Anda di halaman 1dari 14

KONSEP DIRI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Psikologi Umum

Dosen Pembimbing:

Intan Mahardika

Disusun Oleh Kelompok 6:


Imroatus Solikhah
Lailatul Fadhilah
Rochmah Khusnul
Roisul Ulfah
Toha Hasan Anwar
Yesi Anitasari

Kelas: PAI D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
NOVEMBER 2017
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Konsep diri adalah pandangan seseorang terhadap evaluasi dirinya sendiri. Konsep diri
merupakan potret diri secara mental, yang dapat merubah yakni bagaimana orang melihat,
menilai dan menyikapi dirinya sendiri. Konsep diri tumbuh dari interaksi social dalam linkungan
yang berpengaruh terhadap kehidupan individu. Konsep diri memiliki dimensi yaitu pengetahuan
tentang diri, penghargaa terhadap diri dan penilaian terhadap diri sendiri. Konsep menjadi bagian
yang penting dari kepribadian seseorang dalam bersikap dan berperilaku. Bildengan adanya
dalam diri sesesorang dapat menerima dirinya apa adanya dengan segala kekuatan dan
kelemahannya serta memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, berarti menunjukan bahwa ia
memiliki konsep diri yang positif.

2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud konsep diri?
2. Apa saja aspek dalam konsep diri?
3. Factor apa saja yang mempengaruhi konsep diri?
4. Apa yang dimaksud belajar?
5. Apa saja aspek dalam belajar?
6. Factor apa saja yang mempengaruhi belajar?
7. Apa hubungan konsep diri dengan belajar?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud konsep diri, aspek yang ada didalamnya serta
factor yang mempengaruhi konsep diri tersebut.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud belajar, aspek yang ada didalamnya serta factor
yang mempengaruhi dalam belajar tersebut.
3. Untuk mengetahi hubungan antara konsep diri dengan belajar.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DIRI
1. Pengertian Konsep Diri

William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “those physical, social,


psychological, perception of ourself that we have derived from experience and our interaction
with others” (1974:40). Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita.
Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisis. Ada dua komponen konsep diri:
komponen kognitif dan komponen afektif. Boleh jadi komponen afektif anad berupa “saya ini
orang bodoh” dan komponen afektif anda berkata “saya senang diri saya bodoh, ini lebih baik
bagi saya.” Boleh jadi komponen kognitifnnya seperti tadi, tapi komponen afektifnya berbunyi,
“saya malu sekali karna saya menjadi orang bodoh.” Dalam psikologi sosial, komponen kognitif
disebut juga citra diri (self estem). Keduanya, menurut Willian D. Brooks dan Phillip Emmert
(1976:45), berpengaruh besar pada pola komunikasi dan interpersonal.

Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita . Ada yang paling
berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan diri kita. George Herbert Mead (1934)
menyebut mereka significant others-orang lain yang sangat penting. Ketika kita masih kecil,
mereka adalah orangtua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang satu rumah dengan kita.
Richer Dewey dan W.J Humber (1966:105) menamainya affective others-oranglain yang dengan
mereka kita memiliki ikatan emosional. Dari merekalah secara perlahan-lahan kita membentuk
konsep diri kita. Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan mereka, menyebabkan kita menilai diri
kita secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan, membuat kita memandang diri kita secara
negative. Dalam perkembanganya significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi
oerilaku, pikiran dan persaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita
dan menyentuh kita secara emosional. Orang-orang ini boleh jadi masih hidup atau sudah mati.
Disitu anda mungkin memasukan idola anda, bintang film, pahlawan kemerdekaan, tokoh sejarah
atau… orang yang anda cintai diam-diam.

Ketika tumbuh dewasa kita mencoba menghimpun penialian semua orang yang pernah
behubungan dengan kita. Pandangan diri andan tentang keseluruhan pandangan orang lain
terhadap anda disebut generalized others. Memandang diri kita seperti orang-orang lain
memandangnya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain. Konsep ini juga
berasal dari George Herbert Mead. Memandang diri kita sebagai orang lain. Bila saya seorang ibu
bagaimanakah ibu memandang saya. Mengambil peran sebagai guru, bagaimanakah guru
memandang saya.

Pengaruh konsep diri terhadap interpersonal- Konsep diri merupakan factor yang sangat
menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat
mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai
orang yang rajin, ia akan berusah mengahadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik,
mempelajari kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akdemis yang baik.
Jika seorng gadis menganggap dirinya sebagai wanita menarik, dia akan berusaha berpakaian
serapi mungkin dan menggunakan kosmetik yang tepat. Bila seorang merasa rendah diri, ia akan
mengalami kesuitan untuk mengkomunikasikan gagasanya kepada orang-orang yang
dihormatinya, tidak mampu bebicara di hadapan umum, atau ragu-ragu menuliskan pemikirannya
di media masa.1

Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri disebut sebgai nubuat ynag
dipenuhi diri sendiri. Bila anda berpikir anda adah orang yang bodoh. Bila anda merasa memiliki
kemampuan untuk mengatasi persoalan, maka persoalan apapun yang anda hadapi akhirnya dapat
anda atasi. Anda berusaha hidup dengan label yang anda lekatkan pada diri anda. Hubungan
konsep diri dengan perilaku, mungkin dapat disimpulkan, dengan ucapan para penganjur berfikir
positif: you don’t think what you are, you are what you think.

2. Aspek Konsep Diri


a) Aspek Fisik, Aspek fisik meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang
dimilikinya, seperti tubuh, pakaian , benda miliknya, dan lain sebagainya.
b) Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki individu
terhadap dirinya sendiri.
c) Aspek social, meliputi peranan social yang dimainkan individu atau kemampuan
dalam berhubungan dengan dunia luar dan penilaian individu

1
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 97-103.
d) Aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi
kehidupan seseorang. Arti dan nilai moral, misalnya hubungan manusia dengan
Tuhan, perasaan jadi orang “baik atau berdosa”, dan kepuasan atau tidakpuasan
terhadap agama yang dianut.
e) aspek kognitif, meliputi gambaran yang menyangkut daya ingat, kemampuan
mengolah data, daya ingat, kemampuan matematika, verbal dan secara umum.
f) Aspek keluarga, meliputi meliputi arti keberadaan diri di dalam keluarga,
hubungan dalam keluarga
g) Aspek emosi, meliputi keterampilan individu terhadap pengelolaan implus dan
irama perubahan emosinya.
h) Aspek diri secara keseluruhan, meliputi pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki
individu terhadap dirinya sendiri.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri


a) Factor Genertik Hereditas

Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa sifat atau dimensi kepribadian sesuatu yang
diwariskan. Beberapa teori kepribadian yang menjelaskan factor hereditas adalah:

 Dimensi kepribadian dari Eysenck mengenai psikotisme, neurotikisme, dan ekstraversi.


 Lima factor model kepribadian dari costa dan McCrae, yaitu: neurotikisme, extraversi,
keterbukaan terhadap pengalaman, kepersetujuan, dam kehati-hatian
 Tiga tempramen dari buss dan plomin, yaitu: emosionalitas, aktivitas dan sosialitas.

Berapapun jumlah sifat yang ada, pendekatan genetic berpendapat bahwa kepribadian
sepenuhnya ditentukan oleh bawaan. Meskipun dalam kenyataanya prediposisi genetic
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan sosial, terutama ketika masa anak-anak.

b) Faktor Lingkungan

Setiap ahli teori masih mendiskusikan pentingnya lingkungan sosial. Alferd Alder
menjelaskannya dalam bentuk pengaruh urutan kelahiran. Menurutnya kepribadian dipengaruhi
oleh posisi kelahiran dalam keluraga, situasi sosial dan pengasuhan sebagai funfsi dari perluasan
perbedaan usia antara saudara kandung. Dalam pandangan Alder, perbedaan lingkungan rumah
akan memberikaan pengaruh kepada perbedaan kepribadian.

c) Factor Belajar

Factor belajar memainkan peranan sangat penting dalam setiap aspek prilaku. Semua
kekuatan lingkungan dan social yang membentuk kepribadian ditentukan oleh belajar. Setiap fase
dalam kepribadian yang diwariskan data di modifikasi, dikacaukan, dicegah, ditumbuh-suburkan
melalui proses belajar. Menurut B.F Skinner, berdasarkan hasil kajian Pavlov dan Watson,
penguatan positive successive approximation, perilaku turunan (supperstitious), dan berbagai
variable beljar berkontribusi pada pembentukan kepribadian, yang oleh Skinner disebutnya
dengan akumulasi sederhana dari respons yang dipelajari’

d) Faktor Pengasuhan

Freud menekankan factor pengasuhan sebagai factor yang sangat berpengaruh, sedangkan
Adler memfokuskan kepada konsekuensi dari anak yang merasa tidak diinginkan atau ditolak
oleh orangtuanya. Penolakan orangtua akan menyebabkan perasaan tidak aman, hidup penuh
kemarahan terhadap oranglain, kurang kasih syang yang menyebabkan anak merasa tidak aman
dan tidak berdaya. Erich Fromm berpendapat bahwa kebanyakan anak yang selalu bergantung
atau manja, karena mereka dibesarkan melalui keterikatan awal dari orangtua, sehingga
menjadikan anak tidak merasa aman.

e) Factor perkembangan

Freud percaya bahwa kepribadian dibentuk dan menetap pada usia lima tahun dan akan sulit
berubah pada usia tersebut. Banyak pihak setuju bahwa masa kanak-kanak merupakan periode
penting dalam pembentukan kepribadian, teteapi juga percaya, kepribadian akan terus
berkembang setelah melalui masa kanak-kanak dan mungkin sepanjang hayat. Beberapa ahli teori
kepribadian, seperti Cattel, Allport, Errikson, dan Murray memandang pebtibgnya kehidupan
masakanak-kanak, meskipun mereka juga setuju bahwa kepribadian dapat dimodifikasi pada usia
selanjutnya. Beberapa ahli teori berpendapat bahwa perkembangan kepribadian berlangsung pada
masa dewasa. Jung, Cattel, Maslow dan Erikson menyatakan bahwa periode usia setengah baya
(middle age) sebagai periode perubahan kepribadian yang mayor.

f) Faktor Kesadaran

Hamper semua teori kepribadian atau konsep diri, secara implisit dan ekplisit, menjelaskan
proses kesadaran (cognitive), kecuali Freud dan Jung yang memfokuskan pada ketidaksadaran.
Mereka menuliskan ego sebagai jiwa sadar yang merasakan, berfikir dan mengingat, sehingga
memungkinkan untuk berhubungan dengan dunia luar. Melalui ego, kita dapat menerima
rangsangan, kemudian memanggil gambaran tersebut. Jung menuliskan fungsi rasional,
pembuatan keputusan sadar dan rasional untuk membuat perencanaan dan mengarahkan jalan
hidup. Kita memformulasiak harapan, rencana, mimpi dan menunda kepuasan untuk
mengantisipasi kejadian masa depan.

g) Faktor Ketidaksadaran

Sigmund Freud memperkenalkan kepada kita mengenai dunia tidak sadar, gudang kesuraman
dari ketkutan paling gelap kita, konflik-konflik, kekuatan yang berpengaruh pada pemikiran
sadar. Para ahli psikologi menemukan beberapa bukti yang mendukung teori Freud bahwa
pemikiran dan memori ditekan ke dalam ketidaksadaran, dan represi terssebut beroprasi di level
ketidaksadaran. Beberapa riset terbaru menujukan bahwa ketidaksadaran adalah kekuatan besar
yang mungkin lebih besar daripada yang dipikirkan oleh Freud sendiri, meskipun penggambarsn
modern mengenai proses pemikiran tidak sadar dan penggambarannya lebih rasional
dibandingkan dengan emosional.2

B. BELAJAR
1. Pengertian Belajar
1) Menurut Lyle E. Burne, JR., Ekstrand: “learning as a relatively permanent change in
behavior traceable to experience and practice” (belajar adalah perubahan tingkah laku
yang relative tetap yang diakibatkan oleh pengalaman dan latihan)

2
Dede Rahmat Hidayat, Toeri Dan Aplikasi Psikologi Kepribadian Dalam Konseling, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),
9-16.
2) Clifford T.Mogan: “ learning is any relatively peranent change in behavior that is a result
of past experience” (belajar adalah perubahan tingkah laku yang elatif tetap yang
merupakan hasil pengalaman yang lalu)
3) Dr. Musthofa Fahmi: (sesungguhnya belajar adalah (ungkapan yang menunjuk) aktivitas
(yang meghasilkan) perubahan-perubahan tingkah laku atau pengalaman
4) Guilford: ”learning is any change in behavior resulting from stimulation” (belajar adalah
perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari rangsangan)

Batasan-batasan belajar di atas secra umum bisa disimulkan, belajar adlah perubahan tingkah
laku yang relative tetap yang terjadi karena latihan dan pengalaman. Dengan kata lain yang lebih
rinci belajar adalah:

a) Suatu aktivitas atau usaha yang disengaja


b) Aktivitas tersebut menghasilkan perubahan, berupa sesuatu yang baru baik yang segera
Nampak atau tersembunyi tetapi juga hanya berupa penyemournaan terhadap sesuatu
yang pernah dipelajari.
c) Perubahan-perubahan itu meliputi perubahnan kterampilan jasmani, kecpatan perseptual,
isi, ingatan, abilitas berpikir, sikap terhadap nilai-nilai dan inhibisi serta lain-lain funsi
jiwa (perubahan ynag berkenaan dengan aspek psikis dan fisik)
d) Perubahan tersebut relative bersifat konstan.3

2. Aspek Belajar
a) Aspek Pembelajaran Kognitif

Muh. Uzer Usman dalam bukunya “ Menjadi Guru Merdeka” mengklasifikasikan tujuan
kognitif ada 6 bagian yaitu:

 Ingatan atau recall. Mengacu kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah
dipelajari dari sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah
kemampuan mengingat keterangan dengan benar.
 Pemahaman. Mengacu pada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu
tingakat diatas pengetahuan dan merupakan tingkat kemampuan berfikir yang rendah.
3
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo Semarang bekerjasama dengan
Pustaka Pelajar), 33-34.
 Penerapan. Mengacu pada kemampuan menggunakan atau menrapkan materi yangn
sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan, prinsip.
Penerapan merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggidaripada pemahaman.
 Analisis. Mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-
komponen atau factor penyebabnya, dan mampu memahami hubungan diantara bagian
yang satu dengan yang lainya sehingga struktur atau aturannya dapat lebih dimengerti.
 Sintesis. Mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen
sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru.
 Evaluasi. Mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai
materi untuk tujuan tertentu.

b) Aspek Pembelajaran Afektif

Muh Azer Usman membaginya menjadi 5 kategori yaitu:

 Penerimaan. Mengacu pada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan dn membrikan


respon terhadap stimulasi yang tepat.
 Pemberian respon. Satu tingkat diatas penerimaan. Dlam hal ini siswa tersangkut secara
aktif , menjadi peserta, dan tertarik.
 Penilaian. Mengacu pada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau
kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak
menghiraukan.
 Pengorganisasian. Mengacu pada penyatuan nilai.
 Karakterisasi. Mengacu pada karate dan gaya hidup seseorang.

c) Aspek Pembelajaran Psikomotorik

Berbicara mengenai psikomotorik, orang biasanya menganggap bahwa mencapai tujuan


penguasaan keterampilan psikomotorik jauh lebih sukar daripada mncapai tujuan kognitif.
Sebagian guru mengira bahwa taktik dengan strategi mengajarnya juga berlainan. Kecakapan
psikomotor anak tidak terlepas dari kecakapan kognitif dan juga banyak terikat dengan
kecakapan afektif. Karena keberhasilan ranha kognitif juga akan berdampak psitif pada ranah
perkembangan ranah psikomotorik. Contoh, Siswa yang berprestasi baik dalam bidang
pembelajaran agama misalnya tentu akan lebih rajin beribadah shalat, puasa dan mengaji . dia
juga tidak segan-segan memberi pertolongan pada ornag yang memerlukan. Sebab, ia merasa
memberi bantuan itu adalah kebajikan (afektif), sedangkan perasaan yang berkaitan dengan
kebajikan tersebut berasal dari pemahaman terhadap peljaran materi agama yang ia terima dari
gurunya (kognitif).

d) Aspek Pembelajaran Sosialisasi

Secara social manusia dilahirkan sebagai makhluk social (zoom pliticon), secepat individu
menyadari bahwa ada diluar dirinya ada orang lain, maka mulailah pula ia menyadari bahwa ia
harus belajar apa yang semestinya ia perbuat seperti jyang diharapkan oranglain. Proses belajar
untuk menjadi makhluk social disebut sosialisasi.

Perkembangan social yang demikian disebut sebagai rankaian dari perubahan yang
berkesinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi makhluk social yang dewasa. Charlote
Buhler mengidentifikasi perkembangan social dalam term kesadaran hubungan subjektif-objektif.
Proses perkembangannya berlansung pada irama sebagai berikut:

1. Masa kanak-kanak awal (0,0 – 3,0) : subjektif


2. Masa krisis (3,0 - 4,0) : anak-degil
3. Masa kanak-kanak akhir (4,0 – 6,0) : subjektif menuju objektif
4. Masa anak sekolah (6.0 – 12,0) : objektif
5. Masa krisis II (12,0 – 13,0) : pre-puber
6. Masa remaja awal (13,0 – 16,0) : subjektif menuju objektif
7. Masa remaja akhir (16,0 – 18,0) : objektif

3. Faktor Yang Mempengaruhi Belajar


a) Situasi belajar
 Kesehatan jasmani
Kekurangan gizi biasanya mempunyai pengaruh terhadap kesehatan jasmani, mudah
mengantuk, mudah lelah, lesu dan sejenisnya terutama bagi anak-anak yang usianya
masih muda, pengaruh ini sangat menonjol.
 Keadaan Psikis
Bila menengok kembali pada proses belajar, Nampak dengan jelas belajar lebih
banyak berhubungan dengan aktivitas jiwa, dengan kata lain factor-faktor psikis
memang memiliki peran yang sangat menentukan di dalam belajar.
b) Kognitif
 Pengamatan
Secara umum manusia mengenal dunia nyata melalui pengamatan yaitu dengan
melihat, mendengar, mencecap dan meraba.

 Tanggapan dan Fantasi


Bayangan yang tinggal dalam igatan setelah melakukan pengamatan bisa disebut
tanggapan, sedangkan daya untuk membentuk tanggapan perasaan riang dan suasana
perasaan murung

c) Factor Motivasi
Keadaan jiwa individu mendorong untuk melakukan sesuatu perbuatan guna
mencapai suatu tujuan yang biasa disebut motivasi. Motivasi belajar disini dikatakan
murni karena tujuan utamanya adalah hasil belajar itu sendiri.

d) Latihan-latihan yang Terpancar


Belajar akan lebih efektif apabila periode latihan disusun terpencar, belajar 6 jam
sehari akan lebih baik dipendekkan menjadi 3 hari, tiap hari 2 jam.
e) Latihan yang Aktif
Seseorang tidak dapat belajar berenang, menulis, berbicara bahasa asing, menari
dan sejenisnya, hanya melihat ornag lain melakukan hal-hal tersebut. Prinsip ini ialah
individu hanya bisa belajar sesuatu dengan mengerjakan sendiri maksudnya idividu
belajar berfikir sendiri.
f) Kebaikan Bentuk dan Sistem
Setiap individu sangat merasakan enaknya mempekajari suatu buku ynag disusun
secara sistematis, misalnya bab I disusul bab II dengan isi yang tidak terbalik artinya,
konsep yang ada dalam bab satu memberi landasan bagi konsep yang ada dalam bab II.

g) Effek Penghargaan atau Reward dan Hukuman

Penghargaan atau hukuman perlu dipilih oleh pendidik meskipun dinilai kurang
murni. Bila kita menggunakan skala prioritas maka pilihan awal jatuh pada penghargaan,
hal ini didasarkan atas beberapa pertimbangan logis, diantaranya hadiah biasanya
diberikan kepada orang yang sangat terbatas, misalnya siswa yang memperoleh Ip atau
nilai tertentu akan memperoleh hadiah.4

C. HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN BELAJAR

Kinsep diri mampu mempengaruhi prestasi belajar secara significant. Hal ini sesuai dengan
Hurlock yang menerangkan bahwa konsep diri merpakan gambaran yang dimiliki orang tentang
diri mereka sendiri, karakteristik fisik, psikologi, social, emosional, aspirasi dan prestasi.

Menurut Pudjijogjanti (2003) aspek konsep diri adalah bagaiman individu mampu
menyesuaikan dirinya dengan system akademik yang ada, sehingga konsep diri individu akan
mampu mempengaruhi prestasi belajar, artinya semakin tinggi tingakat konsep diri mahasiswa
maka makin tinggi pula prestasi belajar yang dimiliki.5

4
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo Semarang bekerjasama dengan
Pustaka Pelajar, 2001),69-85.
5
Ernawulan Syaodih, Psikologi Perkembangan,(Jurnal Media Prestasi) Vol. VIII No.2 Edisi Desember 2011
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

1. Konsep diri adalah pandangan seseorang terhadap evaluasi dirinya sendiri. Konsep diri
merupakan potret diri secara mental, yang dapat merubah yakni bagaimana orang melihat,
menilai dan menyikapi dirinya sendiri
2. Aspek Konsep Diri: Aspek Fisik, Aspek psikis, Aspek social, Aspek moral, aspek
kognitif, Aspek keluarga, Aspek emosi, Aspek diri secara keseluruhan
3. Factor yang memepengaruhi konsep diri : Factor Genertik Hereditas, Faktor Lingkungan,
Factor Belajar, Faktor Pengasuhan, Factor perkembangan, Faktor Kesadaran, Faktor
Ketidaksadaran.
4. Menurut Lyle E. Burne, JR., Ekstrand: “learning as a relatively permanent change in
behavior traceable to experience and practice” (belajar adalah perubahan tingkah laku
yang relative tetap yang diakibatkan oleh pengalaman dan latihan)
5. Aspek- aspek dalam belajar : Aspek Pembelajaran Kognitif, Aspek Pembelajaran Afektif,
Aspek Pembelajaran Psikomotorik, Aspek Pembelajaran Sosialisasi
6. Faktor Yang Mempengaruhi Belajar: Situasi belajar, Kognitif, Factor Motivasi, Latihan-
latihan yang Terpancar, Latihan yang Aktif, Kebaikan Bentuk dan Sistem, Effek ,
Penghargaan atau Reward dan Hukuman
7. Adanya hubungan yang significant antara konsep diri dengan prestasi belajar, yang
menandakan bahwa semakin tinggi tingkat konsep diri semakin tinggi pula tingkat
prestasi belajar tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo Semarang
bekerjasama dengan Pustaka Pelajar), 2001.

Rahmat Hidayat, Dede. Toeri Dan Aplikasi Psikologi Kepribadian Dalam Konseling, (Bogor:
Ghalia Indonesia), 2011

Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2009.


Syaodih, Ernawulan. Psikologi Perkembangan,(Jurnal Media Prestasi) Vol. VIII No.2 Edisi
Desember 2011.

Anda mungkin juga menyukai