Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KONSEP TEKNOLOGI

BAHAN BAKAR GLISERIN

Dosen Pengajar : Dr. T. Ir. Susilowati, MT


NAMA ANGGOTA KELOMPOK :
1. LUSIA NADA MELITA (20031010055)
2. FARA ZABRINA NOVIARDYANTI (20031010060)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan Makalah Pembakaran Menggunakan
Gliserin sebagai pemenuhan tugas Konsep Teknologi

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. T. Ir. Susilowati, MT
selaku dosen pengampu mata kuliah Konsep Teknologi yang telah membantu
penulis dalam mengerjakan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini memberikan penjelasan tentangpembakaran menggunakan bahan


selain bahan bakar fosil dan menjelaskan tentang pengaruh hasil pembakaran
terhadap emisi gas CO2 yang dihasilkan.

Penulis menyadari ada kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab itu, saran dan
kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis. Penulis juga berharap
semoga makalah ini mampu memberikan pengetahuan tentang pembakaran
menggunakan gliserin terutama dalam ilmu Teknik kimia

Surabaya,19 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
I.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
I.3. Tujuan ............................................................................................................ 1
I.4. Manfaat .......................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN...................................................................................................... 3
II.1. Pengertian Pembakaran ................................................................................ 3
II.2. Perubahan Akibat Pembakaran .................................................................... 4
II.3. Reaksi Pembakaran ...................................................................................... 4
II.4. Proses Perpindahan Panas ............................................................................ 5
II.5 Alat Perpindahan Panas................................................................................. 7
BAB III .................................................................................................................. 11
PEMBAHASAN.................................................................................................... 11
III.1. Pemurnia Gliserin ..................................................................................... 11
III.2 Kelebihan dan Kekurangan Energi Biomassa Gliserin .............................. 15
III.3 Manfaat Bahan Bakar Gliserin terhadap Lingkungan ............................... 16
BAB IV .................................................................................................................. 17
PENUTUP ............................................................................................................. 17
IV.I Kesimpulan ................................................................................................. 17
IV.2 Saran .......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 18
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Pemakaian energi di Indonesia untuk pembangkit listrik masih sangat
bergantung pada pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi dan
gas. Dari pembakaran bahan bakar fosil tersebut dihasilkan gas CO2, NOx dan SO2
yang dapat menimbulkan pencemaran udara dan dihasilkan pula polutan radioaktif.
Kenaikan jumlah gas CO2 di udara akibat pembakaran bahan bakar fosil akan
meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global, dan
akhirnya dapat mempengaruhl perubahan ikiim serta rusaknya ekosistem di bumi.
Sedangkan polutan radioaktif terjadi karena batubara mengandung unsur radioaktif
alam yang terjebak dalam batubara, dimana pada saat batubara dibakar terjadi
penguralan yang menyebabkan unsur radioaktif alam tersebut ikut keluar bersama-
sama dengan gas emisi lalnnya ataupun terlkut dalam abu hasll pembakaran. Unsur
radioaktif alam dari batubara terdiri dari kalium, uranium, thorium, dan juga hasil
peluruhannya seperti radium, radon, polonium, bismuth dan timbal . Ditinjau dari
sisa emisi CO2, pembakaran batubara mengemisi CO2 jauh lebih banyak dibanding
minyak dan gas. Untuk itu perlu dilakukan sistem pengelolaan yang berbeda agar
bisa mengurangi emisi CO2 sisa pembakaran.

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu gliserin?


2. Bagaimana proses pembakaran dengan gliserin dapat terjadi?
3. Apa kelebihan bahan bakar gliserin?

I.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui senyawa gliserin
2. Untuk mengetahui reaksi yang terjadi saat pembakaran
3. Untuk mengetahui kelebihan gliserin sebagai bahan bakar

1
I.4. Manfaat
1. Agar pembaca mengetahui pemanfaatan gliserin
2. Agar pembaca mengetahui bahan bakar tidak hanya berasal dari fosil
3. Agar pembaca mengetahui gliserin energi terbarukan

2
BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Pengertian Pembakaran


Pembakaran adalah salah satu teknologi yang paling luas digunakan.
Hampir 90% dari supply energi dunia berasal dari proses pembakaran. Maka
menjadi penting untuk mempelajari proses ini secara seksama.

Penelitian tentang pembakaran pada awalnya mengarah pada mekanika


fluida yang didalamnya terjadi reaksi kimia (secara global rate reaction) yang
melepaskan sejumlah panas.Sejumlah panas yang dilepaskan oleh reaksi kimia ini
pada mulanya didefinisikan secara aspek thermodinamika sederhana yang
mengasumsikan ada reaksi yang terjadi dan sangat cepat.Pendekatan ini dapat
dilakukan jika proses pembakaran dianggap stationary combustion dimana tidak
mungkin terjadi mengingat adanya fenomena kompleks akan ignition phenomena
dan terbentuknya polutan.

Pembakaran adalah oksidasi bahan bakar secara cepat yang disertai dengan
produksi panas atau panas dan cahaya. Pelepasan panas dan cahaya ini ditandai
dengan terbentuknya api. Pembakaran yang sempurna terjadi hanya jika terdapat
pasokan oksigen yang cukup dan biasanya pembakaran dilakukan dengan udara
berlebih untuk menjamin pembakaran yang sempurna. Proses pembakaran juga
dapat diartikan sebagai reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara.
Hasil pembakaran utama adalah karbondioksida dan uap air serta energi panas.
Sedangkan hasil pembakaran yang lain adalah karbonmonoksida, abu (ash), NOx,
atau SOx, tergantung dari jenis bahan bakarnya.

Pada proses pembakaran, bahan bakar dan oksidizer (biasanya udara)


dikontakkan (mix) dan dibakar. Jika ditinjau dari mekanisme kontak antara fuel dan
oksidizer maka proses pembakaran dapat dibagi menjadi 2 yaitu premix dan non-
premix. Premix adalah bahan bakar dan oksidizer dicampur terlebih dahulu
kemudian dibakar (dengan ignition phenomena) sedangkan non-premix adalah
proses pencampuran dan pembakaran bahan bakar dengan oksidizer terjadi secara

3
simultan. Masing-masing metode ini juga dapat memiliki rezim aliran yang
berbeda(Triwibowo,2013).

II.2. Perubahan Akibat Pembakaran


Pembakaran dapat didefinisikan sebagai proses/reaksi oksidasi yang sangat
cepat antara bahan bakar (fuel) dan oksidator dengan menimbulkan nyala dan
panas. Bahan bakar merupakan segala substansi yang melepaskan panas ketika
dioksidasi dan secara umum mengandung unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H),
oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S). Sementara oksidator adalah segala
substansi yang mengandung oksigen (misalnya udara) yang akan bereaksi dengan
bahan bakar. Fenomena-fenomena yang terjadi pada pembakaran antara lain
interaksi proses-proses kimia dan fisika, pelepasan panas yang berasal dari energi
ikatan ikatan kimia, proses perpindahan panas, proses perpindahan massa, dan
gerakan fluida. Sehingga kajian pembakaran membutuhkan saling keterkaitan
antara ilmu dasar dan turunannya yakni Termodinamika, Mekanika Fluida,
Perpindahan Kalor dan Massa, Material, Statistika dan Probabilitas . Pembakaran
menghasilkan panas sehingga disebut sebagai proses oksidasi eksotermis. Jika
oksigen yang dibutuhkan untuk proses pembakaran diperoleh dari udara kering, di
mana udara kering terdiri dari 21% oksigen dan 78% nitrogen. Pembakaran
merupakan salah satu perubahan kimia. Perubahan kimia adalah perubahan pada
suatu zat yang mengubah sifat-sifat kimianya sehingga menghasilkan zat baru.
Hakikatnya nyaris semua yang ada di dunia ini akan berubah. Contoh Anak-anak
akan berubah jadi remaja lalu dewasa, orang kaya bisa jadi miskin (Simamora,
2015)

II.3. Reaksi Pembakaran


Pembakaran normal (sempurna) adalah kondisi bahan bakar dapat terbakar
seluruhnya pada saat dan keadaan yang dikehendaki. Sedangkan pembakaran tidak
sempurna (tidak normal) adalah pembakaran dimana nyala api dari pembakaran ini
tidak menyebar secara teratur dan merata sehingga menimbulkan masalah. Pada
pembakaran yang tidak sempurna sering pula terjadi pembakaran yang tidak
lengkap. Dalam pembakaran normal semua atom karbon dan hidrogen bereaksi

4
sempurna dengan udara yaitu oksigen. Berikut adalah contoh pembakaran normal
CH4:

● CH4 + 2O2 --> CO2 + 2H2O

Tetapi dalam pembakaran yang tidak lengkap yaitu pembakaran yang ada kelebihan
atau kekurangan oksigen. Contoh reaksi kelebihan oksigen:

● CH4 + 3O2 --> CO2 + 2H2O + O2

Jadi didalam persamaan reaksi di atas jelas ada kelebihan O2 (Oksigen).

Contoh reaksi kekurangan oksigen:

● 1CH4 + 1,75 O2 --> 0,5 CO2 + 0,5CO + 2H2O

Jadi didalam persamaan reaksi di atas masih ada CO yang tidak terbakar dan keluar
bersama-sama dengan gas buang. Hal tersebut disebabkan karena kekurangan
oksigen(Yusuf,2018).

II.4. Proses Perpindahan Panas


Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari
satu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah-daerah
tersebut dari temperatur fluida yang lebih tinggi ke fluida lain yang memiliki
temperatur lebih rendah. Perpindahan panas pada umumnya dibedakan menjadi tiga
cara perpindahan panas yang berbeda yaitu konduksi (conduction; juga dikenal
dengan istilah hantaran), radiasi (radiation; juga dikenal dengan istilah pancaran),
dan konveksi (convection; juga dikenal dengan istilah alian).

Konduksi adalah proses dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu
tinggi kedaerah yang bersuhu lebih rendah di dalam satu medium (padat, cair atau
gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara
langsung . Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi terjadi karena
hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup
besar. Konduksi adalah satu-satunya mekanisme dimana panas dapat mengalir
dalam zat padat yang tidak tembus cahaya. Konduksi penting pula dalam fluida,

5
tetapi di dalam medium yang bukan padat biasanya tergabung dengan konveksi,
dan dalam beberapa hal juga dengan radiasi. Persamaan dasar untuk konduksi satu
dimensi dalam keadaan studi dapat ditulis:

Radiasi adalah proses dengan mana panas mengalir dari benda yang bersuhu
tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di lama ruang,
bahkan bila terdapat ruang hampa di antara benda-benda tersebut. Semua benda
memancarkan panas radiasi secara terus-menerus. Intensitas pancaran tergantung
pada suhu dan sifat permukaan. Energi radiasi bergerak dengan kecepatan cahaya
(3 x 108 m/s) dan gejala-gejalanya menyerupai radiasi cahaya. Memang menurut
teori elektromagnetik, radiasi cahaya dan radiasi thermal hanya berbeda dalam
panjang gelombang masing-masing

Konveksi adalah proses transport energi dengan kerja gabungan dari


konduksi panas, penyimpanan dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting
sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cairan
atau gas. Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang
suhunya di atas suhu fluida sekitarnya dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan
mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang
berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan
energi dalam partikel-partikel fluida ini. Kemudian partikel-partikel fluida tersebut
akan bergerak ke daerah yang bersuhu rendah didalam fluida di mana mereka akan
bercampur dengan, dan memindahkan sebagian energinya padapartikel-partikel
fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida maupun energi. Banyak
parameter yang mempengaruhi perpindahan panas konveksi di dalam sebuah
geometri khusus. Parameter-parameter ini termasuk skala panjang sistem (L),
konduktivitas termal fluida (k), biasanya kecepatan fluida (V), kerapatan (g),
viskositas (h), panas jenis (Cp), dan kadang-kadang faktor lain yang berhubungan
dengan cara-cara pemanasan (temperatur dinding uniform atau temperatur dinding

6
berubah-ubah). Fluks kalor dari permukaan padat akan bergantung juga pada
temperatur permukaan (Tw) dan temperatur fluida (Tf), tetapi biasanya dianggap
bahwa (ΔT = TW – Tf) yang penting. Akan tetapi, jika sifat-sifat fluida berubah
dengan nyata pada daerah pengkonveksi (convection region), maka
temperaturtemperatur absolute Tw dan Tf dapat juga merupakan faktor-faktor
penting didalam korelasi(Supu,2016).

II.5 Alat Perpindahan Panas


Alat penukar kalor (heat exchanger) adalah alat yang digunakan untuk
memindahkan panas antara dua fluida. Proses perpindahan panas tersebut dapat
terjadi secara langsung, dimana fluida yang akan dipanaskan bercampur dengan
fluida pemanasnya (tanpa ada pemisah) dalam suatu bejana, maupun secara tidak
langsung dimana fluida pemanasnya tidak berhubungan secara langsung dengan
fluida pemanasnya. Jadi proses perpindahan panas mempunyai media perantara
misalnya pipa, plat atau peralatan jenis lainnya. Penukar kalor merupakan suatu
peralatan mesin yang amat penting, baik dalam sebuah sistem pembangkit tenaga,
proses–proses industri, media transportasi, maupun dalam bidang pendidikan. Pada
alat penukar kalor ini perpindahan panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi
ataupun radiasi tergantung dari tipe dan konstruksi alat tersebut. Gambar alat
penikar kalor dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Alat penukar kalor

Menurut [1] [3] bahwa sistem pendinginan pada motor diesel dilakukan agar motor
disel dapat bekerja pada temperatur kerja. Menurut [4] bahwa panas diserap secara
konduksi dari metal disekeliling silinder, katup, dari kepala silinder menuju cairan

7
pendingin, sehingga temperatur pendingin akan naik, sehingga untuk mendapatkan
hasil yang maksimal maka kapasitas pendinginan harus memadai dalam kondisi
kerja yang baik, ada pun media pendingin yang sering digunakan adalah minyak,
air tawar dan air laut dimana ketiga temperatur media pendingin tersebut harus tetap
di jaga agar terjadi proses perpindahan panas dengan baik dan juga penggunanan
alat perpindahan panas harus di perhatikan sehingga temperatur kerja dari motor
diesel dapat diwujudkan.

LO Cooler berfungsi sebagai tempat perpindahan panas antara minyak yang


mendinginkan bagian mesin diesel sehinnga minyak menjadi panas selanjutnya
panas dari minyak akan di serap oleh air laut di LO Cooler. Berdasarkan fungsinya
alat penukar kalor yang dipergunakan dalam industri terbagi atas:

● Cooler
● Boiler
● Condensor
● Evaporator
● Chiller.

Adapun bentuk dari alat penukar kalor yang umum digunakan adalah:

1. Alat penukar kalorshell and tube


2. Alat penukar kalorcoil in box
3. Alat penukar kalordouble pipe
4. Alat penukar kalor tube flow
5. Alat penukar kalorair fin exchanger.

Menurut arah aliran fluida yang mengalir, alat penukar kalor dapat
dikelompokkan atas:

a) Penukar kalor aliran berpapasan(counter current)

b) Penukar kalor aliran searah(co current)

c) Penukar kalor aliran silang (cross current)

8
Gambar arah aliran alar penukar kalor counter dan co current dapat dilihat
pada Gambar 2

Gambar 2. Aliran alat penukar kalor

Berdasarkan banyaknya fluida yang digunakan, alat penukar kalor dibagi


atas:

a. Dua macam fluida (umumnya)


b. Tiga macam fluida (digunakan dalam proses-proses kimiawi,
misalnya pada sistem pemisahan udara).

Sedangkan berdasarkan mekanisme perpindahan panasnya, alat penukar


kalor dibagi atas:

a. Konveksi satu fasa (dapat terjadi dengan konveksi paksa atau alamiah)
b. Konveksi dua fasa (dapat terjadi dengan konveksi paksa atau alamiah)
c. Kombinasi perpindahan kalor konveksi dan radiasi.

Prinsip kerja dari alat penukar kalor tipe shell and tube ini yaitu dengan
menukar kalor yang akan dibuang dari fluida panas tanpa adanya kontak langsung
dengan fluida dingin yang akan menerima panas tersebut. Dimana fluida yang
mengalir di dalam tube dengan temperatur tinggi akan memberikan sebagian
kalornya kepada fluida di dalam shell yang temperaturnya lebih rendah, dapat juga
terjadi sebaliknya.

9
Standard Tubular Exchanger Manufacture (TEMA) mengklasifikasikan
penukar kalor jenis shell and tube dalam tiga kelas, yaitu:

a. Kelas “R” Dirancang untuk dioperasikan pada kondisi yang relatif berat,
biasanya digunakan dalam industri minyak.
b. Kelas “B” Dirancang untuk dioperasikan pada kondisi yang sedang,
biasanya digunakan untuk proses-proses kimia.
c. Kelas “C” Dirancang untuk dioperasikan pada kondisi ringan, biasanya
digunakan untuk jasa pelayanan umum.

Standar TEMA juga mengklasifikasikan alat penukar kalor menurut tipe


stasionary head, shell dan rear bend kedalam tiga kode huruf, yaitu:

a. Huruf pertama: A, B, C, N dan D.Menunjukkan tipe ujung muka

(stasionary head)

b. Huruf kedua: E, F, G, H, J, K dan X

Salah satu jenis alat penukar kalor yaitu arah alirannya berlawanan arah
dimana penukar panas jenis ini, kedua fluida (panas dan dingin) masuk dan keluar
pada sisi yang berlawanan.Temperatur fluida dingin yang keluar dari penukar panas
lebih tinggi dibandingkan temperatur fluida panas yang keluar dari penukar kalor,
sehingga dianggap lebih baik dari aliran searah.Gambar profil temperatur alat
penukar kalor aliran berlawanan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Profil temperatur alat penukar kalor aliran berlawanan

(Patayang,2017).

10
BAB III

PEMBAHASAN

III.1. Pemurnia Gliserin


Gliserol atau gliserin adalah senyawa organik multi-fungsi, bersifat
hidrofilik dan hidrofobik karena struktur kimia yang stabil dengan tiga gugus
hidroksil. Gliserol mentah yang diproduksi dari berbagai bahan baku akan memiliki
komposisi yang berbeda, oleh karena itu proses pemurnian juga tentu berbeda.
Pertimbangan untuk pemurnian awal sebagian besar tergantung pada penggunaan
gliserol dan hasil samping pada proses permurnian. Tujuan dari proses pemurnian
adalah untuk meningkatkan kegunaan gliserol dengan menghilangkan kotoran yang
tidak diinginkan sesuai dengan berbagai set standar dan tujuan yang berbeda.

Pemurnian crude glycerol secara umum dilakukan dengan beberapa


tahapan, yaitu filtrasi, penambahan zat kimia, dan distilasi vakum. Metode
pemurnian lain dilakukan dengan physicochemical treatments untuk mendapatkan
gliserin dengan tingkat kemurnian yang sangat tinggi, yaitu pengeringan (drying),
saponification, asidifikasi, penetralan, filtrasi membran, ekstraksi dengan pelarut
polar dan adsorpsi. Secara umum Pemurnian crude glycerin ini dilakukan untuk
menghilangkan kontaminan utama, yaitu material organik selain glycerin (matter
organic non glycerin (MONG). Senyawa MONG dihasikan dari kontaminan sabun
(soap), methanol dan methyl esters dalam proses produksi biodiesel. Selama proses
pemurnian pada tahap asidifikasi (first stage purification), asam lemak rantai
panjang free fatty acid (FFA) telah dipisahkan sebagai soluble soap, sementara itu
methyl ester masih terlarut dalam suspensi gliserin. Asam lemak FFA dan methyl
esters ini kemudian bereaksi dengan sodium hydroxide (NaOH) dalam proses
penetralan.Dibandingkan dengan proses lain, proses yang menggunakan
pengasaman terbukti lebih menjanjikan karena hasil yang lebih tinggi dan biaya
yang relatif rendah. Adsorpsi seringkali digunakan sebagai tahapan terakhir dalam
pemurnian gliserol dimana berfungsi untuk mengurangi warna dan juga dapat
mengurangi asam lemak bebas dan komponen lain.

11
Selain itu, salah satu proses yang dilakukan pada pemurnian gliserol adalah
proses penghilangan warna yang tidak diinginkan. Proses ini disebut dengan
bleaching (pemucatan) atau penghilangan warna.Warna yang terdapat pada gliserol
merupakan warna dari minyak yang terlarut dan biasanya hanya dapat dihilangkan
dengan perlakuan khusus yaitu dengan proses bleaching. Proses bleaching
(pemucatan) yang telah dikenal secara luas terdapat beberapa macam, antara lain
pemucatan dengan adsorpsi, yaitu dengan cara menggunakan bahan pemucat
seperti karbon aktif. Ada pula pemucatan dengan oksidasi. Oksidasi ini bertujuan
untuk merombak zat warna yang ada tanpa memperhatikan kualitas produk yang
dihasilkan, banyak digunakan pada industri sabun. Pemucatan yang lain bisa pula
menggunakan panas. Pada suhu tinggi zat warna akan mengalami kerusakan
sehingga warna yang dihasilkan akan lebih pucat. Biasanya disertai dengan kondisi
hampa udara (vakum). Terakhir adalah pemucatan dengan hidrogenasi.
Hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap yang ada dan ikatan
rangkap yang terdapat pada karoten akan terisi atom H. Karoten yang
terhidrogenasi warnanya akan bertambah pucat.

Metode destilasi vakum (vacuum distillation) merupakan salah satu


alternatif untuk menghilangkan garam anorganik (salt) dan material organik selain
glycerin seperti matter organic non glycerin (MONG). Pemurnian dengan metode
destilasi vakum dapat menghasilkan gliserol dengan tingkat kemurnian mencapai
99,5%. Akan tetapi, proses destilasi ini memerlukan energi intensif tinggi untuk
proses evaporasi gliserin karena tingginya nilai kapasitas panas (specific heat
capacity).

Metode pemurnian gliserin dengan menggunakan teknik ion exchange


denga menggunakan Amberlite-252 dan Ambersep BD50. Teknik pemurnian
gliserin dengan ion-exchange mengaplikasikan kombinasi material adsorbent dan
ion exchange yang meliputi carbon aktif, silica hydrogel, activated alumina, zeolite,
dan bentonite, serta digunakan selulose sebagai pengikat (binder). Manosak et al.
(2011) telah melaporkan proses penghilangan warna (de-coloring) dan pemucatan
(bleaching) dengan teknik adsorpsi menggunakan adsorben karbon aktif.

12
Metode purifikasi gliserin menggunakan tiga tahap reaksi, yaitu
acidification, polar solven extraction, dan activated carbon adsorption.

1. Pemurnian Senyawa Gliserin Dengan Asidifikasi

Netralisasi adalah metode yang paling umum sebagai pra-pemurnian


gliserol mentah. Pra-pemurnian diperlukan dan biasanya dilakukan dengan
menggunakan asam. Asam lemak tidak larut dalam gliserol dan terpisah pada
lapisan atas. Proses pemurnian yang melibatkan reaksi kimia menggunakan
asam kuat untuk menghilangkan katalis. Reaksi akan menghasilkan asam lemak
bebas dan reaksinya dengan katalis basa akan memberikan garam dan air. Asam
lemak bebas dan garam pada proses netralisasi akan membentuk lapisan di atas
gliserol sehingga mudah untuk dipisahkan. Pada proses pemurnian gliserol
dengan cara pengasaman atau netralisasi/asidifikasi akan 7 menghasilkan tiga
lapisan asam lemak bebas diatas, lapisan gliserol di tengah dan garam serta
bahan anorganik di bawah. Tahap awal pemurnian gliserin adalah pengendapan
menggunakan asam, dengan variasi asam yang digunakan adalah asam fosfat
(H3PO4), asam sulfat (H2SO4), dan asam klorida (HCl). Pada tahap awal
pemurnian ini adalah proses reduksi asam lemak (free fatty acid) dengan proses
asidifikasi. Setelah itu dilakukan pengadukan selama 10-15 menit, dan
selanjutnya didiamkan selama 12 jam. Pengaruh pH, lama reaksi serta
temperatur asidifikasi terhadap yield gliserol yang dihasilkan pada pemurnian
gliserol. Lama reaksi aidifikasi dengan rentang 40-60 menit merupakan rentang
waktu dimana terjadi peningkatan terhadap yield dan lama reaksi melebihi 60
menit tidak terjadi perubahan yang signifikan.

2. Pemurnian Senyawa Gliserin Metode Polar Solvent Extraction

Tahap kedua proses pemurnian gliserin adalah ekstraksi menggunakan


pelarut polar (polar solvent extraction). Variasi pelarut polar yang digunakan
untuk proses ekstraksi adalah: etanol (C2H5OH); 1-propanol (C3H7OH), dan 2-
propanol (C3H7OH). Perbandingan yang digunakan dalam proses ekstraksi ini
adalah 3:1 v/v sampai dengan 1:3 v/v.

13
3. Pemurnian Senyawa Gliserin Metode Activeted Carbon Adsoption

Pemurnian dengan penambahan asam belum menghasilkan gliserol dengan


tingkat kemurnian yang tinggi. Proses pemurnian dilanjutkan dengan proses
adsropsi. Pada umumnya, adsorben yang digunakan adalah arang aktif dan
bentonit. Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau cairan terlarut
(adsorptif) terakumulasi pada permukaan padat atau cair (adsorben),
membentuk film molekul, ionik dan atom. Spesies (molekul, atom dan ion) dari
adsorptif yang melekat pada adsorben disebut adsorbat.

Tahap ketiga proses pemurnian gliserin adalah dengan proses adsorpsi


menggunakan karbon aktif (activated carbon) dengan variasi konsentrasi
karbon aktif pada rentang rasio karbon aktif terhadap gliserin sebesar 40- 200
g/lt. Pada tahap pemurnian gliserin dengan proses adsorpsi menggunakan
karbon aktif dilakukan untuk memisahkan gliserin dari beragai impuritas,
diantaranya zat warna betha carotene, MONG (matter organic non glycerin),
dan senyawasenyawa lain. Proses adsorpsi dilakukan dengan menggunakan
karbon aktif lokal dengan karakteristik fisika luas permukaan (BET surface
area) 146 m2/g, ukuran pori (pore size) 40,9 nm, dan volume pori (micro-pore
volume) 0,174 cm3/g. Karbon aktif dipanaskan hingga suhu 105 °C selama 30
menit untuk mengurangi kelembaban (free moisture). Untuk proses adsorpsi 1
gram karbon aktif dicampur dengan gliserol dengan perbandingan pada rentang
40–200 g/l. Kemudian diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 3 jam dan
disaring untuk memisahkan gliserin murni dari karbon aktif.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi yaitu proses


pengadukan, karakteristik dan kelarutan adsorben. Jika proses pengadukan
relatif kecil maka adsorben sukar menembus lapisan film antara permukaan
aadsorben dan film difussion yang merupakan faktor pembatas yang
memperkecil kecepatan penyerapan. Proses adsorpsi terjadi pada molekul-
molekul yang ada dalam larutan harus dapat berpisah dari cairannya dan dapat
berikatan dengan permukaan adsorben. Tahap adsorpsi dengan karbon aktif
juga dapat mengurangi kadar abu yang mengalami penurunan terbesar dengan

14
penambahan karbon aktif sebanyak 65-100 g/l gliserol, Air dan MONG sedikit
berubah dengan dosis yang berbeda dari karbon aktif, sekitar 0,03-0,06% dan
0,4-1,5% (w/w), masing-masing, sementara komposisi gliserol tidak berubah
secara signifikan dengan dosis yang berbeda karbon aktif (96% (w/w)). Hal ini
karena gliserol memiliki ukuran molekul lebih besar (~0,3 nm) dari ukuran pori
karbon aktif (~0,239 nm). Penggunaan adsorpsi dalam pemurnian gliserol.
Waktu optimum yang dibutuhkan untuk adsorpsi adalah 120 menit dimana
terjadi penghilangan maksimum terhadap warna, pengurangan level
kontaminan dan abu serta meningkatkan kadar kemurnan gliserol. Waktu
adsorpsi yang lebih dari 120 menit tidak lagi memberikan efek yang signifikan
terhadap kinerja adsorps(Rifa’i,2019).

III.2 Kelebihan dan Kekurangan Energi Biomassa Gliserin


Beberapa jenis sumber energi alternatif yang bisa dikembangkan antara lain
: energi matahari, energi angin, energi panas bumi, energi panas laut (OTEC) dan
energi biomassa. Diantara sumber-sumber energi alternatif tersebut, energi biomass
merupakan sumber energi alternatif yang perlu mendapat prioritas dalam
pengembangannya dibandingkan dengan sumber energi yang lain. Di sisi lain,
Indonesia sebagai negara agraris banyak menghasilkan limbah pertanian yang
kurang termanfaatkan. Limbah pertanian yang merupakan biomass tersebut
merupakan sumber energi alternatif yang melimpah, dengan kandungan energi
yang relatif besar. Limbah pertanian tersebut apabila diolah bersama-sama dengan
batu bara dan zat pengikat polutan akan menjadi suatu bahan bakar padat buatan
yang lebih luas penggunaannya sebagai bahan bakar alternatif yang di sebut
biobriket.

Di samping itu sumber energi biomassa mempunyai keuntungan pemanfaatan


(Syafii, 2003) antara lain :

1. Sumber energi ini dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang
renewable resources.

15
2. Sumber energi ini relatif tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak
menyebabkan polusi udara sebagaimana yang terjadi pada bahan bakar fosil.

3. Pemanfaatan energi biomassa juga meningkatkan efisiensi pemanfaatan limbah


pertanian.

(Sulistyanto,2006)

III.3 Manfaat Bahan Bakar Gliserin terhadap Lingkungan


Selama ini kebutuhan energi bahkan kebutuhan dunia masih mengandalkan
minyak bumi sebagai penyangga utama kebutuhan energi. Seiring dengan
bertambahnya usia bumi, cadangan energi fosil dikhawatirkan akan semakin
menipis dan menyebabkan kekurangan energi di masa mendatang.Sementara itu
tidak dapat dihindarkan bahwa sumber energi ini semakin langka dan mahal
harganya. Ditengah isu global warming dan energi fosil yang semakin langka,
energi alternatif hadir sebagai penyelamat. Energi dari sumber alami ini dinilai
mampu menggantikan fungsi dari energi fosil. Lebih menariknya lagi, energi ramah
lingkungan ini dapat diperbaharui dan tersedia tanpa batas dari sumber alam.

16
BAB IV

PENUTUP
IV.I Kesimpulan
Gliserol adalah senyawa gliserida yang paling sederhana, dengan hidroksil
yang bersifat hidrofilik dan higroskopik. Gliserol merupakan komponen yang
menyusun berbagai macam lipid, termasuk trigliserida. Dalam pembakaran normal
semua atom karbon dan hidrogen bereaksi sempurna dengan udara yaitu oksigen.
Berikut adalah contoh pembakaran normal CH4:

● CH4 + 2O2 --> CO2 + 2H2O

Gliserin dapat digunakan untuk pengganti bahan bakar dikarenakan bahan bakar
fosil merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui sehingga dikhawatirkan akan
habis. Gliserin sebagai bahan bakar juga lebih ramah tetapi proses pemurnian
gliserin harus menggunakan alat mahal sehingga belum banyak yang
menggunakannya

IV.2 Saran
1. Sebaiknya kita harus berhemat dalam menggunakan bahan bakar fosil agar
seumber dayanya tidak habis
2. Sebaiknya manusia harus mulai memikirkan energi terbarukan

17
DAFTAR PUSTAKA

Patayang,M 2017, “Analisa Lau Perpindahan Panas Locooler Tipe Shell And Tube
Aliran Berlawanan Arah Pada KM Pantokrator”, SNITT Polikteknik Negeri
Balikpapan, hh. 27-28

Rifa’i, A 2019, ” Pemurnian Gliserin dengan Menggunakan Metode Adsorpsi


Karbon Aktif Lokal”, Jurnal Inovasi dan Teknologi Material, Vol.1,
No.2,hh 2-3

Simamora, H 2015, “Pengaruh Limbang Abu Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit


terhadap Sifat Fisika dan Mekanik High Impact Polystyrene”, Jurnal Teknik
Kimia USU, Vol 4 No 3, hh 23

Sulistyanto, A 2006, “Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batu


Baradan Sabut Kelapa”, Jurnal Teknik Mesin, Vol 7 No. 2, hh 77

Supu, 2016,”Pengaruh Suhu Terhadap Perpindahan Panas Pada Material yang


Berbeda”,Jurnal Dinamika,Vol.7,No.1,hh 66-69.

Triwibowo,B 2013,”Teori Dasar Simulasi Proses Pembakaran Llimbah Vinasse


DariI Industri Alkohol Berbasis CFD”, Jurnal Bahan Alam Terbarukan, Vol
2,No. 2,hh. 15.

Yusuf,N 2018,”Analisis Pengaruh Suhu Mesin Terhadap Emisi Gas Buang Pada
Kondisi Torsi Dan Daya Maksimum”, Rang Teknik Journal,Vol.1,No. 2,hh.
236-237.

18

Anda mungkin juga menyukai