UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
OLEH :
GOWA
2021
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makaah ini masih jauh dari kata
kesempurnaan maka dari itu kami dengan rendah hati sangat membutuhkan
masukkan dan saran bagi para pembaca yang bersifat membangun yang
diharapkan berguna bagi seluruh pembaca.
Gowa, 29 Agustus
2021
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Energi merupakan sebuah unsur yang diperoleh dari sumber daya alam
yang berfungsi untuk memenuhi segala kebutuhan makhluk hidup terutama bagi
manusia dalam menjalani aktivitasnya. Penggunaan energi tersebut dimaksudkan
sebagai bentuk upaya manusia untuk dapat mempertahankan keberadaannya dan
mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran hidupnya. Penggunaan
terhadap energi tersebut sering dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber untuk
penyediaan tenaga listrik. Upaya tersebut sejalan dengan apa yang tercantum
didalam Konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu pada Pasal 33 Ayat (3) UUD
1945 yang menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Sayangnya, Pemanfaatan terhadap energi oleh manusia lebih didominasi
kepada penggunaan energi fosil yang jumlah Ketersediannya sangat terbatas.
Selain itu, Pemanfaatan atas energi tersebut sering digunakan secara terus-
menerus sehingga dapat menyebabkan kelangkaan atau bahkan menyebabkan
habisnya suatu energi. Oleh karena itu Energi Baru dan Terbarukan muncul
sebagai suatu Inovasi dan alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut
sebagai upaya untuk mencegah kelangkaan energi yang nantinya akan berdampak
pada terganggunya stabilitas kehidupan makhluk hidup.
2. Energi/Tenaga Angin
Tenaga angin adalah salah satu teknologi energi terbarukan yang tumbuh
paling cepat, Pemanfaatan sumber energi angin sedang gencar dilakukan oleh
banyak negara di seluruh dunia karena sumber energi ini tidak terbatas jumlahnya.
Pemanfaatan energi ini menggunakan sebuah kincir angin yang dihubungkan
dengan sebuah generator atau turbin untuk menghasilkan tenaga listrik. Turbin
angin pertama kali muncul lebih dari seabad yang lalu. Mengikuti penemuan
generator listrik pada tahun 1830-an, para insinyur mulai mencoba untuk
memanfaatkan energi angin untuk menghasilkan listrik. Pembangkit listrik tenaga
angin terjadi di Inggris dan Amerika Serikat pada tahun 1887 dan 1888, tetapi
tenaga angin modern dianggap pertama kali dikembangkan di Denmark, di mana
turbin angin sumbu horisontal dibangun pada tahun 1891 dan turbin angin
22,8meter mulai beroperasi pada tahun 1897. Kapasitas pembangkit listrik tenaga
angin terpasang di darat dan lepas pantai telah meningkat hampir 75 kalinya
dalam dua dekade terakhir, melonjak dari 7,5 GW pada tahun 1997 menjadi
sekitar 564 GW pada tahun 2016, menurut data IRENA. Produksi listrik tenaga
angin meningkat dua kali lipat antara tahun 2009 dan 2013. Banyak bagian dunia
memiliki kecepatan angin yang kuat, tetapi lokasi terbaik untuk menghasilkan
tenaga angin kadangkadang jauh. Tenaga angin lepas pantai menawarkan potensi
luar biasa. Angin digunakan untuk menghasilkan listrik menggunakan energi
kinetik yang diciptakan oleh udara saat bergerak. Energi ini diubah menjadi energi
listrik menggunakan turbin angin atau sistem konversi energi angin. Angin
pertama-tama mengenai bilah turbin, menyebabkannya berputar dan memutar
turbin yang terhubung dengannya. Hal itu mengubah energi kinetik menjadi
energi rotasi, dengan menggerakkan poros yang terhubung ke generator, dengan
demikian menghasilkan energi listrik melalui elektromagnetisme. Jumlah daya
yang dapat dipanen dari angin tergantung pada ukuran turbin dan panjang
bilahnya. Outputnya sebanding dengan dimensi rotor dan kubus kecepatan angin.
Secara teoritis, ketika kecepatan angin meningkat dua kali lipat, potensi tenaga
angin meningkat menjadi delapan kalinya. Kapasitas turbin angin meningkat dari
waktu ke waktu. Pada tahun 1985, turbin tipikal memiliki nilai kapasitas 0,05
MW dan diameter rotor 15meter. Proyek tenaga angin baru saat ini memiliki
kapasitas turbin sekitar 2 MW di darat dan 3-5 MW di lepas pantai. Turbin angin
yang tersedia secara komersial telah mencapai kapasitas 8 MW, dengan diameter
rotor hingga 164meter. Kapasitas rata-rata turbin angin meningkat dari 1,6 MW
pada 2009 menjadi 2 MW pada 2014.
Tenaga air adalah energi yang berasal dari air yang mengalir. Energi yang
bersumber dari tenaga air sudah lama dimanfaatkan oleh manusia karena ramah
lingkungan dan pasokannya sangat berlimpah. Lebih dari 2.000 tahun yang lalu,
orang-orang Yunani kuno menggunakan kekuatan air untuk menjalankan roda
untuk menggiling biji-bijian; saat ini hal itu merupakan salah satu cara yang
paling hemat biaya untuk menghasilkan listrik dan seringkali merupakan metode
yang lebih disukai jika tersedia. Di Norwegia, misalnya, 99% listrik berasal dari
tenaga air. Pembangkit listrik tenaga air atau PLTA merupakan salah satu contoh
pemanfaatan sumber tenaga air untuk kehidupan yang lebih baik. Pembangkit
listrik tenaga air terbesar di dunia adalah Dam Tiga Ngarai 22,5 GW di Cina, yang
menghasilkan 80 hingga 100 terawatt-jam per tahun, cukup untuk memasok
antara 70 - 80 juta rumah tangga. Proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
skala kecil dapat membuat perbedaan besar bagi masyarakat di lokasi terpencil.
Prinsip dasar pembangkit listrik tenaga air adalah menggunakan air untuk
menggerakkan turbin. Pembangkit listrik tenaga air terdiri dari dua konfigurasi
dasar: dengan bendungan dan waduk (reservoir) atau disebut juga mix plants, atau
tanpa bendungan dan waduk. Bendungan PLTA dengan waduk dapat menyimpan
air dalam periode pendek atau panjang untuk memenuhi permintaan puncak.
Fasilitas ini juga dapat dibagi menjadi bendungan yang lebih kecil untuk tujuan
yang berbeda, seperti penggunaan malam atau siang hari, penyimpanan musiman,
atau instalasi penyimpanan reversibel yang dipompa, baik untuk pemompaan
maupun pembangkit listrik. Tenaga air tanpa bendungan dan waduk berarti
berproduksi dalam skala yang lebih kecil, biasanya dari fasilitas yang dirancang
untuk beroperasi di sungai tanpa mengganggu alirannya. Karena alasan ini,
banyak yang menganggap PLTA skala kecil sebagai pilihan yang lebih ramah
lingkungan.
a. Energi Matahari
Penggunaan energi matahari (kapasitas terpasang) di dunia dapat dilihat
pada (Gambar 2.4) Kapasitas terpasang energi matahari di dunia dari
tahun 2010 sampai 2018 terus mengalami peningkatan untuk jenis
teknologi photovoltaic, yaitu dari 39.603 MW (39,6 GW) pada tahun
2010 meningkat menjadi 480.357 MW (480,4 GW) di tahun 2018.
Sedangkan untuk jenis teknologi CSP cenderung tidak mengalami
kenaikan yang signifikan, di tahun 2010 kapasitas terpasang sebesar
1.269 MW (1,3 GW) menjadi 5.469 MW (5,5 GW) di tahun 2018
(Gambar 2.5). menampilkan 10 negara terbanyak yang memiliki sumber
energi matahari pada tahun 2018. Negara Cina memiliki sumber energi
matahari terbanyak, dengan kapasitas terpasang sekitar 175.000 MW
(175 GW). Negara kedua dan ketiga terbanyak adalah Jepang (di atas 50
GW) dan Amerika Serikat (kurang dari 50 GW).
b. Energi Angin
Kapasitas terpasang energi angin di dunia terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun, baik yang terpasang di darat maupun yang berada di
lepas pantai. Jenis sumber energi angin yang terpasang di darat lebih
banyak jumlahnya daripada yang terpasang di lepas pantai (Gambar 2.5).
Dari 10 negara terbanyak yang mengembangkan sumber energi angin di
dunia, China merupakan negara terbanyak yang mengembangkan
pemanfatan energi angin, dengan kapasitas terpasang sebesar
184.698,337 MW (sekitar 184,7 GW). Italia menduduki urutan ke-10
dengan kapasitas terpasang sebesar 10.310,000 MW (sekitar 10,3 GW).
c. Energi Air
Sumber energi air di dunia yang terbanyak dari jenis teknologi PLTA.
Pemanfaatan energi air ini juga terus mengalami peningkatan walaupun
tidak terlalu tajam kenaikannya. (Gambar 2.6) menunjukkan bahwa
kapasitas terpasang energi air di dunia dari tahun 2010 sampai 2018.
Kapasitas energi air jenis PLTA pada tahun 2018 sebesar 1.126,466 MW
(1,1 GW) dan jenis pembangkit dengan bendungan (waduk) sebesar
45,146 MW. (Gambar 2.6) menunjukkan 10 negara terbanyak yang
mengembangkan pemanfatan energi air di tahun 2018. Cina menduduki
urutan pertama dengan jumlah kapasitas terpasang 322.871,434 MW
(322,9 GW). Negara Perancis menduduki urutan ke-10 dengan kapasitas
terpasang 23.967,355 MW (23,9 GW).
Gambar 2.6 Sumber Energi Air di Dunia
Secara keseluruhan, ada hubungan yang cukup dekat antara isu perubahan
iklim dan masalah energi di China. Pelembagaan kebijakan perubahan iklim yang
semakin mendalam memainkan peran positif dalam mempromosikan ekonomi
hijau dan mendorong pemerintah China beralih menuju pengembangan energi
terbarukan dan melibatkan pengurangan intensitas karbon dalam konsep
keamanan energinya (Li, 2012, hal. 19).
Pada November 2014, menjelang pertemuan Paris Summit 2015, China juga
menandatangani kesepakatan kerja sama dengan Amerika Serikat (AS) dalam
mengatasi perubahan iklim (Zhang, 2015). Menindaklanjuti kesepakatan tersebut,
pada 30 Juni 2015, China menyampaikan Intended Nationally Determined
Contribution (INDC), termasuk target pengurangan emisi gas karbon pada tahun
2030. China berkomitmen menurunkan intensitas karbon dari GDP lebih jauh lagi
dari sebesar 60% menjadi 65% pada tahun 2030 dibandingkan level tahun 2005.
China juga akan meningkatkan penggunaan energi nonfosil dari total pasokan
energi primer menjadi sekitar 20%, serta meningkatkan volume saham hutan
untuk total sekitar 4,5 miliar meter kubik dibandingkan tahun 2005 (Climate
Action Tracker, 2015). Beberapa cara yang digunakan adalah mengurangi
penggunaan batubara melalui pembangunan fasilitas pembangkit listrik bertenaga
angin dan matahari dan peningkatan penggunaan sumber energi gas alam (Legget,
2011).
Pada tahun 2009, sebuah proyek konsesi besar dengan 5,25 juta kilowatt
diadakan di Mongolia sebagai bentuk investasi di bidang energi terbarukan (Li,
2012). Tentu hal ini memberikan keuntungan ekonomi bagi China sebagai salah
satu bentuk pelaksanaan ekonomi hijau yang tetap selaras dengan isu lingkungan.
Selain menerapkan energi terbarukan, pemerintah China juga menerapkan pajak
konsumsi energi, misalnya berbagai memberikan pemotongan pajak penghasilan
bagi perusahaan yang membuat produk hemat energi, dan pengurangan nilai
tambah pajak bagi perusahaan yang menerapkan penghematan energi teknologi,
peralatan atau produk (Zhang, Lior dan Jin, 2011).
Berdasarkan tinjauan skenario mitigasi dari IPCC (2014), emisi karbon dari
pembangkit listrik harus mendekati nol pada paruh kedua abad ke-21 dalam
rangka memenuhi target 20 C. Mengingat ukuran pembangkit listrik dan sistem
tenaga listrik yang didominasi batubara, pengembangan energi rendah karbon di
Cina merupakan faktor penentu bagi dekarbonisasi dari pembangkit listrik global.
Karena daya batubara dan gas dilengkapi dengan penangkapan dan penyimpanan
karbon yang masih memancarkan antara 65 dan 396 gCO2e/kWh, energi
terbarukan (terutama hidro, angin, Global Jurnal Politik Internasional dan tenaga
surya) dan tenaga nuklir adalah pilihan utama untuk mencapai penurunan emisi
karbon yang mendekati titik nol per kilowatt.
Terkait opsi tenaga nuklir, teknologi tenaga nuklir yang matang dapat
memenuhi kebutuhan beban dasar China. Cina menyasar untuk meningkatkan
kapasitas pembangkit listrik nuklir di atas 400 GW pada tahun 2050 (Wang, Yang
dan Zhang, 2015), namun hingga saat ini pembangunan fasilitas nuklir berskala
besar di China masih diwarnai berbagai ketidakpastian, termasuk persoalan
seputar pengolahan limbah nuklir, penerimaan publik, waktu yang lama untuk
konstruksi, dan kurangnya tenaga yang terlatih (Zhou, et al, 2011). Masih belum
terdapat kejelasan terkait sejauh mana tenaga nuklir dapat berkontribusi untuk
pengembangan energi rendah karbon di China. Saat ini, tenaga air merupakan
sumber energi terbarukan utama di Cina; kontribusi dari penggunaan teknologi ini
mencapai 77% dari keseluruhan kapasitas listrik terbarukan pada tahun 2012.
Yang harus dicatat menurut menjadi catatan, potensi pengembangan pembangkit
listrik tenaga air sangat terbatas. 62% dari sumber daya air 400 GW China yang
dapat dieksploitasi secara ekonomi sudah dipergunakan, sementara sisanya
diproyeksikan akan telah habis dimanfaatkan pada tahun 2035. Mengingat
ketidakpastian terkait penggunaan tenaga nuklir dan potensi penggunaan tenaga
air yang terbatas, kemudian tenaga angin dan tenaga surya juga menjadi opsi
sumber listrik alternatif dalam upaya dekarbonisasi di China. 19% dari
pembangkit listrik Cina direncanakan akan bergantung pada tenaga angin dan
tenaga surya pada tahun 2035 (Wang, Yang & Zhang, 2015).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
2. Kapasitas rata-rata pada setiap sumber daya energi yang terpasang yaitu
: Negara China memiliki sumber energi matahari terbanyak, dengan
kapasitas terpasang sekitar 175.000 MW (175 GW). Selain itu, China
merupakan negara terbanyak yang mengembangkan pemanfatan energi
angin, dengan kapasitas terpasang sebesar 184.698,337 MW (sekitar 184,7
GW). Dan negara Cina juga menduduki urutan pertama untuk sumber
daya energi Air dengan jumlah kapasitas terpasang 322.871,434 MW
(322,9 GW).
3.2. Saran
Adapun saran pada pembahasan kali ini adalah dalam hal ini negara China
merupakan salah satu negara dengan tingkat penggunaan dan pengolahan sumber
daya energi terbarukan terbesar di dunia seperti energi matahari, energi angin dan
energi air oleh karena itu, sumber daya energi terbaruakan yang telah ada agar
tetap terus diolah dan dikembangkan sebagai energi alternatif yang dapat
menggantikan energi fosil, selain itu sumber daya energi terbarukan ini
merupakan energi yang ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Chotimah, H., C. 2021. “Analisis Str Analisis Strategi K ategi Keamanan Ener
eamanan Energi Cina dalam Upa gi Cina dalam Upaya Penurunan
enurunan Emisi Karbon melalui Pendekatan Konstruktivisme”. Jurnal
Politik International Volume 19.
IPCC. (2012). Renewable Energy Sources and Climate Change Mitigation. New
York: Cambridge University Press.
IPCC. (2014). Climate Change 2014 Mitigation of Climate Change. New York:
Cambridge University Press.
Li, Xinlei. (2012, Oktober 5-6). Green Evidence for Energy Security
Transformation in China: Re-Conceptualization of Energy Security and
Its Implication to China’s Renewable Energy Policy Change. Berlin
Conference on the Human Dimensions of Global Environmental Change-
Evidence for Sustainable Development.
Zhang, N., Lior, N., & Jin, H. (2011). The Energy Situation and Its Sustainable
Development Strategy in China. Energy, 36, hlm. 3639-3649