Anda di halaman 1dari 4

TEORI PATIENT SAFETY

SEJARAH TENTANG KESELAMATAN PASIEN

KELOMPOK 1
Arie Yuliyanti 120011
Desi Risnawati 120021
Ratu Rokhliani 120061
Rosita 120067
Sulastri 120073

Dosen Pembimbing : dr. Tajus Ibrahim, MM

POLITEKNIK KESEHATAN HERMINA


PRODI D-III FARMASI
2021
SEJARAH TENTANG KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien menjadi isu prioritas dalam perawatan kesehatan, dimana gerakan
keselamatan pasien dimulai sejak tahun 2000 yang berawal ketika Institute of Medicine
menerbitkan laporan To Err Is Human Building a Safer Health System (Cahyono, 2012).
Keselamatan pasien merupakan hak pasien. Pasien berhak memperoleh keamanan dan
keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit (Kemenkes, 2009). Sesuai dengan
UU tentang kesehatan pasal 53 (3) UU no 36/2009 menyatakan bahwa pelaksanaan pelayanan
kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien. Keselamatan pasien telah menjadi
prioritas untuk layanan kesehatan diseluruh dunia (Cosway, Stevens, & Panesar, 2012 dikutip
dari Chiu 2008).
Pada tahun 2004 WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program
bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit
(Depkes RI, 2006). Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih (Depkes RI, 2006). Peningkatan mutu dan keselamatan pasien
memerlukan kerja tim yang solid yang merupakan praktik kolaboratif antara komunikasi yang
efektif, penyelesaian tugas dan hasil yang akurat serta perumusan tanggungjawab yang jelas
(WHO, 2011).yang meliputi :
✓ Asesmen risiko
✓ Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
✓ Pelaporan dan analisis insiden
✓ Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
✓ Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Dasar hukum yang melatar belakangi Keselamatan Pasien ini adalah :
1. UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
4. PMK No.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
5. PMK No.11 Tahun2017 tentang Keselamatan Pasien
6. PMK No.251/MENKES/SK/VII/2012 tentang Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
7. KepMen HK.02.02/MENKES/535/2016 tentang Komite Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
8. KepMen HK.01.07/MENKES/321/2018 tentang Komite Nasional Keselamatan Pasien
Di Indonesia gerakan keselamatan pasien dimulai ketika Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (PERSI) mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KPRS) pada tahun 2005, kemudian berubah menjadi Institut Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (IKPRS). Gebrakan PERSI disambut baik oleh Depkes, maka gayung pun
bersambut dengan diresmikannya pencanangan Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada 21 Agustus 2005 di Jakarta.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah membentuk Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada tanggal 1 Juni 2005, dan telah menerbitkan
Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien. Panduan ini dibuat sebagai dasar
implementasi keselamatan pasien dirumah sakit. Dalam perkembangannya,
Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Departemen Kesehatan telah pula menyusun Standar
Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam instrumen Standar Akreditasi Rumah Sakit.
Akreditasi rumah sakit saat ini adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi setiap
rumah sakit sebagai amanat Undang-undang no. 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit .
Pada tahun 2012 untuk melaksanakan ketentuan pasal 43 UU No.44/2009 tentang
Rumah sakit, dan ketentuan pasal 3 PMK No.1691/Menkes/Per/VII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit, Menteri Kesehatan membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KPRS), dengan SK Menteri Kesehatan RI No.251 tahun 2012.
Keselamatan pasien merupakan komponen penting dari mutu layanan kesehatan. Joint
Comission International (JCI) (2011) membuat kebijakan atau prosedur yang dikembangkan
yang mendukung secara terus menerus pengurangan infeksi terkait dengan perawatan
kesehatan. Kebijakan tersebut terdiri dari mengidentifikasi pasien dengan benar, peningkatan
komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat-obatan yang perlu diwaspadai,
memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien
yang benar, pengurangan resiko infeksi akibat perawatan kesehatan, dan mengurangi risiko
pada pasien akibat jatuh.
Menurut Canadian Patient Safety Institute, 2017 keselamatan pasien merupakan
indikator yang paling utama dalam sistem pelayanan kesehatan, yang diharapkan dapat menjadi
acuan dalam menghasilkan pelayanan kesehatan yang optimal dan mengurangi insiden bagi
pasien.
Meskipun manusia adalah penyebab utama terjadinya kesalahan namun unsur
menyalahkan bukanlah cara yang efektif untuk meningkatkan keselamatan pasien (IOM,2000).
Dalam upaya meminimalkan terjadinya medical error atau KTD yang terkait dengan aspek
keselamatan pasien, manajemen RS perlu menciptakan budaya keselamatan pasien. Hal
tersebut dikarenakan banyak rumah sakit yang mengaplikasikan sistem keselamatan yang baik,
tetapi pada kenyataannya insiden keselamatan pasien tetap terjadi. Meskipun pada umumnya
jika sistem dapat dijalankan dengan sebagaimana mestinya maka insiden keselamatan dapat
ditekan sekecil-kecilnya, namun fakta menunjukkan bahwa tidak dapat berjalan secara optimal
jika kompetensi dan nilai-nilai atau budaya yang ada tidak mendukung (Budihardjo, 2008).
Insiden Keselamata Pasien (IKP) adalah kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien
(PerMenKes No.11 tahun 2017), terdiri dari :
1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Yaitu kejadian yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan
(comission) atau tidak mengambil tindakan (omission) dan bukan karena penyakit dasarnya
(underlying disease) atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau
bukan kesalahan medis.
Contoh : pasien yang diberikan obat A dengan dosis lebih karena kesalahan saat membaca
dosis obat pada resep sehingga pasien mengeluhkan efek samping dari obat tersebut.

Kejadian Sentinel :
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer
dan membutuhkan intervensi untuk mempertahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis,
yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien.

✓ Kejadian sentinel biasanya dipakai untuk kejadian tidak diharapkan atau tidak dapat
diterima seperti operasi pada bagian tubuh yang salah.
✓ Pemilihan kata sentinel terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi misalnya amputasi
pada lokasi yang salah, dll, sehingga pencarian fakta-fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.

2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)


Adalah suatu kejadian insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
Contoh: suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan kepada pasien, tetapi staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat tersebut diberikan kepada pasien.

3. Kejadian Tidak Cedera (KTC)


Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (comission) atau tidak mengambil
tindakan yang seluruhnya diambil (omission) yang dapat mencederai pasien tetapi cedera
tidak terjadi,karena:
✓ Faktor keberuntungan, misalnya pasien yang menerima suatu obat kontra indikasi tetapi
tidak timbul reaksi obat.
✓ Peringatan, misalnya pasien secara tidak sengaja telah diberikan suatu obat dengan dosis
lethal, segera diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya sehingga tidak
menimbulkan cedera berat.

4. Kejadian Potensial Cedera (KPC)


Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
Contoh : penempatan obat-obatan LASA yang berdekatan, sehingga berpotensi untuk salah
pengambilan obat.
Budaya keselamatan pasien merupakan bagian dari budaya organisasi, karena budaya
organisasi merupakan fondasi dari budaya keselamatan pasien (Flemming, 2008). Suatu
budaya keselamatan pasien harus dibangun dimana setiap orang dapat melaporkan insiden
keselamatan pasien (KTD/KNC) tanpa takut akan dihukum. Budaya keselamatan harus ada di
setiap bagian di rumah sakit, dari tingkat individu hingga tingkat organisasi. Dengan demikian,
budaya keselamatan dapat diartikan sebagai bagian dari aspek budaya organisasi, dalam hal ini
organisasi manajemen rumah sakit. Budaya tersebut dianggap sebagai sikap, nilai, keyakinan,
persepsi, norma, kompetensi dan prosedur terkait keselamatan pasien. Budaya keselamatan
pasien juga membentuk persepsi tenaga kesehatan mengenai perilaku yang normal terkait
keselamatan pasien di wilayah kerja mereka (Weaver et al, 2013).

Anda mungkin juga menyukai