Anda di halaman 1dari 6

Lampiran :KeputusanDirekturRS

permatakeluargajababkeaPermataKeluarg
a Jababe
Nomor :046/SKDIR/RSPKJ/X/2021
Tanggal : 10 Oktober 2021
Tentang Pemberlakuan Panduan Hak PasienDan
Keluarga

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

A. PENGERTIAN
Resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang
dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan darurat atau
kritis, untuk mencegah kematian.
Do Not Resusitation (DNR) adalah sebuah perintah untuk tidak
dilakukan Resusitasi, yang merupakan pesan untuk tenaga kesehatan
ataupun masyarakat umum untuk tidak mencoba CPR (cardiopulmonary
resusitation) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) jika terjadi
permasalahan darurat pada jantung pasien atau pernapasan berhenti.
 Perintah ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi
harus ditandatangani oleh dokter yang berlaku. DNR merupakan salah
satu keputusan yang paling sulit, adalah masalah etika yang
menyangkut perawat ataupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal
ini akan berhadapan dengan masalah moral atau pun etik, apakah akan
mengikuti sebuah perintah 'jangan dilakukan resusitasi' ataupun tidak.
Bagaimana tidak jika tiba-tiba pasien henti jantung sebagai perawat yang
sudah handal dalam melakukan RJP membiarkan pasien mati dengan
begitu saja tapi masalahnya jika kita memiliki hati dan melakukan RJP
pada pasien tersebut, kita bisa dituntut oleh pasien dan keluarga pasien
tersebut. Ini adalah sebuah dilema. Jika terjadi kedaruratan jantung
pasien atau pernapasan berhenti.
Salah satu alasan utama orang menandatangani perintah DNR
adalah karena apa yang terjadi ketika staf rumah sakit mencoba untuk
melakukan RJP. Situasi ini umumnya disebut sebagai "kode." Hal ini
kadang-kadang diberikan nama samaran yang berbeda di rumah sakit
yang berbeda. Pada pasien biasa ketika kode staf pasien suatu kawanan
seluruh tim resusitasi ruangan. Dada akan dikompresi dengan tangan
untuk mensimulasikan detak jantung dan sirkulasi darah. Sebuah tabung
dimasukkan ke dalam mulut dan tenggorokan dan Pasien diletakkan
pada ventilator untuk bernafas untuk Pasien. Jika hati Pasien dalam
irama mematikan Pasien terkejut dengan jumlah besar listrik untuk
tersentak kembali ke irama. Obat yang diberikan dan secara manual
dipompa melalui sistem dengan penekanan dada. Jika semua ini
berhasil, hati Pasien mulai untuk mengalahkan sendiri lagi dan pasien
berakhir di ventilator untuk membuatnya / napasnya. Ini tidak biasanya
datang tanpa konsekuensi.
Salah satu konsekuensi potensial utama dilakukan RJP adalah
kekurangan oksigen ke organ-organ tubuh. Meskipun penekanan dada
sedang dilakukan untuk mengedarkan darah melalui tubuh, masih belum
seefektif detak jantung biasa. Meskipun oksigen dipompa ke paru-paru
mekanik, penyakit itu sendiri dapat mencegah beberapa oksigen dari
mencapai aliran darah. Semakin lama RJP berlangsung, semakin besar
kemungkinan kerusakan pada organ-organ. Tapi jika tidak dilakukan
RJP akan berdampak dari kerusakan otak, kerusakan ginjal, hati, atau
kerusakan paru-paru. Apa pun bisa rusak berhubungan dengan
kurangnya oksigenasi.
Ada juga kemungkinan trauma tubuh dari penekanan dada. Hal ini
sangat normal untuk mendengar retak tulang rusuk dan tulang.
Dibutuhkan banyak kekuatan untuk kompres jantung dengan sternum
dan tulang rusuk duduk di sampingnya. Terutama  orang tua biasanya
mengalami kerusakan dari ini. Kejutan listrik juga dapat traumatis dalam
dan dari dirinya sendiri.
Jadi bahkan jika Pasien bangkit kembali, kemungkinan Pasien
pemulihan dan kelangsungan hidup dapat berpotensi jauh lebih rendah
daripada mereka sebelum resusitasi tersebut. Biasanya Pasien berakhir
pada ventilator setelah RJP. Jika Pasien memiliki organ yang rusak,
kerusakan terutama otak, ada kemungkinan Pasien mungkin bukan
karena ventilator tapi karena terlambatnya oksigen masuk ke otak.
Pasien DNR biasanya sudah memberikan tanda utuk melarang
melakukan Resusitasi biasanya terdapat pada baju, di ruaang perawatan
ataupun di pintu masuk, sudah ada tandan tulisan “DNR”. Pasien DNR
tidak benar-benar mengubah perawatan medis yang diterima. Pasien
masih diperlakukan dengan cara yang sama. Semua ini berarti bahwa
jika tubuh pasien meninggal (berhenti bernapas, atau jantung berhenti
berdetak) tim medis tidak akan melakukan CPR/RJP.
Menjadi DNR tidak berarti obat berhenti untuk diberikan. Ketika
dokter dan perawat berhenti berfokus pada pengobatan dan mulai fokus
pada tindakan penghiburan adalah sesuatu yang disebut Perawatan
Paliatif

B. TUJUAN
Untuk menyediakan suatu proses dimana pasien bisa memilih prosedur
yang nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi
dalam kasus henti jantung henti nafas.

C. PERTIMBANGAN STATUS DNR


DNR diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yaitu:
1. sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien itu masih sadar,
misal pasien dengan kanker stadium empat parah, jadi rasanya
tidak perlu adanya resusitasi.
2. Pasien yang pada penyakit kronis dan terminal.
3. Pasien dengan kontra indikasi CPR ataupun pasien yang di cap
eutanasia ( dibiarkan mati ataupun suntik mati karena kehidupan
yang sudah tidak terjamin).

4. Kaku mayat.

5. Dekapitas: yaitu suatu tindakan untuk memisahkan kepala janin


dari tubuhnya dengan cara memotong leher janin agar janin dapat
lahir per vaginam. Dekapitasi dilakukan pada persalinan yang
macet pada letak lintang dan janin sudah meninggal.

6. Dekomposisi.

7. Lividitas dependen.

8. Jelas trauma kepala atau tubuh yang masif yang tidak


memungkinkan untuk hidup (pastikan pasien tidak memiliki tanda-
tanda vital)
D. PROSEDUR MENOLAK RESUSITASI (DNR)
Untuk menentukan status DNR ini diperlukan konsultasi dan
kesepakatan para dokter yang merawat pasien dan tentu saja
persetujuan dari keluarga pasien. Karena apabila walaupun menurut
para dokter yang merawat si pasien bahwa keadaan pasien sudah tidak
memungkinkan untuk dapat survive dan status DNR diperlukan, tetapi
keluarga pasien tidak menghendaki status DNR tersebut, maka status
DNR tidak dapat diberikan. Karena hal itu dapat dianggap neglecting
patient, dan pihak keluarga dapat menuntut dokter yang merawat pasien
dan rumah sakit tempat pasien dirawat. Jadi sebelum menentukan DNR,
maka keluarga pasien perlu diberitahu tentang keadaan pasien.
Tetapi terkadang, keluarga pasien sendiri yang meminta status
DNR, walaupun pasien masih sadar. Pertimbangan mereka biasanya
karena mereka tidak ingin pasien mengalami kesakitan, mengingat
bagaimanapun juga keadaan pasien sudah parah, atau karena pasien
sudah lanjut usia. Karena apabila kita ingat dan bayangkan proses
resusitasi itu sebenarnya memang menyakitkan. Bayangkan saja tubuh
yang sudah sakit parah atau renta diberikan kompresi jantung, atau
bahkan diberikan DC shock, pasti sakit sekali. makanya terkadang
keluarga pasien yang meminta DNR alias dibiarkan meninggal dengan
tenang.
Prosedur yang direkomendasikan :
1. Meminta informed consent dari pasien atau walinya
2. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam
medis pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga
3. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di
tempat-tempat yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu
kamar atau kulkas
4. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan
tangan atau kaki (jika memungkinkan)
5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau
walinya, revisi bila ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat
dalam rekam medis. Bila keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal
terjadinya dan gelang DNR di musnahkan.
6. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini :
a. Diagnosis
b. Alas an DNR
c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh
siapa
7. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri
atau dokter yang merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini,
catatan DNR di rekam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR
(jika ada) di musnahkan.

Perintah Do Not Resuscitate (DNR) harus dengan dasar yang kuat. Bila
keluarga pasien memberikan surat perintah DNR dari dokter pribadinya,
yaitu dengan mengikuti prosedur berikut :

1. Hubungi kontrol medik.

2. Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada.

3. Pastikan agar diagnosis yang mengakibatkan DNR sudah


dijelaskan (misal : kanker).

4. Buat laporan status pasien secara jelas (tanda-tanda vital,


pemayaran EKG).

5. Pastikan mengisi form DNR tertulis. Pastikan mencatat nama


dokternya.

6. Dokter kontrol medik menentukan apakah menyetujui atau menolak


perintah DNR.

7. Bila pasien dalam henti jantung saat tiba di UGD, mulai BHD sambil
menghubungi
kontrol medik.

8. Pikirkan potensi untuk donasi organ. Pasien dengan cedera


mematikan mungkin tetap membutuhkan tindakan gadar hingga
ditentukan apakah pasien mungkin potensial sebagai donor organ
atau jaringan.
9. Bila mungkin, letakkan telapak tampak segera atau leads EKG
untuk memastikan irama asistol atau agonal dan lampirkan strip
kopi pada laporan.

Anda mungkin juga menyukai