Anda di halaman 1dari 25

Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang

Kota Padang Tahun 2019

Landasan Teori

2.1 Definisi Sarana dan Prasarana

Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan, kawasan, kota atau
wilayah (spatial space) sehingga memungkinkan ruang tersebut berfungsi
sebagaimana mestinya. Infrastuktur metujuk pada sistem fisik yang menyediakan
transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik
yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam
lingkup sosial dan ekonomi (Grigg,1988 dalam Kodoatie,2005:8). Sementara itu
adapun pengertian prasarana menurut Jayadinata (1992 dalam Juliawan,2015:5)
prasarana merupakan suatu faktor potensial yang sangat penting dalam
menentukan arah dan masa depan perkembangan suatu wilayah, karena
pembangunan tidak akan sukses dan berjalandengan baik tanpa dukungan
prasarana yang memadai, prasarana kota merupakan fasilitas umum yang menjadi
penunjang utama terselenggaranya suatu proses atau kegiatan dalam kota yang
pada akhirnya akan menentukan perkembangan kota. Dengan demikian prasarana
kota merupakan fasilitas umum yang menjadi penunjang utama terselenggaranya
suatu proses atau kegiatan dalam kota, yang pada akhirnya akan menentukan
perkembangan kota.
Prasarana lingkungan merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, lebih jelasnya
prasarana lingkungan atau sarana yang utama bagi berfungsinya suatu lingkungan
permukiman adalah jaringan jalan untuk mobilitas orang dan angkutan barang,
mencegah perambatan kebakaran serta untuk menciptakan ruang dan bangunan
yang teratur, jaringan air bersih, jaringan saluran pembuangan air limbah dan

2-1
1-1
Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

tempat pembuangan sampah untuk kesehatan lingkungan, serta jaringan saluran


air hujan untuk pematusan (drainase) dan pencegah banjir setempat.
Fungsi prasarana adalah untuk melayani dan mendorong terwujudnya lingkungan
permukiman dan lingkungan usaha yang optimal sesuai dengan fungsinya, upaya
memperbaiki lingkungan membutuhkan keseimbangan antar tingkat kebutuhan
masyarakat (Diwiryo,1996 dalam Juliawan, 2015:6).
Dari pengertian tersebut dapat disederhanakan bahwa prasarana merupakan
kerangka dasar dari suatu sistem, kerangka dasar tersebut menjadi fasilitas umum
dan pelengkapan dasar fisik yang memungkinkan lingkungan untuk berfungsi
sebagaimana mestinya, serta menjadi penentu keberhasilan daru suatu
perkembangan kota.

2.1.1 Komponen Prasarana


Dari defenisi yang disebutkan diatas yang termasuk dalam komponen
prasarana adalah jalan, air bersih, pengelolaan sampah, drainase, sanitasi listrik
dan telefon. Dalam pembahasan saat ini dibahas mengenai komponen prasarana
jalan dan pendukungnya.
1. Jaringan Jalan
Jalan adalah jaringan jalan memiliki fungsi utama yaitu menghubungkan
berbagai pusat jasa distribusi. Namun secara ekonomi jalan dapat didefinsikan
sebagai pusat jasa distribusi tersebut merupakan titik tumpu tumbuh dan
berkembangnya kawasan perkotaan yang berperan melayani wilayah sekitarnya,
saling terkait satu dengan lainnya dalam satu hubungan hirarki tertentu. Fungsi
jalan sesuai jangkauan pelayanannya membentuk fungsi arteri, kolektor, lokal,
sedangkam secara administrasi yaitu jalan nasional, propinsi dan kabupaten.
Sedangkan peran dominan secara ekonomi adalah mendukung pelayanan pusat-
pusat produksi/industri, pertanian, pertambangan, kehutanan dan pariwisata.
Jalan sebagai bagian prasarana transportasi yang mempunyai peran penting
dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan
keamanan, serta digunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat. Jalan
sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus, jalan

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

umum dikelompokan ( menurut sistem, fungsi, status dan kelas), sedangkan jalan
khusus bukan diperuntukan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang
dan jasa yang dibutuhkan. sistem jaringan jalan yaitu :
 Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa
distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

 Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan


peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat didalam
kawasan perkotaan.

Jaringan jalan yaitu :

 Fungsi jalan yaitu :

 Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan


utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi,
dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

 Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani


angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

 Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan


setempat dengan ciri perjlananan jarak dekat, kecepatan rata-rata
rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

 Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang befungsi melayani


angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rata-rata rendah.

 Status Jalan yaitu :

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi,
dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
b. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan
strategis provinsi.
c. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan
primer yang tidak termaksud pada jalan nasional dan jalan provinsi,
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,
antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan kegiatan lokal,
antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan
jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis
kabupaten.
d. Jalan Kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar
persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di
dalam kota.
e. Jalan Desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan
dan/atau antar permukiman didalam desa, serta jalan lingkungan.
 Kelas Jalan untuk pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas,
jalan dibagi dalam beberapa kelas jalan. Pembagian kelas jalan diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang lalu
lintas dan angkutan jalan. Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi
penyediaan prasarana jalan dikelompokan atas jalan bebas hambatan,
jalan raya, ajaln sedang dan jalan kecil.

 Bagian bagian jalan yaitu :

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

a. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan
ambang pengamannya.

b. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah
tertentu diluar ruang manfaat jalan

c. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu diluar ruang


milik jalan yang ada di bawah pengawasan penyelenggaraan jalan.

 Untuk keperluan pengaturan, penggunaan serta kebutuhan lalu lintas dan


angkuatan, jalan dibagi dalam lima jelas yaitu :
a. Kelas Jalan I merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termaksud muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter
dan muatan sumbu terberat yang dijinkan lebih besar dari 10 ton.

b. Jalan Kelas II merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan


bermotor termaksud muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 melimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter
dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton.

c. Jalan Kelas III A merupakan jalan arteri kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termaksud muatan dengan ukuran lebar tidak
melebihi dari 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000
milimeter dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

d. Jalan Kelas III B merupakan jalan kolektor yang dapat dilalui


kendaraan bermotor termaksud muatan dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.500 milimeter dan mauatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.

e. Jalan Kelas III C merupakan jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termaksud muatan dengan ukuran tidak melebihi 2.100
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

2. Air Bersih
Air bersih adalah air yang memnuhi persyaratan kesehatan untuk kebutuhan
minum, masak, mandi dan energi. Air sebagai salah satu faktor essensial
bagi kehidupan sangat dibutuhkan salam kriteria sebagai air bersih. Air
bersih adalah air yang layak digunakan untuk keperluan keluarga atau rumah
tangga karena telah memenuhi syarat. Air bersih merupakan salah satu
kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara
sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian
terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di
perdesaan. Air dapat dikatakan air bersih apabila memenuhi kriteria :
a. Jernih/tidak berwarna

b. Tidak berbau

c. Tidak berasa

d. Temperaturnya normal

e. Tidak mengandung zat padatan

f. Tidak mengandung bahan organik

sedangkan jika diliaht dari Sumber Air Bersih terbagi menjadi:

a. Air hujan

b. Air permukaan

c. Air tanah
3. Persampahan
Persampahan adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam
yang berbentuk padat. Adapun prasarana pembuangan sampah yaitu mulai
dari pembuangan sampah pada tempat yang telah disediakan sampai
pengumpulan ditempat pembuangan sementara yang ada pada lingkungan
tersebut.
4. Sanitasi

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan


maksud mencegah bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan
berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia.
5. Listrik
Listrik/energi adalah rangkaian fenomena fisika yang berhubungan dengan
kehadiran aliran muatan listrik. Listrik telah menimbulkan berbagai macam
efek yang telah umum diketahui, seperti petir, listrik statis, dan arus listrik.
6. Jaringan Telekomunikasi
Telekomunikasi adalah teknik pengiriman atau penyampaian informasi, dari
suatu tempat ke tempat lainnya.

2.1.2 Tujuan Penyediaan Prasarana


Penyediaan prasarana bertujuan untuk mendukung kegiatan-kegiatan
publik agar dapat berjalan dengan sesuai rencana. Prasarana bertujuan agar
ruang-ruang yang diperuntukan bagi kegiatan publik dapat berfungsi dengan baik.
Penyediaan prasarana juga bertujuan agar kegiatan sosial dan ekonomi
masyarakat dapat tertampung dengan baik. Pengembangan wilayah dan kota
terkenal dengan tersediannya prasarana dasar dan fasilitas lingkungan (PSD) yang
memadai merupakan stimulus bagi bergulirnya kegiatan investasi pemanfaatan
ruang. Regulasi-regulasi perlu dilakukan untuk menyusun struktural ruang sesuai
dengan yang direncanakan karena melibatkan berbagai sektor terkait disalamnya.
Penyediaan prasarana perkotaan bukan sekedar pemenuhan kebutuhan dasar
saja, tetapi juga untuk terselenggaranya fungsi kota dalam konteks perkotaan.
Dengan demikian infrastruktur perkotaan selain berperan sebagai stimulus, juga
berperan sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang perkotaan. Ketersediaan
prasarana berbagai jaringan yang menyatukan berbagai wilayah secara nasional
dan ketersediaan prasarana wilayah pada kawasan-kawasan perbatasan
mendukung. aspek persatuan dan kesatuan. Prasarana berperan vital sebagai
penggerak roda ekonomi nasional dan mengentas kemiskinan, melayani
masyarakat dalam mengartikulasikan kehidupan sosialnya dan membentuk

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

kesatuan wilayah. Serta prasarana juga dapat meningkatkan pelayanan dasar bagi
masyarakat mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan kehidupan sosial
budaya masyarakat serta meningkatkan peran serta swasta dan masyarakat.
Prasarana juga dapat memudahkan kerja sama pertukaran barang antar wilayah
dan dapat memberikan akses yang merata terhadap fungsi pelayanan dari pusat-
pusat wilayah.

2.1.3 Manfaat Prasarana


Berdasarkan tujuan prasarana kota yang disebutkan diatas, berikut ini
beberapa manfaat dari pengadaan prasarana atau infrastruktur terhadap suatu
wilayah:
a. Membantu menambah daya dukung lingkungan, atau mengurangi beban
lingkungan

b. Melestarikan alam lingkungan

c. Mendukung kegiatan

d. Meningkatkan interaksi sosial, ekonomi, kebudayaan

e. Mengurangi jarak dan waktu, memudahkan, meringankan pembiayaan

f. Merepresentasikan kemampuan suatu wilayah

2.1.4 Peran Prasarana dan Sarana Umum


Prasarana dan sarana umum berperan sebagai fasilitas yang dibutuhkan
masyarakat luas yang penyediaannya dilakukan secara serentak atau massal (tidak
individu). Tingkat pemenuhan kebutuhan fasilitas tersebut menjadi ukuran
tingkat kesejahteraan masyarakat. Penyediaan prasarana dan sarana umum
merupakan tanggung jawab pemerintah karena menyangkut hajat hidup orang
banyak, baik untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari maupun kebutuhan
sekunder. Tanggung jawab tersebut menyangkut penyediaan dan pengaturan
dalam pengelolaan prasarana dan sarana. Akan tetapi, tidak berarti bahwa

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

pemerintah harus menyediakannya secara keseluruhan karena sebagian tanggung


jawab dapat diserahkan kepada pihak lain.
Penyediaan prasarana dan sarana umum tersebut antara lain mencakup jaringan
listrik, jaringan jalan, air minu, gas, saluran pembuangan limbah cair, sampah
pokok sehari-hari yang berupa utilitas, seperti listrik, seperti air minum, atau
telepon rumah diserahkan pengelolaannya kepada organisasi pemerintah, baik
berupa BUMN, BUMD, dinas, dan UPT (unit pelaksana teknis). Sebagian lagi telah
diserahkan kepada pihak swasta, yang disebut jalan tol dengan bentuk fisik jalan
bebas hambatan (high ways/ free ways). (Sadyohutomo Mulyono,2008).

2.1.5 Kriteria Sosial dan Prasarana Fisik


Kota merupakan pusat permukiman yang mempunyai sebagian besar fasilitas dan
prasarana kota dibawah ini. Fasilitas Kota terdiri dari :
a. Fasilitas pendidikan yang terdiri dari sekolah dasar, sekolah lanjutan
pertama , sekolah lanjutan atas, perguruan tinggi.

b. Fasilitas kesehatan yang terdiri dari balai pengobatan, balai kesejahteraan


ibu dan anak, rumah bersalin, puskesmas, rumah sakit, apotik.

c. Fasilitas perdagangan yang terdiri warung, pertokoan dan pusat-pusat


perbelanjaan.

d. Fasilitas pemerintahan yang terdiri dari kantor-kantor administrasi


pemerintahan baik untuk eksekutif, legislatif, yudikatif.

e. Fasilitas rekreasi yang terdiri dari ruang terbuka berupa taman, gedung
kesenian, gedug bioskop, gedung sebaguna.

f. Fasilitas peribadatan, seperti langgar, mushola sampai masjid.

g. Fasilitas oleh raga, seperti taman dan lapangan olah raga.

h. Utilitas/prasarana dasar yang meliputi:

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

i. Air bersih, yang merupakan persyaratan untuk keperluan rumah tangga.


Dimana pada jaringannya dapat dipasang kran kebakaran, kran umum, pipa
selubung, plambing, pipa dinas, dan sambungan rumah.

j. Listrik yang berguna sebagai penerangan.

k. Telepon sebagai alat komunikasi yang paling efektif.

l. Pelayanan umum, yang meliputi kantor PAM, PLN, kantor pos, kantor
polisi, pemadam kebakaran, keamanan.

Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya. Ketentuan umum tentang pemanfaatan ruang
ditegaskan dalam Pasal 32 Undang-Undang Penataan Ruang sebagai berikut:46
(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan
ruang beserta pembiayaannya. (2) Pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang,
baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di
dalam bumi. (3) Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk jabaran dari indikasi
program utama yang termuat di dalam rencana tata ruang wilayah. (4)
Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka
waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang. (5) Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disinkronisasikan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya. (6) Pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan
prasarana.

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

2.2 Kajian Teori Pengendalian Pemanfaatan Ruang

2.2.1 Pengertian Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan kegiatan yang berkaitan
denganpengawasan dan penertiban terhadap implementasi rencana sebagai
tindak lanjut dari penyusunan atau adanya rencana, agar pemanfaatan ruang
sesuai dengan rencana tata ruang. Ibrahim (1998 : 27) mengemukakan bahwa
dengan kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang, maka dapat diidentifikasi
sekaligus dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya penyimpangan pemanfaatan
ruang.

2.2.2 Ruang lingkup dan Batasan Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan UU No. 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Pasal 35 “pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan
melalui kegiatan penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif serta pengenaan sanksi”. Uraian berikut ini meliputi penjelasan
kegiatan pengendalian pemanfaatan sebagai piranti manajemen dan kegiatan
pengendalian yang terkait dengan mekanisme perizinan. Adapun uraian lebih
lanjut dapat dilihat dibawah ini :
a. Peraturan Zonasi
 Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang
untuk setiap zona pemanfaatan ruang.
 Peraturan zonasi ditetapkan dengan:
a. peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem
nasional;
b. peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi
sistem provinsi; dan
c. peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.
b. Perizinan
 Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan
 Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh
dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.
 Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang
benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya.
 Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dimintakan
penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin
 Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya
perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti
kerugian yang layak.
 Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya
perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti
kerugian yang layak.
 Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang
 Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan
tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah.
c. Pemberian insentif dan disinsentif

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

 Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang


sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif
dan/atau disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
 Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang merupakan
perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang,
berupa:
a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang,
imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau
pemerintah daerah
 Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang
merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan,
atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang, berupa:
a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya
biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang
ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau
b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi,
dan penalti.
 Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak
masyarakat.
 Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:
a. Pemerintah kepada pemerintah daerah;
b. pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan
c. pemerintah kepada masyarakat.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian
insentif dan disinsentif diatur dengan peraturan pemerintah.
d. Pengenaan sanksi

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 merupakan


tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

2.2.3 Teori Evaluasi Perencanaan


Secara sederhana evaluasi dapat didefinisikan sebagai penilaian kembali
kegiatan-kegiatan yang telah berlalu sampai ke periode tertentu. Dalam tatanan
analisis kebijakan, evaluasi berfungsi untuk memberi informasi yang bermakna
dan terpercaya mengenai kinerja kebijakan, memberi masukan pada klarifikasi
dan kritik nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan sasaran kebijakan serta
memberi masukan pada aplikasi metoda analisis kebijakan lainnya, termasuk
perumusan masalah dan penyusunan rekomendasi (Dunn,1994 : 609-611).
Studi evaluasi dapat dibagi menjadi dua yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi
formatif. Singarimbun (1985 : 5) mengemukakan bahwa evaluasi sumatif adalah
upaya untuk mengevaluasi program atau kebijakan yang telah selesai
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengukur apakah tujuan suatu program telah
tercapai, sedangkan evaluasi formatif adalah upaya untuk mengevaluasi program
atau kebijakan yang masih berjalan (on-going) untuk mendapatkan umpan balik
yang berguna untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja program atau
kebijakan tersebut. Pada umumnya evaluasi sumatif dilaksanakan untuk
mengevaluasi program atau kebijakan yang relatif baru dan lebih dinamis.
Dalam melaksanakan studi evaluasi ada tiga pendekatan yang biasa
digunakan yaitu (Dunn, 1994; 612-620) :
1. Evaluasi formal
Evaluasi formal adalah evaluasi yang dilakukan dengan menjadikan
tujuan, sasaran dan informasi lain yang tertera dalam dokumen resmi
sebagai variabel nilai resmi atau formal, yang kemudian digunakan
sebagai pembanding dengan kenyataan di lapangan. Pada pendekatan
ini evaluasi dilakukan dengan menilai tercapai atau tidaknya tujuan
maupun sasaran yang telah dicantumkan secara formal; dalam
dokumen resmi.

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

2. Evaluasi Semu
Evalusi semu pada intinya dilakukan dengan menggunakan sistem nilai
individu untuk menilai sistem publik. Pada pendekatan semu ini nilai-
nilai yang dipiih sebagai variabel penilai bagi suatu program maupun
kebijakan adalah nilai-nilai pribadi yang sifatnya non–konvensional atau
dapat diterima oleh publik. Variabel penilai yang dianggap kontroversi
tidak diperhatikan dalam pendekatan semu ini untuk menghindari
pelaksanaan evaluasi yang tidak obyektif.
3. Evaluasi Teori Keputusan
Evaluasi teori keputusan adalah evaluasi yang diakukan untuk menilai
kebijaksanaan yang menyangkut banyak pihak (stakeholders) yang
berkonflik antara satu sama lain, sehingga pengambilan keputusan sulit
dilakukan karena banyaknya perbedaan pendapat. Metoda Analytic
Hierarchy Process (AHP) secara praktis akan memudahkan dan
mendukung evaluasi ini.
Untuk menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan, pada tahapan
analisis dibutuhkan kriteria-kriteria untuk menilai kinerja kebijakan tersebut.
Kriteria untuk evaluasi tersebut diterapkan secara restrospektif atau ex-post
(Dunn, 1994; 611). Pada umumnya kriteria evaluasi yang digunakan dalam analisis
kebijakan publik adalah:
a. Efectiveness
Kriteria ini digunakan untuk menilai apakah kebijakan atau program
yang diterapkan dapat mencapai tujuan atau hasil yang diharapkan.
b. Efficiency
Kriteria efisiensi digunakan untuk mencari tahu perbandingan antar
input dan output suatu program atau kebijaksanaan. Yang
dipertanyakan adalah seberapa besar usaha dilakukan untuk mencapai
hasil yang maksimal dan apakah besarnya usaha dan hasil dari program
atau kebijakan yang diterapkan seimbang.
c. Adequacy
Adequacy digunakan untuk menjawab seberapa jauh program atau

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

kebijakan yang diterapkan mampu dan tetap untuk memecahkan dan


menjawab masalah.
d. Equity
Kriteria ini digunakan untuk menilai apakah biaya dan manfaat dari
program atau kebijakan yang diterapkan terdistribusi secara
proposional bagi setiap stakeholders yang terlibat.
e. Responsiveness
Kriteria responsiveness digunakan untuk menilai apakah hasil dari
program atau kebijakan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan,
prefensi atau sistem nilai kelompok yang menjadi objek program atau
kebijakan.
f. Appropriateness
Kriteria ini digunakan untuk menilai apakah tujuan dari program dan
kebijakan yang diterapkan memberi manfaat secara normatif.

2.2.4 Perangkat Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Perangkat pada dasarnya untuk mencegah perubahan pemanfaatan ruang
sebab pada dasarnya bila peruntukan lahan-lahan didasari pertimbangan yang
matang, mempunyai kekuatan hukum yang pasti dan dianggap masih sesuai
dengan kebutuhan masyarakat umum dan perkembangan kota, maka prosedur
pengendaliannya menjadi sangat sederhana. Setiap permohonan yang tidak sesuai
dengan peruntukan harus ditolak kecuali ada ketetapan peraturan daerah
tersebut mencantumkan dispensasi/keringanan yang diperbolehkan. Tetapi
persoalan akan menjadi rumit bila rencana peruntukan lahan yang dianggap tidak
sesuai lagi dengan laju perkembangan kota, maka perlu evaluasi rencana
peruntukan lahan dan kemungkinan revisinya.
Perangkat dalam pengendalian pemanfaatan ruang, seperti dikemukakan
dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, terdiri dari Mekanisme
Peraturan Zonasi, Perizinan, Pemberian Insentif dan Disinsentif serta Pengenaan
Sanksi.

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

2.2.5 Kajian Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Dalam rangka implementasi perencanaan di wilayah studi telah disusun
sejumlah peraturan yang berperan dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan
ruang di kawasan tersebut. Kebijakan tersebut merupakan rencana dan kebijakan
yang diambil oleh pemerintah untuk mewujudkan pemanfaatan ruang yang
optimal. Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai produk-produk
kebijakan pengendalian yang berlaku.

2.2.5.1 Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Kegiatan Pengendalian


Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan ketentuan
peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang di
wilayah studi antara lain :
A. UU No. 26 Tahun 2007
1. Pasal 35 “Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan
melalui kegiatan Peraturan Zonasi, Perizinan, Pemberian Insentif
dan Disinsentif serta Pengenaan Sanksi”.
2. Pasal 36 Tentang Peraturan Zonasi
3. Pasal 37 Tenang Ketentuan Perizinan
4. Pasal 38 tentang Pemberian Insentif dan Disinsentif
5. Pasal 39 Tentang Pengenaan Sanksi
6. Pasal 40 Tentang Ketentuan Lebih lanjt mengenai pengendalian
pemanfaatan ruang
 Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan
dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi
 Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tataruang diselenggarakan dalam bentuk
pengenaan sanksi sesuai denganperaturan perundang-
undangan yang berlaku.

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

B. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan


penataan ruang
1. Pasal 4 ayat 3, pengaturan penataan ruang oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota meliputi penyusunan dan penetapan :
 rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, rencana tata
ruang kawasan strategis kabupaten/kota, rencana detail tata
ruang kabupaten/kota termasuk peraturan zonasi yang
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota; dan
 ketentuan tentang perizinan, bentuk dan besaran insentif
dan disinsentif, serta sanksi administratif, yang ditetapkan
dengan peraturan bupati/walikota.
2. Pasal 5 yang memuat tentang :
 Selain penyusunan dan penetapan peraturan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
menetapkan peraturan lain di bidang penataan ruang sesuai
kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan.
 Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota mendorong peran masyarakat
dalam penyusunan dan penetapan standar dan kriteria
teknis sebagai operasionalisasi peraturan perundang-
undangan dan pedoman penataan ruang.
C. Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2019 tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Padang Tahun 2010 – 2030
Ketentuan pasal 4 diubah, sehingga berbunyi :
 Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang
 Rencana struktur ruang;
 Rencana struktur ruang;
 Rencana pola ruang;

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

 Penetapan kawasan strategis;


 Arahan pemanfaatan ruang;dan
 Ketentuan pengendalian pemanfataan ruang.

2.2.5.2 Pedoman Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Daerah


Pedoman pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di daerah bertujuan
untuk mencapai konsistensi pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang

Tabel 2.1 Sanksi Perdata

1. Sanksi Pidana dapat berupa tindakan penahanan atau kurungan.


Sanksi ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang
berakibat terganggunya kepentingan umum. Pelaksanaan
penertiban ini oleh lembaga peradilan berdasarkan pengajuan
atau tuntutan dari lembaga eksekutif (karena sanksi adminsitratif
tidak terlaksana dengan baik) atau masyarakat umum yang
menderita kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran
pemanfaatan ruang. Dalam pelaksanaan sanksi ini harus
dibuktikan kesalahannya / pelanggarannya berdasarkan hukum
yang berlaku. Sanksi tersebut dapat berupa :
 Kurungan;
 Denda;
 Perampasan barang.

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

Pelaksanaan sanksi tersebut diawali dengan peringatan/teguran


kepada aktor pembangunan yang dalam pelaksanaan
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan. Pengenaan sanksi dilaksanakan setelah
diberikan peringatan/teguran sebanyak-banyaknya tiga kali dalam
kurun waktu tiga bulan sejak dikeluarkan peringatan/teguran
pertama.

2.2.5.3 Pedoman Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan


Perkotaan
Materi pedoman ini mencakup tata cara dan kriteria teknis pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah pinggiran kawasan perkotaan (urban fringe area),
terutama untuk kota besar dan kota metropolitan. Sesuai dengan studi yang
dilakukan, pedoman ini ditujukan kepada pemerintah kota sebagai rujukan dalam
rangka menyusun kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan
perkotaan.
Ketentuan umum pedoman pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan
perkotaan tidak jauh berbeda dengan ketentuan peraturan lainnya, yaitu
diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap
pemanfaatan ruang. Pengawasan diselenggarakan melalui kegiatan sebagai
berikut:
 Pelaporan yang menyangkut segala hal tentang pemanfaatan ruang;
 Pemantauan terhadap perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan;
 Evaluasi sebagai upaya menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang
dalam mencapai tujuan tata ruang.
A. Pengawasan
Berdasarkan waktu pelaksanaannya dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Selama proses pembangunan bertujuan untuk mencegah
keterlambatan yang berdampak negatif.

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

b. Pasca pembangunan bertujuan untuk mencegah terjadinya


penyimpangan kegiatan yang dilaksanakan terhadap perijinan
yang diterbitkan.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya kegiatan pengawasan terdiri dari


kegiatan pelaporan, pemantauan dan evaluasi.
1. Pelaporan
Fungsi pelaporan adalah sebagai salah satu sumber informasi bagi
pemerintah/instansi yang berwenang dalam memantau dan
mengevaluasi pemanfaatan ruang sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam rencana tata ruang berupa laporan pelanggaran
atas tata ruang baik yang sesuai maupun yang tidak seusuai
dengan rencana tata ruang dengan subyek pelaporan, yaitu pihak-
pihak yang memiliki hak/kewajiban untuk melaporkan hal-hal
yang menyangkut pemanfaatan ruang, yaitu pengguna ruang
berupa laporan kegiatan pembangunan yang akan digunakan untuk
menilai sampai sejauhmana pelaksanaan pemanfaatan ruang
direalisasikan sesuai dengan rencana tata ruang dan masyarakat
luas yang berguna untuk penyeimbang informasi sekaligus sebagai
kontrol terhadap laporan yang dibuat oleh pengguna ruang.

Pelaporan disampaikan kepada dinas yang berfungsi


mengendalikan pemanfaatan ruang (Dinas Tata Ruang, Dinas Tata
Kota/Dinas Pekerjaan Umum atau Instansi lain) yang
ditindaklanjuti dalam proses pemantauan dan evaluasi dengan
obyek pelaporan berupa aspek fisik (kontruksi bangunan seperti
gedung, kantor dll) dan aspek non fisik (pengaruh/dampak negatif
dan positif dari pemanfaatan ruang terhadap kehidupan sosial
ekonomi masyarakat).
Bentuk pelaporan bisa secara tertulis dan tidak tertulis, pelaporan
tertulis disampaikan oleh pihak pengguna ruang, sedangkan

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

pelaporan tertulis dan tidak tertulis disampaikan oleh masyarakat.


Pelaporan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pra konstruksi
(pelaporan rencana final pembangunan), tahap konstruksi
(pelaporan yang disampaikan pada tahap pelaksanaan
pemanfaatan ruang) dan tahap pasca konstruksi (pelaporan hasil
akhir dari kegiatan pembangunan). Ringkasan tahap pelaporan
dapat dilihat pada Tabel 2.2.

]Tabel 2.2 Ringkasan Tahap Pelaporan

1. Pemantauan
Pemantauan dilakukan terhadap perubahan kualitas tata ruang
dan lingkungan dengan tujuan mengamati, mengikuti dan
mendokumentasikan perubahan suatu kegiatan pemanfaatan
ruang suatu kawasan tertentu dalam periode tertentu. Fungsi
pemantauan agar pelaksanaan pemanfaatan ruang dapat sesuai
dengan rencana tata ruang dengan subyek pemantauan terdiri dari

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

instansi di bidang tata ruang (Dinas Tata Ruang, Dinas Tata


Kota/Dinas Pekerjaan Umum atau instansi lain).Pemantuan
dilakukan secara berkala minimal 1 tahun sekali dan merupakan
kegiatan rutin dan kegiatan lanjutan (adanya laporan dari
masyarakat/instansi perihal adanya penyimpangan pembangunan
fisik dengan rencana tata ruang).

Penentuan lokasi wilayah pemantauan pemanfaatan ruang


dilakukan terhadap kota/kabupaten, kondisi lahan terakhir,
wilayah terbangun dan wilayah/lahan kosong dan berdasarkan
pada 3 tahapan, yaitu tahap pra konstruksi (bersamaan dengan
studi kelayakan), tahap konstruksi (pada saat kegiatan
pembangunan dimulai hingga siap dimanfaatkan) dan tahap pasca
konstruksi (pada saat bangunan telah dipakai/digunakan untuk
suatu kegiatan).

Pemantauan dilakukan dengan 2 cara, yaitu pemantauan yang


dilakukan secara periodik (dilakukan oleh aparat atau instansi
yang berwenang berdasarkan prosedur yang berlaku) dan
pemantauan secara insidential (dilakukan oleh aparat atau
instansi yang berwenang untuk memecahkan masalah
lokal/masalah yang mendapat perhatian masyarakat). Ringkasan
tahap pemantauan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

Tabel 2.3 Ringkasan Tahap Pemantauan

2. Evaluasi
Evaluasi adalah upaya menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan
ruang dalam mencapai tujuan rencana tata ruang dan merupakan
tindak lanjut dari kegiatan pelaporan dan pemantauan dengan
tujuan untuk menilai apakah pemanfaatan ruang yang telah ada
sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. Dengan subyek
evaluasi : lembaga/dinas yang berwenang di bidang penataan
ruang (Dinas Tata Ruang, Dinas Tata Kota/Dinas Pekerjaan
Umum).

Alat/instrumen yang digunakan dalam evaluasi adalah RTRW, ijin


lokasi, analisa mengenai dampak lingkungan (jika ada) serta
kriteria lokasi dan standar teknis yang berlaku di bidang penataan
ruang dan hasil evaluasi berupa rekomendasi untuk
ditindaklanjuti, sehingga dapat diketahui sampai sejauhmana
penyimpangan pemanfaatan ruang yang terjadi. Obyek yang
dievaluasi adalah hasil pelaporan dan pemantauan yang
dilakukanoleh aparat dan masyarakat. Ringkasan tahap evaluasi
dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18


Penyusunan Naskah Akademis dan Ranperda Pemanfataan Ruang
Kota Padang Tahun 2019

Tabel 2.4 Ringkasan Tahap Evaluasi

B. Penertiban
Penertiban merupakan tindakan yang harus dilakukan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan berdasarkan hasil rekomendasi
dari tahap evaluasi dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan
atas pemanfataan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
yang berlaku dengan subyek penertiban adalah lembaga/instansi yang
berwenang dalam bidang pengaturan dan pemanfaatan ruang (Dinas
Tata Kota, Dinas Pengawasan Bangunan Kota dan sebagainya).

Bentuk penertiban berupa sanksi (administratif, perdata, dan pidana)


yang dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang sanksi diatur
dalam perundangundangan yang dilaksankan selama tahap konstruksi
maupun tahap pasca konstruksi baik secara langsung di tempat
pelanggaran pemanfaatan ruang atau melalui proses pengadilan.
Ringkasan tahap penertiban dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Ringkasan Tahap Penertiban

Laporan Pendahuluan 2-18 1-18

Anda mungkin juga menyukai