Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN 2
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT
Rekristalisasi & Titik Leleh

Disusun Oleh:

Nama : Aulia Nurul Rahim


NPM : 10060320154
Tanggal Percobaan : 9 Februari 2022
Tanggal Laporan : 16 Februari 2022
Nama Asisten : Nabila. S,Farm.

LABORATORIUM FARMASI UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2022 M / 1443 H
PERCOBAAN 2

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT

REKRISTALISASI & TITIK LELEH

I. Tujuan Percobaan
1. Melakukan kalibrasi termometer dengan cara panas
2. Memisahkan asam benzoat dalam air dengan cara rekristalisasi
3. Melakukan pemurnian kamper dari zat pengotor dengan cara sublimasi
4. Melakukan pemurnian asam benzoat dan kamper dengan cara uji titik leleh

II. Prinsip Percobaan


1. Melakukan kalibrasi skala 100oC dengan cara menempatkan termometer pada
uap air mendidih untuk melihat apakah termometer bisa mencapai suhu titik
didih air, sehingga dapat dilihat termometer layak pakai atau tidak.
2. Rekristalisasi yaitu pemisahan/pemurnian berdasarkan perbedaan kelarutan
zat padat yang akan dimurnikan pada kelarutan zat pengotor dengan pelarut
dan suhu tertentu.
3. Sublimasi yaitu pemisahan/pemurnian berdasarkan perbedaan tekanan uap
antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya.
4. Uji tetek leleh yaitu uji yang dilakukan berdasarkan keadaan kesetimbangan
pada 1 atm antar fasa padat dan fasa cair.

III. Teori Dasar


3.1 Termometer
Termometer adalah alat untuk mengukur suhu, yang dapat digunakan dalam
berbagai bidang, seperti bidang medis, industri, penelitian ilmiah, maupun studi cuaca.
Termometer berisi air raksa atau alkohol adalah yang umum digunakan. Termometer
alkohol kemampuannya terbatas karena tidak dapat mengukur suhu tinggi, akibat titik
didihnya hanya 78°C. sedangkan termometer air raksa sifatnya konstan, karena
perubahan volume kenaikan maupun penurunan suhu hampir selalu sama (Weller,
2005).
Termometer merupakan alat yang seringkali digunakan untuk mengukur suhu.
Termometer banyak jenisnya, ada yang manual dan ada yang digital. Termometer
yang sering digunakan yaitu termometer yang terbuat dari kaca dan menggunakan air
raksa di dalamnya. Pada tahun 2017, World Health Organization atau WHO
mempunyai rencana untuk mengganti 70% termometer manual kaca menggunakan
termometer digital, karena termometer yang berisikan air raksa yang berbahaya jika
termometer tersebut pecah. Ketika termometer ini pecah, termometer akan
mengeluarkan merkuri yang berbahaya dan merupakan suatu neurotoxin kuat yang
dapat menyebar melalu udara dan perairan. Kontak langsung dengan merkuriyang
menguap ini dapat merusak otak, ginjal, jantung, juga paru-paru (Nusi, 2013).
Termometer dapat dibedakan menjadi termometer cairan, termometer gas,
termometer zat padat, termokopel, dan pirometer (Pauliza, 2008).
1. Termometer cairan, contohnya adalah termometer raksa dan termometer
alkohol. Termometer raksa terbuat dari kaca yang di dalamnya terdapat pipa
mengandung raksa, memiliki skala celcius. Di dalam pipa termometer, raksa
akan memuai jika dipanaskan dan mendorong kolom raksa keluar menuju pipa
kapiler. Termometer alkohol lebih murah dibanding termometer raksa, namun
titik didihnya rendah (hanya 78ºC).
2. Termometer gas, terdiri dari termometer yang konstan volume gas dan tekanan
gasnya, dan termometer yang konstan tekanan gasnya namun volume gasnya
dijadikan sifat termometrik.
3. Termometer zat padat, yang menggunakan perubahan hambatan logam
konduktor (termometer hambatan), menggunakan kawat platina halus yang
terlilit pada mika lalu berada dalam tabung perak tipis tahan panas.
4. Termokopel, yaitu sensor suhu yang sering digunakan untuk mengganti
perbedaan suhu dalam benda menjadi voltase (perubahan tegangan listrik).
5. Pirometer, yaitu alat ukur suhu yang mampu mengukur suhu sangat tinggi
(>1000ºC). Prinsipnya adalah dengan mengukur radiasi yang dipanaskan oleh
material tersebut.
3.2 Kalibrasi
Untuk dapat mengkuantitatifkan hasil pengukuran suhu dengan menggunakan
termometer maka diperlukan angka-angka dan skala-skala tertentu. Penetapan skala
yang ditentukan dilakukan dengan kalibrasi termometer. Penetapan skala yang
terpenting alah penetapan titik teteap bawah dan titik tetap atas sebagai titik acuan
pembuatan skala-skala dalam termometer. Untuk penetapan titik tetap bawah sebuah
termometer pada umumnya dipilih titik beku aquadest pada tekanan normal, yaitu
suhu campuran antara es dan aquadest pada tekanan normal. Kemudian untuk
penetapan titik tetap atas umumnya dipilih titik didih aquadest, yaitu suhu ketika
aquadest mendidih pada tekanan normal (Supu, 2016).
Kalibrasi yaitu cara verifikasi untuk memastikan keakuratan alat ukur sesuai
dengan rancangannya. Prosesnya yaitu dengan membandingkan suatu standar yang
terkait standar acuan nasional atau internasional. Langkah yang dilakukan adalah
meletakkan silinder termometer pada air yang mencair dan saat seluruh air mencair,
tandai poin termometer. Poin ini merupakan poin titik beku air. Saat seluruh air
mendidih, tandai poin termometer dengan cara yang sama. Lalu, panjang dua poin
tersebut dibagi menjadi seratus bagian yang sama (Young & Freedman, 2002).
Tujuan kalibrasi adalah menentukan deviasa atau penyimpangan kebenaran nilai
konvensional penunkukkan suatu instrumen ukur, menjamin hasil-hasil pengukuran
sesuai dengan standar nasional maupun internasional. Manfaat kalibrasi ini adalah
menjaga kondisi instrumen ukur dan bahan ukur tetap sesuai dengan spesifikasinya
(Fatimah, 2003).
3.3 Pemisahan dan Pemurnian
Dalam prosesnya, ada beberapa teknik untuk melakukan pemisahan, yaitu filtrasi,
dialisis, kromatografi, sentrifugasi, destilasi, sublimasi, rekristalisasi, pengendapan,
elektrokimia, dan ekstraksi. Teknik pemisahan dapat dibagi ke dalam beberapa macam
berdasarkan ukuran, massa dan densitas, pembentukan kompleks, perubahan fisika,
perubahan kimia, dan pembagian antar fasa (Zackiyah, 2014).
Untuk kelompok pemisahan berdasarkan ukuran, dapat dilakukan teknik filtrasi,
dialisis, dan kromatografi size-ksklusi. Untuk kelompok pemisahan berdasarkan
massa atau densitas, dapat dilakukan teknik sentrifugasi. Untuk kelompok pemisahan
berdasarkan pembentukan kompleks dapat dilakukan teknik masking. Untuk
klasifikasi berdasarkan perubahan keadaandapat digunakan teknik sublimasi,
kristalisasi, dan destilasi. Dan untuk klasifikasi berdasarkan pastisi antarfasa dapat
dilakuka teknik ekstraksi (Zackiyah, 2014).
Ketika akan memisahkan sebuah campuran, ada prinsip yang harus diperhatikan,
yaitu pemisahan campuran didasarkan pada perbedaan sifat fisika zat penyusunnya,
antara lain wujud zat, ukuran partikel, titik leleh, titik didih, sifat magnetik, dan
kelarutan. Sedangkan untuk metode pemisahan campuran yang dapat dilakukan antara
lain proses penyaringan (filtrasi), sentrifugasi, sublimasi, kromatografi, dan destilasi.
Manfaat pemisahan campuran dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
untuk proses penjernihan air, pemisahan garam dengan air laut, dan analisis logam
berat (Riwahyuningsih, 2017).
Teknik pemurnian yang dilakukan dalam percobaan kali ini adalah rekristalisasi
dan sublimasi. Rekristalisasi digolongkan sebagai salah satu teknik pemisahan dan
pemurnian yang paling efisien. Tujuan dari proses rekristalisasi adalah menghasilkan
produk kristal yang berkualitas dan bebas dari zat pengotornya (Umam, 2019).
Pemurnian pun dapat dilakukan dengan proses sublimasi, yaitu proses yang
menggunakan tekanan dan panas untuk mengubah benda yang berwujud padat
menjadi gas (Young & Freedman, 2002).
3.4 Kristalisasi dan Rekristalisasi
Kristalisasi merupakan sebuah peristiwa pembentukan partikel-partikel zat padat
didalam suatu fase homogen. Kristalisasi dapat terjadi sebagai pembentukan partikel
padat dalam uap, seperti dalam pembentukan salju sebagai pembekuan (Solidification)
didalam lelehan cair. Pada prinsipnya kristalisasi terbentuk melalui dua tahap yaitu,
nukleasi atau pembentukan inti Kristal dan pertumbuhan Kristal. Factor pendorong
untuk laju nukleasi dan laju pertumbuhan Kristal ialah supersaturasi. Baik nukleasi
maupun pertumbuhan tidak dapat berlangsung didalam larutan jenuh atau tak jenuh.
Inti Kristal dapat terbentuk dari berbagai jenis partikel, molekul, atom atau ion. Karena
adanya gerakan dari partikel-partikel tersebut, beberapa partikel mungkin membentuk
suatu gerombol atau klaster, klaster yang cukup banyak membentuk embrio pada
kondisi leat jenuh yang tinggi embrio tersebut membentuk inti Kristal (Pinalia, 2011).
Langkah pertama dalam kristalisasi yaitu pembentukan inti kristal. Inti kristal
merupakan partikel- partikel kristal yang bentuknya sangat kecil, yang akan terbentuk
secara spontan sebagai akibat dari keadaan larutannya yang lewat jenuh (pendinginan
super (super cooling) dari lelehan). Inti kristal ini dapat dihasilkan dengan cara kristal-
kristal yang berada dalam alat kristalisasi diperkecil atau pada larutan lewat jenuh
ditambahkan benih kristal. Hal terakhir ini harus dilakukan apabila tidak terbentuk inti
kristal dalam larutan yang lewat jenuh atau apabila kristalisasi dipengaruhi oleh
jumlah serta besar benih kristal yang diberikan (Svehla, 1989).
Selama pengendapan ukuran dari kristal yang terbentuk tergantung pada dua faktor
yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju
pembentukan inti tinggi maka kristal yang terbentuk akan banyak, tetapi harus dalam
bentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti
tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Jika semakin tinggi derajat lewat
jenuh, maka semakin besar kemungkinan untuk membentuk inti yang baru, jadi laju
pembentukan inti semakin besar. Laju pertumbuhan kristal merupakan salah satu
faktor lain yang dapat mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama
pengendapan berlangsung. Jika laju pertumbuhan kristal tinggi, maka akan terbentuk
kristal-kristal yang besar yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1989).
Rekristalisasi merupakan proses lanjutan dari kristalisasi. Rekristalisasi merupakan
suatu metode pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan material yang ada.
Jika kristalisasi (dalam hal ini hasil kristalisasi) memuaskan, rekristalisasi hanya
bekerja apabila digunakan pada pelarut dengan suhu kamar, tetapi dapat lebih larut
pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan agar zat tidak murni dapat menerobos
kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni. Prinsip dari rekristalisasi
adalah proses pembentukan kembali kristal dari padatan yang dilarutkan dalam pelarut
yang cocok. Kristal dari padatan yang dilarutkan dapat dilakukan dengan pemanasan
yang didasari berdasarkan perbedaan titik didih yang mana zat lain (pengotor) akan
menguap terlebih dahulu dan zat yang akan dikristalkan akan mengendap atau
pemurnian dengan perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan
kelarutan zat pencampurnya (Fessenden, 1983).
Pemilihan pelarut merupakan hal yang penting dalam rekristalisasi. Beberapa
persyaratan suatu pelarut dapat dipakai dengan proses rekristalisasi antara lain,
memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar antara zat yang dimurnikan
dengan zat pengotor, tidak meninggalkan zat pengotor pada Kristal, mudah dipisahkan
dari Kristal, bersifat inert (tidak mudah bereaksi dengan Kristal) (Svehla, 1989).
Pemilihan pelarut untuk rekristalisasi pada umumnya didasarkan pada kemiripan
sifat fisikokimia antara pelarut dan zat utama (yang akan dimurnikan), di antaranya
adalah sifat kepolaran di mana antara keduanya haruslah berdekatan. Beberapa kriteria
yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi pelarut rekristalisasi adalah sebagai berikut
(Kristanti, 2019):
1. Pelarut tidak mengadakan reaksi kimia dengan padatan yang akan dimurnikan
2. Kelarutan padatan harus tinggi dalam pelarut pada keadaan panas dan harus
rendah pada keadaan dingin.
3. Pengotor organik harus dapat larut dalam pelarut pada keadaan dingin
sehingga pengotor akan tetap tinggal dalam larutan pada sat pembentukan
kristal.
Beberapa jenis pengotor yang sebelumnya bercampur dengan padatan sebelum
rekristalisasi adalah sebagai berikut (Kristanti, 2019):
1. Pengotor yang tidak larut dalam pelarut panas. Pengotor ini dapat dihilangkan
dengan melakukan penyaringan larutan dalam keadaan panas.
2. Pengotor yang larut dalam pelarut panas dan tetap tinggal sebagian dalam
pelarut yang sudah dingin. Pengotor ini dapat dihilangkan dengan penyaringan
akhir saat kristal telah terbentuk.
3. Pengotor yang sangat larut dalam pelarut panas dan sedikit larut dalam pelarut
dingin. Pengotor ini akan menyebabkan proses rekristalisasi terganggu dan
menyebabkan hasil kristal di akhir menjadi tidak murni.
Berikut alat rekristalisasi :

3.5 Sublimasi

Sublimasi adalah proses perubahan zat dari fasa padat menjadi uap , dan uap
dikondensasi langsung menjadi padat tanpa melalui fasa cair. Pada proses sublimasi,
senyawa padat apabila dipanaskan akan menyublim, langsung terjadi perubahan dari
padat menjadi uap tanpa melalui fasa cair terlebih dahulu (Basset, 1994).

Sublimasi merupakan perubahan wujud zat dari padat ke gas atau dari gas ke padat.
Bila partikel penyusun suatu zat padat diberikan kenaikan suhu, maka partikel tersebut
akan menyublim menjadi gas, sebaliknya apabila suhu gas tersebut diturunkan maka gas
akan segera berubah wujud menjadi padat (Svehla, 1989).

Metode sublimasi dapat digunakan untuk memisahkan atau memurnikan zat-zat


yang dapat menyublim seperti kamfer, iodin, kafein, dan naftalena. Contoh dari
campuran yang dapat dipisahkan dengan teknik sublimasi yaitu campuran pasir dan
kapur barus. Sublimasi merupakan suatu proses yang cukup eksak dan mirip seperti
destilasi dengan pengecualian senyawa-senyawa padat menggunakan senyawa-senyawa
cair. Proses sublimasi selalu menggunakan pendinginan udara, kondensasi, dan
penguapan (Lazuardi, 2019).

3.6 Titik Leleh

Titik leleh adalah temperatur dimana zat padat berubah wujud menjadi zatcair
pada tekanan satu atmosfer. dengan kata lain titik leleh merupakan suhu ketika fase
padat dan cair sama-sama berada dalam kesetimbangan. Titik leleh zat padat adalah
suatu zat padat tidak mengalami perubahan yang berarti dengan adanya perubahan
tekanan. Titik leleh senyawa organik mudah untuk diamati sebab temperatur dimana
pelelehan mulai terjadi hampir sama dengan temperatur dimana zat telah habis meleleh
(Syukri, 2007).

Titik Leleh suatu padatan adalah suhu pada saat fasa padat dan cair berada dalam
kesetimbangan. Titik leleh normal suatu zat adlah titik leleh yang diukur pada tekanan
1 atm. Biasanya kita menghilangkan kata normal dalam merujuk titik leleh zat pada
tekanan 1 atm (Chang, 2004).

IV. MSDS
4.1 Asam benzoat : padat bewarna putih, pH 2,8 pada 25˚C, sukar larut dalam air, mudah
larut dalam etanol, klorofom dan eter, titik lebur/titik beku 122,4˚C, titik didih 249,2˚C
pada 1.013,25 hPa.
4.2 Aquadest : cair tidak bewarna, tidak berbau, pH netral, larut sepenuhnya dalam air,
titik lebur 0˚C, titik didih 100˚C pada 1.013 hPa, tekanan uap 23 hPa pada 20˚C.
4.3 Kamper : bewarna putih padat, berbau khas, kelarutan dalam air 1,5373 g/lpada 25˚C,
titik lebur/titik beku 180˚C, titik didih 204˚C pada 1.013 hPa, titik nyala 64,4˚C cawan
tertutup. Tekanan uap 0,8 hPa pada 25˚C.
4.4 Karbon Aktif : padatan bubuk hitan atau batir, bewarna hitam, tidak ada bau, tidak
dapat larut dalam air.

V. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam pecobaan ini adalah Batu didih, buchner dengan
suction, bunsen, cawan porselein, erlenmeyer dan corong, gelas kimia, gelas ukur,
kaca arloji, kaca pengaduk dan asbes, klem, spatel, tabung reaksi, termometer,
dan timbangan.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquadest,
asam benzoat, carbon aktif, es batu, kamper, kertas perkamen, kerta ssaring, dan
pipa kapiler.
VI. Prosedur Percobaan
6.1 Kalibrasi Termometer
Pada percobaan yang pertama dicatat terlebih dahulu suhu termometer sebelum
dikalibrasi. Kemudian aquadest dimasukan ke dalam tabung reaksi, dimasukan juga
sedikit batu didih. Lalu dipanaskan hingga mendidih. Ketika akan mengkalibrasi,
termometer diposisikan di atas uap air yang mendidih dan tidak tercelup ke dalam air
panas. Perubahan skala termometer kemudian diamati dan dicatat ketika suhu tidak
turun ataupun naik selama kurang lebih 10-15 detik.
6.2 Rekristalisasi Asam Benzoat dalam Air
Ditimbang sebanyak 2 gram asam benzoat kotor, lalu dimasukkan kedalam gelas
kimia 100 mL berisi aquadest yang telah dipanaskan, kemudian diaduk sambil
dipanaskan diatas kasa asbes. Asam benzoat yang telah larut ditambahkan sebanyak
0,5 gram karbon charcoal lalu diaduk hingga homogen. Setelah homogen disiapkan
corong penyaring yang dilengkapi kertas saring, lalu labu erlenmeyer bersih dipasang
untuk menampung filtrat. Saring campuran yang tadi dipanaskan dengan segera, lalu
filtrat didinginkan didalam air dingin, sampai kristal terkumpul. Ditimbang bobot
kosong kertas saring Buchner, lalu disaring filtrat yang mengandung kristal asam
benzoate menggunakan corong Buchner dengan bantuan vakum. Endapan kristal asam
benzoat hasil penyaringan dikeringkan sebentar, lalu ditimbang bobot dari asam
benzoat murni. Kedalam pipa kapiler dimasukkan sebagian asam benzoat, lalu titik
leleh dari asam benzoat murninya ditentukan dengan cara kapiler menggunakan alat
melting block.
6.3 Sublimasi Kamfer
Kamfer ditimbang sebanyak 1g, kemudian dimasukan ke dalam cawan porselein.
Lalu kaki tiga dan asbes ditempatkan diatas pembakar bunsen, lalu cawan yang berisi
kamfer diletakan diatasnya. Selanjutnya cawan ditutup menggunakan kaca arloji, dan
diletakan es batu di atas kaca arloji. Lalu dipanaskan hingga seluruh kamfer menguap.
Kertas perkamen kosong ditimbang lalu dicatat bobotnya. Kristal yang terbentuk pada
kaca arloji diamati, lalu dikumpulkan dan ditempatkan pada kertas perkamen,
kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya. Selanjutnya titik leleh kristal ditentukan
dengan cara kapiler menggunakan alat melting block.
VII. Data Pengamatan dan Perhitungan
7.1 Kalibrasi Termometer
T1 = -
T2 = 70oC ( Setelah Kalibrasi )
7.2 Rekristalisasi Asam Benzoat dalam Air
Asam Benzoat kotor = 2 g
Kertas saring kosong = 0.52 g
Kertas saring + kristal asam benzoat murni = 0.81 g
Asam benzoat murni = 0.81 g – 0,52 g = 0.29 g
Perhitungan % rendemen = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑜𝑎𝑡 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑜𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑡𝑜𝑟 × 100%
= 0.29 𝑔
2𝑔 × 100%
= 14.5 %
7.3 Sublimasi Kamfer
Kamfer kotor = 1 g
Perkamen kosong = 0.49 g
Perkamen + kamfer murni = 1.07 g
Kamfer murni = 1.07 g – 0.49 g = 0.58 g
Perhitungan % rendemen = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 kamfer 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 kamfer 𝑘𝑜𝑡𝑜𝑟 × 100%

= 0.58 𝑔
1𝑔 × 100%
= 58 %
7.4 Uji Titik Leleh
 Asam Benzoat Murni
Titik Leleh pertama kali = 120oC
Titik Leleh sempurna = 130oC
 Kamfer Murni
Titik Leleh pertama kali = 81oC
Titik Leleh sempurna = 102oC

VIII. Pembahasan
8.1 Kalibrasi Termometer
Pada percobaan pertama yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu Kalibrasi
termometer dengan cara panas, tujuan dari percobaan ini yaitu memastikan bahwa
termometer yang digunakan layak dipakai, tidak rusak, atau ketelitiannya sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Kalibrasi sendiri adalah usaha untuk memastikan
ketepatan skala yang ditunjukkan oleh alat ukur (Roth & Gottfried, 1998).
Untuk menggunakan termometer secara tepat dan akurat, sebelumnya termometer
diharuskan dikalibrasi terlebih dahulu. Termometer yang sering digunakan harus
dikalibrasi secara berkala. Pengkalibrasian termometer ada dua cara, yaitu dengan
metode ice-point (menentukan titik 0℃ termometer) dan dengan metode boiling point
(menentukan titik 100℃ termometer).
Pada percobaan kali ini termometer yang digunakan adalah termometer raksa yang
kemudian dilakukan kalibrasi dengan cara panas, prinsipnya yaitu meningkatkan suhu
termometer hingga titik didih tertingginya, dengan cara ini menguji kelayakan
termometer dengan melihat kemampuan termometer mencapai titik tertinggi.
Pertama, aquadest dan beberapa batu didih dimasukan kedalam gelas kimia,
kemudian dilakukan pemanasan sampai air mendidih. Setelah air mendidih,
termometer dimasukan ke dalam gelas kimia namun tidak sampai tercelup, hanya pada
uap airnya ( diatas permukaan air). Termometer tidak boleh tercelup karena air yang
digunakan adalah air mendidih dan ditakutkan dapat merusak bagian sensor
termometer. Lalu diamati kenaikan skala yang ditunjukan oleh termometer dan dicatat
skala suhu saat sudah stabil (skala tidak naik/turun).
Dari hasil percobaan, saat termometer dikalibrasi, skala suhu yang didapat adalah
70°C. Hasil yang didapat tidak menunjukan pada skala 100°C ini bisa terjadi karena
faktor lingkungan dan thermometer yang digunakan. Hasil skala suhu yang ditunjukan
oleh termometer sudah baik, karena pelarut yang digunakan adalah air yang memiliki
titik didih 100°C. Skala yang ditunjukan oleh termometer merupakan suhu uap air
yang mendekati suhu titik didih air, yang menandakan bahwa hasil kalibrasi baik dan
termometer yang dikalibrasi merupakan termometer yang layak pakai dan hasil
pengukurannya sesuai standar.
8.2 Rekristalisasi Asam Benzoat
Percobaan selanutnya melakukan rekristalisasi. Rekristalisasi disini bertujuan
untuk memurnikan asam benzoate dalam air. Prinsip rekristalisasi pada percobaan ini
adalah pemurnian suatu zat padat berdasarkan perbedaan kelarutan dengan cara
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok
(Svehla, 1989).
Prosedur yang pertama dilakukan adalah, dilarutkan sejumlah asam benzoat kotor
oleh pelarut panas. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan asam benzoat kotor
adalah aquadest panas. Digunakan aquadest panas karena kelarutan akan meningkat
seiring dengan meningkatnya suhu. Aquadest panas akan membantu asam benzoat
larut lebih cepat dibanding menggunakan aquadest dingin (Kristanti, 2019). Titik
didih air (100°C) tidak melebihi titik leleh asam benzoat (121°C-123°C). Kemudian
air mudah diuapkan, air tidak melarutkan pengotor dan air tidak bereaksi dengan asam
benzoat.
Setelah asam benzoat larut dalam air panas, ditambahkan air berlebih dan dilakukan
pemanasan hingga mendidih. Kemudian ke dalam larutan ditambahkan karbon dan
diaduk perlahan. Penambahan karbon aktif atau charcoal setelahnya bertujuan untuk
menghilangkan zat pengotor saat asam benzoat dilarutkan. Hal ini karena karbon aktif
merupakan salah satu adsorben. Karbon aktif dapat mengadsorbsi apa saja yang ada
di sekitarnya. Yang diadsorbsi oleh karbon aktif pada tahap ini adalah zat pengotor
yang terdapat pada asam benzoat. Setelah ditambahkan karbon, larutan disaring dalam
keadaan panas menggunakan kertas saring dan corong tangkai pendek. Penyaringan
ini harus dilakukan dalam keadaan larutan yang masih panas, karena kalau tidak
ditakutkan sudah terbentuk kristal dan akhirnya menghasilkan kristal yang tidak
murni.
Setelah dilakukan penyaringan, biarkan filtrat dingin. Ketika kristal sudah
terbentuk, kemudian dituangkan dengan cepat dan disaring dengan menggunakan
corong Buchner yang dilengkapi dengan peralatan isap (suction), hal ini dilakukan
untuk mempercepat proses penyaringan dan cepat kering. Dilakukan penyaringan ini
bertujuan untuk memisahkan kristal dari larutannya dan menghasilkan zat yang lebih
murni. Kemudian kristal dicuci dengan pelarut dingin. Tujuan pencucian ini adalah
untuk menghilangkan sisa-sisa zat pewarna/karbon yang mengandung pengotor.
Kemudian, kristal dikeringkan dan ditimbang, lalu dicatat hasil penimbangannya.
Kristal yang terbentuk juga diuji titik lelehnya untuk mengetahui kemurnian dari
kristal asam benzoat yang didapatkan.
Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan massa kristal yang didapat setelah
proses rekristalisasi dan massa zat padat pada awal rekristalisasi bebeda. Pada awal
prosedur, digunakan 2 gram sampel asam benzoat kotor dan setelah proses
rekristalisasi, massa kristal yang didapat adalah 0.29 gram dan rendemen yang didapat
yaitu sebesar 14.5%. Hasil ini melebihi nilai persen rendemen kristal asam benzoat,
hal ini dapat disebabkan karena adanya pengotor yang kembali larut saat pengadukan
dengan pemanas dan karbon. Ketika karbon dalam larutan diaduk terlalu sering maka
pengotor yang tadinya sudah terserap oleh karbon dapat kembali larut dalam larutan
asam benzoat. Faktor lain yang menyebabkan ketidakmurnian kristal asam benzoat
adalah saat proses penyaringan kurang maksimal sehingga pengotor tidak tertahan
pada penyaring, pencucian yang kurang lama prosesnya sehingga pengotor masih
menempel pada kristal dan pada tahap pengeringan kristal asam benzoatnya kurang
ditekan dengan spatelnya sehingga kemungkinan kristal belum kering sepenuhnya.
Kemudian, kristal asam benzoat yang didapat dilakukan pengujian titik leleh. Uji
ini dilakukan untuk menentukan kemurnian suatu zat padat dengan membandingkan
titik leleh yang didapatkan dengan titik leleh pada literatur, dan juga untuk mengetahui
apakah proses rekristalisasi berjalan dengan baik atau tidak. Dari hasil percobaan,
didapatkan titik leleh asam benzoat dari awal mulai meleleh hingga meleleh sempurna
adalah 120°C - 130°C. Pada MSDS, titik leleh atau titik lebur dari asam benzoat adalah
pada suhu 122,4°C, hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur, hal ini dapat
disebabkan karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan kristal asam benzoat
meleleh melebihi dari titik lelehnya, seperti ukuran kristal serta adanya zat pengotor.
8.3 Sublimasi Kamfer
Percobaan selanjutnya yaitu sublimasi kamfer, yang bertujuan untuk memisahkan
kamfer dari pengotornya. Kamper merupakan zat padat yang mudah untuk menyublim
(berubah menjadi fasa gas, tanpa melalui fasa cair). Prinsip dari sublimasi ini adalah
metode pemurnian zat padat yang berdasarkan pada perubahan wujud akibat adanya
tekanan uap yang tinggi.
Proses yang terjadi pada sublimasi yaitu apabila zat padat disimpan pada suhu
kamar, pada tekanan dan temperature tertentu akan lansung berubah menjadi fase gas
tanpa melalui fase cair terlebih dahulu (Underwood, 2002). Kamper adalah senyawa
hidrokarbon kristalin aromatik berbentuk padatan yang berwarna putih dengan rumus
molekul C10H8 yang mengandung naftalena, merupakan senyawa volatil, dan mudah
menguap walaupun dalam bentuk padatan. Kamper memiliki titik didih sebesar
207,2°C dan titik leleh sebesar 180°C.
Prosedur pertama yang dilakukan yaitu sejumlah sampel kotor (kamper kotor)
dimasukan kedalam cawan porslen. Kemudian cawan ditutup dengan kaca arloji yang
bagian atasnya ditambahkan es. Kemudian dilakukan pemanasan. Pemanasan ini
dilakukan untuk mempercepat proses perubahan wujud kamper dari padat menjadi
gas. Es diletakkan di atas kaca arloji ketika kamfer dipanaskan bertujuan untuk
mendinginkan uap kamfer. Kristal yang terbentuk di kaca arloji adalah hasil uap
kamfer karena adanya hawa dingin dari es batu. Sublimasi dari kamfer menggunakan
hawa dingin untuk menjadikannya kristal (Lazuardi, 2019).
Pada proses pemanasan terjadi peningkatan gerakan molekul-molekul pada
naftalena (kamfer) sehingga molekul-molekul tersebut memiliki energi kinetik untuk
berubah menjadi uap. Setelah naftalena (kamfer) menguap lalu karena sistem ditutup
dengan kaca arloji yang terdapat es diatasnya menyebabkan uap naftalena langsung
terkondensasi dan berubah kembali menjadi padatan (kristal). Sehingga pada proses
sublimasi, naftalena yang dipanaskan tidak berubah menjadi senyawa lain, melainkan
menjadi zat murni naftalena yang berubah dari bentuk fase padat ke gas, kemudian ke
padat kembali. Setelah itu, kristal yang menempel pada kaca arloji dikumpulkan lalu
di timbang dan setelahnya dilakukan uji titik leleh.
Berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan ini, didapatkan massa kristal
(kamper murni) saat ditimbang adalah sebesar 0.58 gram dan massa massa kamper
kotor pertama yang dtimbang sebesar 1 gram. Massa yang diperoleh tersebut dapat
menentukan rendemen suatu sampel. Pada percobaan ini diperoleh rendemen sebesar
58%. Hasil yang didapat melebihi nilai persen rendemen kristal kamfer, yang
seharusnya 100% menjadi berkurang 42%. Hal ini dapat terjadi karena saat proses
penyubliman, kristal yang dihasilkan yang menempel pada kaca arloji mengandung
pengotor dari kaca arlojinya. Faktor lain yang menyebabkan ketidakmurnian kristal
kamfer adalah saat proses penyaringan dengan corong buchner kurang maksimal
sehingga pengotor tidak tertahan pada penyaring, saat pencucian kurang lama
prosesnya sehingga pengotor masih menempel pada kristal dan saat pengeringan
kristal kamfer kurang ditekan dengan spatelnya, sehingga kristal belum sepenuhnya
kering.
Kemudian setelah ditimbang dan dihitung hasil rendemennya, kamper murni
ditentukan titik lelehnya dengan menggunakan cara kapiler menggunakan alat melting
block. Kristal pertama kali meleleh pada suhu 81°C dan seluruh kristal meleleh pada
suhu 102°C. Pada MSDS, titik leleh atau titik lebur dari kamfer adalah pada suhu
180°C, hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur, hal ini dapat disebabkan
karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan kristal kamfer meleleh jauh lebih
cepat dari titik lelehnya, seperti ukuran kristal serta adanya zat pengotor.

IX. Kesimpulan
1. Setelah dilakukan kalibrasi terhadap termometer pada suhu 0 oC, temperatur
tidak layak digunakan karena suhunya tidak mencapai 0oC.
2. Berdasarkan metode kristalisasi berat kristal asam benzoat yang didapat 0.29
gr dan % rendemen yang didapat 14.5%.
3. Berdasarkan metode sublimasi berat kristal kamfer yang didapat 0.58 gr dan
% rendemen yang didapat 58%.
4. Suhu asam benzoat yang didapat pada saat meleleh pertama yaitu 120oC, lalu
meleleh sempurna pada 130oC.
Suhu kamfer yang didapat pada saat meleleh pertama yaitu 81oC, lalu meleleh
sempurna pada 102oC.
X. Daftar Pustaka
Basset. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Chang, R. (2004). Kimia Dasar dan Konsep Inti Edisi Keempat. Jakarta:
Erlangga.
Fatimah, S. (2003). Kalibrasi dan Perawatan Spektrofotometer UV-Vis. Bandung:
Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Fessenden. (1983). Kimia Organik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Kristanti. (2019). Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press.
Lazuardi. (2019). Bagian Khusus Ilmu Farmasi Veteriner. Surabayar: Airlangga
University Press.
Merck. (2020). Lembaran Data Keselamatan Bahan. US dan Canada: Milliopore
Sigma.
Nusi. (2013). Perbandingan Suhu Tubuh Berdasarkan Pengukuran Menggunakan
Termometer Air Raksa Dan Termometer Digital Pada Penderita Demam Di
rumah Sakit Umum Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM) Vol. 1 No
1, 190-196.
Parchem. (2009). Material Safety Data Sheet. New Rochelle: Parchem.
Pauliza. (2008). Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan. Bandung: Grafindo
Media Utama.
Pinalia. (2011). Kristalisasi Ammonium Perkoalat (AP) Dengan Sistem
Pendinginan Terkontrol Untuk Menghasilkan Kristal Berbentuk Bulat.
Majalah Teknologi Dirgantara Vol. 9.
Riwahyuningsih. (2017). Mengembangan Bahan Ajar Klasifikasi Materi dan
Perubahannya Bermuatan Science-Technology-Society-Environment
(STSE). Genetika (Jurnal Tadris Biologi) Vol. 1 No.1, 107-123.
Roth, & Gottfried. (1998). Analisis Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Supu. (2016). Pengaruh Suhu Terhadap Perpindahan Panas Pada Material yang
Berbeda. Jurnal Dinamika Vol. 7 No. 1, 62.
Svehla. (1989). Vogel I Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro Bagian I. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.
Syukri. (2007). Kimia Dasar II. Bandung: ITB.
Umam. (2019). Pemurnian Garam dengan Metode Rekristalisasi di Desa Bunder
Pamekasan Untuk Mencapai SNI Garam Dapur. Jurnal Ilmiah Pangabdhi
Vol. 5 No. 1, 24.
Underwood. (2002). Analisa Kualitatif Edisi ke 5. Jakarta: Erlangga.
Weller. (2005). Kamus Saku Perawat Edisi 22. Jakarta: Penerbit EGC.
Young, & Freedman. (2002). Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga.
Zackiyah. (2014). Kimia Analitik 2. Bekasi: Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai