Anda di halaman 1dari 24

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

MATAKULIAH ENERGI BARU DAN TERBARUKAN


SUMBER ENERGI TERBARUKAN NEGARA CHINA

MAKALAH TUGAS KELOMPOK

OLEH :

1. CHAERUL FIKRI (D061181301)


2. SEMUEL ELNAS M.S (D061181316)
3. ZUL AINUL YAQIN ZAINAL (D061181324)
4. MUHAMMAD ZUHAL (D061181314)
5. MUSJALIFAH (D061181335)
6. AGUNG PRASOJO (D061181507)
7. VAN WIHEL O.M (D061181342)
8. FATTAH FAJRIN A (D061191067)
9. UMAR AL-AMIR (D061191100)
10. M. AL-IZZAH H (D061191107)

GOWA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT


karena atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh dosen yang kemudian dilanjutkan dengan penyusunan
makalah dengan judul “Sumber Energi Terbarukan Negara China”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makaah ini masih jauh dari kata
kesempurnaan maka dari itu kami dengan rendah hati sangat membutuhkan
masukkan dan saran bagi para pembaca yang bersifat membangun yang
diharapkan berguna bagi seluruh pembaca.

Gowa, 29 Agustus
2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Energi merupakan sebuah unsur yang diperoleh dari sumber daya alam
yang berfungsi untuk memenuhi segala kebutuhan makhluk hidup terutama bagi
manusia dalam menjalani aktivitasnya. Penggunaan energi tersebut dimaksudkan
sebagai bentuk upaya manusia untuk dapat mempertahankan keberadaannya dan
mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran hidupnya. Penggunaan
terhadap energi tersebut sering dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber untuk
penyediaan tenaga listrik. Upaya tersebut sejalan dengan apa yang tercantum
didalam Konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu pada Pasal 33 Ayat (3) UUD
1945 yang menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Sayangnya, Pemanfaatan terhadap energi oleh manusia lebih didominasi
kepada penggunaan energi fosil yang jumlah Ketersediannya sangat terbatas.
Selain itu, Pemanfaatan atas energi tersebut sering digunakan secara terus-
menerus sehingga dapat menyebabkan kelangkaan atau bahkan menyebabkan
habisnya suatu energi.  Oleh karena itu Energi Baru dan Terbarukan muncul
sebagai suatu Inovasi dan alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut
sebagai upaya untuk mencegah kelangkaan energi yang nantinya akan berdampak
pada terganggunya stabilitas kehidupan makhluk hidup.

1.2. Rumusan Masalah

1. Sumber energi terbarukan apa yang digunakan?


2. Berapa persentase total penggunaan energi dari energi terbarukan?
3. Bagaimana negara tersebut mencoba meningkatkan penggunaan energi
terbarukan?
4. Masalah apa yang mungkin dihadapinya?
1.3. Tujuan Pembahasan

1. Untuk Mengetahui pengunaan jumlah konsumsi secara keseluruhan


dari energi terbarukan yang ada pada negara china
2. Untuk memngetahui rata-rata kapasitas yang terpasang pada setiap
sumber energi terbarukan yang digunakan pada negara china
3. Untuk menganalisa faktor yang menjadi penghambat investasi energi
terbarukan pada negara china
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Sumber Energi Yang digunakan oleh Negara China

Ada 3 terbarukan yang dikembangkan di negara China untuk mengurangi


emisi Karbon yang ada di Dunia. Adapun energi tersebut yaitu sumber energi
yang berasal dari Matahari, Angin dan Air, berikut merupakan penjelasan dari
masing-masing energi tersebut.

1. Energi Surya atau Matahari

Energi dapat dimanfaatkan langsung dari matahari, bahkan di cuaca


berawan. Energi matahari digunakan di seluruh dunia dan semakin populer untuk
menghasilkan listrik atau memanaskan dan desalinasi. Energi matahari tidak akan
habis sampai dunia ini berakhir, pemanfaatan sinar matahari yaitu dengan
menggunakan sel surya yang fungsinya mengubah energi surya menjadi energi
listrik.

Energi atau tenaga surya dihasilkan dalam dua cara utama:

1) Photovoltaics (PV) atau disebut juga sel surya, adalah perangkat


elektronik yang mengubah sinar matahari langsung menjadi listrik. Sel
surya modern yang banyak dikenal dalam masyarakat adalah berupa
panel surya yang dipasang di atap rumah dan pada kalkulator. Sel surya
ditemukan pada tahun 1954 di Bell Telephone Laboratories di Amerika
Serikat. Saat ini, PV adalah salah satu teknologi energi terbarukan yang
tumbuh paling cepat, dan siap untuk memainkan peran utama dalam
bauran pembangkit listrik global di masa depan. Instalasi PV dapat
dikombinasikan untuk menyediakan listrik pada skala komersial, atau
diatur dalam konfigurasi yang lebih kecil untuk jaringan mini atau
penggunaan pribadi. Menggunakan PV untuk menyalakan mini-grid
adalah cara yang sangat baik untuk membawa akses listrik ke orang-
orang yang tidak tinggal di dekat saluran transmisi listrik, terutama di
negara-negara berkembang dengan sumber daya energi matahari yang
sangat baik. Biaya pembuatan panel surya telah menurun drastis dalam
dekade terakhir, menjadikannya tidak hanya terjangkau tetapi seringkali
merupakan bentuk listrik termurah. Panel surya memiliki umur sekitar 30
tahun, dan tersedia dalam berbagai warna tergantung pada jenis bahan
yang digunakan dalam pembuatan.
2) Tenaga surya terkonsentrasi (Concentrated Solar Power, CSP),
menggunakan cermin untuk memusatkan sinar matahari. Sinar ini adalah
fluida panas, yang menciptakan uap untuk menggerakkan turbin dan
menghasilkan listrik. CSP digunakan untuk menghasilkan listrik pada
pembangkit listrik skala besar. Pembangkit listrik CSP biasanya memiliki
bidang cermin yang mengarahkan sinar ke menara tipis yang tinggi.
Salah satu keuntungan utama dari pembangkit CSP dibandingkan
pembangkit tenaga surya PV adalah bahwa ia dapat dilengkapi dengan
garam cair di mana panas dapat disimpan, memungkinkan listrik
dihasilkan setelah matahari terbenam.

2. Energi/Tenaga Angin

Tenaga angin adalah salah satu teknologi energi terbarukan yang tumbuh
paling cepat, Pemanfaatan sumber energi angin sedang gencar dilakukan oleh
banyak negara di seluruh dunia karena sumber energi ini tidak terbatas jumlahnya.
Pemanfaatan energi ini menggunakan sebuah kincir angin yang dihubungkan
dengan sebuah generator atau turbin untuk menghasilkan tenaga listrik. Turbin
angin pertama kali muncul lebih dari seabad yang lalu. Mengikuti penemuan
generator listrik pada tahun 1830-an, para insinyur mulai mencoba untuk
memanfaatkan energi angin untuk menghasilkan listrik. Pembangkit listrik tenaga
angin terjadi di Inggris dan Amerika Serikat pada tahun 1887 dan 1888, tetapi
tenaga angin modern dianggap pertama kali dikembangkan di Denmark, di mana
turbin angin sumbu horisontal dibangun pada tahun 1891 dan turbin angin
22,8meter mulai beroperasi pada tahun 1897. Kapasitas pembangkit listrik tenaga
angin terpasang di darat dan lepas pantai telah meningkat hampir 75 kalinya
dalam dua dekade terakhir, melonjak dari 7,5 GW pada tahun 1997 menjadi
sekitar 564 GW pada tahun 2016, menurut data IRENA. Produksi listrik tenaga
angin meningkat dua kali lipat antara tahun 2009 dan 2013. Banyak bagian dunia
memiliki kecepatan angin yang kuat, tetapi lokasi terbaik untuk menghasilkan
tenaga angin kadangkadang jauh. Tenaga angin lepas pantai menawarkan potensi
luar biasa. Angin digunakan untuk menghasilkan listrik menggunakan energi
kinetik yang diciptakan oleh udara saat bergerak. Energi ini diubah menjadi energi
listrik menggunakan turbin angin atau sistem konversi energi angin. Angin
pertama-tama mengenai bilah turbin, menyebabkannya berputar dan memutar
turbin yang terhubung dengannya. Hal itu mengubah energi kinetik menjadi
energi rotasi, dengan menggerakkan poros yang terhubung ke generator, dengan
demikian menghasilkan energi listrik melalui elektromagnetisme. Jumlah daya
yang dapat dipanen dari angin tergantung pada ukuran turbin dan panjang
bilahnya. Outputnya sebanding dengan dimensi rotor dan kubus kecepatan angin.
Secara teoritis, ketika kecepatan angin meningkat dua kali lipat, potensi tenaga
angin meningkat menjadi delapan kalinya. Kapasitas turbin angin meningkat dari
waktu ke waktu. Pada tahun 1985, turbin tipikal memiliki nilai kapasitas 0,05
MW dan diameter rotor 15meter. Proyek tenaga angin baru saat ini memiliki
kapasitas turbin sekitar 2 MW di darat dan 3-5 MW di lepas pantai. Turbin angin
yang tersedia secara komersial telah mencapai kapasitas 8 MW, dengan diameter
rotor hingga 164meter. Kapasitas rata-rata turbin angin meningkat dari 1,6 MW
pada 2009 menjadi 2 MW pada 2014.

3. Energi (Tenaga) Air

Tenaga air adalah energi yang berasal dari air yang mengalir. Energi yang
bersumber dari tenaga air sudah lama dimanfaatkan oleh manusia karena ramah
lingkungan dan pasokannya sangat berlimpah. Lebih dari 2.000 tahun yang lalu,
orang-orang Yunani kuno menggunakan kekuatan air untuk menjalankan roda
untuk menggiling biji-bijian; saat ini hal itu merupakan salah satu cara yang
paling hemat biaya untuk menghasilkan listrik dan seringkali merupakan metode
yang lebih disukai jika tersedia. Di Norwegia, misalnya, 99% listrik berasal dari
tenaga air. Pembangkit listrik tenaga air atau PLTA merupakan salah satu contoh
pemanfaatan sumber tenaga air untuk kehidupan yang lebih baik. Pembangkit
listrik tenaga air terbesar di dunia adalah Dam Tiga Ngarai 22,5 GW di Cina, yang
menghasilkan 80 hingga 100 terawatt-jam per tahun, cukup untuk memasok
antara 70 - 80 juta rumah tangga. Proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
skala kecil dapat membuat perbedaan besar bagi masyarakat di lokasi terpencil.
Prinsip dasar pembangkit listrik tenaga air adalah menggunakan air untuk
menggerakkan turbin. Pembangkit listrik tenaga air terdiri dari dua konfigurasi
dasar: dengan bendungan dan waduk (reservoir) atau disebut juga mix plants, atau
tanpa bendungan dan waduk. Bendungan PLTA dengan waduk dapat menyimpan
air dalam periode pendek atau panjang untuk memenuhi permintaan puncak.
Fasilitas ini juga dapat dibagi menjadi bendungan yang lebih kecil untuk tujuan
yang berbeda, seperti penggunaan malam atau siang hari, penyimpanan musiman,
atau instalasi penyimpanan reversibel yang dipompa, baik untuk pemompaan
maupun pembangkit listrik. Tenaga air tanpa bendungan dan waduk berarti
berproduksi dalam skala yang lebih kecil, biasanya dari fasilitas yang dirancang
untuk beroperasi di sungai tanpa mengganggu alirannya. Karena alasan ini,
banyak yang menganggap PLTA skala kecil sebagai pilihan yang lebih ramah
lingkungan.

2.2. Berapa persentase total penggunaan energi dari energi terbarukan?

Berdasarkan data statistik dari International Renewable Energy Agency


(IRENA) dari tahun 2010 sampai 2018, wilayah yang paling banyak
mengembangkan energi terbarukan adalah Asia, diikuti Eropa, Amerika Utara,
Amerika Selatan, benua Eurasia (wilayah Eropa dan Asia) dan lainnya (Gambar
1). Penggunaan energi terbarukan terus mengalami peningkatan sejak tahun 2010
sampai 2018. Kapasitas terpasang energi terbarukan di Benua Asia tahun 2010
sebanyak 386.908 MW atau sekitar 387 GW (31,61% dari total kapasitas
terpasang di dunia) dan meningkat menjadi 1.023.533 MW atau sekitar 1.023,5
GW (43,54%) pada tahun 2018 (Gambar 2.1).

(Gambar 2.1) menampilkan persentase penggunaan teknologi energi


terbarukan yang ada di dunia. Berdasarkan (Gambar 2.2) energi terbarukan di
dunia didominasi oleh sumber energi/tenaga air sebanyak 47,9%, kemudian energi
angin di daratan (Onshore) sebanyak 23,0% dan energi surya photovoltaic
sebanyak 20,4%. Sisanya dikembangkan energi lainnya, seperti energi biomassa
padat, energi pasang surut, energi panas bumi, energi biogas, dan lain-lain. Garis
pada grafik harus secara jelas terlihat perbedaan satu dengan yang lain apabila
terdapat lebih dari satu kurva.

Gambar 2.1 Kapasitas Terpasang Energi Terbarukan di Beberapa Wilayah di Dunia


Tahun 2010-2018
Gambar 2.2 Persentase Teknologi Energi Terbarukan di Dunia

Sepuluh negara yang mengembangkan pemanfaatan sumber energi


terbarukan terbanyak di dunia pada tahun 2018 ditampilkan pada (Gambar 2.3)

Gambar 2.3 Sepuluh Negara Terbanyak yang Memiliki Sumber Energi


Terbarukan di Dunia

Negara China memiliki kapasitas terbasang sumber energi terbarukan


paling tinggi didunia yaitu sebesar 700.000MW, yang menjadikannya negara
paling unggul dalam pemanfaatan energi terbarukan, Berikut merupakan
presentase penggunaan energi terbarukan di Cina dan perbandingannya dengan
negara lainnya.

a. Energi Matahari
Penggunaan energi matahari (kapasitas terpasang) di dunia dapat dilihat
pada (Gambar 2.4) Kapasitas terpasang energi matahari di dunia dari
tahun 2010 sampai 2018 terus mengalami peningkatan untuk jenis
teknologi photovoltaic, yaitu dari 39.603 MW (39,6 GW) pada tahun
2010 meningkat menjadi 480.357 MW (480,4 GW) di tahun 2018.
Sedangkan untuk jenis teknologi CSP cenderung tidak mengalami
kenaikan yang signifikan, di tahun 2010 kapasitas terpasang sebesar
1.269 MW (1,3 GW) menjadi 5.469 MW (5,5 GW) di tahun 2018
(Gambar 2.5). menampilkan 10 negara terbanyak yang memiliki sumber
energi matahari pada tahun 2018. Negara Cina memiliki sumber energi
matahari terbanyak, dengan kapasitas terpasang sekitar 175.000 MW
(175 GW). Negara kedua dan ketiga terbanyak adalah Jepang (di atas 50
GW) dan Amerika Serikat (kurang dari 50 GW).

Gambar 2.4 Sumber Energi Matahari di Dunia

b. Energi Angin
Kapasitas terpasang energi angin di dunia terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun, baik yang terpasang di darat maupun yang berada di
lepas pantai. Jenis sumber energi angin yang terpasang di darat lebih
banyak jumlahnya daripada yang terpasang di lepas pantai (Gambar 2.5).
Dari 10 negara terbanyak yang mengembangkan sumber energi angin di
dunia, China merupakan negara terbanyak yang mengembangkan
pemanfatan energi angin, dengan kapasitas terpasang sebesar
184.698,337 MW (sekitar 184,7 GW). Italia menduduki urutan ke-10
dengan kapasitas terpasang sebesar 10.310,000 MW (sekitar 10,3 GW).

Gambar 2.5 Sumber Energi Angin di Dunia

c. Energi Air
Sumber energi air di dunia yang terbanyak dari jenis teknologi PLTA.
Pemanfaatan energi air ini juga terus mengalami peningkatan walaupun
tidak terlalu tajam kenaikannya. (Gambar 2.6) menunjukkan bahwa
kapasitas terpasang energi air di dunia dari tahun 2010 sampai 2018.
Kapasitas energi air jenis PLTA pada tahun 2018 sebesar 1.126,466 MW
(1,1 GW) dan jenis pembangkit dengan bendungan (waduk) sebesar
45,146 MW. (Gambar 2.6) menunjukkan 10 negara terbanyak yang
mengembangkan pemanfatan energi air di tahun 2018. Cina menduduki
urutan pertama dengan jumlah kapasitas terpasang 322.871,434 MW
(322,9 GW). Negara Perancis menduduki urutan ke-10 dengan kapasitas
terpasang 23.967,355 MW (23,9 GW).
Gambar 2.6 Sumber Energi Air di Dunia

Secara keseluruhan, China merupakan negara dengan sumber energi


terbarukan terbanyak dengan total kapasitas terpasang hampir mencapai 700.000
MW (700 GW) dengan jenis sumber energi matahari, angin dan air pada tahun
2018. Negara yang menempati urutan kedua adalah Amerika Serikat dengan
kapasitas terpasang energi terbarukan mencapai sekitar 250.000 MW (250 GW)
diikuti oleh Brasil dengan kapasitas terpasang sekitar 136.000 MW (136 GW),
Jerman (120 GW), dan negara lainnya.

2.3. Bagaimana negara tersebut mencoba meningkatkan penggunaan


energi terbarukan?

China mencapai peringkat teratas atau nomor satu dalam kapasitas


investasi energi terbarukan dan menjadi pemimpin global dalam kapasitas
hydropower termasuk tenaga angin serta tenaga surya (Li, 2012). Setelah
menerapkan tiga fase tersebut, pemerintah Cina kemudian menerapkan
penyesuaian strategi energi dengan menyelaraskan kebijakan-kebijakan yang
saling terkait di bawah konservasi energi dan tantangan emisi karbon (Lin, Yao &
Liu, 2010).

Deliberasi instrumental terkait dengan cara atau strategi untuk mendapatkan


tujuan yang diinginkan dan apa sarana atau sumber daya yang digunakan untuk
mendapatkan tujuan tersebut (Reus-Smit,2004).

Sebagaimana dikemukakan oleh (Beiner,1983), deliberasi instrumental ini


akan melibatkan dua aspek, yaitu strategic-instrumental, dan resource-
instrumental. Dalam implementasi strategi kebijakan energi untuk menurunkan
emisi karbon global, faset strategic-instrumental diterapkan oleh pemerintah
China melalui penyelarasan kebijakan ekonomi, energi dan perubahan iklim,
sementara faset resource instrumental termanifestasi dalam pengembangan sistem
teknologi rendah karbon melalui pemanfaatan energi terbarukan
1. Strategic-Instrumental: Penyelarasan Kebijakan Ekonomi, Energi dan
Perubahan Iklim

Untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi, kebijakan energi dan perubahan


iklim maka aspek instrumental yang digunakan oleh China sebenarnya dapat
dilihat pada fase ketiga dalam tahapan pembangunan nasionalnya. Dalam
pandangan (Li, 2012), fase ini bermula pada Oktober 2003, ditandai dengan
keputusan administrasi pemerintahan Presiden Hu Jintao dan Perdana Menteri
Wen Jiaobao pada sidang pleno ketiga Komite Sentral ke-16 Partai Komunis
Cina, untuk secara resmi memasukkan orientasi “Scientific Development” yang
menekankan dan mengkoordinasikan pembangunan sustainable society. Lebih
jauh lagi, China juga menetapkan rencana penghematan energi dan sumber daya
sebagai target restrukturasi ekonomi. Hal ini mengilustrasikan bagaimana
pemerintah China bergerak dengan agresif untuk mengurangi intensitas karbon
dan meningkatkan efisiensi energi, dan bahkan mengadopsi pajak karbon.

Keputusan mensinergikan orientasi pembangunan nasional dengan


komitmen penurunan emisi karbon, seiring dengan proses rekonseptualisasi
keamanan energi Cina, mengantarkannya pada peningkatan penggunaan energi
terbarukan.

Pada tahun 2004, National Development and Reform Commission


mengeluarkan “Medium and Long-Term Energy Conservation Plan” yang
menempatkan konservasi dan efisiensi energi sebagai prioritas tertinggi dalam
kebijakan energi China. Pemerintah China pada tahun 2006 juga mengadopsi
China’s Renewable Energy Law untuk mengidentifikasi peran kunci dari energi
terbarukan dalam meningkatkan pasokan energi, meningkatkan struktur energi,
menjamin keselamatan energi, melindungi lingkungan dan mewujudkan
pembangunan ekonomi dan masyarakat yang berkelanjutan. Sepanjang kurun
2006-2010, China menetapkan target spesifik untuk mengurangi intensitas energi
sebesar 20% dengan tingkat penurunan rata-rata tahunan 3,6%. China
memproyeksikan diri mampu mencapai target pada 2020. Pemerintah China juga
mengurangi emisi SO2 dari 25,5 juta ton pada tahun 2005 menjadi 23 juta ton
pada tahun 2010, dan debit COD (chemical oxygen demand) dari 14,1 juta ton
menjadi 12,7 juta ton selama periode waktu yang sama (Zhang, Lior & Jin, 2011).

Selanjutnya, China berkomitmen secara sukarela untuk mengurangi


intensitas karbon dari GDP sebesar 40-45 persen pada tahun 2020 dibandingkan
tahun 2005 (Han, et al., 2012) sebagaimana disampaikan dalam Konferensi
Kopenhagen 2009 (Li, 2012). Komitmen tersebut turut disertakan dalam Rencana
Aksi Perubahan Iklim Nasional 2014-2020. Pada bulan Januari 2010, China juga
mendirikan Komisi Energi Nasional atau National Energy Commission (NEC), di
bawah Wen Jiabao, yang bertujuan untuk meningkatkan strategi energi negara dan
perencanaan pembangunan. Fungsi utama dari NEC adalah untuk menciptakan
rencana pengembangan energi nasional, meninjau keamanan energi, dan
mengkoordinasikan kerja sama internasional (Zhang, 2011). Pemerintah Cina
kemudian melakukan analisis terhadap kebijakan ekonomi, kebijakan energi dan
kebijakan perubahan iklim dan memastikan koordinasi agar kebijakan-kebijakan
tersebut saling terkait dan saling mendukung dalam implementasi komitmen
penurunan emisi karbon. Menurut (Anderson, 2008) seperti yang dikutip oleh
(Li ,2012), kebijakan perubahan iklim di China menyoroti keseimbangan antara
pertumbuhan ekonomi, keamanan energi, lingkungan, dan mitigasi perubahan
iklim.

Secara keseluruhan, ada hubungan yang cukup dekat antara isu perubahan
iklim dan masalah energi di China. Pelembagaan kebijakan perubahan iklim yang
semakin mendalam memainkan peran positif dalam mempromosikan ekonomi
hijau dan mendorong pemerintah China beralih menuju pengembangan energi
terbarukan dan melibatkan pengurangan intensitas karbon dalam konsep
keamanan energinya (Li, 2012, hal. 19).

Pemerintah China melibatkan beberapa lembaga, antara lain State Council


Energy Global Jurnal Politik Internasional (Conservation and Emissions
Reduction Leading Group, National Leading Group on Climate Change
(NLGCCC), National Development and Reform Commission (NDRC), National
Energy Commission (NEC), Ministry of Environmental Protection (MEP)) serta
institusi-institusi lainnya yang dibawahi oleh lembaga-lembaga tersebut. Salah
satu bentuk perwujudan penyelarasan kebijakan ekonomi, kebijakan energi dan
kebijakan perubahan iklim dapat ditemui pada diselenggarakannya lima putaran
proyek konsesi angin oleh NDRC sepanjang periode 2003-2008, yang
dimaksudkan untuk menitikberatkan upaya manufaktur domestik.

Pada November 2014, menjelang pertemuan Paris Summit 2015, China juga
menandatangani kesepakatan kerja sama dengan Amerika Serikat (AS) dalam
mengatasi perubahan iklim (Zhang, 2015). Menindaklanjuti kesepakatan tersebut,
pada 30 Juni 2015, China menyampaikan Intended Nationally Determined
Contribution (INDC), termasuk target pengurangan emisi gas karbon pada tahun
2030. China berkomitmen menurunkan intensitas karbon dari GDP lebih jauh lagi
dari sebesar 60% menjadi 65% pada tahun 2030 dibandingkan level tahun 2005.
China juga akan meningkatkan penggunaan energi nonfosil dari total pasokan
energi primer menjadi sekitar 20%, serta meningkatkan volume saham hutan
untuk total sekitar 4,5 miliar meter kubik dibandingkan tahun 2005 (Climate
Action Tracker, 2015). Beberapa cara yang digunakan adalah mengurangi
penggunaan batubara melalui pembangunan fasilitas pembangkit listrik bertenaga
angin dan matahari dan peningkatan penggunaan sumber energi gas alam (Legget,
2011).

Strategi pemerintah China dalam menyelaraskan kebijakan ekonomi,


perubahan iklim dan kebutuhan energi ini menurut hasil penelitian (Zhang 2015)
tertuang dalam Laporan Kongres Partai Komunis Cina (PKC) yang ke-18, di
mana peradaban ekologi diprioritaskan dan dimasukkan ke dalam strategi
pembangunan nasional bersama-sama dengan pembangunan ekonomi, politik,
budaya, dan sosial. Selanjutnya pada tahun 2014, sebuah panduan untuk
pembangunan peradaban ekologi dikeluarkan untuk mengoperasionalisasikan
konsep peradaban ekologi. Dokumen utama lainnya yang membahas peradaban
ekologi tersebut meliputi Rencana Lima Tahun (Five-Year Plan (FYP)) untuk
periode ke-12 yaitu 2011-2015, Rencana Kerja Kontrol Emisi Gas Rumah Kaca
dalam Rencana Lima Tahun yang ke-12, Kebijakan dan Tindakan untuk
Mengatasi Perubahan Iklim Cina, Rencana Nasional dalam Merespons Perubahan
Iklim selama 2013-2020, dan Resolusi Komite Sentral PKC mengenai
pendalaman reformasi. Elite pemimpin Cina mencapai konsensus politik yang
kuat terkait kebijakan mitigasi emisi Hidayat Chusnul Chotimah 40 karbon yang
ketat dan green growth. Kebijakan emisi karbon di Cina semakin diperketat untuk
mencapai low-carbon green growth (LCGG).

Untuk mewujudkan low-carbon green growth (LCGG), pada tahun 2012,


Cina mempercepat pilot carbon ETSs di Beijing, Tianjin, Shanghai, Chongqing,
Hubei, Guangdong, dan Shenzhen. Dalam hal ini, NDRC bertugas menyiapkan
sebuah roadmap yang berisi tahapan-tahapan untuk menerapkan ETS di Cina.
Tahapan pertama adalah the preparation stage (2014–2015), kemudian tahapan
kedua adalah trial and improvement stage (2016–2020), di mana skema yang
diinisiasi pada periode 2016-2017 akan secara formal diimplementasikan pada
tahun 2017-2020. Selanjutnya pada tahapan ketiga, pasca-2020 akan berfokus
pada peningkatan jenis trading products (Zhang, 2015).

2. Resource-Instrumental, Pengembangan Sistem Teknologi Rendah Karbon


melalui Energi Terbarukan

Penggunaan energi terbarukan di China telah mengalami perkembangan


yang pesat sepanjang periode 2003-2011. Dalam kurun waktu ini, China berhasil
mencapai peringkat nomor satu di dunia dalam kapasitas investasi energi
terbarukan dan tampil sebagai pemimpin global dalam kapasitas hydropower
termasuk tenaga angin serta tenaga surya (Li, 2012).

Pada tahun 2009, sebuah proyek konsesi besar dengan 5,25 juta kilowatt
diadakan di Mongolia sebagai bentuk investasi di bidang energi terbarukan (Li,
2012). Tentu hal ini memberikan keuntungan ekonomi bagi China sebagai salah
satu bentuk pelaksanaan ekonomi hijau yang tetap selaras dengan isu lingkungan.
Selain menerapkan energi terbarukan, pemerintah China juga menerapkan pajak
konsumsi energi, misalnya berbagai memberikan pemotongan pajak penghasilan
bagi perusahaan yang membuat produk hemat energi, dan pengurangan nilai
tambah pajak bagi perusahaan yang menerapkan penghematan energi teknologi,
peralatan atau produk (Zhang, Lior dan Jin, 2011).

Berdasarkan tinjauan skenario mitigasi dari IPCC (2014), emisi karbon dari
pembangkit listrik harus mendekati nol pada paruh kedua abad ke-21 dalam
rangka memenuhi target 20 C. Mengingat ukuran pembangkit listrik dan sistem
tenaga listrik yang didominasi batubara, pengembangan energi rendah karbon di
Cina merupakan faktor penentu bagi dekarbonisasi dari pembangkit listrik global.
Karena daya batubara dan gas dilengkapi dengan penangkapan dan penyimpanan
karbon yang masih memancarkan antara 65 dan 396 gCO2e/kWh, energi
terbarukan (terutama hidro, angin, Global Jurnal Politik Internasional dan tenaga
surya) dan tenaga nuklir adalah pilihan utama untuk mencapai penurunan emisi
karbon yang mendekati titik nol per kilowatt.

Terkait opsi tenaga nuklir, teknologi tenaga nuklir yang matang dapat
memenuhi kebutuhan beban dasar China. Cina menyasar untuk meningkatkan
kapasitas pembangkit listrik nuklir di atas 400 GW pada tahun 2050 (Wang, Yang
dan Zhang, 2015), namun hingga saat ini pembangunan fasilitas nuklir berskala
besar di China masih diwarnai berbagai ketidakpastian, termasuk persoalan
seputar pengolahan limbah nuklir, penerimaan publik, waktu yang lama untuk
konstruksi, dan kurangnya tenaga yang terlatih (Zhou, et al, 2011). Masih belum
terdapat kejelasan terkait sejauh mana tenaga nuklir dapat berkontribusi untuk
pengembangan energi rendah karbon di China. Saat ini, tenaga air merupakan
sumber energi terbarukan utama di Cina; kontribusi dari penggunaan teknologi ini
mencapai 77% dari keseluruhan kapasitas listrik terbarukan pada tahun 2012.
Yang harus dicatat menurut menjadi catatan, potensi pengembangan pembangkit
listrik tenaga air sangat terbatas. 62% dari sumber daya air 400 GW China yang
dapat dieksploitasi secara ekonomi sudah dipergunakan, sementara sisanya
diproyeksikan akan telah habis dimanfaatkan pada tahun 2035. Mengingat
ketidakpastian terkait penggunaan tenaga nuklir dan potensi penggunaan tenaga
air yang terbatas, kemudian tenaga angin dan tenaga surya juga menjadi opsi
sumber listrik alternatif dalam upaya dekarbonisasi di China. 19% dari
pembangkit listrik Cina direncanakan akan bergantung pada tenaga angin dan
tenaga surya pada tahun 2035 (Wang, Yang & Zhang, 2015).

2.4. Masalah apa yang mungkin dihadapinya

Dalam mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA),


masalah terbesar yang dihadapi adalah ketidak stabilan energi angin dan bersifat
acak. Kondisi ini akan mempengaruhi sistem elektrikal dan ketidakcocokan antara
energi angin dengan kebutuhan listrik yang dibutuhkan (electrical load). Untuk
mengatasi hal tersebut, telah dilakukan beberapa langkah sebagai berikut :

1. Memperkuat interkoneksi antara grid regional dengan transmisi jarak jauh.

2. Meningkatkan fungsi pendukung dalam jaringan sistem transmisi dari


pump storage dan turbin gas serta mengoptimalisasi struktur sumber listrik on-
grid existing.

3. Mengembangkan bangunan pendukung jaringan listrik dan membangun


intelligence grade grid.

4. Memprediksi keluaran energi angin melalui forecast system.

5. Memulai pembangunan kawasan industri yang mampu memanfaatkan


energi angin sebagai sumber listrik utama.

Dalam mengembangkan PLT Air, masalah yang mungkin dihadapi adalah


Ketika debit air menurun akibat kekeringan. Kondisi ini akan mempengaruhi
penghasilan daya listrik dengan kebutuhan listrik yang dibutuhkan (electrical
load). Untuk mengatasi hal tersebut, China akan membangun Bendungan
Baihetan di Sungai Jinsha, anak sungai Yangtze, adalah bagian dari upaya China
untuk mengekang lonjakan permintaan bahan bakar fosil. China membangun lebih
banyak pembangkit-pembangkit listrik tenaga air meski penggunaan bendungan
saat ini tidak lagi disukai di negara-negara lain karena keluhan lingkungan.
Bendungan Baihetan setinggi 289 meter ini direncanakan memiliki 16 unit
pembangkit dengan kapasitas produksi masing-masing 1 juta kilowatt. Bendungan
itu akan menjadi bendungan terbesar kedua dalam jenis ukuran setelah Bendungan
Tiga Ngarai, dibuka pada tahun 2003 di Yangtze, dengan kapasitas pembangkit
22,5 juta kilowatt.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada pembahasan ini yaitu :

1. Total konsumsi sumber energi terbarukan secara keseluruhan, China


merupakan negara dengan sumber energi terbarukan terbanyak dengan
total kapasitas terpasang hampir mencapai 700.000 MW (700 GW) dengan
jenis sumber energi matahari, angin dan air pada tahun 2018.

2. Kapasitas rata-rata pada setiap sumber daya energi yang terpasang yaitu
: Negara China memiliki sumber energi matahari terbanyak, dengan
kapasitas terpasang sekitar 175.000 MW (175 GW). Selain itu, China
merupakan negara terbanyak yang mengembangkan pemanfatan energi
angin, dengan kapasitas terpasang sebesar 184.698,337 MW (sekitar 184,7
GW). Dan negara Cina juga menduduki urutan pertama untuk sumber
daya energi Air dengan jumlah kapasitas terpasang 322.871,434 MW
(322,9 GW).

3. Deliberasi instrumental terkait dengan cara atau strategi untuk


mendapatkan tujuan yang diinginkan dan apa sarana atau sumber daya
yang digunakan untuk mendapatkan tujuan tersebut (Reus-Smit, 2004,
hal. 25) deliberasi instrumental ini akan melibatkan dua aspek, yaitu
strategic- instrumental, dan resource-instrumental. Dalam implementasi
strategi kebijakan energi untuk menurunkan emisi karbon global, faset
strategic- instrumental diterapkan oleh pemerintah China melalui
penyelarasan kebijakan ekonomi, energi dan perubahan iklim, sementara
faset resource instrumental termanifestasi dalam pengembangan sistem
teknologi rendah karbon melalui pemanfaatan energi terbarukan.

3.2. Saran
Adapun saran pada pembahasan kali ini adalah dalam hal ini negara China
merupakan salah satu negara dengan tingkat penggunaan dan pengolahan sumber
daya energi terbarukan terbesar di dunia seperti energi matahari, energi angin dan
energi air oleh karena itu, sumber daya energi terbaruakan yang telah ada agar
tetap terus diolah dan dikembangkan sebagai energi alternatif yang dapat
menggantikan energi fosil, selain itu sumber daya energi terbarukan ini
merupakan energi yang ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Chotimah, H., C. 2021. “Analisis Str Analisis Strategi K ategi Keamanan Ener
eamanan Energi Cina dalam Upa gi Cina dalam Upaya Penurunan
enurunan Emisi Karbon melalui Pendekatan Konstruktivisme”. Jurnal
Politik International Volume 19.

Han, G. (2012). China’s Carbon Emission Trading: An Overview Of Current


Development. Stockholm: Forest

International Energy Agency. (2005). Manual Statistik Energi. Publikasi Energy


Statistics Manual. Diambil kembali dari
http://www.iea.org/about/copyright.asp

IPCC. (2012). Renewable Energy Sources and Climate Change Mitigation. New
York: Cambridge University Press.

IPCC. (2014). Climate Change 2014 Mitigation of Climate Change. New York:
Cambridge University Press.

Li, Xinlei. (2012, Oktober 5-6). Green Evidence for Energy Security
Transformation in China: Re-Conceptualization of Energy Security and
Its Implication to China’s Renewable Energy Policy Change. Berlin
Conference on the Human Dimensions of Global Environmental Change-
Evidence for Sustainable Development.

Nurlaila dan Yuliyanto Arief Tris. 2019. “PERKEMBANGAN ENERGI


TERBARUKAN DI BEBERAPA NEGARA”. Prosiding Seminar
Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2019 ISSN: 2621-3125.

Zhang, J. (2011). China’s Energy Security: Prospects, Challenges, and


Opportunities. CNAPS Visiting Fellow Working Paper in Autumn 2009.
Washington, D.C.: The Brookings Institution.

Zhang, N., Lior, N., & Jin, H. (2011). The Energy Situation and Its Sustainable
Development Strategy in China. Energy, 36, hlm. 3639-3649

Anda mungkin juga menyukai