Anda di halaman 1dari 17

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN TN. S DENGAN


PENUMOTHORAX DI RUANG ICU RSUD SLEMAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh :

ANDI SETIAWAN
213203002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XVII


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN TN. S DENGAN


PENUMOTHORAX DI RUANG ICU RSUD SLEMAN

Disusun Oleh :

ANDI SETIAWAN
213203002

Telah disetujui pada


Hari :
tanggal :

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(……………………) (……………………)

Mahasiswa

(Andi Setiawan)
BAB I

PENDAHULUAN

A. TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Pneumotoraks, atau collaps paru-paru, adalah pengumpulan udara dalam
ruang di sekitar paru-paru. Penumpukan udara menempatkan tekanan pada
paru-paru, sehingga tidak dapat memperluas sebanyak biasanya. (Carpenito,
2019).
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara atau gas dalam rongga
pleura, yang berada antara paru-paru dan thoraks. Pneumothoraks dapat
terjadi secara spontan pada orang tanpa kondisi paru-paru kronis
(pneumothoraks primer) dan orang dengan penyakit paru-paru
(pneumothoraks sekunder) selain itu, banyak juga ditemui kasus
pneumothoraks yang disebabkan trauma fisik pada dada, cedera akibat
ledakan atau komplikasi dari berbagai pengobatan (Irianto, 2017).
Udara dapat keluar dari patu-paru ke rongga pleura saat kantug udara di
paru-paru, atau bulla, meledak. Latihan fisik secara berlebihan dapat
mendorong terjadinya pneumothoraks. Komplikasi kondisi paru-paru seperti
asma dan chronic obstructive pulmonary disease juga dapat memicu kondisi
ini (Irianto, 2017).
2. Etiologi
Pneumothoraks dapat disebabkan oleh pecahnya kista atau kantong kecil
pada permukaan paru. Pneumotoraks mungkin juga terjadi setelah luka pada
dinding dada seperti tulang rusuk yang patah, luka yang menembus dada,
invasi operasi dari dada, atau yang diinduksi dengan bebas dalam rangka
untuk mengempiskan paru. Pneumothoraks dapat juga berkembang sebagai
akibat dari penyakit-penyakit paru yang mendasari, termasuk cystic fibrosis,
chronic obstructive pulmonary disease, knker paru, asma, dan infeksi-infeksi
dari paru-paru (Irianto, 2017).
Etiologi pneumothoraks dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu (Matt
Vera: 2012):
a. Pneumothoraks spontan primer: pecahnya pleura blebs biasanya terjadi
pada orang-orang muda tanpa penyakit paru-paru parenchymal atau
terjadi dalam ketiadaan cedera traumatis dada atau paru-paru
b. Pneumothoraks spontan sekunder: terjadi dalam kehadiran penyakit paru-
paru, emfisema terutama, tetapi juga dapat terjadi dengan tuberkulosis
(TB), Sarkoidosis, cystic fibrosis, keganasan, dan fibrosis paru
c. Iatrogenik: komplikasi prosedur medis atau operasi, seperti terapi
thoracentesis, trakeostomi, biopsi pleura, kateter vena sentral penyisipan,
ventilasi mekanik tekanan positif, sengaja intubasi bronkus kanan
mainstem
d. Traumatis: bentuk paling umum dari Pneumotoraks dan hemothorax,
disebabkan oleh trauma dada terbuka atau tertutup terkait dengan cedera
tumpul atau menembus.
3. Klasifikasi
Efusi pleura diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu (Irianto, 2017):
a) Primary pneumothorax (Spontaneus pneumothorax)
Terjadi pada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya.
b) Secondary pneumothorax
Terjadi sebagai akibat ari kondisi atau kejadian yang mendasari
misalnya disebabkan benturan dada yang keras.
4. Tanda dan Gejala
a) Sesak nafas
b) Nyeri dada (seperti ditusuk)
c) Napas pendek dan cepat
d) Denyut jantung cepat
e) Batuk
f) Kelelahan
g) Sianosis (Irianto, 2017)
5. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan
kemampuan dilatasi alveoli menurun dan lama-kelamaan mengakibatkan
atelektasis (layuhnya paru-paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan
klien masih mampu bertahan, udara yang berlebihan dapat diserap hingga
tekanan udara di dalam rongga pleura akan kembali normal. Karena adanya
luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman dapat terhisap dan
berkoloni di dalam pleura hingga terjadi inspeksi pleuritis. Jenis kuman
penyebab radang yang terbanyak adalah F nechrophorum, chorinebacterium
Spp, dan streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk exudat yang bersifat
pnukopurulent, purulent akan serosanguineus yang disertai pembentukan
jonjot-jonjot fibrin.
Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka
tembus. Yang selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada
menghisap). Jika tidak ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan
kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah
berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan aliran vena
kaca superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan
menurunkan cardiac output. Jika ini tidak ditangani, pneumothoraks makin
berat dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Beberapa
pneumothoraks spontan disebabkan pecahnya “blebs”, semacam struktur
gelembung pada permukaan paru yang pecah menyebabkan udara masuk ke
dalam kavum pleura.
Pneumathoraks. Robekan pada percabangan trakeobronkial
menyebabkan kolaps paru dan pergeseran mediastinum ke sisi yang tidak
sakit. (Peate, M. N, 2015)
Pathway Pneumothorax

Pecahnya blebs Trauma / cedera Luka tembus IntervensiMedis


dada medis

Pneumathoraks spontan, traumatic, iatrogenik

Udara masuk ke dalam Sucking chest wound Pergeseran Mediastinum


kavum pleura

hipoksia
Penyumbatan aliran vena
Meningkatkan tekanan
kava superior dan inferior
intra pleura
Kehilangan kesadaran

Mengurangi Cardiac Preload


Kemampuan dilatasi
koma
alveoli menurun

Menurunkan cardiac
atelektasis Intoleransi aktivitas
output

Hambatan Mobilitas Fisik


Sesak napas
kematian

Pola Napas tidak


efektif Intoleransi aktivitas
Nafsu makan
Intoleransi aktivitas menurun
Napas tidak efektif
Gangguan pola
Nutrisi kurang dari tidur
kebutuhan tubuh
6. Komplikasi
Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru
yang sehat juga dapat terkena dampaknya.
Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat.
Kematian menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan
cepat. Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu
pertimbangan tension pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy,
trachea berubah.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
penurunan suara
b. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
c. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis pneumothoraks, yang hasilnya
menunjukkan adanya udara.
d. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan udara dan
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
e. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran udara.
(Sudoyo, 2017)
8. Penatalaksanaan Medis
a. Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau
balutan tekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik
bersih. Pembalut plastik yang steril merupan alat yang baik, namun
plastik pembalut kotak rokok (selofan) dapat juga digunakan. Pita
selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya dibiarkan tebuka untuk
memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan. Hal ini untuk
mencegah terjadinya tension pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan
terbuka sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan
mengembang.
b. Blast injury or tention
Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan
jaringan paru, perlu penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus
dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang
kembali.
c. Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage )
d. Perawatan Per-hospital
Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis
untuk mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat
segera dilakukan jika keadaan pasien makin memburuk. Perwatan medis
lebih lanjut dan evaluasi sangat dianjurkan segera dilakukan. Termasuk
dukungan ventilasi mekanik.
e. Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakomi poskerolateral dan
skernotomi mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb, bulektonomi,
subtotal pleurektomi. Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video
Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS).
(Ignatavicius, D,2020).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur,
jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa,
bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien
dengan pneumothoraks didapatkan keluhan berupa sesak nafas, nyeri
dada, Napas pendek dan cepat, Denyut jantung cepat, dan Batuk.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan pneumothoraks biasanya akan diawali dengan
adanya tanda-tanda seperti sesak nafas, nyeri dada, Napas pendek dan
cepat, Denyut jantung cepat, Batuk, Kelelahan, dan Sianosis. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita
penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab pneumothoraks.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,
minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan
minum sebelum dan selama MRS pasien dengan pneumothoraks
akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan
umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami
kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya karena merasa nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak napas dan nyeri.
Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena
suasananya yang berbeda dengan lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik
peran dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena
sakit pasien tidak lagi bisa mengurus anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang
tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada.
Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa
penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal
ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan,
demikian juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah
sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap
lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses
penyakit.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada,
posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, sindrom hipoventilasi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur operasi,
trauma)
c. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, mencerna
dan mengabsorpsi makanan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dengan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
efektif keperawatan selama 3 x 24 Observasi:
berhubungan jam pasien menunjukkan a. Monitor pola nafas (frekunsi,
dengan Pola Nafas (L.01004) kedalaman, usaha nafas)
deformitas Adekuat dibuktikan b. Monitor bunyi nafas tambahan
dinding dada, dengan kriteria hasil : c. Monitor sputum
posisi tubuh yang a. Dispnea Terapeutik:
menghambat b. Penggunaan otot bantu d. Pertahankan kepatenan jalan
ekspansi paru, nafas nafas
sindrom c. Ortopnea e. Posisikan semi-fowler atau
hipoventilasi. d. Pernafasan pursed-lip fowler
e. Pernafasan cuping f. Berikan minum hangat
hidung g. Lakukan fisioterapi dada jika
f. Frekuensi nafas perlu
g. Kedalaman Nafas h. Lakukan penghisapan lendir
i. Berikan oksigen
Edukasi:
j. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
k. Kolaborasi pembrian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan respirasi
Observasi:
a. Monitoring frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya nafas.
b. Monitor pola nafas
c. Monitor kemampuan batuk
efektif
d. Monitor adanya produksi
sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan
nafas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
g. Auskultasi bunyi nafas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor hasil AGD
j. Monitor hail X-Ray toraks
Terapeutik:
k. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
l. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi:
m. Informasikan hasil pemantauan
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 Observasi:
dengan agen jam, tingkat nyeri a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
injury fisik (L.08066) dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas,
(prosedur operasi, hasil: intensitas nyeri.
trauma) a. Keluhan nyeri b. Identifikasi skala nyeri
b. Meringis c. Identifikasi respon nyeri non-
c. Gelisah verbal
d. Kesulitan Tidur d. Identifikasi faktor yang
e. Anoreksia memperberat dan memperingan
f. Ketegangan otot nyeri
g. Frekuensi nadi e. Identifikasi pengetahuan dan
h. Pola nafas keyakinan tentang nyeri
i. Tekanan darah f. Monitor keberhasilan terapi
j. Fungsi berkemih komplementer yang sudah
k. Nafsu makan diberikan
l. Pola tidur g. Monitor efek samping
penggunaan analgesik
Terapeutik:
h. Berikan teknik non-
farmakologis untuk mengurangi
ras nyeri (TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, tknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
i. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
j. Fasilitasi istirahat dan tidur
k. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi:
l. Jelakan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
m. Ajarkan teknik non-
farmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi:
n. Kolaborasi Pemberian analgetik
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I. 03119)
berhubungan keperawatan selama 2x24 Observasi:
dengan jam diharapkan klien dapat a. Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan terpenuhi Status Nutrisi b. Monitor asupan makanan
menelan, (L.03030), dengan kriteria c. Monitor berat badan
mencerna dan hasil: d. Monitor hasil pemeriksaan
mengabsorpsi a. Porsi makanan yang laboratorium
makanan dihabiskan Terapeutik:
b. Serum albumin e. Lakukan oral hygiene sebelum
c. Nafsu makan makan
d. Berat badan Edukasi:
e. Indeks massa tubuh f. Ajarkan diet yang diprogramkan
f. Kekuatan otot menelan Kolaborasi:
g. Frekuensi makan g. Kolaborasi dengan ahli gizi
h. Bising usus untuk menentukan jumlah kalori
i. Membran mukosa dan nutrien jika perlu
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Terapi aktivitas (I.05186)
aktivitas keperawatan selama 3 x 24 Observasi:
berhubungan jam, toleransi aktivitas a. Monitor respon fisik, emosi,
dengan (L.05047) adekuat dengan sosial dan spiritual terhadap
ketidakseimbanga kriteria hasil: aktivitas
n suplai dengan a. Frekuensi Nadi Terapeutik:
kebutuhan b. Saturasi oksigen b. Fasilitasi fokus pada
oksigen, tirah c. Kemudahan dalam kemampuan pasien
baring, melakukan aktivitas c. Fasilitasi aktivitas motorik
kelemahan. sehari-hari untuk merelaksasi otot
d. Kekuatan tubuh bagian Edukasi:
atas dan bawah d. Anjurkan melakukan aktivitas
e. Keluham lelah fisik, sosial, spiritual, dan
f. Dispnea saat aktivitas kognitif dalam menjaga fungsi
g. Dispnea setelah dan keseehatan
aktivitas e. Anjurkan terlibat dalam
h. Perasaan lemah aktivitas kelompok atau terapi
i. Warna kulit Kolaborasi:
j. Tekanan darah f. Kolaborasi dengan terapis
k. Frekuensi nafas okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas
Resiko infeksiSetelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 Observasi:
dengan efekjam, tingkat infeksi a. Monitor tanda dan gejala infeksi
prosedur invasif. (L.14137) adekuat dengan lokal dan sistemik
kriteria hasil: Terapeutik:
a. Kebersihan tangan b. Cuci tangan sebelum dan
b. Kebersihan badan sesudah kontak dengan pasien
c. Nafsu makan dan lingkungan pasien
d. Demam c. Pertahankan teknik aseptik
e. Kemerahan Edukasi:
f. Nyeri d. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
g. Bengkak e. Ajarkan cara mencuci tangan
h. Kadar sel darah putih dengan benar
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan Efusi Pleura yaitu :
a. Pola nafas kembali efektif
b. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
c. Nyeri akut teratasi
d. Tidak terjadi resiko tinggi infeksi
e. Aktivitas sehari-hari kembali baik
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2019). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi Edisi 13. Jakarta : EGC.
Ignatavicius, D. & Workman, M. L. (2020). Medical surgical nursing: critical thingking
for colaborative care (6th ed., vol 1). Missouri: Elsevier Saunders.
Irianto, Koes. (2017). Anatomi dan Fisiologis. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Judith M. Wilkinson, P. A. (2015). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Morton, G. (2014). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi Medika.
Sudoyo. (2017). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Tim POKJA SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim POKJA SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim POKJA SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai