRH) atau hormon yang melepaskan
hormon pertumbuhan, sehingga produksi GH meningkat.
Selain karena tumor, GH juga dapat meningkat akibat gangguan di hipotalamus sehingga
tidak dapat mengendalikan sel yang memproduksi GH. Hipotalamus adalah bagian otak
yang juga menghasilkan beberapa hormon yang penting untuk tubuh.

D. Mekanisme / Patogenesis
Patofisiologi akromegali terkait ketidakseimbangan sekresi dan inhibisi hormon
pertumbuhan atau growth hormone (GH), sehingga kadar GH berlebih. Manifestasi klinis
ekses GH akan berbeda pada anak-anak dan dewasa, tergantung apakah fusi lempeng
epifisis telah terjadi atau belum.
 Fisiologi Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH) merupakan protein asam amino panjang
191 dengan dua ikatan disulfida, yang disekresi oleh sel somatotrof di hipofisis anterior
yang berdenyut 4‒11 kali dalam sehari. Karena bersifat pulsatil, pengukuran sekresi GH
secara acak tidak bermanfaat. GH merangsang sintesis insulin-like growth factor-1 (IGF-1)
di liver.
IGF-1 merupakan protein 70 asam amino yang mirip dengan insulin. Selain itu, mekanisme
pensinyalan pasca reseptor yang melibatkan tirosin kinase dan insulin receptor substrate-1
(IRS-1) juga serupa untuk IGF-1 dan insulin. IGF-1 beredar dengan terikat pada IGF-1
binding protein. IGF-1 memberikan mekanisme umpan balik negatif melalui growth
hormone-releasing hormone (GHRH) dan somatostatin.
Mekanisme keseimbangan sekresi GH bergantung pada GHRH dan somatostatin. GHRH
merangsang pelepasan GH dari hipofisis. Sedangkan somatostatin yang disekresikan dari
hipotalamus memberikan aksi penghambatan pada sekresi GH. Neuron yang mengandung
GHRH terutama berada di nukleus arkuata dan nukleus ventromedial. GHRH dan
somatostatin akan mengatur sekresi satu sama lain agar tercapai keseimbangan secara
parakrin.

 Patofisiologi Ekses Growth Hormone


Ekses GH dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk ekses GH hipofisis, ekses GHRH
hipotalamus, atau sumber GH atau GHRH ektopik yang jarang terjadi. Selain itu,
disregulasi mekanisme kontrol neuroendokrin yang kemungkinan mengakibatkan efek
penghambat berkurang pada sekresi GH. Pada perkembangan adenoma somatotrof, hipofisis
terlibat adanya peningkatan regulasi signal transducer and activator of transcription 3
(STAT3) yang menghasilkan hipersekresi GH.
Ekses produksi GH pada anak-anak dan orang dewasa ditandai dengan ciri-ciri biokimia
dan patologis yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini bermanifestasi klinis
berbeda-beda tergantung pada onset usia. Pada orang dewasa, mayoritas kasus disebabkan
oleh pituitary GH-secreting adenoma.
Sedangkan pada anak-anak, hipersekresi GH onset dini lebih sering disebabkan oleh ekses
GHRH hipotalamus, yang dalam beberapa kasus tampaknya telah ada sejak atau sebelum
kelahiran. Selain itu, pada anak-anak faktor genetika juga dapat menyebabkan tumor
hipofisis yang merupakan sumber ekses GH, sedangkan pada orang dewasa, biasanya
merupakan kelainan yang tersendiri.

 Manifestasi Patologis Ekses Growth Hormone


Manifestasi patologis ekses GH meliputi pertumbuhan akral yang berlebihan, antagonisme
insulin, retensi nitrogen, peningkatan risiko polip/tumor usus besar, dan makrognatia,
pembesaran struktur tulang wajah, serta tangan dan kaki; dan pertumbuhan visceral berlebih
(termasuk makroglosia dan pembesaran otot jantung, tiroid, hati, dan ginjal Pada jantung
pasien akromegali menunjukkan adanya fibrosis interstisial yang luas, menunjukkan adanya
kardiomiopati akromegali.
Pada akhirnya, gigantisme dan akromegali akan mengakibatkan ekses IGF-I. Ekses GH
akan mengakibatkan peningkatan kadar IGF-I bebas dalam jaringan. IGF-1 bebas ini
kemudian menengahi mayoritas pertumbuhan pada gigantisme.
Penyebab IGF-I berlebih dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Pelepasan ekses primer GH dari hipofisis
b. Peningkatan sekresi GHRH atau disregulasi hipotalamus
c. Produksi IGF binding protein berlebihan, yang memperpanjang waktu paruh circulating-
IGF
E. Tanda dan Gejala
Tidak semua kondisi akromegali memperlihatkan gejala dan tanda yang signifikan. Gejala
dan tanda akromegali akan terlihat lebih jelas seiring dengan pertambahan usia. Beberapa
gejala dan tanda yang dapat dialami adalah :

 Tanda akromegali :
1. Kaki dan tangan membesar.
2. Struktur wajah berubah.
3. Ukuran lidah, hidung, dan bibir membesar.
4. Muncul renggang di antara gigi.
5. Kulit berminyak dan kasar.
6. Mendengkur kencang saat tidur.
7. Rongga dada menjadi lebar (barrel chest).
8. Suara serak dan berat (akibat pelebaran pita suara dan sinus).
9. Jantung membesar.

 Gejala akromegali:
1. Keringat berlebih, hingga bau badan.
2. Sakit kepala.
3. Kelelahan dan tubuh terasa.
4. Otot melemah.
5. Nyeri sendi dan kemampuan gerak terbatas.
6. Gangguan penglihatan.
7. Sulit tidur.
8. Gangguan siklus menstruasi pada wanita.
9. Disfungsi ereksi pada pria.
10. Kehilangan gairah seks.

F. Pencegahan
Jenis pengobatan akromegali ditentukan berdasarkan penyebabnya. Pengobatan
difokuskan untuk mengurangi tingkat keparahan gejala, mengatur kadar hormon
pertumbuhan berlebih, dan mengatasi gangguan di kelenjar hipofisis. Obat-obatan berikut
ini dapat digunakan untuk pengobatan pendukung setelah operasi, atau jika operasi tidak
dapat dilakukan:
1. Dopamine agonist

Obat ini berfungsi untuk menekan produksi GH dan IGH-I. Contoh obat ini
adalahbromocriptine.

2. Analog somatostatin

Obat-obatan seperti octreotide digunakan untuk mengontrol produksi dan aliran


hormon pertumbuhan, serta mengecilkan ukuran tumor.

3. Antagonis hormon pertumbuhan

Obat ini berfungsi untuk memblokir efek hormon pertumbuhan pada jaringan tubuh.
Salah satu contoh obat antagonis hormon pertumbuhan adalah pegvisomant.

G. Jenis Pemeriksaan Radiologi


CT scan dan MRI umumnya digunakan untuk mengetahui lokasi dan ukuran tumor pada
kelenjar hipofisis atau organ tubuh yang membesar. Foto Rontgen juga dapat dilakukan
untuk memeriksa kepadatan dan ukuran tulang.
3.1. EKSTREMITAS BAWAH
1. Shindrom Reiter
A. Anatomi Normal

B. Shindrom Reiter

Sindrom Reiter atau reactive arthritis adalah peradangan sendi yang dipicu oleh infeksi,
terutama infeksi akibat penyakit menular seksual atau keracunan makanan. Sindrom Reiter
menyebabkan sendi bagian lutut, pergelangan kaki, atau kaki menjadi bengkak, nyeri,
kemerahan, dan terasa hangat saat disentuh. Kondisi ini bisa hilang timbul, namun
cenderung menghilang dalam waktu 6-12 bulan.
C. Penyebab Penyakit
Shindrom Reiter ini terjadi sebagai reaksi terhadap infeksi di dalam tubuh, terutama
infeksi pada saluran cerna, saluran kemih, atau organ kelamin.

D. Mekanisme atau patogenesis


Kelenjar getah bening - edema, hiperplasia folikel getah bening dengan pusat-pusat
terkemuka germinal (B-zona), vasodilatasi di medula, proliferasi sel stroma, yang di antara
sel-sel plasma, neutrophilic dan granulosit eosinophilic. Dalam sinus - fenomena
peradangan dengan perluasan lumens mereka, disekitarnya - endapan hemosiderin.
Pada kapsul sendi, perubahan inflamasi menyerupai psoriasis dan penyakit rheumatoid
juga ditemukan. Tapi tidak seperti yang terakhir di infiltrat dengan penyakit Reiter,
sejumlah besar granulosit eosinofilik (eosinofilik rheumatoid) terdeteksi. Selain itu, sampel
feses juga dapat diuji untuk tanda-tanda infeksi. Tes darah pasien reactive arthritis biasanya
positif untuk penanda genetik HLA-B27, dengan peningkatan jumlah sel darah putih dan
peningkatan laju erythrocyte sedimentation rate (ESR), di mana keduanya merupakan tanda
peradangan. Pasien mungkin juga mengalami anemia ringan (memiliki terlalu sedikit sel
darah merah dalam aliran darah). Foto rontgen sendi di luar punggung biasanya tidak
menunjukkan kelainan apa pun kecuali pasien mengalami episode penyakit yang berulang.
Namun, persendian yang telah berulang kali meradang dapat menunjukkan area
pengeroposan tulang, tanda-tanda osteoporosis, atau taji tulang saat pemeriksaan sinar-X.
Sendi di punggung dan panggul (sendi sakroiliaka) juga dapat menunjukkan kelainan dan
kerusakan akibat sindrom ini.

E. Tanda & Gejala


 Nyeri dan kaku. Nyeri sendi yang terkait dengan sindrom ini paling sering terjadi di
lutut, pergelangan kaki, dan kaki. Anda juga mungkin mengalami nyeri di tumit,
punggung bawah, atau bokong.
 Peradangan mata. Banyak orang yang menderita sindrom ini juga mengalami
peradangan mata (konjungtivitis).
 Masalah kencing. Peningkatan frekuensi dan ketidaknyamanan saat buang air kecil
dapat terjadi, begitu juga dengan peradangan pada kelenjar prostat atau leher rahim.
 Peradangan jaringan lunak di tulang (enthesitis), mungkin termasuk otot, tendon,
dan ligamen.
 Jari kaki atau jari tangan bengkak. Dalam beberapa kasus, jari kaki atau jari tangan
Anda mungkin menjadi sangat bengkak sehingga menyerupai sosis.
 Masalah kulit. Reactive arthritis dapat memengaruhi kulit dengan berbagai cara,
termasuk ruam di telapak kaki, telapak tangan, dan sariawan.
 Nyeri punggung bawah. Rasa sakitnya cenderung lebih buruk pada malam atau pagi
hari.

F. Pencegahan
Faktor genetik tampaknya berperan dalam kemungkinan Anda mengembangkan
sindrom ini. Meskipun Anda tidak dapat mengubah susunan genetik, Anda dapat
mengurangi paparan terhadap bakteri yang dapat menyebabkan reactive arthritis. Pastikan
makanan Anda disimpan pada suhu yang tepat dan dimasak dengan benar untuk membantu
menghindari banyak bakteri bawaan makanan. Beberapa infeksi menular seksual dapat
memicu sindrom ini, menggunakan kondom dapat menurunkan risiko infeksi.

G. Jenis Pemeriksaan Radiologi


Pemindaian dengan foto Rontgen dapat dilakukan untuk menilai keparahan dari
peradangan yang terjadi. Langkah ini umumnya dilakukan bila pasien mangalami gejala
reactive arthritis berulang.
2. Arthritis Pirai (Gout)
A. Anatomi Fisiologi Normal

B. Arthritis Pirai (Gout)


Artritis gout merupakan bentuk artritis inflamatorik yang terjadi pada individu dengan
kadar asam urat darah yang tinggi. Asam urat ini dapat membentuk kristal dengan bentuk,
seperti jarum di sendi. Akibatnya, kondisi ini dapat menyebabkan serangan gout yang
sangat nyeri, disertai kemerahan, bengkak, dan hangat di area tersebut.
C. Penyebab
Artritis gout terjadi ketika kristal urat menumpuk di sendi, kondisi ini menyebabkan
peradangan dan rasa sakit yang hebat dari serangan asam urat. Kristal urat dapat terbentuk
ketika seseorang memiliki kadar asam urat yang tinggi dalam darah.
Tubuh menghasilkan asam urat ketika memecah purin, yakni zat yang ditemukan secara
alami di dalam tubuh. Purin juga ditemukan pada makanan tertentu, seperti steak, daging
organ, dan makanan laut. Makanan lain juga mempromosikan kadar asam urat yang lebih
tinggi, seperti minuman beralkohol, terutama bir, dan minuman yang dimaniskan dengan
gula buah (fruktosa).
Biasanya, asam urat larut dalam darah dan melewati ginjal ke dalam urine. Namun, kadang-
kadang tubuh memproduksi terlalu banyak asam urat atau ginjal mengeluarkan terlalu
sedikit asam urat. Ketika ini terjadi, asam urat dapat menumpuk, membentuk kristal urat
yang tajam dan membutuhkan, seperti urat di jaringan sendi atau sekitarnya yang
menyebabkan rasa sakit, peradangan, dan pembengkakan.

D. Mekanisme / Patogenesis
Patofisiologi arthritis gout dibagi menjadi empat tahap yaitu:
 Fase I
Tahap ini terjadi akibat peningkatan asam urat yang berasal dari metabolisme purin yang
berasal dari diet dan pemecahan sel tubuh. Pada keadaan normal asam urat yang terbentuk
selanjutnya akan dipecah oleh enzim urikase menjadi substans yang larut pada urin
sehingga mudah diekskresikan. Tidak adanya enzim urikase ini dapat menimbulkan
peningkatan kadar asam urat.
Sekitar 90% peningkatan kadar asam urat ditimbulkan akibat ketidakmampuan untuk
mengekskresikan asam urat pada urin akibat defek genetik pada transporter anion ginjal
yang mengakibatkan reabsorbsi asam urat yang berlebihan. Hal ini juga bisa disebabkan
oleh penggunaan beberapa obat seperti aspirin, diuretik dan alkohol, serta fungsi ginjal
yang menurun.
Sekitar 10% peningkatan asam urat dapat terjadi akibat produksi asam urat yang
berlebihan akibat defek genetik enzim yang memecahkan purin, peningkatan penghancuran
DNA sel yang mengandung purin pada tindakan kemoterapi, serta asupan diet yang tinggi
purin.
 Fase II
Fase ini adalah serangan akut yang ditandai dengan tanda radang, biasanya pada sendi
metatarsofalang digiti I, dorsum kaki, mata kaki, lutut, pergelangan tangan, dan sendi siku.
Fase ini terjadi akibat perpindahan monosodium urat ke cairan sendi dan menimbulkan
reaksi perlawanan dari sel neutrofil, sehingga mencetuskan reaksi radang oleh beberapa
sitokin inflamasi dan ditandai dengan sendi yang merah, nyeri, panas, dan bengkak.
 Fase III
Fase ini sering dikenal dengan fase interkritikal asimptomatik yaitu fase tanpa adanya
gejala namun kristal monosodium urat tetap terdeposit pada cairan sendi. Keadaan ini dapat
berlangsung sampai 10 tahun. Tanpa penanganan asam urat yang baik dapat menimbulkan
serangan akut yang berulang akibat beberapa pencetus seperti trauma lokal, diet tinggi
purin, stress, dan pemakaian diuretik.
 Fase IV
Fase ini adalah fase arthritis gout kronik yang ditandai dengan munculnya tofus (deposit
monosodium urat pada beberapa sendi namun tanpa tanda radang). Tofus ini dapat pecah
sendiri dan sering menimbulkan infeksi sekunder. Pada fase ini sering terjadi kerusakan
sendi, gangguan fungsi ginjal dan gangguan kardiovaskuler.

E. Tanda dan Gejala


1. Nyeri yang tiba-tiba dan parah pada sendi, biasanya di tengah malam atau dini
hari.
2. Nyeri di sendi. Rasa nyeri bisa terasa hangat pada saat disentuh dan terlihat merah
atau ungu.
3. Kekakuan pada sendi menyebabkan terbatasnya pergerakan.
4. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi jempol kaki, pergelangan kaki,
lutut, siku, pergelangan tangan, dan jari-jari tangan.
5. Jika artritis gout tidak diobati dalam jangka waktu yang lama, kristal dapat
membentuk gumpalan di bawah kulit di sekitar sendi. Mereka disebut tophi.
Mereka tidak sakit, tetapi dapat memengaruhi cara penampilan sendi. Jika kristal
menumpuk di saluran kemih, mereka dapat membentuk batu ginjal
F. Pencegahan
Obat yang digunakan untuk mengobati serangan akut dan mencegah serangan di
masa depan meliputi:
1. Obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID)
Dokter mungkin meresepkan dosis yang lebih tinggi untuk menghentikan serangan
akut bila diikuti dengan dosis harian yang lebih rendah untuk mencegah serangan di
masa depan. NSAID membawa risiko sakit perut, perdarahan, dan ulkus lambung.
Setelah serangan asam urat akut sembuh, dokter mungkin meresepkan obat dosis rendah
harian untuk mencegah serangan di masa depan.
2. Kortikosteroid
Obat-obat kortikosteroid dapat mengontrol peradangan dan nyeri gout.
Kortikosteroid dapat dalam bentuk pil atau disuntikkan ke sendi. Kortikosteroid
umumnya hanya digunakan pada orang dengan gout yang tidak bisa menggunakan
NSAID. Efek samping dari kortikosteroid mungkin termasuk perubahan suasana hati,
peningkatan kadar gula darah, dan peningkatan tekanan darah.
3. Obatan-obatan untuk Mencegah Komplikasi Artritis Gout
Jika mengalami beberapa serangan asam urat setiap tahun atau serangan asam urat
tidak begitu sering, tetapi sangat menyakitkan, dokter dapat merekomendasikan obat
untuk mengurangi risiko komplikasi terkait asam urat. Jika sudah memiliki bukti
kerusakan akibat artritis gout pada rontgen sendi atau memiliki tophi, penyakit ginjal
kronis atau batu ginjal, dan obat untuk menurunkan kadar asam urat tubuh mungkin
disarankan.

 Pencegahan Artritis Gout


Selama periode tanpa gejala, pedoman diet ini dapat membantu melindungi terhadap
serangan artritis gout di masa depan:
1. Minum banyak cairan. Jaga tubuh agar tetap terhidrasi dengan baik, dengan
minum banyak air. Batasi berapa banyak minuman manis yang diminum,
terutama yang dimaniskan dengan sirup jagung fruktosa tinggi.
2. Batasi atau hindari alkohol. Berdasarkan penelitian, risiko gejala asam urat
bisa meningkat karena konsumsi bir yang berlebihan, terutama pada pria.
3. Dapatkan protein dari produk susu rendah lemak. Produk susu rendah lemak
sebenarnya memiliki efek perlindungan terhadap asam urat adalah sumber
protein terbaik.
4. Batasi asupan daging, ikan, dan unggas. Sejumlah kecil mungkin dapat
ditolerir, tetapi perhatikan jenis apa saja dan seberapa banyak yang
dampaknya menimbulkan masalah kesehatan.
5. Pertahankan berat badan yang diinginkan. Pilih porsi yang memungkinkan
untuk mempertahankan berat badan yang sehat. Menurunkan berat badan
dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh. Namun, hindari penurunan
berat badan cepat atau cepat karena hal itu dapat meningkatkan kadar asam
urat untuk sementara.

G. Jenis Pemeriksaan Radiologi


3. Varises
A. Anatomi Fisiologi Normal

B. Varises
Varises adalah pelebaran atau pembengkakan pembuluh darah vena akibat penumpukan
darah di dalam pembuluh tersebut. Kondisi ini menyebabkan pembuluh vena berwarna
keunguan atau biru gelap, dan tampak menonjol. Varises dapat terjadi di pembuluh vena
mana pun dalam tubuh. Namun, kondisi ini paling sering terjadi di area tungkai, terutama
betis, karena adanya tekanan saat berdiri atau berjalan. Varises juga dapat muncul di bagian
panggul, anus (wasir), testis, perut, hati, atau kerongkongan (varises esofagus).
Varises lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Kondisi ini juga lebih berisiko
dialami oleh orang yang berat badannya berlebih, atau orang yang pekerjaannya
mengharuskan ia berdiri atau duduk dalam waktu lama.

C. Penyebab
Varises terjadi akibat lemah atau rusaknya katup vena. Kondisi ini menyebabkan darah yang
semestinya ke jantung menjadi berbalik arah dan menumpuk di dalam pembuluh vena.
Penumpukan inilah yang kemudian menyebabkan pembuluh vena melebar dan
memunculkan gejala varises.
Pembuluh vena yang umumnya terkena varises akan tampak bengkak atau menonjol di
permukaan kulit. Jika dibiarkan, varises bisa menimbulkan nyeri atau kram otot. Gejala
tersebut sering kali memburuk bila penderita berdiri terlalu lama.

D. Mekanisme / Pathogenesis
Patofisiologi varises adalah stasis dan peningkatan tekanan di vena yang dapat disebabkan
oleh kelainan struktural ataupun biokima pada pembuluh darah. Aliran darah pembuluh
darah vena ditentukan oleh patensi katup vena, dinding pembuluh darah vena, dan
hemodinamik aliran darah vena.

 Pembuluh Darah Normal


Pada keadaan normal, aliran darah balik akan terkumpul di kapiler vena superfisial dan
selanjutnya akan melewati pembuluh darah vena besar di superfisial dan melewati katup
vena dalam yang akan mengalirkan darah ke jantung. Pembuluh darah superfisial ini
terletak di supra fasia sedangkan vena dalam terletak di dalam otot. Saphenofemoral
junction adalah pembuluh darah vena yang menghubungkan vena besar superfisial dan vena
dalam dan memiliki katup vena. Anatomi katup vena yang memiliki dua daun akan
mencegah aliran darah balik ke jantung.
Kontraksi otot di dalam kompartemen ekstremitas akan menekan pembuluh darah vena
dalam dan menimbulkan efek pompa darah kembali ke jantung dan melawan gaya gravitasi.
Struktur pembuluh darah vena bagian dalam yang dibatasi oleh fasia akan memungkinkan
pembuluh darah tidak berubah jika terjadi peningkatan tekanan, namun pembuluh darah
superfisial akan lebih rentan mengalami perubahan karena tekanan, sehingga menimbulkan
pelebaran pembuluh darah vena.

 Pembuluh Darah Varises


Pada varises, aliran darah menjadi terganggu karena adanya stasis dan hipertensi vena.
Jika keadaan ini berlangsung terus menerus akan mencetuskan adanya peradangan dan
iskemia pada pembuluh darah vena dan menimbulkan gangguan struktur dan fungsi vena.
Gangguan struktur vena yang dapat timbul adalah hiperpigmentasi dan fibrosis jaringan
subkutan. Kedua hal ini yang akan menimbulkan ulkus vena. Disfungsi dan inkompetensi
katup vena akan menimbulkan adanya aliran darah balik dan meningkatkan tekanan
hidrostatik vena sehingga menimbulkan pelebaran pembuluh darah vena.

E. Tanda dan gejala


Varises umumnya ditandai dengan penonjolan atau pembengkakan pada pembuluh
vena. Permukaan kulit pada pembuluh vena yang membengkak juga akan berwarna
keunguan atau kebiruan.
Varises yang tergolong ringan jarang menimbulkan gejala yang berat. Gejala biasanya
hanya akan memengaruhi penampilan kulit. Namun, jika dibiarkan dalam jangka waktu
lama, maka varises dapat menimbulkan gejala yang lebih serius, seperti nyeri dan rasa berat
atau tidak nyaman di kaki.
Gejala varises akan makin terasa ketika penderita berdiri terlalu lama atau tinggal di daerah
yang cuacanya hangat. Gejala varises juga dapat makin memburuk selama masa menstruasi
atau kehamilan.
Pembuluh darah vena di tungkai tampak menonjol dan kebiruan, terutama bila disertai
dengan:
1. Rasa nyeri, panas, kesemutan dan berdenyut di bagian tungkai
2. Kaki terasa berat dan tidak nyaman
3. Pembengkakan di area kaki dan pergelangan kaki
4. Kulit di area varises tampak kering dan terasa gatal
5. Kram otot kaki, terutama di malam hari
6. Kondisi di atas dapat menandakan penyakit pembuluh darah serius yang
harus segera ditangani.

F. Pencegahan
Pengobatan varises disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien. Adapun tujuan
pengobatan adalah untuk meredakan gejala, mencegah varises bertambah parah, dan
menghindari terjadinya komplikasi berupa luka atau perdarahan.
Varises dapat dicegah dengan menjalani pola hidup sehat, antara lain dengan rutin
berolahraga dan menjaga berat badan ideal. Selain itu, hindari kebiasaan duduk atau berdiri
terlalu lama.
G. Jenis Pemeriksaan Radiologi

Sebagai langkah awal diagnosis, dokter akan mengajukan pertanyaan terkait riwayat
kesehatan dan gejala yang dialami pasien. Dokter juga akan menanyakan beberapa faktor
yang memengaruhi munculnya varises, seperti gaya hidup dan aktivitas sehari-hari.
Selanjutnya, pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk mengamati tanda-tanda varises. Dokter
akan meminta pasien untuk berdiri, kemudian memeriksa pembengkakan atau perubahan
warna kulit di kaki, atau luka jika ada. Pemeriksaan lanjutan biasanya tidak perlu dilakukan,
kecuali jika dokter mencurigai adanya penyebab lain, seperti deep vein thrombosis.
Pemeriksaan lanjutan tersebut antara lain:

1. USG Doppler

Melalui USG Doppler, dokter dapat melihat aliran darah di dalam pembuluh vena melalui
gambar yang dihasilkan oleh gelombang suara berfrekuensi tinggi.

2. Angiografi

Dalam tes angiografi, dokter akan menyuntikkan cairan kontras ke pembuluh vena agar ikut
mengalir dengan darah. Selanjutnya, dokter akan menjalankan foto Rontgen untuk melihat
aliran cairan kontras. Jika aliran darah tidak lancar, kondisi tersebut dapat menandakan
adanya gumpalan darah di dalam pembuluh darah vena.
4.1. Patofisiologi Batang Tubuh
 https://doktersehat.com/penyakit-a-z/sindroma-reiter-radang-sendi-dan-tendon/
 https://doktersehat.com/penyakit-a-z/sindroma-reiter-radang-sendi-dan-tendon/
 https://www.slideshare.net/cheynissa/patofisiologi-sistem-gerak
 https://www.alodokter.com/reactive-arthritis
 https://www.slideshare.net/putrichanz/penyakit-pada-ekstremitas-atas-dan-ekstremitas-bawah
 https://www.alodokter.com/akromegali
 https://www.alomedika.com/penyakit/endokrin/gigantisme-dan-akromegali/patofisiologi
 https://www.halodoc.com/kesehatan/artritis-gout
 https://www.alomedika.com/penyakit/reumatologi/gout/patofisiologi
 https://www.alodokter.com/varises
 https://www.alomedika.com/+penyakit/kardiologi/varises/patofisiologi
 https://www.alodokter.com/varises/gejala#:~:text=Rasa%20nyeri%2C%20panas%2C%20kesem
utan%20dan,tampak%20kering%20dan%20terasa%20gatal

Anda mungkin juga menyukai