Laporan 2 2E Aulia Nurul Rahim 10060320154
Laporan 2 2E Aulia Nurul Rahim 10060320154
PERCOBAAN 2
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT
Rekristalisasi & Titik Leleh
Disusun Oleh:
I. Tujuan Percobaan
1. Melakukan kalibrasi termometer dengan cara panas
2. Memisahkan asam benzoat dalam air dengan cara rekristalisasi
3. Melakukan pemurnian kamper dari zat pengotor dengan cara sublimasi
4. Melakukan pemurnian asam benzoat dan kamper dengan cara uji titik leleh
3.5 Sublimasi
Sublimasi adalah proses perubahan zat dari fasa padat menjadi uap , dan uap
dikondensasi langsung menjadi padat tanpa melalui fasa cair. Pada proses sublimasi,
senyawa padat apabila dipanaskan akan menyublim, langsung terjadi perubahan dari
padat menjadi uap tanpa melalui fasa cair terlebih dahulu (Basset, 1994).
Sublimasi merupakan perubahan wujud zat dari padat ke gas atau dari gas ke padat.
Bila partikel penyusun suatu zat padat diberikan kenaikan suhu, maka partikel tersebut
akan menyublim menjadi gas, sebaliknya apabila suhu gas tersebut diturunkan maka gas
akan segera berubah wujud menjadi padat (Svehla, 1989).
Titik leleh adalah temperatur dimana zat padat berubah wujud menjadi zatcair
pada tekanan satu atmosfer. dengan kata lain titik leleh merupakan suhu ketika fase
padat dan cair sama-sama berada dalam kesetimbangan. Titik leleh zat padat adalah
suatu zat padat tidak mengalami perubahan yang berarti dengan adanya perubahan
tekanan. Titik leleh senyawa organik mudah untuk diamati sebab temperatur dimana
pelelehan mulai terjadi hampir sama dengan temperatur dimana zat telah habis meleleh
(Syukri, 2007).
Titik Leleh suatu padatan adalah suhu pada saat fasa padat dan cair berada dalam
kesetimbangan. Titik leleh normal suatu zat adlah titik leleh yang diukur pada tekanan
1 atm. Biasanya kita menghilangkan kata normal dalam merujuk titik leleh zat pada
tekanan 1 atm (Chang, 2004).
IV. MSDS
4.1 Asam benzoat : padat bewarna putih, pH 2,8 pada 25˚C, sukar larut dalam air, mudah
larut dalam etanol, klorofom dan eter, titik lebur/titik beku 122,4˚C, titik didih 249,2˚C
pada 1.013,25 hPa.
4.2 Aquadest : cair tidak bewarna, tidak berbau, pH netral, larut sepenuhnya dalam air,
titik lebur 0˚C, titik didih 100˚C pada 1.013 hPa, tekanan uap 23 hPa pada 20˚C.
4.3 Kamper : bewarna putih padat, berbau khas, kelarutan dalam air 1,5373 g/lpada 25˚C,
titik lebur/titik beku 180˚C, titik didih 204˚C pada 1.013 hPa, titik nyala 64,4˚C cawan
tertutup. Tekanan uap 0,8 hPa pada 25˚C.
4.4 Karbon Aktif : padatan bubuk hitan atau batir, bewarna hitam, tidak ada bau, tidak
dapat larut dalam air.
= 0.58 𝑔
1𝑔 × 100%
= 58 %
7.4 Uji Titik Leleh
Asam Benzoat Murni
Titik Leleh pertama kali = 120oC
Titik Leleh sempurna = 130oC
Kamfer Murni
Titik Leleh pertama kali = 81oC
Titik Leleh sempurna = 102oC
VIII. Pembahasan
8.1 Kalibrasi Termometer
Pada percobaan pertama yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu Kalibrasi
termometer dengan cara panas, tujuan dari percobaan ini yaitu memastikan bahwa
termometer yang digunakan layak dipakai, tidak rusak, atau ketelitiannya sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Kalibrasi sendiri adalah usaha untuk memastikan
ketepatan skala yang ditunjukkan oleh alat ukur (Roth & Gottfried, 1998).
Untuk menggunakan termometer secara tepat dan akurat, sebelumnya termometer
diharuskan dikalibrasi terlebih dahulu. Termometer yang sering digunakan harus
dikalibrasi secara berkala. Pengkalibrasian termometer ada dua cara, yaitu dengan
metode ice-point (menentukan titik 0℃ termometer) dan dengan metode boiling point
(menentukan titik 100℃ termometer).
Pada percobaan kali ini termometer yang digunakan adalah termometer raksa yang
kemudian dilakukan kalibrasi dengan cara panas, prinsipnya yaitu meningkatkan suhu
termometer hingga titik didih tertingginya, dengan cara ini menguji kelayakan
termometer dengan melihat kemampuan termometer mencapai titik tertinggi.
Pertama, aquadest dan beberapa batu didih dimasukan kedalam gelas kimia,
kemudian dilakukan pemanasan sampai air mendidih. Setelah air mendidih,
termometer dimasukan ke dalam gelas kimia namun tidak sampai tercelup, hanya pada
uap airnya ( diatas permukaan air). Termometer tidak boleh tercelup karena air yang
digunakan adalah air mendidih dan ditakutkan dapat merusak bagian sensor
termometer. Lalu diamati kenaikan skala yang ditunjukan oleh termometer dan dicatat
skala suhu saat sudah stabil (skala tidak naik/turun).
Dari hasil percobaan, saat termometer dikalibrasi, skala suhu yang didapat adalah
70°C. Hasil yang didapat tidak menunjukan pada skala 100°C ini bisa terjadi karena
faktor lingkungan dan thermometer yang digunakan. Hasil skala suhu yang ditunjukan
oleh termometer sudah baik, karena pelarut yang digunakan adalah air yang memiliki
titik didih 100°C. Skala yang ditunjukan oleh termometer merupakan suhu uap air
yang mendekati suhu titik didih air, yang menandakan bahwa hasil kalibrasi baik dan
termometer yang dikalibrasi merupakan termometer yang layak pakai dan hasil
pengukurannya sesuai standar.
8.2 Rekristalisasi Asam Benzoat
Percobaan selanutnya melakukan rekristalisasi. Rekristalisasi disini bertujuan
untuk memurnikan asam benzoate dalam air. Prinsip rekristalisasi pada percobaan ini
adalah pemurnian suatu zat padat berdasarkan perbedaan kelarutan dengan cara
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok
(Svehla, 1989).
Prosedur yang pertama dilakukan adalah, dilarutkan sejumlah asam benzoat kotor
oleh pelarut panas. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan asam benzoat kotor
adalah aquadest panas. Digunakan aquadest panas karena kelarutan akan meningkat
seiring dengan meningkatnya suhu. Aquadest panas akan membantu asam benzoat
larut lebih cepat dibanding menggunakan aquadest dingin (Kristanti, 2019). Titik
didih air (100°C) tidak melebihi titik leleh asam benzoat (121°C-123°C). Kemudian
air mudah diuapkan, air tidak melarutkan pengotor dan air tidak bereaksi dengan asam
benzoat.
Setelah asam benzoat larut dalam air panas, ditambahkan air berlebih dan dilakukan
pemanasan hingga mendidih. Kemudian ke dalam larutan ditambahkan karbon dan
diaduk perlahan. Penambahan karbon aktif atau charcoal setelahnya bertujuan untuk
menghilangkan zat pengotor saat asam benzoat dilarutkan. Hal ini karena karbon aktif
merupakan salah satu adsorben. Karbon aktif dapat mengadsorbsi apa saja yang ada
di sekitarnya. Yang diadsorbsi oleh karbon aktif pada tahap ini adalah zat pengotor
yang terdapat pada asam benzoat. Setelah ditambahkan karbon, larutan disaring dalam
keadaan panas menggunakan kertas saring dan corong tangkai pendek. Penyaringan
ini harus dilakukan dalam keadaan larutan yang masih panas, karena kalau tidak
ditakutkan sudah terbentuk kristal dan akhirnya menghasilkan kristal yang tidak
murni.
Setelah dilakukan penyaringan, biarkan filtrat dingin. Ketika kristal sudah
terbentuk, kemudian dituangkan dengan cepat dan disaring dengan menggunakan
corong Buchner yang dilengkapi dengan peralatan isap (suction), hal ini dilakukan
untuk mempercepat proses penyaringan dan cepat kering. Dilakukan penyaringan ini
bertujuan untuk memisahkan kristal dari larutannya dan menghasilkan zat yang lebih
murni. Kemudian kristal dicuci dengan pelarut dingin. Tujuan pencucian ini adalah
untuk menghilangkan sisa-sisa zat pewarna/karbon yang mengandung pengotor.
Kemudian, kristal dikeringkan dan ditimbang, lalu dicatat hasil penimbangannya.
Kristal yang terbentuk juga diuji titik lelehnya untuk mengetahui kemurnian dari
kristal asam benzoat yang didapatkan.
Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan massa kristal yang didapat setelah
proses rekristalisasi dan massa zat padat pada awal rekristalisasi bebeda. Pada awal
prosedur, digunakan 2 gram sampel asam benzoat kotor dan setelah proses
rekristalisasi, massa kristal yang didapat adalah 0.29 gram dan rendemen yang didapat
yaitu sebesar 14.5%. Hasil ini melebihi nilai persen rendemen kristal asam benzoat,
hal ini dapat disebabkan karena adanya pengotor yang kembali larut saat pengadukan
dengan pemanas dan karbon. Ketika karbon dalam larutan diaduk terlalu sering maka
pengotor yang tadinya sudah terserap oleh karbon dapat kembali larut dalam larutan
asam benzoat. Faktor lain yang menyebabkan ketidakmurnian kristal asam benzoat
adalah saat proses penyaringan kurang maksimal sehingga pengotor tidak tertahan
pada penyaring, pencucian yang kurang lama prosesnya sehingga pengotor masih
menempel pada kristal dan pada tahap pengeringan kristal asam benzoatnya kurang
ditekan dengan spatelnya sehingga kemungkinan kristal belum kering sepenuhnya.
Kemudian, kristal asam benzoat yang didapat dilakukan pengujian titik leleh. Uji
ini dilakukan untuk menentukan kemurnian suatu zat padat dengan membandingkan
titik leleh yang didapatkan dengan titik leleh pada literatur, dan juga untuk mengetahui
apakah proses rekristalisasi berjalan dengan baik atau tidak. Dari hasil percobaan,
didapatkan titik leleh asam benzoat dari awal mulai meleleh hingga meleleh sempurna
adalah 120°C - 130°C. Pada MSDS, titik leleh atau titik lebur dari asam benzoat adalah
pada suhu 122,4°C, hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur, hal ini dapat
disebabkan karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan kristal asam benzoat
meleleh melebihi dari titik lelehnya, seperti ukuran kristal serta adanya zat pengotor.
8.3 Sublimasi Kamfer
Percobaan selanjutnya yaitu sublimasi kamfer, yang bertujuan untuk memisahkan
kamfer dari pengotornya. Kamper merupakan zat padat yang mudah untuk menyublim
(berubah menjadi fasa gas, tanpa melalui fasa cair). Prinsip dari sublimasi ini adalah
metode pemurnian zat padat yang berdasarkan pada perubahan wujud akibat adanya
tekanan uap yang tinggi.
Proses yang terjadi pada sublimasi yaitu apabila zat padat disimpan pada suhu
kamar, pada tekanan dan temperature tertentu akan lansung berubah menjadi fase gas
tanpa melalui fase cair terlebih dahulu (Underwood, 2002). Kamper adalah senyawa
hidrokarbon kristalin aromatik berbentuk padatan yang berwarna putih dengan rumus
molekul C10H8 yang mengandung naftalena, merupakan senyawa volatil, dan mudah
menguap walaupun dalam bentuk padatan. Kamper memiliki titik didih sebesar
207,2°C dan titik leleh sebesar 180°C.
Prosedur pertama yang dilakukan yaitu sejumlah sampel kotor (kamper kotor)
dimasukan kedalam cawan porslen. Kemudian cawan ditutup dengan kaca arloji yang
bagian atasnya ditambahkan es. Kemudian dilakukan pemanasan. Pemanasan ini
dilakukan untuk mempercepat proses perubahan wujud kamper dari padat menjadi
gas. Es diletakkan di atas kaca arloji ketika kamfer dipanaskan bertujuan untuk
mendinginkan uap kamfer. Kristal yang terbentuk di kaca arloji adalah hasil uap
kamfer karena adanya hawa dingin dari es batu. Sublimasi dari kamfer menggunakan
hawa dingin untuk menjadikannya kristal (Lazuardi, 2019).
Pada proses pemanasan terjadi peningkatan gerakan molekul-molekul pada
naftalena (kamfer) sehingga molekul-molekul tersebut memiliki energi kinetik untuk
berubah menjadi uap. Setelah naftalena (kamfer) menguap lalu karena sistem ditutup
dengan kaca arloji yang terdapat es diatasnya menyebabkan uap naftalena langsung
terkondensasi dan berubah kembali menjadi padatan (kristal). Sehingga pada proses
sublimasi, naftalena yang dipanaskan tidak berubah menjadi senyawa lain, melainkan
menjadi zat murni naftalena yang berubah dari bentuk fase padat ke gas, kemudian ke
padat kembali. Setelah itu, kristal yang menempel pada kaca arloji dikumpulkan lalu
di timbang dan setelahnya dilakukan uji titik leleh.
Berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan ini, didapatkan massa kristal
(kamper murni) saat ditimbang adalah sebesar 0.58 gram dan massa massa kamper
kotor pertama yang dtimbang sebesar 1 gram. Massa yang diperoleh tersebut dapat
menentukan rendemen suatu sampel. Pada percobaan ini diperoleh rendemen sebesar
58%. Hasil yang didapat melebihi nilai persen rendemen kristal kamfer, yang
seharusnya 100% menjadi berkurang 42%. Hal ini dapat terjadi karena saat proses
penyubliman, kristal yang dihasilkan yang menempel pada kaca arloji mengandung
pengotor dari kaca arlojinya. Faktor lain yang menyebabkan ketidakmurnian kristal
kamfer adalah saat proses penyaringan dengan corong buchner kurang maksimal
sehingga pengotor tidak tertahan pada penyaring, saat pencucian kurang lama
prosesnya sehingga pengotor masih menempel pada kristal dan saat pengeringan
kristal kamfer kurang ditekan dengan spatelnya, sehingga kristal belum sepenuhnya
kering.
Kemudian setelah ditimbang dan dihitung hasil rendemennya, kamper murni
ditentukan titik lelehnya dengan menggunakan cara kapiler menggunakan alat melting
block. Kristal pertama kali meleleh pada suhu 81°C dan seluruh kristal meleleh pada
suhu 102°C. Pada MSDS, titik leleh atau titik lebur dari kamfer adalah pada suhu
180°C, hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur, hal ini dapat disebabkan
karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan kristal kamfer meleleh jauh lebih
cepat dari titik lelehnya, seperti ukuran kristal serta adanya zat pengotor.
IX. Kesimpulan
1. Setelah dilakukan kalibrasi terhadap termometer pada suhu 0 oC, temperatur
tidak layak digunakan karena suhunya tidak mencapai 0oC.
2. Berdasarkan metode kristalisasi berat kristal asam benzoat yang didapat 0.29
gr dan % rendemen yang didapat 14.5%.
3. Berdasarkan metode sublimasi berat kristal kamfer yang didapat 0.58 gr dan
% rendemen yang didapat 58%.
4. Suhu asam benzoat yang didapat pada saat meleleh pertama yaitu 120oC, lalu
meleleh sempurna pada 130oC.
Suhu kamfer yang didapat pada saat meleleh pertama yaitu 81oC, lalu meleleh
sempurna pada 102oC.
X. Daftar Pustaka
Basset. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Chang, R. (2004). Kimia Dasar dan Konsep Inti Edisi Keempat. Jakarta:
Erlangga.
Fatimah, S. (2003). Kalibrasi dan Perawatan Spektrofotometer UV-Vis. Bandung:
Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Fessenden. (1983). Kimia Organik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Kristanti. (2019). Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press.
Lazuardi. (2019). Bagian Khusus Ilmu Farmasi Veteriner. Surabayar: Airlangga
University Press.
Merck. (2020). Lembaran Data Keselamatan Bahan. US dan Canada: Milliopore
Sigma.
Nusi. (2013). Perbandingan Suhu Tubuh Berdasarkan Pengukuran Menggunakan
Termometer Air Raksa Dan Termometer Digital Pada Penderita Demam Di
rumah Sakit Umum Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM) Vol. 1 No
1, 190-196.
Parchem. (2009). Material Safety Data Sheet. New Rochelle: Parchem.
Pauliza. (2008). Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan. Bandung: Grafindo
Media Utama.
Pinalia. (2011). Kristalisasi Ammonium Perkoalat (AP) Dengan Sistem
Pendinginan Terkontrol Untuk Menghasilkan Kristal Berbentuk Bulat.
Majalah Teknologi Dirgantara Vol. 9.
Riwahyuningsih. (2017). Mengembangan Bahan Ajar Klasifikasi Materi dan
Perubahannya Bermuatan Science-Technology-Society-Environment
(STSE). Genetika (Jurnal Tadris Biologi) Vol. 1 No.1, 107-123.
Roth, & Gottfried. (1998). Analisis Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Supu. (2016). Pengaruh Suhu Terhadap Perpindahan Panas Pada Material yang
Berbeda. Jurnal Dinamika Vol. 7 No. 1, 62.
Svehla. (1989). Vogel I Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro Bagian I. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.
Syukri. (2007). Kimia Dasar II. Bandung: ITB.
Umam. (2019). Pemurnian Garam dengan Metode Rekristalisasi di Desa Bunder
Pamekasan Untuk Mencapai SNI Garam Dapur. Jurnal Ilmiah Pangabdhi
Vol. 5 No. 1, 24.
Underwood. (2002). Analisa Kualitatif Edisi ke 5. Jakarta: Erlangga.
Weller. (2005). Kamus Saku Perawat Edisi 22. Jakarta: Penerbit EGC.
Young, & Freedman. (2002). Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga.
Zackiyah. (2014). Kimia Analitik 2. Bekasi: Universitas Terbuka