Anda di halaman 1dari 6

Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling

Prinsip berasal dari kata “prinsipra” yang artinya permulaan dengan cara tertentu yang
melahirkan hal-hal lain, yang keberadaannya bergantung pada pemula itu. Prinsip ini merupakan
hasil perpaduan antara kajian teoretis dan teori lapangan yang terarah dan digunakan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan.[5]

Prinsip bimbingan dan konseling menguraikan pokok-pokok dasar pemikiran yang dijadikan
pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program
pelayanan bimbingan dan dapat juga dijadikan sebagai seperangkat landasan praktis atau aturan
main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Dalam hal ini, maka yang dimaksud dengan prinsip-prinsip adalah hal-hal yang menjadi pegangan
dalam proses bimbingan dan konseling. Seperti halnya dalam memberikan defenisi mengenai
bimbingan konseling, di dalam mengemukakan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pun masing-
masing ahli mempunyai sudut pandang sendiri-sendiri terhadap titik berat permasalahannya.

Adapun beberapa pendapat dari para ahli mengenai prinsip bimbingan dan konseling adalah
sebagai berikut:

Haditono mengemukakan prinsip bimbingan sebagai berikut:

1. Bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk anak-anak, orang dewasa dan orang-orang yang
sudah tua.

2. Tiap aspek dari kepribadian seseorang menentukan tingkah laku orang itu. Dengan demikian,
bimbingan bertujuan untuk memajukan individu dan individu itu juga harus pula berusaha
memajukan kehidupannya.

3. Usaha-usaha bimbingan pada prinsipnya harus menyeluruh ke semua orang karena semua orang
mempunyai berbagai masalah yang butuh pertolongan.

4. Semua guru di sekolah seharusnya menjadi pembimbing karena semua murid juga
membutuhkan bimbingan.

5. Sebaiknya semua usaha pendidikan adalah bimbingan sehingga alat-alat dan teknik mengajar
juga sebaiknya mengandung suatu dasar pandangan bimbingan.

6. Dalam memberikan suatu bimbingan harus diingat bahwa semua orang, meskipun sama dalam
kebanyakan sifat-sifatnya, namun tetap mempunyai perbedaan-perbedaan individual dan
perbedaan tersebut yang harus diperhatikan.
7. Supaya bimbingan dapat berhasil dengan baik, dibutuhkan pengertian yang mendalam mengenai
orang yang dibimbing. Oleh karena itu, perlu diadakan program evaluasi (penilaian) dan
penelitian individual.

8. Keduanya memerlukan sekumpulan catatan mengenai kemajuan dan keadaan anak yang
dibimbing tadi. Dengan berbagai macam tes yang sudah distandarisasi atau alat-alat evaluasi
lain, dapat diperoleh data. Misalnya, mengenai kemampuan orang tadi, seperti kecerdasannya,
keuletannya, serta termasuk pula data-data mengenai prestasi, perhatian dan sifat-sifat
pribadinya. Data-data ini dikumpulkan dan harus dicatat secara teliti.

9. Haruslah diingat bahwa pergolakan-pergolakan sosial, ekonomi dan politik dapat menyebabkan
timbulnya tingkah laku yang sukar atau penyesuaian yang salah. Sehubungan dengan itu,
dibutuhkan kerja sama yang baik antara pembimbing dengan badan-badan atau yayasan-
yayasan yang ada di masyarakat yang mempunyai hubungan dengan usaha bimbingan tadi.

10. Bagi anak-anak, haruslah kita ingat bahwa sikap orang tua dan suasana rumah sangat
mempengaruhi tingkah laku mereka. Sehubungan dengan itu, kadang-kadang untuk beberapa
kesukaran sangat dibutuhkan pengertian, kesediaan, dan kerja sama yang baik dengan para
orang tua. Tanpa bantuan dan pengertian dari orang tua, hampir tidak dapat dicari jalan
keluarnya.

11. Fungsi dari bimbingan ialah menolong orang supaya berani dan dapat memikul tanggung jawab
sendiri dalam mengatasi kesukaran yang dialaminya, yang hasilnya dapat berupa kemajuan dari
keseluruhan pribadi orang yang bersangkutan.

12. Usaha bimbingan harus bersifat lincah sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, serta
kebutuhan individual.

13. Prinsip bahwa berhasil atau tidaknya suatu bimbingan sebagian besar tergantung pada orang
yang minta tolong itu sendiri, pada kesediaan, kesanggupan, dan proses-proses yang terjadi
dalam diri orang itu sendiri.[6]

Kemudian, ada beberapa prinsip bimbingan dan konseling menurut Anas Salahudin, di antaranya
sebagai berikut:

1. Bimbingan adalah suatu proses membantu individu agar mereka dapat membantu dirinya
sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

2. Bimbingan bertitik tolak (berfokus) pada individu yang dibimbing.

3. Bimbingan diarahkan kepada individu dan tiap individu memiliki karakteristik tersendiri.

4. Masalah yang dapat diselesaikan oleh tim pembimbing di lingkungan lembaga hendaknya
diserahkan kepada ahli atau lembaga yang berwenang menyelesaikannya.

5. Bimbingan dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang akan
dibimbing.

6. Bimbingan harus luwes dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat.

7. Program bimbingan di lingkungan lembaga pendidikan tertentu harus sesuai dengan program
pendidikan pada lembaga yang bersangkutan.
8. Hendaknya pelaksanaan program bimbingan dikelola oleh orang yang memiliki keahlian dalam
bidang bimbingan, dapat bekerja sama dan menggunakan sumber-sumber yang relevan yang
berada di dalam ataupun di luar lembaga penyelenggara pendidikan.

9. Program bimbingan dievaluasi untuk mengetahui hasil pelaksanaan program.[7]

Adapun prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Bimo Walgito yaitu sebagai berikut:

1. Dasar bimbingan konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari dasar pendidikan pada umumnya
dan pendidikan di sekolah pada khususnya. Dasar dari pendidikan tidak dapat terlepas dari dasar
negara tempat pendidikan itu dilaksanakan. Dasar pendidikan nasional di Indonesia dapat dilihat
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 II Pasal 2 yang berbunyi:
“Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”. Dengan demikian,
dapat dikemukakan bahwa dasar dari bimbingan dan konseling di sekolah ialah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, karena bimbingan dan
konseling tergantung atau terikat dengan tempat bimbingan dan konseling itu dilaksanakan maka
tidaklah mengherankan bila dasar dari bimbingan dan konseling di Indonesia mampunyai
perbedaan dengan dasar dari bimbingan dan konseling di negara lain.

2. Tujuan bimbingan dan konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 Bab
II Pasal 4 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seluruhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, kebangsaan”. Dengan memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Dengan demikian, tujuan
bimbingan dan konseling di sekolah adalah membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional
dan membantu individu untuk mencapai kekejahteraan.

3. Fungsi bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan dan pengajaran ialah membantu
pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, segala langkah bimbingan dan konseling harus
sejalan dengan langkah-langkah yang diambil, serta harus sesuai dengan tujuan pendidikan.
Dengan adanya bimbingan dan konseling itu, pendidikan akan berlangsung lebih lancar karena
mendapatkan dukungan dari bimbingan dan konseling.

4. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua individu, baik anak-anak maupun orang
dewasa. Jadi bimbingan dan konseling tidak terbatas pada umur tertentu.

5. Bimbingan dan konseling dapat dilaksanakan dengan bermacam-macam sifat, yaitu secara:

a. Preventif, yaitu bimbingan dan konseling diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan
sampai timbul kesulitan-kesulitan yang menimpa diri anak atau individu.

b. Korektif, yaitu memecahkan atau mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak atau
individu.

c. Preservatif, yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan sanpai menjadi
keadaan-keadaan yang tidak baik.

6. Bimbingan dan konseling merupakan proses yang kontinu. Bimbingan dan konseling harus
diberikan secara kontinu dan diberikan oleh orang-orang yang mempunyai kewenangan dalam
hal tersebut. Dengan demikian, tidak semua orang boleh memberikan bimbingan dan konseling.
7. Sehubungan dengan hal itu, para guru perlu mempunyai pengetahuan mengenai bimbingan dan
konseling karena mereka selalu berhadapan langsung dengan murid yang mungkin perlu
mendapatkan bimbingan. Kalau keadaan memungkinkan, ada baiknya persoalan yang dihadapi
murid diselesaikan oleh guru sendiri, tetapi kalau tidak mungkin maka dapat diserahkan kepada
pembimbing.

8. Individu yang dihadapi tidak hanya mempunyai kesamaan-kesamaan, tetapi juga mempunyai
perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada masing-masing individu harus
diperhatikan dalam memberikan bimbingan dan konseling.

9. Tiap-tiap aspek dari individu merupakan faktor penting yang menentukan sikap ataupun tingkah
laku. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling harus benar-benar memerhatikan
segala aspek individu yang dihadapi. Sehubungan dengan itu, bimbingan dan konseling haruslah
didasarkan atas penelitian atau pengumpulan keterangan yang lengkap agar dapat bertindak
secara tepat. Dengan demikian, diperlukan adanya daftar pribadi, hasil observasi, hasil angket,
tes, dan sebagainya.

10. Anak atau individu yang dihadapi adalah individu yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena
itu, tidak boleh memandang individu terlepas dari masyarakatnya, tetapi harus melihat individu
beserta latar belakang sosial, budaya dan sebagainya.

11. Anak atau individu yang dihadapi merupakan makhluk yang hidup. Yang berkembang dan
bersifat dinamis. Oleh karena itu, harus diperhatikan segi dinamikanya. Segi dinamika inilah
yang memungkinkan pemberian bimbingan dan konseling.

12. Dalam memberikan bimbingan dan konseling, haruslah selalu diadakan evaluasi. Dengan
evaluasi, akan dapat diketahui tepat-tidaknya bimbingan dan konseling yang telah diberikan.

13. Pembimbing harus selalu mengikuti perkembangan situasi masyarakat dalam arti yang luas,
yaitu perkembangan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.

14. Dalam memberikan bimbingan dan konseling, pembimbing harus selalu ingat untuk menuju
kepada kesanggupan individu agar dapat membimbing diri sendiri.

15. Karena pembimbing berhubungan secara langsung dengan masalah-masalah pribadi seseorang,
maka pembimbing harus dapat memegang teguh kode etik bimbingan dan konseling.[8]

Adapun rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan
sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan,
penyelenggaraan pelayanan.

1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan.

Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik secara perorangan
ataupun kelompok yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah perkembangan
kehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya yang
dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan kondisi sendiri, serta kondisi lingkungannya, sikap
dan tingkah laku dalam perkembangan dan kehidupannya itu mendorong dirumuskannya prinsip-
prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut:

a. Melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial.

b. Memerhatikan tahapan perkembangan.


c. Memerhatikan perbedaan individu dalam layanan.

2. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan masalah klien.

Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan kehidupan individu tidaklah selalu positif,
namun faktor-faktor negatif pasti ada dan sangat berpengaruh dan dapat menimbulkan hambatan-
hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu yang berupa masalah.
Pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas yang
berkenaan dengan:

a. Menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh
lingkungan, baik di rumah, sekolah dan masyarakat sekitar.

b. Timbulnya masalah pada individu karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.

3. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan bimbingan dan konseling.

Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling dapat diselenggarakan secara insidental maupun
terprogram. Pelayanan insidental diberikan oleh konseli yang secara langsung (tidak terprogram atau
terjadwal) kepada konselor. Kemudian konselor langsung memberikan bantuan kepada konseli
sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi oleh konseli.

Konselor dituntut untuk dapat menyusun program pelayanan bimbingan dan konseling.
Program ini berorientasi pada seluruh warga lembaga dimana tempat konselor bertugas (misalnya
sekolah atau kantor) dengan memperhatikan variasi masalah yang mungkin akan muncul dan jenis
layanan yang dapat diselenggarakan, rentang dan unit waktu yang tersedia (misalnya semester dan
bulan), ketersediaan staf, kemungkinan hubungan antarpersonal dan lembaga, dan faktor-faktor
lainnya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan di lembaga yang bersangkutan. Prinsip-prinsip
program layanan bimbingan dan konseling itu adalah:

a. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa
maupun lingkungan.

b. Program bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan adanya tahap


perkembangan individu.

c. Program pelayanan bimbingan dan konseling perlu memberikan penilaian hasil layanan.

4. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan.

Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang terprogram atau insidental) dimulai
dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini selanjutnya akan diwujudkan melalui proses
tertentu oleh seorang konselor profesional. Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling,
konselor perlu mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak, baik dari dalam lembaga maupun
dari luar lembaga agar tercapainya perkembangan peserta didik secara optimal. Adapun prinsip-
prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan adalah:

a. Diarahkan untuk mengembangkan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing
diri sendiri.

b. Pengambilan keputusan yang diambil oleh individu hendaknya atas kemauan diri sendiri.

c. Permasalahan individu dilayani oleh tenaga ahli/ profesional yang relevan dengan
permasalahan individu.
d. Perlu adanya kerja sama dengan personal sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak
lain yang berwewenang dalam permasalahan individu.

e. Proses pelayanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah memperoleh hasil
pengukuran dan penilaian layanan.[9]

Anda mungkin juga menyukai