Anda di halaman 1dari 10

1

FORMAT PENULISAN LAPORAN PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBUATAN
LAPORAN PENDAHULUAN

NAMA MAHASISWA : AHMAD YUSEF


NPM : 214291517006

A. KONSEP DASAR
1. Definisi (minimal 3 sumber)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian jaringan otot jantung (miokard)
yang disebabkan oleh insufisiensi suplai atau banyaknya darah baik relatif maupun
secara absolut (Muwarni, 2011).
Infark Miokard Akut (IMA) oleh orang awam disebut serangan jantung yaitu
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner sehingga aliran darah ke
otot jantung tidak cukup sehingga menyebabkan jantung mati (Rendi&Margareth,
2012).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh
karena sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya
aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke
jaringan otot jantung (Black&Joyce, 2014).

2. Etiologi
Intinya IMA terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak
tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel – sel jantung tersebut.
Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut (Kasron, 2016)
diantaranya :
a. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard Menurunnya suplai oksigen disebabkan
oleh tiga faktor, antara lain :
1) Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel – sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan
pembuluh darah diantaranya : atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme
pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat
penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal
antara lain : mengkonsumsi obatibatan tertentu, stress emosional atau nyeri,
terpapar suhu dingin yang ekstrim, merokok.
2) Faktor sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh
tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari
faktor pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang
menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis
maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung ( aorta, mitrlalis,
maupun trikuspidalis ) menyebabkan menurunnya cardiac output ( COP ).
Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan beberapa
bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot
jantung.
2

3) Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya
angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan
pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang
menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia, hipoksemia,
dan polisitemia.

b. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh


Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan
tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi
justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen
semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak bertambah. Oleh karena itu
segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu
terjadinya infark. Misalnya : aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak, dan
lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak
sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari
pemompaan yang tidak efektif.

3. Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 40 menit akan menyebabkan
kerusakan seluler irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium
yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen.
Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi
dapat hidup. Ukuran infark lahir tergantung dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila
pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah
besar sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark digambarkan lebih
lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior
mengenai dinding anterior ventrikel kiri. Daerah yang biasanya terserang infark
adalah bagian inferior, lateral, posterior, dan septum.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama
berlangsungnya proses penyembuhan. Mula – mula otot yang mengalami infark
tampak memar dan sianotik akibat terputusnya aliran darah regional. Dalam jangka
waktu 24 jam timbul edema pada sel – sel, respon peradangan disertai infiltasi
leukosit. Enzim – enzim jantung akan terlepas dari sel – sel ini menjelang hari kedua
atau ketiga mulai proses degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik.
Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis. Kira – kira pada minggu ke3 mulai
terbentuknya jaringan parut. Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan
otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu ke-6 parut
sudah terbentuk dengan jelas.
Infark miokardium jelas akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang
nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga
mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokardium akan
menyebabkan perubahan – perubahan seperti pada iskemia : (1) daya kontraksi
menurun, (2) gerakan dinding abnormal, (3) perubahan daya kembang dinding
ventrikel, (4) pengurangan curah sekuncup, (5) pengurangan fraksi ejeksi, (6)
peningkatan vol. Akhir sistolic dan akhir diastolic ventrikel, dan (7) peningkatan
tekanan akhir diastolic ventrikel kiri.
3

Peningkatan frekuensi jantung dan daya kontraksi oleh refleks simpatic dapat
memperbaiki fungsi ventrikel. Penyempitan arteriola menyeluruh akan mempertinggi
resistensi perifer total, dengan demikian tekanan rata – rata artena akan meningkat.
Penyempitan pembuluh vena akan mengurangi kapasitas vena, akan meningkatkan
alir balik vena ke jantung dan pengisian ventrikel. Pengisian ventrikel yang meningkat
akan meningkatkan daya kontraksi. Dengan menurunnya fungsi ventrikel maka
diperlukan tekanan pengisian diastolic yang lebih tinggi, agar curah sekuncup dapat
dipertahankan.
Peningkatan tekanan pengisian diastolic dan vol ventrikel akan merenggangkan
seraput miokardium, dengan demikian meningkatkan kekuatan kontraksi sesuai
hukum starling. Tekanan pengisian sirkulasi dapat ditingkatkan lebih lanjut lewat
retensi natrium dan air oleh ginjal. Akibatnya, infark miokardium biasanya disertai
pembesaran ventrikel kiri sementara akibat dilatasi kompensasi jantung. Bila perlu,
dapat terjadi hypertrofi kompensasi jantung sebagai usaha untuk meningkatkan daya
kontraksi dan pengosongan ventrikel.

Bagan 1.1 : Pathway Infark Miokard Akut


Sumber: Sieh, S (2010)
4

4. Manifestasi Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan ( umumnya
kiri ), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung
lebih lama dari angina pektoris dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-
kadang, terutama pada pasien diabetes dan orangtua, tidak ditemukan nyeri sama
sekali. Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin,
berdebardebar atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan. Walaupun IMA dapat
merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun bila anamnesis
dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina,
perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal.
Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya
krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang
pucat, dingin, dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang
ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada IMA
inferior (Kasron, 2016).

5. Komplikasi
a. Disritmia
Komplikasi paling sering dari infark miokard akut adalah gangguan irama jantung
(90%). Faktor predisposisi :
1) Iskemia Jaringan,
2) Hipoksemia,
3) Pengaruh Sistem Saraf Para-Simpatis dan Simpatis,
4) Asidosis laktat,
5) Kelainan Hemodinamaik,
6) Keracunan Obat,
7) Gangguan Keseimbangan Elektrolit.
b. Gagal Jantung Kongestif dan Syok Kardiogenik
Sepuluh dan sampai 15 persen pasien IM mengalami syok kardiogenik, dengan
mortalitas amtara 80-95%.
c. Tromboemboli
Studi pada 924 kasus kematian akibat IM akut menunjukkan adanya trombi mural
pada 44% kasus pada endokardium. Studi autopsy menunjukkan 10% kasus IM
akut meninggal mempunyai emboli arterial ke otak, ginjal, limpa atau
mesenterium.
d. Perikarditis
Sindrom ini dihubungkan dengan IM yang digambarkan pertama kali oleh Dressler
dan sering disebut Sindrom Dissler. Biasanya terjadi setelah infark transmural
tetapi dapat menyertai infark subepikardial. Perikarditis biasanya sementara, yang
tampak pada minggu pertama setelah infark. Nyeri dada dari perikarditis akut
terjadi tiba-tiba dan berat serta konstan pada dada anterior. Nyeri ini memburuk
dengan inspirasi dan biasanya dihubungkan dengan takikardia, demam ringan, dan
friction rub perikardial yang trifasik dan sementara.
e. Ruptura Miokardium
Ruptur dinding bebas dari ventrikel kiri menimbulkan kematian sebanyak 10%
dirumah sakit karena IM akut. Ruptur ini menyebabkan tamponade jantung dan
kematian. Ruptur Septum Interventrikular jarang terjadi, yang terjadi pada
kerusakan miokard luas, dan menimbulkan Defek Septum Ventrikel.
5

f. Aneurisma Ventrikel
Kejadian ini adalah komplikasi lambat dari IM yang meliputi penipisan,
penggembungan, dan hipokinesis dari dinding ventrikel kiri setelah infark
transmural. Aneurisma ini sering menimbulkan gerakan paroksimal pada dinding
ventrikel, dengan pengembungan keluar segmen aneurima pada kontraksi
ventrikel. Kadang-kadang aneurisma ini ruptur dan menimbulkan tamponade
jantung, tetapi biasanya masalah yang terjadi disebabkan penurunan kontraktilitas
ventrikel atau embolisasi ( Wijaya, Putri, 2013 ).

6. Penatalaksanaan Medis
Tujuan awal tata laksana infark miokard akut yaitu mengembalikan perfusi
miokard sesegera mungkin, meredakan nyeri, serta mencegah dan tata laksana
komplikasi ( Asikin, Nuralamsyah, Susaldi, 2016 ). Tata laksana awal meliputi :
a. Pemberian oksigen tambahan melalui sungkup/kanula hidung dan pemantauan
saturasi oksigen
b. Mengurangi nyeri dada dengan :
1) Nitrat : merupakan vasodilator pasten yang berguna untuk vasodilatasi sistemik,
sehingga mengurangi aliran balik vena jantung untuk menurunkan kerja jantung
2) Morfin
3) NSAID
c. Terapi fibrinolitik dengan pemberian tissue-type plasminogen activator (tPA), serta
aspirin dan heparin dalam waktu 90 menit sejak onset gejala
d. Modifikasi pola hidup
1) Keseimbangan antara istirahat, olahraga, dan modifikasi gaya hidup untuk
mengurangi resiko aterosklerosis dan hipertensi.
2) Menghentikan kebiasaan merokok.
3) Menurunkan berat badan.
4) Mengurangi stress.
Setelah tata laksana awal dan stabilisasi pasien, tujuan berikutnya yaitu
mengembalikan aktivitas normal dan mencegah komplikasi jangan panjang.
e. Obat penghambat enzim pengonversi angiotensin (ACE inhibator) untuk
mengurangi preload dan afterload.
f. Beta blocker untuk menurunkan kecepatan denyut jantung, sehingga kerja jantung
menjadi berkurang.
g. Statin untuk menurunkan kolesterol yang merupakan penyebab aterosklerosis.
h. Pembedahan
1) Coronary artery bypass grafting (CABG).
2) Percutaneous coronary intervention (PCI).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboraturium
Pemeriksaan enzim jantung terdiri dari:
1) CPK-MB/CPK, Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara
4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
2) LDH/HBDH, meningkatkan dalam 12-24 jam dan memakan waktu lama untuk
kembali normal.
3) AST/SGOT, meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari.
6

b. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan
simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian
ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian merupakan
tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi
masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis
keperawatan. Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan secara teliti dan cermat
sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada pasien dapat diidentifikasi. Kegiatan
dalam pengkajian adalah penumpulan data baik subyektif maupun obyektif dengan
tujuan menggali informasi tentang status kesehatan pasien (Nikmatur, 2012).
Pengkajian keperawatan menurut McClay JE (2007) yaitu:
a. Biodata : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
b. Riwayat Penyakit sekarang
Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada yang dirasakan
lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar samapi lengan kiri, rahang dan bahu
yang disertai rasa mual, muntah, badan lemah dan pusing. (Yuniarta, 2011).
c. Keluhan utama
Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada substernal, yang rasanya
tajam dan menekan sangat nyeri, terus menerus dan dangkal. Nyeri dapat menyebar
ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri.
Nyeri miokard kadang-kadang sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan
sampai 30 menit tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin
(Yuniarta, 2011).
d. Riwayat penyakit dahulu
Pada klien infark miokard akut perlu dikaji mungkin pernah mempunyai riwayat
diabetes mellitus, karena diabetes mellitus terjadi hilangnya sel endotel vaskuler
dan berakibat berkurangnya produksi nitri oksida sehingga terjadi spasme otot
polos dinding pembuluh darah (Underwood, 2012).
e. Riwayat keluarga
Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan kolesterol
darah, kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan secara genetik berdasarkan
kebiasaan keluarganya (Yuniarta, 2011)
f. Riwayat psikososial
Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang sering muncul pada
klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena rasa sakit, yang dirasakan oleh klien.
Perubahan psikologis tersebut juga muncul akibat kurangnya pengetahuan terhadap
penyebab, proses dan penanganan penyakit infark miokard akut. Hal ini terjadi
dikarenakan klien kurang kooperatif dengan perawat (Yuniarta, 2011).
g. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing) Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan sangat mendukung
untuk mengetahui masalah pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler.
Pemeriksaan ini meliputi :
a) Inspeksi bentuk dada
Untuk melihat seberapa berat gangguan sistem kardiovaskuler. Bentuk dada
yang biasa ditemukan adalah :
- Bentuk dada thoraks phfisis (panjang dan gepeng).
7

- Bentuk dada thoraks en bateau (thoraks dada burung).


- Bentuk dada thoraks emsisematous (dada berbentuk seperti tong).
- Bentuk dada thoraks pektus ekskavatus (dada cekung ke dalam).
- Gerakan pernapasan : kaji kesimetrisan gerakan pernapasan pasien.
b) Palpasi rongga dada
Tujuannya : melihat adanya kelainan pada thoraks, menyebabkan adanya
tanda penyakit paru dengan pemeriksaan sebagai berikut :
- Gerakan dinding thoraks saat inspirasi dan ekspirasi.
- Getaran suara : getaran yang terasa oleh tangan pemeriksa yang diletakkan
pada dada pasien saat pasien mengucapkan kata – kata.
c) Perkusi
Teknik yang dilakukan adalah pemeriksaan meletakkan falang terakhir dan
sebagian falang kedua jari tengah pada tempat yang hendak diperkusi.
Ketukan ujung jaritengah kanan pada jari kiri tersebut dan lakukan gerakan
bersumbu pada pergelangan tangan. Posisi pasien duduk atau berdiri.
d) Auskultasi
- Suara napas normal.
- Trakeobronkhial, suara normal yang terdengar pada trakhea seperti meniup
pipa besi, suara napas lebih keras dan pendek saat inspirasi.
- Bronkovesikuler, suara normal di daerah bronkhi, yaitu sternum atas
(torakal 3-4).
- Vesikuler, suara normal di jaringan paru, suara napas saat inspirasi dan
ekspirasi sama.

2) B2 ( Blood )
a) Inspeksi : inspeksi adanya jaringan parut pada dada pasien. Keluhan lokasi
nyeri biasanya didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium. Penyebaran
nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan
menggerakkan bahu dan tangan.
b) Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada infark miokard akut tanpa
komplikasi biasanya ditemukan.
c) Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran.
d) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan infark miokard akut. Bunyi jantung tambahan
akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada infark miokard akut
tanpa komplikasi.

3) B3 (Brain)
a) Pemeriksaan neurosensory
Ditujukan terhadap adanya keluhan pusing, berdenyut selama tidur, bangun,
duduk atau istirahat dan nyeri dada yang timbulnya mendadak. Pengkajian
meliputi wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih,
meregang, menggeliat, menarik diri dan kehilangan kontak mata.

4) B4 (Bladder)
Output urin merupakan indikator fungsi jantung yang penting. Penuruan
haluaran urine merupakan temuan signifikan yang harus dikaji lebih lanjut
untuk menentukan apakan penurunan tersebut merupakan penurunan produksi
urine (yang terjadi bila perfusi ginjal menurun) atau karena ketidakmampuan
pasien untuk buang air kecil. Daerah suprapubik harus diperiksa terhadap
8

adanya massa oval dan diperkusi terhadap adanya pekak yang menunjukkan
kandung kemih yang penuh (distensi kandung kemih).

5) B5 (Bowel)
Pengkajian harus meliputi perubahan nutrisi sebelum atau pada masuk rumah
sakit dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit. Kaji
penurunan turgor kulit, kulit kering atau berkeringat, muntah dan penurunan
berat badan. Refluks hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat
penurunan aliran balik vena yang disebabkan karena gagal ventrikel kanan.
Hepar menjadi besar, keras, tidak nyeri tekan dan halus. Ini dapat diperiksa
dengan menekan hepar secara kuat selama 30 – 60 detik dan akan terlihat
peninggian vena jugularis sebesar 1 cm.

6) B6 (Bone)
Pengakajian yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Keluhan lemah, cepat lelah, pusing, dada rasa berdenyut, dan berdebar.
b) Keluhan sulit tidur ( karena adanya orthopnea, dispnea noktural paroksimal,
nokturia, dan keringat pada malam hari ).
c) Istirahat tidur : kaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam pasien tidur
dalam 24 jam dan apakah pasien mengalami sulit tidur dan bagimana
perubahannya setelah pasien mengalami gangguan pada sistem
kardiovaskuler. Perlu diketahui, pasien dengan IMA sering terbangun dan
susah tidur karena nyeri dada dan sesak napas.
d) Aktivitas : kaji aktivitas pasien dirumah atau dirumah sakit. Apakah ada
kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktivitas. Aktivitas pasien
biasanya berubah karena pasien merasa sesak napas saat beraktivitas.

2. Diagnosa Keperawatan (minimal 3 diagnosa)


Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus sinusitis yaitu:
a. Nyeri akut b.d hipoksia miokard (oklusi arteri koroner).
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan laju, irama, dan konduksi elektrikal.
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplay oksigen miokard dan
kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard. (SDKI, 2018)

3. Perencanaan (untuk setiap diagnosa, di buat dalam bentuk kolom)


No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Pain Management
keperawatan selama 1x24 jam,  Pantau/ catat karakteristik nyeri
diharapkan nyeri klien dapat  Berikan lingkungan yang tenang
berkurang dengan kriteria hasil :  Ajarkan melakukan teknik
 Pasien tidak mengeluh nyeri relaksasi
 Skala nyeri berkurang menjadi  Observasi tanda-tanda vital
1  Berikan oksigen tambahan dengan
 Tanda vital dalam batas normal kanul nasal atau masker sesuai
indikasi
 Berikan analgetik sesuai indikasi
2 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan asuhan  Monitor tanda-tanda vital
keperawatan selama 1x24 jam,  Monitor intake dan output cairan
diharapkan penurunan curah  Monitor saturasi oksigen
jantung dapat berkurang dengan  Monitor keluhan nyeri dada
criteria hasil : (Intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
 Tanda vital dalam batas normal presivitasi yang mengurangi nyeri)
 Klien tidak mengeluh nyeri  Monitor EKG 12 sadapan
9

 Bunyi jantung reguler  Posisikan pasien semi-fowler atau


fowler dengan kaki kebawah atau
posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai
(mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol, dan makanan
tinggi lemak)
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan
spiritual
 Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi oksigen
>94%
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan  Pantau respon pasien terhadap
keperawatan selama 1x24 jam, aktivitas
diharapkan toleransi aktivitas  Tingkatkan aktivitas secara
pasien meningkat dengan kriteria bertahap
hasil :  Lakukan latihan rentang gerak
 Pasien tidak lemas sekurang-kurangnya dua kali sehari
 Pasien mampu beraktivitas  Monitor tanda-tanda vital sebelum,
 Tidak ada perubahan tanda vital selama dan setelah latihan
yang berarti.  Tingkatkan keseimbangan dan
toleransi duduk

4. Implementasi ( Konsep implementasi secara teoritis )


Implementasi tindakan keperawatan dilaksanakan secara observasi , monitor,
edukasi dan kolaborasi sehingga tujuan rencana tindakan tercapai dan dilaksanakan
sesuai rencana

5. Evaluasi ( Konsep evaluasi secara teoritis )


Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini
dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan pada pasien sinusitis. Evaluasi
ini akan mengarahkan asuhan keperawatan, apakah asuhan keperawatan yang
dilakukan ke pasien dengan sinusitis berhasil mengatasi masalah pasien ataukah
asuhan yang sudah dibuat akan terus berkesinambungan terus mengikuti siklus proses
keperawatan sampai benar-benar masalah pasien teratasi.
1
0

C. REFERENSI ( minimal 4 buku, 4 jurnal )


1. Amin, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan DiagnosaMedis &
Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta: Medi Action.
2. Aryanti, D. 2018. Efektivitas Analgesik 24 Jam Pascaoperasi Elektif di RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung Tahun 2017. Jurnal Anastesi Perioperatif, 98-104.
3. Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika.
4. DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
5. DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
6. Engram, B. (2009). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
7. Martha&Kelly. 2010. Diagnosa Keperawatan Nanda. Yogyakarta : Digna Pustaka.
8. Potter, P. A., & Perry, A. G. 2014. Fundamental Keperawatan Edisi 7. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai