Anda di halaman 1dari 47

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang maha Esa
yang telah memberikan segala rahmatNya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan Modul Sistem Informasi Kesehatan yang sederhana ini.
Penulis menyadari bahwa materi yang disajikan dalam modul ini masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran saran yang
membangun guna kesempurnaan modul ini.
Terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan dalam penyusunan modul ini terutama kepada Dr. Henni
Febriawati, SKM, MARS selaku dosen pengampu mata kuliah. Akhir kata
semoga modul ini dapat bermanfaat.
Bengkulu, 20 Januari 2022
Penulis

Fifit Nanda Nirwana


NPM. 2013201002

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul...................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi............................................................................................................ii
BAB I Konsep Dasar Sistem Informasi Kesehatan.............................................1
BAB II Sistem Kesehatan Nasional, Keterikatan Sistem Informasi Kesehatan
Dalam Bingkai Sistem Kesehatan Nasional........................................................9
BAB III Sistem Informasi Kesehatan Di Indonesia Dan Sistem Informasi
Kesehatan Rumah Sakit.....................................................................................13
BAB IV Sistem Informasi Eksehatan Puskesmas.............................................18
BAB V Pengertian Data, Konsep Data Dan Jenis-Jenis Data...........................21
BAB VI Pengumpulan Data Rutin Dan Sewaktu-Waktu..................................23
BAB VII Definisi Indikator Kesehatan, Syarat Indikator Kesehatan, Jenis
Indikator Kesehatan...........................................................................................32
BAB VIII Bentuk Indikator, Pertimbangan Dalam Menetapkan Indikator,
Berbagai Contoh Indikator Kesehatan...............................................................34
BAB IX Jenis Indikator Kesehatan Di Indonesia Dilihat Dari Indikator Input,
Proses Dan Output.............................................................................................36
BAB X Objek Sistem Informasi Kesehatan (User, Komponen Sistem, Identifikasi
Masalah)............................................................................................................38
BAB XI Format Pencatatan Dan Pelaporan Dalam Sistem Informasi Kesehatan
...........................................................................................................................39
BAB XII Metode Eksplorasi (Health Metric Network/HMN)..........................42
Daftar Pustaka.................................................................................................44

iii
iv
BAB I
KONSEP DASAR SISTEM INFORMASI KESEHATAN

1.1 Pengertian Sistem


Sistem informasi kesehatan menurut WHO dalam buku “Design and
Implementation of Health Information System” Geneva (2000), adalah suatu
system informasi kesehatan yangtidak dapat berdiri sendiri, melainkan sebagai
bagian dari suatu sistem kesehatan. Sistem informasi kesehatan yang efektif
memberikan dukungan informasi sebagai proses pengambilankeputusan di
segala jenjang. Untuk mendukung pelaksanaan sistem informasi kesehatan
pada tahun 2002 pemerintah melalui menteri kesehatan pengembangan
sistem informasi kesehatan daerah ( SIKDA).

1.2.Komponen Sistem
Komponen sistem (components system), dimana suatu sistem
terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi, bekerja sama
membentuk satu kesatuan. Suatu sistem tidak berada dalam lingkungan yang
kosong, tetapi sebuah sistem berada dan berfungsi di dalam lingkungan yang
berisi sistem lainnya. Apabila suatu sistem merupakan salah satu dari
komponen sistem lain yang lebih besar, maka disebut subsistem, sedangkan
sistem yang lebih besar tersebut adalah lingkungannya
Sistem atau pendekatan sistem mempunyai beberapa komponen yakni :
1. Masukan (input), sesuatu yang dimasukan ke dalam sistem yang
berasal dari lingkungan.
2. Pengolahan (processing), suatu sistem dapat mempunyai suatu bagian
pengolahan yang akan mengubah masukan menjadi keluaran.
3. Keluaran (output), suatu hasil dari proses pengolahan sistem yang
dikeluarkan ke lingkungan.
4. Balikan/umpan balik (control).
5. Lingkungan luar sistem (environments), segala sesuatu di luar batas suatu
sistem yang mempengaruhi kerja sistem.
1.3 Pengertian Sistem Informasi
Menurut Siregar (1995) sistem informasi adalah suatu sistem yang

1
dapatmenghasilkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan secara tepat
guna dan tepat waktu untuk semua macam proses pengambilan keputusan
pada berbagai jenjang dalam suatu organisasi Sistem informasi memiliki
tiga elemen utama, yaitu data yang menyediakan informasi, prosedur yang
memberitahu pengguna bagaimana mengoperasikan sistem informasi, dan
orang-orang yang membuat produk, menyelesaikan masalah, membuat
keputusan, dan menggunakan sistem informasi tersebut. Orang-orang dalam
sistem informasi membuat prosedur untuk mengolah dan memanipulasi data
sehingga menghasilkan informasi dan menyebarkan informasi tersebut ke
lingkungan.
Model dasar sistem adalah masukan, pengolahan, dan keluaran. Fungsi
pengolahan informasi sering membutuhkan data yang telah dikumpulkan dan
diolah dalam waktu periode sebelumnya. Oleh karena itu pada model sistem
informasi ditambahkan pula media penyimpan data (data base) maka fungsi
pengolahan informasi bukan lagi mengubah data menjadi informasi tetapi
juga menyimpan data untuk penggunaan lanjutan. Model dasar ini berguna
dalam memahami bukan saja keseluruhan sistem pengolahan informasi,
tetapi juga untuk penerapan pengolahan informasi secara tersendiri. Setiap
penerapan dapat dianalisis menjadi masukan, penyimpanan, pengolahan dan
keluaran.
Keberhasilan suatu sistem informasi sangat bergantung pada sistem basis
data. Semakin lengkap, akurat dan mudah dalam menampilkan kembali data
yang ada dalam sistem basis data maka akan semakin tinggi kualitas sistem
informasi tersebut. Basis data (database) merupakan kumpulan dari data
yang saling berhubungan satu dengan lainnya, tersimpan di perangkat keras
komputer dan digunakan perangkat lunak untuk memanipulasinya. Data
perlu disimpan di dalam basis data untuk keperluan penyediaan informasi
lebih lanjut (Jogiyanto, 1999).
1.4 Komponen Sistem Informasi
Komponen sistem informasi berdasarkan Burch dan Grudnisky (1986),
seperti dikutip oleh Jogianto (1999) disebut dengan istilah blok bangunan yang
terdiri dari:

2
a. Blok masukan, merupakan input data yang masuk ke dalam sistem informasi,
termasuk didalamnya adalah metode-metode dan media yang digunakan,
biasanya berupa dokumen-dokumen dasar.
b. Blok model, terdiri dari kombinasi prosedur, logika dan model matematik yang
akan memanipulasi data masukan dan data yang tersimpan di basis data dengan
cara yang sudah ditentukan untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan.
c. Blok keluaran, merupakan produk sistem informasi berupa informasi yang
berkualitas dan dokumentasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen
serta semua pemakai sistem.
d. Blok teknologi, yang merupakan perangkat kerja untuk menerima masukan,
menjalankan model, menyimpan dan mengakses data, menghasilkan dan
mengirimkan keluaran dan membantu pengendalian sistem secara keseluruhan.
Teknologi terdiri dari 3 bagian utama, yaitu teknisi, perangkat lunak, dan
perangkat keras.
e. Blok basis data, merupakan kumpulan data yang saling berhubungan satu
dengan lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan
perangkat lunak untuk mengubahnya. Data di dalam basis data perlu
diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga informasi yang dihasilkan
berkualitas.
f. Blok kendali, merupakan mekanisme yang dirancang dan diterapkan untuk
meyakinkan bahwa hal-hal yang dapat merusak sistem dapat dicegah ataupun
bila terlanjur terjadi kesalahan-kesalahan dapat cepat diatasi.
1.5 Jenis-Jenis Sistem Informasi
Sistem informasi dikembangkan untuk berbagai tujuan, sehingga terdapat
beberapa jenis sistem informasi, diantaranya:
a. Sistem pengolahan transaksi, adalah sistem informasi yang terkomputerisasi
yang dikembangkan untuk memproses data dalam jumlah besar untuk transaksi
bisnis rutin dan inventarisasi. Sistem ini merupakan sistem tanpa batas yang
memungkinkan organisasi bisa berinteraksi dengan lingkungan eksternal.
b. Sistem otomasi perkantoran, sistem yang dipakai untuk menganalisis
informasi sedemikian rupa untuk mengubah data atau menggantikannya

3
dengan cara-cara tertentu sebelum membaginya atau menyebarkannya secara
keseluruhan, kepada organisasi dan kadang-kadang di luar itu.
c. Sistem kerja pengetahuan, adalah sistem yang mendukung para pekerja
profesional seperti ilmuwan, insinyur dan doktor untuk membantu mereka
menciptakan pengetahuan baru dan memungkinkan mereka menerapkannya
pada organisasi atau masyarakat.
d. Sistem informasi manajemen, merupakan sistem yang menghasilkan
informasi untuk kepentingan manajerial atau proses-proses manajemen
(perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian) kegiatan organisasi.
e. Sistem pendukung keputusan, merupakan sistem informasi terkomputerisasi
di atas sistem informasi manajemen yang lebih menekankan pada fungsi
mendukung pengambilan keputusan di seluruh tahapnya, walaupun keputusan
akhir masih tetap wewenang khusus pembuat keputusan.
f. Sistem ahli dan kecerdasan buatan, merupakan sistem yang menggunakan
pendekatan kecerdasan buatan untuk menyelesaikan masalah melalui pengguna
bisnis dan secara efektif menggunakan pengetahuan seorang ahli untuk
menyelesaikan masalah yang ada dalam suatu organisasi.
1.6 Batasan Sistem Informasi Kesehatan
Beberapa batasan sistem informasi kesehatan:
a. Sistem informasi kesehatan adalah mekanisme pengumpulan, pengolahan,
analisis dan pengiriman informasi yang dibutuhkan untuk mengorganisasikan
dan mengoperasikan pelayanan kesehatan dan juga untuk penelitian dan
pelatihan.
b. Sistem informasi kesehatan adalah sejumlah komponen dan prosedur yang
terorganisir dengan tujuan untuk menghasilkan informasi untuk meningkatkan
keputusan manajemen pelayanan kesehatan pada setiap tingkat sistem
kesehatan.
1.7 Komponen Sistem Informasi Kesehatan
Seperti sistem lainnya, sistem informasi kesehatan terdiri dari komponen
yang saling berhubungan yang dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu:
a. Proses informasi, yang terdiri dari: pengumpulan data. pengiriman data,
pengolahan data, analisis data, penyajian informasi. Pemantauan dan penilaian

4
proses tersebut memungkinkan gabungan masukan yang benar menghasilkan
tipe keluaran yang benar pada waktu yang tepat. Sistem informasi dapat
menyediakan informasi yang tepat dan relevan hanya jika setiap komponen
proses informasi terstruktur dengan baik.
b. Manajemen sistem informasi, yang terdiri dari:
i. Sumber daya sistem informasi kesehatan meliputi orang-orang (perencana,
manajer, ahli statistik, ahli epidemiologi, pengumpul data), perangkat keras
(register, telepon, komputer), perangkat lunak (kertas karbon, format
laporan, program pengolah data) dan sumber dana.
ii. Aturan-aturan organisasi, misalnya penggunaan standar diagnosa dan
penanganan, uraian tugas petugas, prosedur manajemen distribusi, prosedur
pemeliharaan komputer yang memungkinkan efisiensi penggunaan sumber
daya sistem informasi kesehatan. Oleh karena itu dalam merancang atau
merancang kembali sistem informasi kesehatan dibutuhkan penekanan pada
pengaturan yang sistematis setiap komponen baik proses informasi maupun
manajemen sistem informasi tersebut.
1.8 Peran Sistem Informasi Kesehatan
Pada hakikatnya suatu Sistem Informasi Kesehatan tidak dapat berjalan
sendiri. Sistem Informasi Kesehatan merupakan bagian fungsional dari Sistem
Kesehatan yang komprehensif, yang memberikan pelayanan kesehatan secara
terpadu, meliputi baik pelayanan kuratif, pelayanan rahabilitatif, maupun
pencegahan penyakit, dan peningkatan kesehatan. Sistem Informasi Kesehatan
harus dapat mengupayakan dihasilkannya informasi yang diperlukan untuk
pengambilan keputusan di berbagai tingkat Sistem Kesehatan. Sistem Kesehatan
memang terdiri atas berbagai tingkat sejak dari tingkat paling bawah, tingkat
menengah, sampai ke tingkat pusat. Dengan berlakunya konsep desentralisasi dan
otonomi daerah, Sistem Kesehatan di setiap tingkat harus dapat mandiri
(selfpropeled), walaupun berkaitan satu sama lain. Sesuai dengan pembagian
wilayah di Indonesia yang berlaku saat ini, tingkat-tingkat itu adalah sebagai
berikut:
a. Tingkat Kecamatan, di mana terdapat Puskesmas dan pelayanan kesehatan
dasar lain.

5
b. Tingkat Kabupaten/Kota, di mana terdapat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Rumah Sakit Kabupaten/Kota, dan rujukan primer lain.
c. Tingkat Provinsi, di mana terdapat Dinas Kesehatan Provinsi, Rumah Sakit
Provinsi, dan pelayanan rujukan sekunder lain.
d. Tingkat Pusat, di mana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat,
dan pelayanan kesehatan rujukan tersier lain.
e. Setiap tingkat menyediakan pelayanan kesehatan yang berbeda, memiliki
sumber daya yang berbeda, dan mempraktekkan fungsi-fungsi manajemen
yang berbeda pula.
f. Idealnya, sumber daya harus sebanyak mungkin terdapat di kecamatan agar
masyarakat memiliki akses yang optimal terhadap pelayanan kesehatan.
Akan tetapi dalam rangka desentralisasi ternyata dihadapi banyak kendala,
khususnya berkaitan dengan ketenagaan, sarana dan peralatan, yang
disebabkan oleh terbatasnya kemampuan ekonomi negara.
Fungsi khusus yang dimiliki setiap tingkat mengakibatkan perbedaan
dalam pengambilan keputusan. Dari sisi manajemen, fungsi-fungsi dalam Sistem
Kesehatan dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu: (1) Manajemen
Pasien/Klien, (2) Manajemen Unit Kesehatan, dan (3) Manajemen Sistem
Kesehatan.
Manajemen pasien/klien dan manajemen unit kesehatan berkaitan secara
langsung dengan pelayanan kesehatan promotif, preventif, dan kuratif kepada
masyarakat. Dalam hal ini tercakup interaksi antara petugas-petugas unit
kesehatan dengan masyarakat di wilayah pelayanannya. Manajemen pasien/klien
dan manajemen unit dipraktikkan baik di pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas
dan lain-lain), pelayanan kesehatan rujukan (Rumah Sakit dan lain-lain), serta di
Dinas Kesehatan. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam rangka manajemen
pasien/klien dan manajemen unit kesehatan disebut keputusan-keputusan
operasional. Manajer, dalam manajemen pasien/klien adalah semua petugas
kesehatan yang melayani pasien/klien. Sedangkan manajer dalam manajemen unit
adalah pimpinan dari unit yang bersangkutan (Kepala Puskesmas, Direktur
Rumah Sakit, Kepala Dinas Kesehatan). Manajemen Sistem Kesehatan berfungsi
memberikan dukungan manajerial dan koordinasi terhadap tingkat manajemen

6
unit kesehatan dan manajemen pasien/klien. Keputusan-keputusan yang dibuat
dalam rangka manajemen sistem kesehatan disebut keputusan-keputusan strategis.
Adapun manajer dalam manajemen Sistem Kesehatan adalah Kepala Dinas
Kesehatan dan pihak-pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusannya
(stakeholders).
Dengan mengenali fungsi spesifik dari setiap tingkat manajemen
kesehatan, akan dapat dikenali pula siapa saja pemakai informasi kesehatan (yaitu
para manajer kesehatan) dari keputusan-keputusan apa yang harus mereka buat.
Hal ini akan membantu dalam perumusan kebutuhan informasi di setiap tingkat
dan penetapan data apa yang harus dikumpulkan, cara dan instrumen
pengumpulannya, pengiriman datanya, prosedur pengolahan datanya, pengemasan
informasinya, dan penyajian informasinya.

1.9 Masalah-masalah Sistem Informasi Kesehatan


Pada banyak negara sistem informasi kesehatan tidak kuat dalam
menyediakan dukungan dalam manajemen program. Lippeveld (2000)
menyimpulkan alasannya dalam lima hal:
a. Irelevansi informasi yang didapat dengan kebutuhan
b. Kualitas data yang kurang
c. Duplikasi data dan tidak efisiennya informasi
d. Tidak tepat waktu dalam melaporkan dan menindaklanjuti
e. Informasinya kurang berguna
Menurut Bambang dkk. (1991) terdapat beberapa masalah pada sistem
informasi kesehatan di Indonesia diantaranya:
a. Data yang harus dicatat dan dilaporkan di unit-unit operasional sangat banyak,
sehingga beban para petugas menjadi berat.
b. Proses pengolahan data menjadi lama, sehingga hasil pengolahan data menjadi
lama, menyebabkan hasilnya menjadi tidak tepat waktu ketika disajikan dan
diumpanbalikkan.
c. Data yang dikumpulkan terlalu banyak dibanding kebutuhannya, maka banyak
data yang akhirnya tidak dimanfaatkan.

7
Keney (1999) menyimpulkan bahwa terdapat beberapa masalah dalam
pengumpulan data kesehatan maternal diantaranya kualitas, kelengkapan dan
ketersediaan infromasi yang tidak kuat yang menyebabkan keterbatasan dalam
penggunaanya untuk menetapkan kebijakan.

8
BAB II
SISTEM KESEHATAN NASIONAL, KETERIKATAN SISTEM
INFORMASI KESEHATAN DALAM BINGKAI SISTEM KESEHATAN
NASIONAL

2.1 Sistem Kesehatan Nasional


Sistem Kesehatan Nasional, yang selanjutnya disingkat SKN adalah
pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa
Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi - tingginya.Sistem Informasi
Kesehatan Nasional (SIKNAS) adalah sistem informasi yang berhubungan
dengan sistem-sistem informasi lain baik secara nasional maupun internasional
dalam rangka kerjasama yang saling menguntung-kan. SIKNAS bukanlah
suatu sistem yang berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari sistem
kesehatan. Oleh karena itu, SIK di tingkat pusat merupakan bagian dari
sistem kesehatan nasional, di tingkat provinsi merupakan bagian dari sistem
kesehatan provinsi, dan di tingkat kabupaten atau kota merupakan bagian dari
sistem kesehatan kabupaten atau kota.
SIKNAS di bangun dari himpunan atau jaringan sistem-sistem
informasi kesehtan provinsi dan sistem informasi kesehatan provinsi di bangun
dari himpunan atau jaringan sistem-sistem informasi kesehatan kabupaten atau
kota.
Jaringan SIKNAS adalah sebuah koneksi / jaringan virtual sistem
informasi kesehatan elektronik yang dikelola oleh Kementrian Kesehatan dan
hanya bisa diakses bila telah dihubungkan. Jaringan SIKNAS merupakan
infrastruktur jaringan komunikasi data terintegrasi dengan menggunakan Wide
Area Network (WAN), jaringan telekomunikasi yang mencakup area yang luas
serta digunakan untuk mengirim data jarak jauh antara Local Area Network (
LAN ) yang berbeda, dan arsitektur jaringan lokal komputer lainnya. Selain itu
juga akan dikembangkan program mobile health (mHealth) yang dapat
langsung terhubung ke sistem informasi puskesmas ( aplikasi SIKDA Generik).
1. Sistem Informasi Dinas Kesehatan
Merupakan sistem informasi kesehatan yang dikelola oleh dinas kesehatan

9
baik kabupaten / kota dan provinsi. Laporan yang masuk ke dinas
kesehatan kabupaten / kota dari semua fasilitas kesehatan ( kecuali milik
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat ) dapat berupa laporan
softcopy dan laporan hardcopy. Laporan hardcopy dientri kedalam aplikasi
SIKDA generik, lapor-an softcopy diimpor ke dalam aplikasi SIKDA Generik,
selanjutnya semua bentuk laporan diunggah ke Bank Data Kesehatan
Nasional. Dinas kesehatan provinsi melakukan hal yang sama
dengan dinas kesehatan kabupaten / kota untuk laporan dari fasilitas
kesehatan milik provinsi
2. Pengguna Data oleh Kementrian Kesehatan
Data kesehatan yang sudah diterima di Bank Data Kesehatan Nasional dapat
dimanfaatkan oleh semua unit-unit program di Kementerian Kesehatan dan
UPT-nya serta dinas kesehatan dan UPTP/D-nya.
3. Keterkaitan Sistem Informasi Kesehatan Dalam Bingkai Sistem Kesehatan
Nasional
Menurut badan kesehatan dunia (World Health Organization, WHO),
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) merupakan salah satu dari 6 “building
block” atau komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu Negara.
Keenam kompone n (building block) sistem kesehatan tersebut adalah:
a. Pelaksanaan pelayanan kesehatan (Service delivery)
b. Produk medis, vaksin, dan teknologi kesehatan (Medical product,
vaccine, and technologies)
c. Tenaga medis (Health worksforce)
d. Sistem pembiayaan kesehatan (Health system financing)
e. Sistem informasi kesehatan (Health information system)
f. Kepemimpinan dan pemerintah (Leadership and governance)
Sedangkan di dalam tatanan Sistem Kesehatan Nasional (SKN),
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) merupakan bagian dari sub sistem ke 6
yaitu pada sub sistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan.
Sub sistem manajemen dan informasi kesehatan merupakan subsistem
yang mengelola fungsi-fungsi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan,
informasi kesehatan, dan hukum kesehatan yang memadai dan mampu

10
menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan nasional agar berhasil guna,
berdaya guna, dan mendukung penyelenggaraan ke-6 subsistem lain di dalam
SKN sebagai satu kesatuan yang terpadu.
Adapun sub sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional Indonesia, yaitu:
a. Upaya kesehatan
b. Penelitian dan pengembangan kesehatan
c. Pembiayaan kesehatan
d. Sumber daya manusia (SDM) kesehatan
e. Sediaan farmasi, alat kesehatan,dan makanan
f. Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
g. Pemberdayaan masyarakat.
Dalam pengembangan Sistem Informasi Kesehatan, harus dibangun
komitmensetiap unit infrastruktur pelayanan kesehatan agar setiap sistem
informasi kesehatan berjalan dengan baik dan yang lebih terpenting
menggunakan teknologi komputer dalam mengimplementasikan Sistem
Informasi Berbasis Komputer (Computer Based Information System).
2.3 Kedudukan SIK dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
Sejalan dengan perubahan Visi Pembangunan Kesehatan yang tercermin
dalam Visi Kementerian Kesehatan 2010-2014 ‖ Masyarakat Sehat yang Mandiri
dan Berkeadilan, maka motto menjadi Indonesia Cinta Sehat yang juga sangat
ditentukan oleh pencapaian Provinsi-provinsi Sehat, Kabupaten-kabupaten Sehat,
dan sota-kota Sehat. Bahkan juga oleh pencapaian Kecamatan-kecamatan Sehat
dan Desa-desa Sehat. Menurut World Health Organization (WHO) dalam buku
―Design and Implementaiton of Health Information System‖ (2000) bahwa suatu
sistem informasi kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan sebagai bagian
dari suatu sistem kesehatan. Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan
dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan semua jenjang. Sistem
informasi harus dijadikan sebagai alat yang efektif bagi manajemen. WHO juga
menyebutkan bahwa SIK merupakan salah satu dari 6 ―building blocks atau
komponen utama dalam suatu sistem kesehatan. Enam komponen Sistem
kesehatan tersebut adalah:
1. Service Delivery / Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan

11
2. Medical products, vacines, and technologies / Produk Medis, Vaksin, dan
Teknologi Kesehatan
3. Health Workforce / Tenaga Kesehatan
4. Health System Financing / Sistem Pembiayaan Kesehatan
5. Health Information System / Sistem Informasi Kesehatan
6. Leadership and Governance / Kepemimpinan dan Pemerintahan
SIK disebut sebagai salah satu dari 7 komponen yang mendukung suatu
sistem kesehatan, dimana sistem kesehatan tidak bisa berfungsi tanpa satu dari
komponen tersebut. SIK bukan saja berperan dalam memastikan data mengenai
kasus kesehatan dilaporkan tetapi juga mempunyai potensi untuk membantu
dalam meningkatkan efisiensi dan transparansi proses kerja.

12
BAB III
SISTEM INFORMASI KESEHATAN DI INDONESIA DAN SISTEM
INFORMASI KESEHATAN RUMAH SAKIT

3.1. Sistem Informasi Kesehatan Di Indonesia


Perkembangan sistem informasi Kesehatan di Indonesia diawali dengan
sebuah sistem informasi Rumah sakit yang berbasis komputer (Computer Based
Hospital Information System). Dan yang menginovatori hal ini adalah Rumah
Sakit Husada pada akhir dekade 80’ an. Beriringan dengan hal itu rupanya
Departemen Kesehatan juga mengembangkan sistem informasi kesehatan
berbasis komputer dengan dibantu oleh proyek luar negri dengan bantuan
beberapa tenaga ahli dari universitas gadjah mada. Namun perjuanagan diawal
ini mengalami kemerosotan, hal ini dilihat darei segi perencanaan yang tidak
tersusun dengan baik dimana identifikasi faktor penentu keberhasilan masih
sangat tidak lengkap juga tidak menyeluruh.
Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia telah dan akan mengalami
3 pembagian masa sebagai berikut:
1. Era manual (sebelum 2005)
2. Era Transisi (tahun 2005 – 2011)
3. Era Komputerisasi (mulai 2012)
Masing-masing era Sistem Informasi Kesehatan memiliki karakteristik
yang berbeda sebagai bentuk adaptasi dengan perkembangan zaman (kemajuan
Teknologi Informasi dan Komunikasi – TIK).
1. Era Manual (sebelum 2005)
Pada era manual ini dimulai sebelum tahun 2005. Pada era manual aliran
data terfragmentasi. Aliran data dari sumber data (fasilitas kesehatan) ke
pusat melalui berbagai jalan. Data dan informasi dikelola dan disimpan
oleh masing-masing unit di Departemen Kesehatan. Bentuk datanya
agregat. Kelemahannya adalah sering terjadi duplikasi dalam
pengumpulan data dan sangat beragamnya bentuk laporan. Kemudian
validitasnya masih diragukan. Data yang ada sulit diakses. Karena
banyaknya duplikasi, permasalahan kelengkapan dan validitas, maka data
sulit diolah dan dianalisis. Dan terpenting dalam pengiriman data masih

13
banyak menggunakan kertas sehingga tidak ramah lingkungan.
2. Era Transisi (2005 – 2011)
Dimulai masa transisi pada tahun 2005 sampai 2011 komunikasi data sudah
mulai terintegrasi (mulai mengenal prinsip 1 pintu, walau beberapa masih
terfragmentasi). Peresebaran data Sebagian besar data agregat dan sebagian
kecil data individual. Sebagian data sudah terkomputerisasi dan sebagian
masih manual. Keamanan dan kerahasiaan data kurang terjamin. Pada masa
transisi ini posisi nya masih setengah setengah karena mulai menggunakan
sistem komputerisasi tapi masih belum meninggalkan sistem manual.
3. Era Komputerisasi (mulai 2012)
Baru pada 2012 era komputerisasi dimulai , pada era ini pemanfaatan data
menjadi satu pintu (terintegrasi). Data yang ada adalah individual
(disagregat). Data dari unit pelayanan kesehatan langsung diunggah
(uploaded) ke bank data di pusat. Penerapan teknologi m-Health dimana
data dapat langsung diunggah ke bank data. Keamanan dan kerahasiaan
data terjamin (memakai secure login). Lebih cepat, tepat waktu dan efisien
yang pastinya lebih ramah lingkungan.

3.2. Sistem informasi rumah sakit


Tidak dapat lepas kaitannya dengan sistem informasi kesehatan karena
sistem ini merupakan aplikasi dari sistem informasi kesehatan itu sendiri. Untuk
itu, perlu kita mengetahui sedikit tentang sistem informasi rumah sakit yang ada
di Indonesia, mulai dari rancang bangun (desain) sistem informasi rumah sakit
hingga pengembangannya.
1. Rancang Bangun (desain) Sistem Informasi Rumah Sakit
Rancang Bangun Rumah Sakit (SIRS), sangat bergantung kepada jenis
dari rumah sakit tersebut. Rumah sakit di Indonesia, berdasarkan
kepemilikannya dibagi menjadi 2, sebagai berikut:
a) Rumah Sakit Pemerintah, yang dikelola oleh
1) Departemen Kesehatan,
2) Departemen Dalam Negeri,
3) TNI,

14
4) BUMN
Sifat rumah sakit ini adalah tidak mencari keuntungan (non profit)
b) Rumah Sakit Swasta, yang dimiliki dan dikelola oleh sebuah yayasan,
baik yang sifatnya tidak mencari keuntungan (non profit) maupun yang
memang mencari keuntungan (profit)
Berdasarkan sifat layanannya rumah sakit dibagi 2, sebagai berikut:
a. Rumah Sakit Umum Untuk Rumah Sakit Pemerintah, Rumah
Sakit Umum digolongkan menjadi 4 tingkatan, sebagai berikut:
1) Rumah Sakit Umum tipe A, rumah sakit umum yang memberikan
layanan medis spesialistik dan subspesialistik yang luas.
2) Rumah Sakit Umum tipe B, rumah sakit umum yang
memberikan layanan medis spesialistik dan subspesialistik yang
terbatas.
3) Rumah Sakit Umum tipe C, rumah sakit umum yang memberikan
layanan medis spesialistik yang terbatas, seperti penyakit dalam,
bedah, kebidanan dan anak.
4) Rumah Sakit Umum tipe D, rumah sakit umum yang
memberikan layanan medis dasar. Untuk Rumah Sakit Swasta,
Rumah Sakit Umum digolongkan menjadi 3 tingkatan sebagai
berikut:
1) Rumah Sakit Umum Pratama, rumah sakit umum yang
memberikan layanan medis umum,
2) Rumah Sakit Umum Madya, rumah sakit umum yang memberikan
layanan medis spesialistik,
3) Rumah Sakit Umum Utama, rumah sakit umum yang memberikan
layanan medis spesialistik dan subspesialisitik
b. Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus ini banyak sekali ragamnya, rumah sakit ini
melakukan penanganan untuk satu atau beberapa penyakit tertentu dan
layanan medis subspesialistik tertentu. Yang masuk dalam kelompok
ini diantaranya: Rumah Sakit Karantina, Rumah Sakit Bersalin, dsb.
Dari Keputusan Menteri Kesehatan No. 983 tahun 1992, dapat diketahui
bahwa organsasi rumah sakit secara umum adalah organisasi matriks.

15
Semua staf yang ada, dibagi ke dalam divisi -divisi yang ada dalam
struktur organisasi rumah sakit tersebut, sedangkan setiap tenaga medis
tersebut juga dikelompokkan ke dalam kelompok fungsional menurut
profesinya masing-masing dan setiap kelompok fungsional dipimpin oleh
seorang ketua kelompok. Organisasi matriks adalah organisasi yang
paling dinamis dan paling baik, jika dibandingkan dengan tipe
organisasi lainnya, namun harus disadari
sepenuhnya bahwa setiap staf dalam organisasi tersebut mempunyai
2 pimpinan sekaligus yang memberikan perintah dan pengarahan kepada
yang bersangkutan, yaitu pimpinan divisi dan pimpinan kelompok. Oleh
karena itu, setiap staf pada organisasi matriks harus mampu bekerjasama
lintas divisi, mampu berkomunikasi dengan baik dengan ke 2
pimpinannya dan mampu membagi pekerjaannya berdasarkan prioritas.
Organisasi matriks memang sangat memerlukan dukungan teknologi
infomasi/komputer dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Namun
agar teknologi informasi dapat memberikan dukungan yang maksimal,
maka panataan pola kerja organisasi tersebut merupakan
prasyarat utama untuk menyusun SIRS digunakan 4 pertanyaan
sederhana sebagai berikut:
a. Apa fungsi/tugas utama dari rumah sakit ? Jawaban pada
umumnya adalah layanan kesehatan
b. Apa objek/sasaran dari fungsi/tugas utama rumah sakit ?
Jawaban pada umumnya adalah pasien/penderita
c. Dukungan operasional apa saja yang diperlukan oleh rumah sakit
? Jawaban pada umumnya adalah tenaga kerja, keuangan dan
sarana/prasaran
d. Sistem apa yang dibutuhkan untuk mengelola rumah sakit tersebut
? Jawaban pada umumnya adalah manajemen rumah sakit
Berdasarkan jawaban tersebut, maka SIRS terdiri dari:
a. Subsistem Layanan Kesehatan, yang mengelola kegiatan layanan
kesehatan.
b. Subsistem Rekam Medis, yang mengelola data pasien.

16
c. Subsistem Personalia, yang mengelola data maupun aktivitas
tenaga medis maupun tenaga administratif rumah sakit.
d. Subsistem Keuangan, yang mengelola data-data dan transaksi
keuangan.
e. Subsistem Sarana/Prasarana, yang mengelola sarana dan prasarana
yang ada di dalam rumah sakit tersebut, termasuk peralatan medis,
persediaan obat-obatan dan bahan habis pakai lainnya.
f. Subsistem Manajemen Rumah Sakit, yang mengelola aktivitas
yang ada didalam rumah sakit tersebut, termasuk pengelolaan
data untuk perencaan jangka panjang, jangka pendek,
pengambilan keputusan dan untuk layanan pihak luar. Ke 6
subsistem tersebut diatas kemudian harus dijabarkan lagi ke dalam
modul-modul yang sifatnya lebih spesifik. Subsistem Layanan
Kesehatan dapat dijabarkan lebih lanjut menjadi:
a. Modul Rawat Jalan, yang mengelola data-data dan aktivitas
layanan medis rawat jalan.
b. Modul Rawat Inap, yang mengelola data-data dan aktivitas
layanan medis rawat inap
c. Modul Layanan Penunjang Medis, termasuk didalamnya
tindakan medis, pemeriksaan laboratorium, dsb.

17
BAB IV
SISTEM INFORMASI KESEHATAN PUSKESMAS

4.1. Pengertian SIK di puskesmas


Proses pengolahan data kesehatan menjadi informasi yang nantinya
akan digunakan untuk penyusunan program dan kegiatan. Dalam upaya
mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Provinsi mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Puskesmas yang
berbasis Teknologi Informasi. Prototipe SIK yang dikembangkan mengacu
kepada kebutuhan informasi untuk pengelolaan klien dan unit pelayanan di
tingkat puskesmas, SP2TP, Indikator SPM dan Indikator Indonesia Sehat 2010.
Dengan dikembangkannya Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas
yang dapat menyajikan informasi secara cepat, tepat dan dapat dipercaya
sehingga informasi yang disajikan puskesmas dapat dipakai untuk pengambilan
keputusan di berbagai tingkat sistem kesehatan dan berbagai jenis manajemen
kesehatan baik untuk manajemen pasien, unit dan sistem kesehatan sehingga
dapat meningkatkan mutu pelayanan Dinas Kesehatan kepada masyarakat.
Dengan demikian maka pelayanan kesehatan yang diberikan dapat lebih fokus
dan spesifik untuk suatu daerah. Hal ini akan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi dari kerja puskesmas. Untuk itu perlu ditingkatkan kevalidan data
yang terdapat pada masukan input dimana hasil yang diinginkan nantinya dapat
terjamin kevalidannya sehingga keputusan yang diambil oleh para pengambil
keputusan dapat tepat pada sasaran.
1. Tujuan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan ( SIK)
Puskesmas adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui sistem
informasi yang terintegrasi di semua unit pelayanan Puskesmas sehingga
dapat meningkatkan kecepatan proses pada pelayanan, mempermudah akses
data, pelaporan dan akurasi data sehingga menjadi lebih baik.
2. Manfaat Pengembangan Sistem Informasi Puskesmas (SIK)
Puskesmas adalah dapat meningkatkan Pelayanan Kesehatan
kepada masyarakat melalui penerapan sistem informasi kesehatan
puskesmas yang terintegrasi dari semua unit pelayanan. Demikian pula
dapat menyajikan informasi secara cepat, tepat dan dapat dipercaya

18
sehingga informasi yang disajikan puskesmas dapat dipakai untuk
pengambilan keputusan di berbagai tingkat sistem kesehatan dan berbagai
jenis manajemen kesehatan baik untuk manajemen pasien, unit dan sistem
kesehatan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan dinas
kesehatan kepada masyarakat.
3. Prototipe SIK Puskesmas terdiri dari 7 Sub Sistem yaitu :
a. Sub Sistem Kependudukan, yang berfungsi untuk mengelola data
kependudukan terdiri dari family folder, pencatatan mutasi lahir, mutasi
wafat dan mutasi pindah.
b. Sub Sistem Ketenagaan, yang berfungsi untuk mengelola data
ketenagaan. Data yang diolah adalah data pribadi, anak, riwayat
kepangkatan, riwayat jabatan, riwayat pendidikan, riwayat
penjenjangan, riwayat latihan teknis/fungsional, data riwayat
penghargaan serta data penugasan pegawai.
c. Sub Sistem Sarana dan Prasarana, yang berfungsi mengelola data
sarana dan prasarana, seperti peralatan medis, kendaraan, gedung, tanah
dan peralatan lainnya.
d. Sub Sistem keuangan, yang berfungsi untuk mengelola data keuangan
secara garis besar saja yaitu mencakup besar pembiayaan menurut
kegiatan dan sumber biaya.
e. Sub Sistem Pelayanan Kesehatan, yang berfungsi mengelola data
pelayanan kesehatan, terdiri dari pelayanan dalam gedung yaitu sub
sistem rawat jalan yang meliputi pelayanan dasar (BP,GIGI,
KIA,Imunisasi, Laboratorium) dan pelayanan puskesmas keliling, rawat
inap, rekam medis dan manajemen obat. Pelayanan luar gedung
meliputi sub sistem KIA dan GIZI, Kesling dan TTU,
Pemberantasan Penyakit Menular, PKM, PSM, dan PERKESMAS.
f. Sub Sistem Pelaporan, yang berfungsi untuk menyediakan laporan-
laporan, meliputi laporan SP2TP (LB1, LB2, LB3 dan LB4) dan
laporan program.
g. Sub Sistem Penunjang, yang menyediakan layanan penunjang
sistem seperti: membuat backup dan restore data, data recovery, user

19
list and right assignment, user shortcut, short message over network.

20
BAB V
PENGERTIAN DATA, KONSEP DATA, JENIS-JENIS DATA

5.1. Pengertian Data


Adapun definisi dari kata data adalah suatu istilah majemuk
daridatumyangberarti fakta atau bagian dari kata yang mengandung arti, yang
berhubungan dengankenyataan, simbol- simbol, gambar-gambar, kata-kata
angka-angka, huruf-huruf atausimbol-simbol yang menunjukkan ide, objek,
kondisi atau situasi. Jelasnya data itudapat berupa apa saja dan dapat ditemui
dimana saja. Kegunaan data adalah sebagaibahan dasar yang objektif dalam
proses penyusunan kebijakan dan keputusan. Dalamkaitannya dengan
pengolahan data dengan computer, pengertian data dapat dibatasipada fakta-
fakta yang dapat direkam. Dalam setiap pengolahan data, data
merupakansumber informasi yang dapat dihasilkan

5.2. Konsep Data

1. Tahapan Input
Dilakukan dengan pemasukan data ke dalam proses komputer lewat alat
input (inputdevice).
2. Tahapan Process
Dilakukan proses pengolahan data yang sudah dimasukkan yang
dilakukan oleh data pemroses (process device) yang dapat berupa proses
perhitungan, pengendalian, atau pencarian pada storage.
3. Tahapan output
Dilakukan proses penghasilan output dari hasil pengolahan data ke alat
output (output device) yaitu berupa informasi .

5.3. Jenis-Jenis Data

1. Data primer
Berdasarkan pada asal sumbernya, data primer adalah angka, skala, dan lain-
lain yang didapatkan langsung dari sumbernya. Cara mendapatkannya bisa
melalui wawancara secara langsung, observasi, dan jejak pendapat. Anda
juga bisa menyebarkan angket kepada sekelompok orang yang sudah Anda

21
kualifikasi. Hasil angka yang Anda dapatkan akan lebih akurat, namun
sayangnya akan memakan banyak waktu dan budget.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah hasil perhitungan yang didapatkan tidak secara
langsung, melainkan mengambil dari sumber yang ada di buku, jurnal,
arsip, dan lain-lain. Pastikan sumber yang Anda gunakan untuk
mendapatkan data tepercaya dan akurat. Meskipun lebih menghemat uang
dan juga waktu, namun hasilnya masih tidak bisa dipercaya 100%. Jika
ada satu saja yang salah, maka mempengaruhi semua output yang sudah
Anda rangkum.

22
BAB VI
PENGUMPULAN DATA RUTIN DAN
SEWAKTU-WAKTU

Data dapat dikumpulkan dengan berbagai macam cara. Untuk


memudahkannya, kita akan mengelompokkan cara mengumpulkan data itu ke
dalam dua golongan, yaitu: (1) metode rutin, dan (2) metode sewaktu-waktu (non-
rutin). Pengumpulan data secara rutin dilakukan untuk data yang berasal dari unit
kesehatan. Data ini dikumpulkan atas dasar catatan atau rekam medik pasien/klien
baik yang berkunjung ke unit kesehatan maupun yang dilayani di luar gedung unit
pelayanan. Pengumpulan data secara rutin umumnya dilakukan oieh petugas unit
kesehatan. Akan tetapi pengumpulan data secara rutin juga dapat dilakukan oleh
masyarakat (kader kesehatan). Bentuk lain dari pengumpulan data secara rutin
adalah registrasi vital. Adapun pengumpulan data sewaktu-waktu umumnya
dilakukan melalui survei, survei cepat (kuantitatif atau kualitatif) dan studi-studi
khusus. Tidak ada satu pun cara pengumpulan data yang dapat mengumpulkan
semuadata untuk perencanaan dan manajemen kesehatan. Suatu Sistem Informasi
Kesehatan umumnya menggunakan kombinasi dari kedua cara yaitu baik metode
rutin maupun metode sewaktu-waktu. Alasannya adalah karena adanya perbedaan
sifat dan kegunaan dari data yang diperoleh dengan masing-masing metode
tersebut.
Pengumpulan data secara rutin umumnya diarahkan untuk mendapatkan
data yang berbasis pelayanan kesehatan dan data tentang mereka yang secara rutin
menggunakan pelayanan kesehatan tersebut. Di daerah di mana penggunaan
pelayanan kesehatan sangat rendah, pengumpulan data secara rutin biasanya sukar
dilaksanakan. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih paripurna tentang
masalah kesehatan yang dihadapi, diperlukan pengumpulan data dengan cara lain,
yaitu survei dan sejenisnya. Atau, pengumpulan data secara rutin diperluas
cakupannya sehingga meliputi data dari masyarakat. Data untuk angka kematian
misalnya, dapat diperoleh dari unit-unit kesehatan atau dan registrasi vital. Tetapi
kerapkali data untuk angka kematian itu diperoleh melalui penelitian prospektif
atau survei retrospektif terhadap penduduk. Secara nasional kita memiliki Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas),

23
Surve Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI), Sensus Penduduk (SP),
dan lain-lain.

6.1 Pengertian Pengumpulan Data Rutin dan Sewaktu-waktu


Fungsi manajemen yang akan menggunakan data dan jenis indikatornya
kerapkali menentukan bagaimana cara pengumpulan data yang paling tepat. Data
untuk memantau program kesehatan yang sedang berjalan lebih mudah dan lebih
efisien didapat dengan pengumpulan data secara rutin. Sedangkan data untuk
mengevaluasi dampak (derajat kesehatan, lingkungan sehat, perilaku sehat, dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan) akan lebih baik bila dikumpulkan sewaktu –
waktu. Namun demikian perlu diingat bahwa data yang sudah diperoleh melalui
pengumpulan data secara rutin dan sewaktu-waktu pun kerap kali tidak cukup
untuk memahami penyebab dari masalah-masalah kesehatan. Khususnya di
daerah Kabupaten/Kota. Biasanya orang lalu menambahinya dengan penyelidikan
secara informal atau mencari informasi kualitatif melalui diskusi dengan individu-
individu atau dengan kelompok-kelompok. Selain itu ditambah lagi dengan data
sekunder dan sektor-sektor lain terkait.
Pilihan cara pengumpulan data juga berkaitan dengan ciri-ciri tertentu dari
cara itu sendiri seperti misalnya kerumitan dan biayanya. Metode pengumpulan
data sewaktuwaktu seperti sensus atau survei dengan sampel besar umumnya
memerlukan biaya banyak, peralatan canggih, dan tenaga pelaksana yang terlatih.
Untuk melaksanakan pengumpulan data semacam ini Dinas Kesehatan mungkin
memerlukan bantuan teknis dari Perguruan Tinggi atau Departemen Kesehatan.
Cara apa pun yang digunakan, yang penting data yang dikumpulkan adalah data
yang memang benar-benar sesuai dengan kebutuhan informasi dan indikator.

6.2 Kaitan antara Pengumpulan Data Rutin dan Sewaktu-waktu


Sebagaimana telah disebutkan di atas, pengumpulan data secara rutin dan
pengumpulan data sewaktu-waktu haruslah saling mengisi. Penjelasannya adalah:
Untuk membantu para manajer kesehatan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
berbeda. Kerap kali metode sewaktu-waktu digunakan untuk menjajagi penyebab-
penyebab dan kekurangan atau kelemahan yang teridentifikasi dari pelaporan
rutin. Metode rutin dan metode sewaktu-waktu saling melangkapi dalam hal

24
sumber datanya. Metode rutin umumnya berbasis sarana/pelayanan kesehatan
dan mengumpulkan data dari sebagian masyarakat saja. Di daerah-daerah di mana
penggunaan sarana kesehatannya rendah, informasi yang didapat dari sistem
informasi yang berbasis sarana/pelayanan kesehatan saja akan sangat
menyesatkan (bias). Sebaliknya, metode sewaktu-waktu berbasis masyarakat,
sehingga dapat diungkap informasi tentang latar belakang sosial budaya
masyarakat, harapan-harapannya, perilakunya, dan lain-lain secara lebih lengkap.
Metode rutin dan metode sewaktu-waktu saling melengkapi dalam
kaitannya dengan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Instrumen yang digunakan dalam metode rutin digunakan untuk mengumpulkan
data dari sebagian masyarakat, yaitu mereka yang berkunjung ke unit-unit
kesehatan. Karena metode sewaktu-waktu digunakan untuk mengumpulkan data
dari keseluruhan masyarakat (walaupun secara sampling), maka dalam membuat
instrumennya harus diperhatikan juga instrumen yang digunakan dalam metode
rutin.
Melihat uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa hasil-hasil
pengumpulan data secara sewaktu-waktu harus diperbandingkan atau dipertautkan
dengan hasil-hasil pengumpulan data secara rutin. Jadi antara metode rutin dan
metode sewaktu-waktu tidak hanya pada tingkat pangkalan datanya, melainkan
juga sampai ke tingkat analisis dan penyusunan informasinya.

6.3 Pengumpulan Data Secara Rutin


1. Sumber Data
Pengumpulan data secara rutin dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis
berdasarkan sumber datanya, yaitu: (1) pengumpulan data unit kesehatan, (2)
pengumpulan data masyarakat, dan (3) pengumpulan data registrasi penduduk.
Memang terdapat tumpang-tindih di antara ketiga jenis pengumpulan data ini,
sehingga umumnya Sistem Informasi Kesehatan lalu menggunakan gabungan dari
ketiganya.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Mutu dan digunakan atau tidaknya data yang dikumpulkan secara rutin
sangat ditentukan oleh relevansi, kesederhanaan, dan tata-letak (layout) dari
instrumen pengumpulan datanya. Berikut ini akan kita bahas mengenai

25
perancangan formulir pengumpulan data dan penggunaannya, untuk digunakan
sebagai pertimbangan dalam meninjau kembali formulir-formulir pengumpulan
data yang telah ada (kartu status pasien/rekam medik, formulir SP2TP, formulir
SPRS, dan lain-lain).
a. Instrumen Untuk Data Manajemen Pasien/Klien
Instrumen untuk pengumpulan data pasien/klien dapat berbentuk berbagai
macam - selembar kertas, selembar kartu yang dicetak, sebuah buku, atau file
(worksheet) komputer. Apa pun bentuknya, tujuan utamanya adalah untuk
mencatat data yang dapat digunakan membantu para pemberi pelayanan
kesehatan dalam memberikan pelayanannya kepada pasien/klien.
b. Instrumen Untuk Data Manajemen Unit Kesehatan
Di tingkat manajemen unit kesehatan, data dikumpulkan dalam rangka
membantu staf unit kesehatan tersebut mengambil keputusan-keputusan
operasional. Keputusan-keputusan ini dapat dikelompokkan ke dalam dua
kategori, yaitu (a) keputusan yang berkaitan dengan manajemen
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, dan (b) keputusan yang berkaitan
dengan manajemen sumber daya. Karena itu, instrumen pengumpulan datanya
pun mengikuti penggolongan itu.
c. Instrumen Untuk Data Pelayanan Kesehatan
Tujuan utama dari pencatatan pelayanan kesehatan adalah untuk
mengumpulkan data bagi perencanaan dan manajemen pelayanan-pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan di unit kesehatan. Misalnya, data pelayanan
antenatal yang sudah diagregat dan dikombinasikan dengan data kependudukan
akan menghasilkan informasi tentang cakupan pelayanan antenatal. Atau hasil
olahan data pengobatan pasien dapat digunakan untuk membuat informasi
tentang sebaran geografis pasien. Selain itu, data pelayanan kesehatan juga
berguna bagi manajemen Sistem Kesehatan. Data ini diagregat dan dikirim
sebagai laporan ke tingkat adminstrasi kesehatan lebih tinggi (misalnya Dinas
Kesehatan Kabupaten). Atau petugas dari tingkat administrasi lebih tinggi
(misalnya Dinas Kesehatan Kabupaten) akan menggunakan agregat data itu
untuk mengetahui mutu pelayanan suatu unit kesehatan (misalnya Puskesmas)
pada saat melakukan supervisi dan bimbingan.

26
d. Instrumen Untuk Data Sumber Daya
Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang berbagai jenis
sumber daya, yaitu: tenaga, peralatan, bahan, alat transpor, obat dan vaksin,
serta dana. Hanya data yang memang diperlukan untuk pengambilan
keputusan yang sebaiknya dikumpulkan. Data sumber daya juga termasuk
data yang diperlukan untuk manajemen Sistem Kesehatan, sehingga agregatnya
perlu dikirim ke tingkat adminstrasi lebih tinggi. Bentuk catatan pelayanan
kesehatan yang paling umum dijumpai adalah Buku Register, di mana pasien
atau klien dicatat berurutan dalam hal nama dan ciri-ciri demografiknya
(misalnya usia dan jenis kelamin). Kemudian kolom-kolom berikutnya
disediakan untuk mencatat data bagi indikator pelayanan kesehatan seperti
kunjungan, diagnosis, status gizi, dan sebagainya.
e. Instrumen Untuk Data Manajemen Sistem Kesehatan
Sebagai bagian dari sistem informasi rutin berbasis unit/pelayanan kesehatan,
data untuk manajemen Sistem Kesehatan dapat diperoleh melalui dua sumber,
yaitu (a) melalui data agregat yang dilaporkan unit-unit kesehatan, dan (b)
melalui pengumpulan data primer. Data primer yang dimaksud di sini adalah
data yang dikumpulkan langsung oleh petugas-petugas dari Dinas Kesehatan
secara berkala sambil melakukan supervisi dan bimbingan.
3. Merancang Dan Melaksanakan Pengumpulan Data
Proses perancangan dan pelaksanaan pengumpulan data secara rutin dapat
ditempuh dalam tiga tahap, yaitu: (a) penetapan instiumen-instrumen
pengumpulan data yang diperlukan, (b) pembuatan format-format instrumen dan
pengujian, serta (c) penerapan instrumen-instrumen baru pengumpulan data.
6.4 Pengumpulan Data Sewaktu-Waktu
Terdapat berbagai metode untuk mengumpulkan data sewaktu-waktu.
Secara umum, metode-metode tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga
golongan, yaitu (1) kajian cepat atau "rapid assessment", (2) survei, dan (3)
surveilans demografik.

27
1. Kajian Cepat (Rapid Assessment)
Para manajer kesehatan dan pemberi pelayanan kesehatan harus memiliki
pengetahuan tentang tatanan sosio-budaya masyarakat di wilayah kerja
unit kesehatannya. Juga tentang perilaku sehat dari penduduk. Kesemuanya itu
diperlukan agar mereka dapat merancang dan melaksanakan pelayanan
kesehatan yang efektif. Dilema yang mereka hadapi adalah bahwa pencatatan
dan pelaporan rutin tidak memberikan informasi mendalam tentang perilaku
masyarakat yang diperlukan untuk meningkatkan "efektivitas" dari
intervensi-intervensi kesehatan. Sementara itu, penelitian-penelitian sosial -
baik sosiologi maupun antropologi - terlalu mahal untuk diselenggarakan dan
dan memakan waktu terlalu lama. Padahal para pengambil keputusan itu
menginginkan informasi yang relatif segera.
Oleh karena itu maka sejumlah ahli menyarankan diselenggarakannya
metode kualitatif secara sangat terfokus. Mereka menamakan metode itu kajian
cepat (rapid assessment). Contoh penggunaan dari metode ini adalah:
pengkajian terhadap risiko sosial dari penyakit-penyakit, pengkajian terhadap
persepsi masyarakat terhadap tindakan pencegahan, dan lain-lain. Kajian cepat
ini masih dapat diurai ke dalam berbagai metode lagi, yaitu observasi,
wawancara, diskusi kelompok fokus (focus group discussion), dan lain-lain.
Adapun ciri-ciri utama dari kajian cepat adalah: (a) jarak waktu yang
pendek antara pengumpulan data dan penyajian hasilnya, (b) digunakannya
kombinasi antara metode kualitatif dan metode kuantitatif, dan (c) orientasinya
kepada tindakan, sehingga para pengambil keputusan terlibat dalam
menentukan apa yang akan dikaji. Berikut ini disajikan secara ringkas
penjelasan tentang observasi, wawancara perorangan, dan diskusi kelompok
fokus.
1. Observasi
Pengamat-pengamat yang telah dilatih diminta untuk mengikuti interaksi antara
dua orang, biasanya antara pasien dengan pemberi pelayanan. Para pengamat ini
umumnya tidak ikut terlibat dalam interaksi, walaupun hanya sekedar bertanya
atau memberikan komentar.Observasi banyak digunakan untuk mengkaji mutu
pelayanan kesehatan. Praktek-praktek pelayanan kesehatan hasil pengamatan

28
dibandingkan dengan apa yang tercantum dalam standar pelayanan, baik dalam
aspek teknis medisnya maupun aspek kemanusiaannya (kepedulian). Observasi
juga dapat digunakan untuk mengkaji alur pasien dan waktu tunggu pasien di unit-
unit pelayanan kesehatan.
2. Wawancara Perorangan
Metode ini merupakan metode yang paling dekat dengan metode
antropologi yang baku. Individu-individu dipilih berdasar kriteria tertentu. Untuk
mendapatkan sebanyak-banyaknya variasi pengalaman mereka. Wawancara
biasanya diselenggarakan di tempat yang tidak asing bagi responden (orang yang
diwawancara). Di sini tidak digunakan daftar pertanyaan (kuesioner), dan
wawancara berlangsung secara bebas seperti percakapan biasa. Namun
demikian, pewawancara tetap harus memiliki pedoman wawancara yang
tersimpan dalam ingatannya, sehingga dapat membimbing percakapan kepada
issu-issu tertentu. Agar tidak kaku, pewawancara tidak sibuk mencatat, melainkan
merekam pembicaraan menggunakan tape recorder. Setelah selesai wawancara,
rekaman itu kemudian ditranskripsi (ditulis) dan dikode menurut konsep-konsep
yang dikaji.
3. Diskusi Kelompok Fokus
Diskusi Kelompok Fokus atau Focus Group Disccusion (FGD) melibatkan
sekelompok kecil orang (7-12 orang) yang menjadi sasaran pengkajian. Peserta
tidak dipilih secara acak (random) melainkan berdasar kriteria tertentu. Misalnya
mereka yang tidak pendiam dan senang berdiskusi, masing-masing diperkirakan
memiliki sudut pandang yang berbeda, dan lain-lain. Seorang fasilitator
menggunakan butir-butir issu yang telah ditetapkan merangsang para peserta
diskusi untuk menyampaikan pandangan-pandangan mereka dan membahasnya.
Fasilitator ini biasanya dibantu oleh seorang pencatat yang memperhatikan dan
mencatat hal-hal penting sesuai dengan pedoman pengkajian. Umumnya diskusi
tidak berlangsung lama, yaitu kira-kira satu setengah jam. Agar FGD berjalan baik
dan benar diperlukan pelatihan fasilitator dan pencatat. Fasilitator harus pandai-
pandai memandu jalannya diskusi, sehingga diskusi tidak didominasi oleh satu
atau dua orang saja. la juga tidak perlu terlalu kaku berpegang pada urutan butir-
butir issu yang menjadi pedomannya. Bilamana diskusi tentang suatu butir issu

29
menyinggung butir issu lain yang tidak berurutan, peluang itu tak boleh
dilewatkan. Fasilitator dapat segera mengajak peserta diskusi untuk membahas
butir issu tadi. Sebagaimana dengan wawancara, setelah selesai diskusi, hasil
pencatatan kemudian dikode menurut konsep-konsep yang dikaji.
4. Survei
Survei yang sering dilakukan di bidang kesehatan, yaitu (a) survei kesehatan
rumah tangga, dan (b) survei pengguna pelayanan kesehatan.
a. Survei Kesehatan Rumah Tangga
Survei ini merupakan pengkajian terhadap rumah tangga yang pemilihan
sampelnya dilakukan secara gabungan antara metode acak (random) dengan
metode mengikuti kriteria tertentu (purposive). Tujuannya adalah untuk
mengungkap berbagai aspek kesehatan dari keluarga, seperti kesakitan,
perilaku dalam mencari pertolongan kesehatan, dan pengeluaran keluarga
untuk kesehatan. Walaupun survei semacam ini dapat menghasilkan data yang
sangat tinggi validitas dan ketepatannya, tetapi memerlukan biaya yang
besar dan waktu penyelenggaraan yang lama. Karena merupakan data yang
diperoleh dari sampel, maka untuk menggeneralisasi hasilnya juga diperlukan
kecermatan. Sejak tahun 1972, Departemen Kesehatan telah melaksanakan
enam kali Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), yaitu pada tahun 1972,
1980, 1985/86, 1992, 1995, dan 2001. Dua SKRT terakhir dilakukan secara
terpadu dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang
diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). BPS juga mengumpulkan
data kesehatan dalam cakupan terbatas melalui Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) yang telah diselenggarakan sebanyak empat kali,
yaitu tahun 1991, 1994, dan 1997 dan 2003.
b. Survei Kesehatan Nasional
Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) adalah pengembangan dari SKRT,
yaitu pengintegrasian SKRT dengan Susenas dan SDKI. Surkesnas akan
diselenggarakan dalam siklus tiga tahunan, yaitu 2001, 2004, 2007, 2010, dan
seterusnya. Pengintegrasian dilakukan melalui pemakaian rancangan sampling
yang sama, penggunaan format instrumen (kuesioner) yang seragam, kolaborasi
dalam persiapan survei, pelatihan,pelaksanaan lapangan, dan pemanfaatan data.

30
Surkesnas akan melibatkan potensi Daerah dan diharapkan dapat digunakan
sebagai sarana advokasi dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan
kemampuan Daerah. Dengan demikian, model Surkesnas diharapkan dapat
memacu kemauan dan kemampuan Daerah untuk menyelenggarakan Survei
Kesehatan Daerah (Surkesda).
Tujuan umum Surkesnas adalah tersedianya data kesehatan berbasis
masyarakat (community based) untuk keperluan perencanaan, pemantauan, dan
penilaian program pembangunan kesehatan
c. Survei Pengguna Pelayanan Kesehatan
Survei pengguna pelayanan kesehatan atau biasa disebut juga survei
pemakai adalah alat yang cukup efisien untuk mengkaji persepsi dari sebagian
masyarakat yaitu mereka yang menggunakan pelayanan kesehatan. Survei ini
telah banyak digunakan dalam rangka mengetahui kepuasan konsumen terhadap
pelayanan kesehatan yang diterimanya dan persepsi mereka terhadap mutu
pelayanan tersebut. Penyederhanaan dari metode ini adalah dalam bentuk
penyediaan kotak-kotak keluhan/saran di unit-unit pelayanan kesehatan.
5. Surveilans Demografik
Dampak upaya kesehatan dapat dirumuskan sebagai menurunnya
kesakitan atau menurunnya fertilitas. Sebagai ukuran kesakitan dapat digunakan
morbiditas, seperti misalnya kejadian dan lama berlangsungnya penyakit, tingkat
ketidakmampuan akibat sakit; atau mortalitas seperti misalnya angka kematian
pada kelompok usia tertentu atau menurut penyebabnya. Sebagai ukuran fertilitas,
dampak dinyatakan dalam bentuk angka-angka fertilitas pada usia tertentu dan
angka fertilitas total sebagai ukuran tunggal (integrasi dari angka-angka fertilitas
usia tertentu). Kesemuanya itu dapat dikatakan sebagai estimasi terhadap derajat
kesehatan masyarakat.

31
BAB VII
DEFINISI INDIKATOR KESEHATAN, SYARAT INDIKATOR
KESEHATAN, JENIS INDIKATOR KESEHATAN

7.1. Defenisi indikator


Indikator adalah ukuran yang menggambarkan atau menunjukkan status
kesehatan sekelompok orang dalam populasi tertentu, misalnya angka kematian
bayi.

7.2. Syarat Indikator Kesehatan


Indikator kesehatan harus memenuhi persyaratan indikator secara umum
yaitu: simple (sederhana), measurable (dapat diukur), attributable (bermanfaat),
reliable (dapat dipercaya), dan timely (tepat waktu).
Hal lain yang harus diperhatikan dalam penentuan indikator adalah:
1. Indikator yang dihasilkan dari data yang tersedia dan berkualitas
2. Dipilih dengan memperhatikan masukan dari para ahli (expert
input.judgement) dan melalui proses yang partisipatif
3. Dirancang untuk dapat disebarluaskan kepada berbagai pihak yang
bervariasi (yang terkait)
4. Menggambarkan kondisi pada berbagai wilayah geografis
Hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan indikator baru yaitu :
1. Penetapan indikator kesehatan nasional mengacu pada indikator kesehatan
global
2. Penetapan indikator kesehatan provinsi/kabupaten/kota mengacu pada
indikator kesehatan nasional
3. Penetapan indikator kesehatan nasional melalui pertimbangan Tim SIK
Nasional
4. Penetapan indikator kesehatan provinsi/kabupaten/kota melalui Tim SIKDA

7.3 Jenis Indikator Kesehatan

Indikator Kesehatan menurut Indonesia Sehat 2010 dari Depkes RI


tahun 2003 terdiri dari 3 indikator, yaitu:

32
a. Indikator derajat kesehatan yang merupakan hasil akhir, terdiri atas
indikator angka- angka mortalitas, angka-angka morbiditas, dan indikator
status gizi
b. Indikator Hasil Antara, terdiri atas indikator keadaan lingkungan,
indikator perilaku hidup masyarakat, dan indikator akses dan mutu
pelayanan kesehatan
c. Indikator Proses dan Masukan, terdiri atas indikator pelayanan kesehatan,
indikator sumber daya kesehatan, dan indikator manajemen kesehatan serta
indikator kontribusi sektor-sektor terkait.

33
BAB VIII
BENTUK INDIKATOR, PERTIMBANGAN DALAM MENETAPKAN
INDIKATOR, BERBAGAI CONTOH INDIKATOR KESEHATAN
8.1 Bentuk Indikator
Bentuk-bentuk indikator taitu angka absolute, angka rata-rata
(mean,median,modus), presentase/proporsi, rasio, rate, angka komposit atau
indeks.
8.2 Pertimbangan dalam menetapkan Indikator
Hal lain yang harus diperhatikan dalam penentuan indikator adalah:
1. Indikator yang dihasilkan dari data yang tersedia dan berkualitas
2. Dipilih dengan memperhatikan masukan dari para ahli (expert
input.judgement) dan melalui proses yang partisipatif
3. Dirancang untuk dapat disebarluaskan kepada berbagai pihak yang
bervariasi (yang terkait)
4. Menggambarkan kondisi pada berbagai wilayah geografis
8.3 Contoh Indikator Kesehatan
1. AKI (Angka kematian ibu )

Bermanfaat untuk pengembangan program


peningkatan kesehatan reproduksi,terutama pelayanan kehamilan dan
membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy
safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu olehtenaga
kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan
komplikasi kehamilan,penyiapan keluarga dan suami siaga dalam
menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi
Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.
2. AKB (angka kematian bayi )

Manfaatnya untuk mengetahui gambaran tingkat permasalah


kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian
bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gi!i ibu hamil, tingkat
keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungandan
sosial ekonomi.

34
3. AKABA (angka kematian balita )
Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup
anak dan mereeksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak$anak
bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. Akaba kerap
dipakai untuk mengidenti%kasi kesulitan ekonomi penduduk & (usia
harapan hidup). Manfaat mengetahui angka harapan hidup adalah untuk
menentukan tingkat kemakmuran penduduk dalam suatu daerah atau
negara.

35
BAB IX
JENIS INDIKATOR KESEHATAN DI INDONESIA DILIHAT DARI
INDIKATOR INPUT, PROSES DAN OUTPUT

9.1 Indikator Kinerja Input

Indikator ini mengukur jumlah sumberdaya seperti anggaran (dana),


SDM, peralatan, material, dan masukan lainnya yang dipergunakan untuk
melaksanakan kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumberdaya dapat
dianalisis apakah alokasi sumberdaya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana
strategis yang ditetapkan.
Contoh:
a. Jumlah dana yang dibutuhkan
b. Tenaga yang terlibat
c. Peralatan yang digunakan
d. Jumlah Bahan yang digunakan

9.2. Indikator Kinerja Proses

Dengan membandingkan keluaran dapat dianalisis apakah kegiatan


yang terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator Keluaran dijadikan landasan
untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan
sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karena itu
indikator ini harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi.
Contoh:

a. Jumlah jasa/kegiatan yang direncanakan


 Jumlah orang yang diimunisasi / vaksinasi
 Jumlah permohonan yang diselesaikan
 Jumlah pelatihan / peserta pelatihan
 Jumlah jam latihan dalam sebulan
b. Jumlah barang yang akan dibeli/dihasilkan

Jml pupuk/obat/bibit yang dibeli


1. Jumlah komputer yang dibeli
2. Jumlah gedung /jembatan yg dibangun meter panjang

36
3. jalan yang dibangun/rehab

9.3. Indikator Kinerja Outcome

Pengukuran indikator Hasil seringkali rancu dengan pengukuran


indikator Keluaran. Indikator outcome lebih utama daripada sekedar output.
Walaupun produk telah berhasil dicapai dengan baik belum tentu secara
outcome kegiatan telah tercapai. Outcome menggambarkan tingkat pencapaian
atas hasil lebih tinggi yang mungkin menyangkut kepentingan banyak pihak.
Dengan indikator outcome instansi dapat mengetahui apakah hasil yang telah
diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat.

37
BAB X
OBJEK SISTEM INFORMASI KESEHATAN
(USER, KOMPONEN SISTEM, IDENTIFIKASI MASALAH)

Objek adalah merupakan sebuah entitas yang dapat menyimpan


informasi dan menawarkan sejumlah operasi untuk mengevaluasi maupun
mempengaruhi keadaan entitas itu sendiri. Sebuah objek ditandai dengan
sejumlah operasi dan sebuah state / informasi yang mengingat akibat / efek dari
operasi tersebut. objek mempunyai arti kombinasi daridata logic yang
mewakilkan entitas baik secara fisik, konsep ataupun secara peranti lunak.
Defenisi yang formal dari objek adalah sebuah konsep, abstraksi atau sesuatu
yang diberi batasan jelas dan dimaksudkan untuk sebuah aplikasi. Ciri–ciri objek
dalam lingkup teknologi informasi:
1. Setiap objek memiliki suatu identitas, atau informasi individual yang unik,
disebut dengan atribut. Contohnya; seorang mahasiswa mempunyai atribut
NIM, dan setiap mahasiswa mempunyai NIM masing–masing, sehingga ini
merupakan suatu identitas yang unik.
2. Objek dapat melakukan suatu operasi ( behavior).
3. Objek dapat dikomposisikan menjadi bagian–bagian yang terpartisi yang
dinyatakan dalam hubungan agregat.

38
BAB XI
FORMAT PENCATATAN DAN PELAPORAN DALAM SISTEM
INFORMASI KESEHATAN

11.1 Pencatatan Dan Pelaporan Dalam Kesehatan Masyarakat

1. Pencatatan adalah kegiatan atau proses pendokumentasian suatu


aktivitas dalam bentuk tulisan. Pencatatan dilakukan diatas kertas,disket,
pita nama dan pita film. Bentuk catatan dapat berupa tulisan, grafik,
gambar dan suara . Sedangkan setiap kegiatan yang dilakukan diakhiri
dengan pembuatan laporan. Laporan adalah catatan yang memberikan
informasi tentang kegiatan tertentu dan hasilnya yang disampaikan ke
pihak yang berwenang atau berkaitan dengan kegiatan tersebut.
2. Sistem Pencatatan secara umum terbagi dalam 2 bagian :
1. Sistem Pencatatan Tradisional adalah system pencatatan yang
memiliki catatan masing-masing dari setiap profesi atau petugas
kesehatan, dimana dalam sistem ini masing-masing disiplin ilmu
(Dokter, Bidan, Perawat, Epidemiolog, Ahli Gizi dsb) mempunyai
catatan sendiri – sendiri secara terpisah.
2. Pencatatan Non-Tradisional adalah Pencatatan yang berorientasi
pada Masalah (Problem Oriented Record /POR). Keuntungan system
ini adalah kerjasama antar tim kesehatan lebih baik dan menunjang
mutu pelayanan kesehatan secara
3. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat pula disimpulkan bahwa
pencatatan dan pelaporan merupakan :
1. Suatu kegiatan mencatat dengan berbagai alat/media tentang data
kesehatan yang diperlukan sehingga terwujud tulisan yang bias
dibaca dan dapahami isinya.
2. Salah satu kegiatan administrasi kesehatan yang harus dikerjakan.
3. Dan dipertanggungjawabkan oleh petugas kesehatan.
4. Kumpulan Informasi kegiatan upaya pelayanan kesehatan
yang berfungsi sebagaialat/sarana komunikasi yang penting antar
petugas

39
4. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas mencakup 3 hal:

1. pencatatan, pelaporan, dan pengolahan;


2. analisis; dan
3. pemanfaatan.

5. Frekuensi pelaporan sebagai berikut:

1. Laporan bulanan mencakup data kesakitan, gizi, KIA, imunisasi,


KB, dan penggunaan obat-obat.
2. Laporan tribulanan meliputi kegiatan puskesmas antara lain
kunjungan puskesmas, rawat tinggal, kegiatan rujukan puskesmas
pelayanan medik kesehatan gigi.
3. Laporan tahunan terdiri dari data dasar yang meliputi fasilitas
pendidikan, kesehatan lingkungan, peran serta masyarakat dan
lingkungan kedinasan, data ketenagaan
6. Metode Penelitian Dalam Pencatatan Dan Pelaporan Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif, dengan rancangan studi kasus
dengan menggunakan metode kualitatif, maksudnya adalah untuk
menggali informasi sebanyak-banyaknya dan secara detail pada proses
pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan puskesmas.
7. Manfaat pencatatan adalah sebagai berikut :

1. Memberi informasi tentang keadaan masalah atau kegiatan


2. Sebagai bukti dari suatu kegiatan atau peristiwa
3. Bahan proses belajar dan bahan penelitian
4. Sebagai pertanggungjawaban
5. Bahan pembuatan laporan
6. Perencanaan, pelaksaan, dan evaluasi
7. Bukti hukum
8. Alat komunikasi dalam penyampaian pesan serta mengingatkan
kegiatan peristiwa khusus.
8. Bentuk pencatatan berdasarkan isi meliputi :

1. Catatan tradisional: berisi hal-hal yang didengar dan dilakukan oleh


pencatat secara tidak sistematis, tidak lengkap dan biasanya berupa
40
catatan harian.
2. Catatan sistematis: menggambarkan pola keadaan, masalah dan
langkah pemecahan masalah.
9. Macam-macam Pencatatan Model naratif Naratif adalah model lama,
tradisional yang paling fleksible. Sistem pencatatan naratif cara
penulisannya mengikuti dengan ketat urutan kejadian atau kronologis.
10. Pengelolaan
Pencatatan Semua kegiatan pokok baik didalam maupun diluar gedung
puskesmas, puskesmas pembantu, dan bidan didesa harus dicatat. Untuk
memudahkan dapat menggunakan formulir standar yang ditetapkan dalam
SP2TP. Jenis formulir standar yang digunakan dalam pencatatan adalah
sebagai berikut: Rekam Kesehatan Keluarga (RKK), kartu rawat jalan,
kartu indeks penyakit, kartu ibu, kartu anak, KMS balita, anak sekolah,
KMS ibu hamil, KMS usia lanjut (USILA) Register.
11. Adapun kriteria system pencatatan data kesehatan yang baik :

Pencatatan Harus Sistematis, Jelas, Ringkas dan mengacu pada


responpasien terhadap kejadian penyakit atau intervensi yang
diberikan. Ditulis dengan Baik dan menghindari kesalahan. Tepat
Waktu, ditulis segera setelah tindakan/kegiatan dilakukan. Ditulis secara
Terperinci mencakup What, Why, When, Where, Whoand How
Menghindari kata-kata yang sulit diukur Mencantumkan nama jelas dan
tanda tangan setelah melakukan pencatatan.
12. Pelaporan Laporan Lisan
1. Kelemahan: Kemungkinan yang dilaporkan hanyalah hal-hal yang
baik-baik saja dan bersifat subyektif.
2. Keuntungan: Hasil dari kegiatan/intervensi yang telah
dilakukandandata yang telah terkumpul dapat segera ditindaklanjuti
dalamwaktu yang lebih cepat.

41
BAB XII
METODE EKSPLORASI (HEALTH METRIC NETWORK/HMN)

Health Metrics Network (HMN) merupakan assessment tool yang


digunakan untuk menilai atau mengevaluasi sistem informasi kesehatan di suatu
daerah atau negara. Pada kesempatan ini kami mencoba melakukan penilaian
terhadap sistem informasi kesehatan di Kabupaten Timor Tengah Utara,
Propinsi Nusa Tenggara Timur. Tentunya ini hanya merupakan simulasi karena
apa yang kami nilai, hanya berdasarkan pengamatan atau pengalaman tanpa
didukung dengan data yang memadai. Momentum ini memang digunakan
sebagai suatu ajang pembelajaran tentang bagaimana menilai sistem informasi
kesehatan disuatu daerah dengan pendekatan HMN.
1. Resources
Hasil penilaian terhadap resources (sumber daya) yang meliputi aspek
policy and planning, HIS institutions, human resources and
financing, dan HIS infrastructure.
2. Indicators
Penilaian terhadap indikator –indikator yang dijadikan pedoman dalam
pelayanan kesehatan seperti SPM, MDGs. Hasil yahg diperolah adalah
sebesar 40 %.
3. Data Sources
Dengan metode HMN, penilaian dilakukan juga untuk mengetahui sumber
data Sistem Informasi Kesehatan yang meliputi : Census, vital statistics,
population-based surveys, health and disease records, health service
records, recource records. Aspek yang dinilai meliputi contents, capacity
andpracties, dessimination, integrationanduse. Dari hasil penilaian yang
dilakukan diperoleh gambaran sebagai berikut, aspek contents (
ketersediaan data, isi, dsb) population-based surveys mendapat penilaian
78% (highly adequate), sedangkan paling rendah adalah recource
records 42%. Aspek capacity and practies juga menempatkan population-
based surveys pada posisi tertinggi 83%. Sedangkan bila ditinjau dari
segi dessemination (dilaporkan secara rutin dan teratur, mengikuti standar
atau etika) menempatkan vital statistics pada posisi tertinggi (100%),

42
sementara dari aspek integration and use, (laporan memberikan
informasi yang lengkap, sistematik, tepat waktu dsb) census
memperolehnilai100%.Secara keseluruhan ( total ) mengenai sumber data
sistem informasi kesehatan census menempati posisi tertinggi yakni 60%.
Sementara health and disease records mencapai 53% dan health service
records memperoleh angka 50.
DAFTAR PUSTAKA

Jogiyanto H. Analisis dan Desain Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi, 1999.

Sauerborn R and Lippeveld T. Introduction in : Lippeveld T. (ed). Design and


Implementation of Health Information Systems. Geneva : WHO, 2000.

Hartono B., Wandaningsih. Konsep Dasar Sistem Informasi Kesehatan dalam :


Medika No. 11 Tahun 17, November 1991. Jakarta : 1991.

Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional 2004. Jakarta: Depkes RI, 2004.

Depkes RI. Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional


(SIKNAS). Jakarta: Depkes RI, 2002.

Depkes RI. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS), Buku 1: Konsep


Dasar SIMPUS. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1997.

Depkes RI. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS), Buku 3:


Pengolahan dan Pemanfaatan Data SP2TP. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI, 1997.

Budiyanto E. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS.


Yogyakarta: Andi Offset, 2002.

Depkes RI. Sistem Informasi Geografis (SIG). Jakarta: Departemen Kesehatan RI


Ditjen P2M & PL, Tanpa tahun.

WHO. Developing health management information systems: a practical guide for


developing countries. Geneva: WHO, 2004.

43

Anda mungkin juga menyukai