Makalah Patofisiologi 1
Makalah Patofisiologi 1
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1/ KELAS C
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hida
yah- Nya sehingga kami selaku mahasiswa Poltekkes Kemenkes Semarang kelompok 1,
telah melaksanakan laporan praktikum ini yang berjudul “ Patofisiologi Anggota Gerak
& Batang Tubuh “.
Kegiatan membuat laporan praktikum ini merupakan salah satu tugas dari salah
saty mata kuliah Patofisiologi yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang
Patofisiologi Anggota Gerak & Batang Tubuh, Kami menyadari bahwa dalam laporan
praktikum ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan praktikum.
Penulisan makalah ini melibatkan berbagai pihak secara langsung maupun tidak
langsung. Pada kesempatan yang baik ini kami menyampaikan banyak ucapan terima ka
sih atas segala bantuan, petunjuk dan bimbingan kepada Dosen Patofisiologi.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Batang tubuh atau batang adalah istilah anatomi untuk bagian tengah atau inti
dari tubuh bisa termasuk hewan dan manusia. Batang tubuh dimulai dari vertebra
cervicalis, vertebra thoracalis, vertebra lumbalis, vertebra sacralis(sacrum),
coxigeum.
Biasanya sering terjadi atau ditemukan oleh beberapa pasien yang memiliki
penyakit di bagian anggota gerak atas,bawah maupun di bagian batang tubuh. Dalam
hal ini kami mengalalisis terkait suatu penyakit di antara anggota gerak atas,bawah,
dan batang tubuh apakah fisologi normal atau tidak, penyebab penyakit,mekanisme,
penyebab tanda&gejala, cara pencegahannya agar tidak terkenena, dan pemeriksaan
radiologinya.
2. Granuloma Piogenik
A. Anatomi normal
B. Granuloma piogenik
Granuloma piogenik merupakan tumor vaskuler proliferatif jinak pada kulit dan membran
mukosa yang sering mengikuti suatu trauma minor dan infeksi. Kondisi ini bisa terjadi pada
semua usia dan adalah salah satu dari tumor-tumor vaskuler yang paling sering ditemukan
pada bayi dan anak-anak. Bisa juga dialami orang dewasa, terutama pada ibu hamil. Tidak
terdapat perbedaan bermakna antara insiden pada laki-laki dan perempuan. Granuloma
piogenik umumnya ditemukan tangan, jari, lengan, wajah, leher, dada, punggung. Selain itu,
benjolan juga bisa tumbuh di bibir, kelopak mata, genital, dan rongga mulut.
C. Penyebab Penyakit
• Trauma: pada beberapa kasus granuloma piogenik dapat muncul di lokasi cedera ringan,
seperti tertusuk peniti.
• Infeksi: bakteri Staphylococcus aureus lebih sering ditemukan
• Pengaruh hormon: granuloma piogenik terjadi hingga 5% pada masa kehamilan dan
kadang-kadang berkaitan juga dengan penggunaan kontrasepsi oral.
• Diinduksi oleh obat; beberapa granuloma piogenik kadang muncul pada pasien yang
menggunakan retinoid oral (acitretin atau isotretinoin) atau protease inhibitor.
Acromegaly atau akromegali adalah penyakit yang muncul karena tubuh orang dewasa
kelebihan hormon pertumbuhan (growth hormone). Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan
secara berlebihan di berbagai organ serta jaringan otot dan tulang, khususnya pada kaki,
tangan, dan wajah.
Peningkatan produksi growth hormone umumnya disebabkan oleh tumor jinak di
kelenjar hipofisis (pituitary). Peningkatan juga dapat disebabkan oleh tumor pada organ
tubuh lain, seperti paru-paru atau pankreas, namun hal tersebut jarang terjadi. Meskipun
dapat terjadi pada segala usia, akromegali biasanya terjadi pada orang berusia 30-50 tahun.
Jika terjadi pada anak, kelebihan growth hormone bukan menyebabkan akromegali
melainkan gigantisme.
C. Penyebab Penyakit
Akromegali terjadi akibat tingginya produksi hormon pertumbuhan (GH) dan
merupakan salah satu gejala pada kondisi hiperpituitarisme. Pada usia dewasa, peningkatan
hormon pertumbuhan biasanya disebabkan oleh adanya tumor yang tumbuh. Terdapat dua
jenis tumor yang dapat meningkatan produksi GH, yaitu:
Tumor pituitary
Sebagian besar kasus akromegali memperlihatkan adanya tumor pada kelenjar hipofisis
(pituitari) yang dapat meningkatkan produksi GH. Kelenjar hipofisis terletak di bagian
bawah otak dan berfungsi memproduksi berbagai hormon penting bagi tubuh, salah satunya
adalah growth hormone.
GH memicu organ hati untuk memproduksi insulin-like growth factor I (IGF-I) yang
berfungsi sebagai stimulan pertumbuhan tulang dan jaringan tubuh. Kadar GH yang
berlebih akan mempengaruhi produksi IGF-I, sehingga memicu pertumbuhan abnormal
pada organ serta jaringan otot dan tulang.
Tumor Nonpituitari
Tumor yang muncul pada bagian tubuh lain, seperti paru-paru, pankreas, dan otak, juga
dapat meningkatkan produksi GH. Pada beberapa kasus lain, tumor tersebut juga dapat
memproduksi growth hormone-releasing hormone (GHRH) atau hormon yang melepaskan
hormon pertumbuhan, sehingga produksi GH meningkat.
Selain karena tumor, GH juga dapat meningkat akibat gangguan di hipotalamus sehingga
tidak dapat mengendalikan sel yang memproduksi GH. Hipotalamus adalah bagian otak
yang juga menghasilkan beberapa hormon yang penting untuk tubuh.
D. Mekanisme / Patogenesis
Patofisiologi akromegali terkait ketidakseimbangan sekresi dan inhibisi hormon
pertumbuhan atau growth hormone (GH), sehingga kadar GH berlebih. Manifestasi klinis
ekses GH akan berbeda pada anak-anak dan dewasa, tergantung apakah fusi lempeng
epifisis telah terjadi atau belum.
Fisiologi Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH) merupakan protein asam amino panjang
191 dengan dua ikatan disulfida, yang disekresi oleh sel somatotrof di hipofisis anterior
yang berdenyut 4‒11 kali dalam sehari. Karena bersifat pulsatil, pengukuran sekresi GH
secara acak tidak bermanfaat. GH merangsang sintesis insulin-like growth factor-1 (IGF-1)
di liver.
IGF-1 merupakan protein 70 asam amino yang mirip dengan insulin. Selain itu, mekanisme
pensinyalan pasca reseptor yang melibatkan tirosin kinase dan insulin receptor substrate-1
(IRS-1) juga serupa untuk IGF-1 dan insulin. IGF-1 beredar dengan terikat pada IGF-1
binding protein. IGF-1 memberikan mekanisme umpan balik negatif melalui growth
hormone-releasing hormone (GHRH) dan somatostatin.
Mekanisme keseimbangan sekresi GH bergantung pada GHRH dan somatostatin. GHRH
merangsang pelepasan GH dari hipofisis. Sedangkan somatostatin yang disekresikan dari
hipotalamus memberikan aksi penghambatan pada sekresi GH. Neuron yang mengandung
GHRH terutama berada di nukleus arkuata dan nukleus ventromedial. GHRH dan
somatostatin akan mengatur sekresi satu sama lain agar tercapai keseimbangan secara
parakrin.
Tanda akromegali :
1. Kaki dan tangan membesar.
2. Struktur wajah berubah.
3. Ukuran lidah, hidung, dan bibir membesar.
4. Muncul renggang di antara gigi.
5. Kulit berminyak dan kasar.
6. Mendengkur kencang saat tidur.
7. Rongga dada menjadi lebar (barrel chest).
8. Suara serak dan berat (akibat pelebaran pita suara dan sinus).
9. Jantung membesar.
Gejala akromegali:
1. Keringat berlebih, hingga bau badan.
2. Sakit kepala.
3. Kelelahan dan tubuh terasa.
4. Otot melemah.
5. Nyeri sendi dan kemampuan gerak terbatas.
6. Gangguan penglihatan.
7. Sulit tidur.
8. Gangguan siklus menstruasi pada wanita.
9. Disfungsi ereksi pada pria.
10. Kehilangan gairah seks.
F. Pencegahan
Jenis pengobatan akromegali ditentukan berdasarkan penyebabnya. Pengobatan
difokuskan untuk mengurangi tingkat keparahan gejala, mengatur kadar hormon
pertumbuhan berlebih, dan mengatasi gangguan di kelenjar hipofisis. Obat-obatan berikut
ini dapat digunakan untuk pengobatan pendukung setelah operasi, atau jika operasi tidak
dapat dilakukan:
1. Dopamine agonist
Obat ini berfungsi untuk menekan produksi GH dan IGH-I. Contoh obat ini
adalahbromocriptine.
2. Analog somatostatin
Obat ini berfungsi untuk memblokir efek hormon pertumbuhan pada jaringan tubuh.
Salah satu contoh obat antagonis hormon pertumbuhan adalah pegvisomant.
B. Shindrom Reiter
Sindrom Reiter atau reactive arthritis adalah peradangan sendi yang dipicu oleh infeksi,
terutama infeksi akibat penyakit menular seksual atau keracunan makanan. Sindrom Reiter
menyebabkan sendi bagian lutut, pergelangan kaki, atau kaki menjadi bengkak, nyeri,
kemerahan, dan terasa hangat saat disentuh. Kondisi ini bisa hilang timbul, namun
cenderung menghilang dalam waktu 6-12 bulan.
C. Penyebab Penyakit
Shindrom Reiter ini terjadi sebagai reaksi terhadap infeksi di dalam tubuh, terutama
infeksi pada saluran cerna, saluran kemih, atau organ kelamin.
F. Pencegahan
Faktor genetik tampaknya berperan dalam kemungkinan Anda mengembangkan
sindrom ini. Meskipun Anda tidak dapat mengubah susunan genetik, Anda dapat
mengurangi paparan terhadap bakteri yang dapat menyebabkan reactive arthritis. Pastikan
makanan Anda disimpan pada suhu yang tepat dan dimasak dengan benar untuk membantu
menghindari banyak bakteri bawaan makanan. Beberapa infeksi menular seksual dapat
memicu sindrom ini, menggunakan kondom dapat menurunkan risiko infeksi.
D. Mekanisme / Patogenesis
Patofisiologi arthritis gout dibagi menjadi empat tahap yaitu:
Fase I
Tahap ini terjadi akibat peningkatan asam urat yang berasal dari metabolisme purin yang
berasal dari diet dan pemecahan sel tubuh. Pada keadaan normal asam urat yang terbentuk
selanjutnya akan dipecah oleh enzim urikase menjadi substans yang larut pada urin
sehingga mudah diekskresikan. Tidak adanya enzim urikase ini dapat menimbulkan
peningkatan kadar asam urat.
Sekitar 90% peningkatan kadar asam urat ditimbulkan akibat ketidakmampuan untuk
mengekskresikan asam urat pada urin akibat defek genetik pada transporter anion ginjal
yang mengakibatkan reabsorbsi asam urat yang berlebihan. Hal ini juga bisa disebabkan
oleh penggunaan beberapa obat seperti aspirin, diuretik dan alkohol, serta fungsi ginjal
yang menurun.
Sekitar 10% peningkatan asam urat dapat terjadi akibat produksi asam urat yang
berlebihan akibat defek genetik enzim yang memecahkan purin, peningkatan penghancuran
DNA sel yang mengandung purin pada tindakan kemoterapi, serta asupan diet yang tinggi
purin.
Fase II
Fase ini adalah serangan akut yang ditandai dengan tanda radang, biasanya pada sendi
metatarsofalang digiti I, dorsum kaki, mata kaki, lutut, pergelangan tangan, dan sendi siku.
Fase ini terjadi akibat perpindahan monosodium urat ke cairan sendi dan menimbulkan
reaksi perlawanan dari sel neutrofil, sehingga mencetuskan reaksi radang oleh beberapa
sitokin inflamasi dan ditandai dengan sendi yang merah, nyeri, panas, dan bengkak.
Fase III
Fase ini sering dikenal dengan fase interkritikal asimptomatik yaitu fase tanpa adanya
gejala namun kristal monosodium urat tetap terdeposit pada cairan sendi. Keadaan ini dapat
berlangsung sampai 10 tahun. Tanpa penanganan asam urat yang baik dapat menimbulkan
serangan akut yang berulang akibat beberapa pencetus seperti trauma lokal, diet tinggi
purin, stress, dan pemakaian diuretik.
Fase IV
Fase ini adalah fase arthritis gout kronik yang ditandai dengan munculnya tofus (deposit
monosodium urat pada beberapa sendi namun tanpa tanda radang). Tofus ini dapat pecah
sendiri dan sering menimbulkan infeksi sekunder. Pada fase ini sering terjadi kerusakan
sendi, gangguan fungsi ginjal dan gangguan kardiovaskuler.
B. Varises
Varises adalah pelebaran atau pembengkakan pembuluh darah vena akibat penumpukan
darah di dalam pembuluh tersebut. Kondisi ini menyebabkan pembuluh vena berwarna
keunguan atau biru gelap, dan tampak menonjol. Varises dapat terjadi di pembuluh vena
mana pun dalam tubuh. Namun, kondisi ini paling sering terjadi di area tungkai, terutama
betis, karena adanya tekanan saat berdiri atau berjalan. Varises juga dapat muncul di bagian
panggul, anus (wasir), testis, perut, hati, atau kerongkongan (varises esofagus).
Varises lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Kondisi ini juga lebih berisiko
dialami oleh orang yang berat badannya berlebih, atau orang yang pekerjaannya
mengharuskan ia berdiri atau duduk dalam waktu lama.
C. Penyebab
Varises terjadi akibat lemah atau rusaknya katup vena. Kondisi ini menyebabkan darah yang
semestinya ke jantung menjadi berbalik arah dan menumpuk di dalam pembuluh vena.
Penumpukan inilah yang kemudian menyebabkan pembuluh vena melebar dan
memunculkan gejala varises.
Pembuluh vena yang umumnya terkena varises akan tampak bengkak atau menonjol di
permukaan kulit. Jika dibiarkan, varises bisa menimbulkan nyeri atau kram otot. Gejala
tersebut sering kali memburuk bila penderita berdiri terlalu lama.
D. Mekanisme / Pathogenesis
Patofisiologi varises adalah stasis dan peningkatan tekanan di vena yang dapat disebabkan
oleh kelainan struktural ataupun biokima pada pembuluh darah. Aliran darah pembuluh
darah vena ditentukan oleh patensi katup vena, dinding pembuluh darah vena, dan
hemodinamik aliran darah vena.
F. Pencegahan
Pengobatan varises disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien. Adapun tujuan
pengobatan adalah untuk meredakan gejala, mencegah varises bertambah parah, dan
menghindari terjadinya komplikasi berupa luka atau perdarahan.
Varises dapat dicegah dengan menjalani pola hidup sehat, antara lain dengan rutin
berolahraga dan menjaga berat badan ideal. Selain itu, hindari kebiasaan duduk atau berdiri
terlalu lama.
G. Jenis Pemeriksaan Radiologi
Sebagai langkah awal diagnosis, dokter akan mengajukan pertanyaan terkait riwayat
kesehatan dan gejala yang dialami pasien. Dokter juga akan menanyakan beberapa faktor
yang memengaruhi munculnya varises, seperti gaya hidup dan aktivitas sehari-hari.
Selanjutnya, pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk mengamati tanda-tanda varises. Dokter
akan meminta pasien untuk berdiri, kemudian memeriksa pembengkakan atau perubahan
warna kulit di kaki, atau luka jika ada. Pemeriksaan lanjutan biasanya tidak perlu dilakukan,
kecuali jika dokter mencurigai adanya penyebab lain, seperti deep vein thrombosis.
Pemeriksaan lanjutan tersebut antara lain:
1. USG Doppler
Melalui USG Doppler, dokter dapat melihat aliran darah di dalam pembuluh vena melalui
gambar yang dihasilkan oleh gelombang suara berfrekuensi tinggi.
2. Angiografi
Dalam tes angiografi, dokter akan menyuntikkan cairan kontras ke pembuluh vena agar ikut
mengalir dengan darah. Selanjutnya, dokter akan menjalankan foto Rontgen untuk melihat
aliran cairan kontras. Jika aliran darah tidak lancar, kondisi tersebut dapat menandakan
adanya gumpalan darah di dalam pembuluh darah vena.
4.1. Patofisiologi Batang Tubuh
https://doktersehat.com/penyakit-a-z/sindroma-reiter-radang-sendi-dan-tendon/
https://doktersehat.com/penyakit-a-z/sindroma-reiter-radang-sendi-dan-tendon/
https://www.slideshare.net/cheynissa/patofisiologi-sistem-gerak
https://www.alodokter.com/reactive-arthritis
https://www.slideshare.net/putrichanz/penyakit-pada-ekstremitas-atas-dan-ekstremitas-bawah
https://www.alodokter.com/akromegali
https://www.alomedika.com/penyakit/endokrin/gigantisme-dan-akromegali/patofisiologi
https://www.halodoc.com/kesehatan/artritis-gout
https://www.alomedika.com/penyakit/reumatologi/gout/patofisiologi
https://www.alodokter.com/varises
https://www.alomedika.com/+penyakit/kardiologi/varises/patofisiologi
https://www.alodokter.com/varises/gejala#:~:text=Rasa%20nyeri%2C%20panas%2C%20kesem
utan%20dan,tampak%20kering%20dan%20terasa%20gatal