Anda di halaman 1dari 5

2.2 ETOS KERJA, SIKAP TERBUKA PANDANGAN AGAMA ISLAM 2.2.

DAN

KEADILAN

DALAM

Etos Kerja Telah disebutkan terdahulu hakikat manusia terletak pada eksistensinya.
“Eksistensinya” berarti berpikir untuk mencipta yang menghasilkan produk atau ciptaan.
Dengan kata lain hakikat manusia adalah kerja. Konsekuensi logisnya adalah berhenti bekerja
hilang hakikatnya sebagai manusia. Telah disebutkan pula bahwa Islam lebih mementingkan
amal dari pada gagasan atau terminal terakhir adalah amal. Amal identik dengan kerja dan
sekali lagi hakikat manusia adalah kerja. Alquran sendiri memandang amal itu begitu penting.
Kata amal dan berbagai kata yang seakar kata dengannya seperti ya’malun, ta’malun, ‘amila,
i’malu dan yang sejenisnya disebut dalam Al-Quran sebanyak 192 kali. Kata amal shalih yang
dirangkai dengan kata iman sebanyak 46 kali. Ini berarti hakikat manusia atas dasar
pendekatan kebudayaan maupun agama adalah sama yaitu terletak pada kerja atau amal.
Kesimpulan ini didukung oleh pepatah : ( ‫ا لعلم بال عمل كا لنخل بال عسل‬ilmu tanpa amal bagaikan
lebah tanpa madu) atau

( ‫ا لعلم بال عمل كا لشجر بال ثمر‬ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah). Dengan demikian
manusia yang tidak beramal atau tidak bekerja hakikat kemanusiaannya tidak utuh, atau
bahkan hilang hakikat kemanusiaannya. Supaya manusia tidak hilang hakikat
kemanusiaannya, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya supaya terjauh dari sifat pemalas.
Demikian doa Rasul : )‫( للهم ا نى اعو ذ بك من الكسل والعجز والبخل (روا ه التر مذى عن زيد بن ارقم‬ya Allah
sesungguhnya aku mohon perlindungan Engakau dari kemalasan, kelemahan, dan
kebakhilan. H.R at-Turmuzi dari ibn Arqam (at-Turmuzi, V:226)). Malas, lemah kepribadian
dan bakhil adalah penghalang utama dalam menumbuhkan etos apapun termasuk etos kerja.
Sebaliknya Islam memotifasi demikian bersemangat supaya setiap pemeluknya rajin beramal
atau bekerja. Allah berfirman :

Artinya : “ Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi
pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak
dianiaya (dirugikan) “.( QS Al An’am : 160 ). Dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa siapa
yang beramal baik pahalanya dilipatgandakan 10 kali lipat. Sebelas kali Allah berfirman
bahwa orang yang beramal baik itu berakhir dengan keberuntungan (Abd al-Baqi, [t.th.]:668).
Satu diantara :

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan “. ( QS Al Hajj :
77 ). Kata kemenangan dalam ayat itu sama dengan keberuntungan, dapat diperhatikan
dalam ayat berikut:

Artinya : “ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman “. (QS. Al Mu’minun: 1)


Keberuntungan atau kemenangan dalam ayat tersebut dan ke 11 yang lain dalam Al-Quran
selalu berarti sebagai akibat dari amal baik. Keberuntungan sebagai amal atau kerja bisa
berupa pahala yang dinikmati besok di hari akhirat kelak, bisa di kehidupan dunia sekarang.
Bahkan sesungguhnya, karena Islam tidak mengenal paham sekularisme, yaitu pemisahan
urusan dunia dan urusan akhirat (agama), justru setiap urusan apapun dalam Islam selalu
mengandung dimensi dunia dan akhirat. Karena itu di dalam Islam dianjurkan mencari
kebahagiaan dunia dan kehidupan akhirat sekaligus. Allah berfirman: Artinya : “Dan di antara
mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka“. ( QS. Al Baqarah : 201 ).
Kebahagiaan (hasanah) tidak pernah datang begitu saja kepada seseorang yang berpangku
tangan. Hanya kerja keras kebahagiaan juga takkan didapat. Tetapi kebahagiaan selalu
merupakan perpaduan antara kerja keras dan anugerah Allah. Karena itu Allah juga
memerintahkan supaya di dalam mencari kehidupan itu tidak setengah-setengah, dunia saja
atau akhirat saja, melainkan keduannya. Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan “.
( QS. Al Qashash : 77 ). Kemudian, di dalam kerja keras mencari kebahagiaan baik dunia
maupun akhirat itu ada kode etiknya, yaitu tidak boleh berbuat kerusakan,

kerusakan apapun (diri sendiri, hubungannya dengan orang lain, terhadap tetumbuhan,
binatang, maupun alam semesta).

2.2.2

Sikap Terbuka Inti sikap terbuka adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting
di dalam Islam. Lawan dari jujur adalah tidak jujur. Bentukbentuk tidak jujur antara lain adalah
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sebagai bangsa, kita amat prihatin, di satu sisi, kita
(bangsa Indonesia) merupakan pemeluk Islam terbesar di dunia, dan di sisi lain sebagai
bangsa amat korup. Dengan demikian terjadi fenomena antiklimak. Mestinya yang haq itu
menghancurkan yang bathil, justru dalam tataran praktis seolah-olah yang haq bercampur
dengan yang bathil. Tampilan praktisnya, salat ya, korupsi ya. Ini adalah cara beragama yang
salah. Cara beragama yang benar harus ada koherensi antara ajaran, keimanan terhadap
ajaran, dan pelaksanaan atas ajaran. Dapat dicontohkan di sini, ajaran berbunyi : Artinya : “
….Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar…..”
( QS. Al ‘Ankabut : 45 ). Manusia merespon terhadap ajaran (wahyu) itu dengan iman. Setelah
itu ia mewujudkan keimanannya dengan melakukan salat dan di luar pelaksanaan salat
mencegah diri untuk berbuat keji dan munkar. Termasuk koherensi antara ajaran, iman, dan
pelaksanaan ajaran adalah jika terlanjur berbuat salah segera mengakui kesalahan dan
memohon ampunan kepada siapa ia bersalah (Allah atau sesama manusia). Jika berbuat
salah kepada Allah segera ingat kepada Allah dan bertaubat kepadaNya.

Artinya : “ dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya
diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka…. “
( QS. Ali Imron : 135 ).

10

Jika berbuat salah kepada manusia segera meminta maaf kepadanya tidak usah menunggu
lebaran tiba. Pengakuan kesalahan baik terhadap Allah maupun kepada selain-Nya ini
merupakan sikap jujur dan terbuka. Menurut Islam sikap jujur dan terbuka termasuk baik. Nabi
bersabda: ‫ا ن ا لصد ق يهدى ا لى ا لبر وا ن ا لبر يهدى ا لى ا لجنة وا ن ا لرجل يصد ق حتى يكتب عند هلال وا ن الرجل ليكذ‬
‫صد يقا )عند هلل كذا با( متفق عليه‬.‫ ا لى ا لفجور‬s‫ وا ن ا لكذ ب يهد‬.‫ وا ن ا لفجور يهدى ا لنا ر‬.‫ب حتى يكتب‬
(Sesungguhnya jujur itu menggiring ke arah kebajikan dan kebajikan itu mengarah ke surga.
Sesungguhnya lelaki yang senantiasa jujur, ia ditetapkan sebagai orang yang jujur.
Sesungguhnya bohong itu menggiring ke arah dusta. Dusta itu menggiring ke neraka.
sesungguhnya lelaki yang senantiasa berbuat bohong itu akan ditetapkan sebagai
pembohong. Muttafaq ‘alaih (an-Nawawi, [t.th.]:42)). 2.2.3

Bersikap Adil Secara leksikal adil dapat diaritikan tidak berat sebelah, tidak memihak,
berpegang kepada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenangwenang (Kamus Besar,
l990 :6-7) Dari masing-masing arti dapat dicontohkan sebagai berikut: (1) Cinta kasih seorang
ibu terhadap putraputrinya tidak berat sebelah. (2) Dalam memutuskan perkara, seorang
hakim tidak memihak kepada salah satu yang bersengketa.(3) Di dalam menjalankan
tugasnya sebagai hakim, Hamid selalu berpegang kepada kebenaran. (4) Sudah sepatutnya
jika akhlaqul-karimah guru diteladani oleh murid.(5) Pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang tidak berbuat sewenang-wenang terhadap yang dipimpin. Dari masing-masing contoh ini
dapat disimpulkan bahwa sikap adil amat positif secara moral. Karena sifat yang positif, tentu
sikap adil didambakan oleh banyak orang. Dalam contoh-contoh di atas, sikap adil bersikap
positif atau menguntungkan orang lain. Adil juga dapat dartikan tingkah laku dan kekuatan
jiwa yang mendorong seseorang untuk mengendalikan amarah dan syahwat dan
menyalurkannya ke tujuan yang baik (al-Hufiy, 2000: 24). Dalam definisi ini dapat dipahami
bahwa adil adalah kondisi batiniah seseorang yang berbentuk energi. Energi ini mendesak
keluar untuk mengendalikan amarah dan kemauan-kemauan hawa nafsu sehingga perbuatan
yang keluar menjadi baik. Yang mestinya orang itu menuruti hawa nafsu, karena kendali
sikaprbuatannya menjadi terarah, tidak merugikan diri sendiri dan orng lain.

11

Adil dapat diartikan menempatkan berbagai kekuatan batiniah secara tertib dan seimbang (al-
Hufiy, 2000 :26). Kekuatan yang dimaksud adalah al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffa.al-
Hikmah berarti kecerdasan. Orang cerdas dapat membedakan antara yang benar dan salah,
baik dan buruk, haq dan batal secara tepat, tetapi belum tentu ia selalu memilih yang benar,
yang baik, dan yang haq. Asy-syaja’ah berarti berani tanpa rasa takut. Al-‘ffah berarti suci.
Ketiga sifat utma ini jika tidak seimbang menjadi tidak baik. Orang amat cerdas atau genius
tetapi kecerdasannya dapat dijadikan alat untuk mengelabuhi orang lain karena tidak ada
‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu berani menangani setiap masalah yang dihadapi, tentu
akan menampakkan profil preman karena tidak ada al-hikmah dan ‘iffah di dalam dirinya.
Orang cerdas dan berani lalu digunakan untuk mengeruk kekayaan negara secara tidak syah
adalah tidak baik karena tidak ‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu hanya memilih kesucian
dalam semua suasana secara terang-terangan tentu dapat membahayakan diri sendiri. Jika
antara al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffah berpadu secara seimbang dalam diri seseorang,
maka orang itu akan bersikap adil. Orang berani melakukan sesuatu setelah ditimbang-
timbang bahwa sesuatu itu baik menurut akal dan menurut pertimbangan syariat juga baik .
inilah gambaran perbuatan adil. Berarti, ia berani berbuat karena benar. Orang tidak berani
berbuat juga karena benar, adalah bersikap adil, bukan karena takut. Dengan dimikian adil
adalah puncak dari ketiga sifat utama tersebut. Islam memandang sikap adil amat
fundamental dalam struktur ajaran. Kata adil dan berbagai turunannya seperti : ya’dilun, i’dilu,
‘adlun, dan ta’dili diulang sebanyak 28 kali di dalam Alquran. Karena itu Allah memerintah
kepada kita supaya berlaku adil dalam semua hal. Allah berfirman: Artinya : “...Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa...” (QS. Al Maidah: 8). Kata adil sinonim dengan al-
qish. Kata ini dan berbagai derivasinya, umpama: iqshitu, al-muqshitun, dan al-qashitun
terulaqng sebanyak 25 kali dalam Alquran (‘Abd al-Baqiy, [t.th.] :P690). Kadang-kadang kata
adil dan kata al-qisht disebut secara besama-sama dan satu sama lain berarti sama.
Contohnya adalah: Artinya :

12

“ dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah
Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah
kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil “. ( QS. Al
Hujurat : 9 ).

Karena baik secara rasional maupun syariah bahwa sikap adil itu adalah baik dan positif,
tetapi di sisi lain kita merupakan pemeluk agama Islam terbesar dunia dan di saat yang sama
dikenal sebagai bangsa dengan aneka predikat yang tidak baik seperti KKN (korupsi, kolusi,
dan nepotisme), maka untuk merubah citra buruk itu salah satu cara strategis adalah
membudayakan sikap adil dalam semua lapangan kehidupan. Untuk mewujudkan sikap adil
harus dilatih terus menerus secara berkesinambungan, yang bererti pembiasaan berlaku adil.
“Mulai sekarang, mulai yang sederhana, dan mulai dari diri sendiri”,Inilah komitmen untuk
mulai pembiasaan berlaku adil. Jika langkah awal ini dapat dilalui dengan baik, tentu mudah
menjalar kepada orang lain, apalagi kalau yang memulai komitmen itu adalah orang yang
memiliki pengaruh di masyarakat di mana ia berada karena salah satu naluri manusia adalah
meniru idola. Jika idola tidak bersikap adil, tentu para fansnya akan meniru tidak adil pula.
Dalam Islam orang yang paling pantas untuk di dudukkan sebagai idola untuk ditiru dan
diteladani adalah Rasulullah SAW. Allah berfirman yang artinya : “ Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah “. ( QS. Al Ahzab
: 21 ). Selain itu ‘Aisyah, istri Rasulullah, menyebutkan bahwa akhlak beliau adalah Al-Quran
“kana khuluqulm Al-Quran” (H.R Muslim dari ‘Aisyah). Kiranya terlalu pantas jika idola
pertama seluruh umat Islam adalah Rasulullah. Hingga sekarang Rasulullah adalah orang
yang paling berpengaruh di dunia (rangking pertama) dari seratus orang yang paling
berpengaruh di dunia (Hart, 1982:4). Cukup banyak contoh-contoh sikap adil yang
ditampakkan oleh Rasulullah, antara lain :

13

An-Nu’man bin Basyir mengatakan, “Ayahku memberi sesuatu pemberian kepadaku. Lalu
ibuku Amrah bin Rawahah berkata, “Aku tidak rela sebelum engkau persaksikan hadiah itu di
hadapan Rasulullah SAW”. Ayahku lalu menghadap Rasulullah SAW dan berkata, “Ya
Rasulullah, sesungguhnya aku telah membarikan suatu pemberian kepada anakku dari
Amrah bin Rawahah. Kemudian aku diperintahkannya supaya bersaksi kepada Tuan!”
Rasulullah SAW lalu berkata, “Apakah engkau juga telah memberi kepada semua anakmu
pemberian seperti ini?” An-Nu’man menjawab, “Tidak”. Beliau lalu bersabda, “bertaqwalah
kepada Allah dan berlaku adillah terhadap anak-anakmu!” Kemudian ayahku pulang dan
menarik kembali pemberiannya. Dan ada orang perempuan Makhdzumiyyah mencuri. Mereka
berkata, “Siapakah yang akan membicarakan hal ini kepada Rasulullah SAW?” Tidak ada
seorangpun yang berani kecuali (kekasih wanita itu) Usman bin Zaid r.a. Lalu ia
membicarakan hal tersebut dengan Rasulullah SAW. Beliau berkata, “Apakah kamu akan
bertindak sebagai pembela dalam pelanggarana hukum Allah?” Kemudian Rasulullah SAW
berdiri serta berkhotbah. Di antara isi khotbahnya beliau bersabda, “Sesungguhnya yang
membinasakan orang-orang sebelum kamu adalah apabila ada seorang dari golongan
bangsawan mencuri, mereka biarkan saja, tetapi bila yang mencuri itu dari golongan bawah
(lemah), dia dijatuhi hukuman. Demi Allah andaikata Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti
akan kupotong tangannya.” (Al-hufiy, 2000:189) 2.2.4

Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan dalam Islam Budaya akademik akan dapat terwujud
dengan syarat sikap-sikap positif juga dimiliki. Di antara sikap positif yang harus dimiliki
adalah etos kerja yang tinggi,sikap terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari ketiga sikap
tersebut dapat diringkas sebagai berikut : Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang
muslim harus terlebih dahulu memahami tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai khalifah
Allah SWT di muka bumi dan sebagai hamba yang berkewajiban untuk beribadah

14

kepad aAllah SWT. Beberapa petunjuk Al-Qur’an agar dapat meningkatkan etos kerja antara
lain; 1. Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya. 2. Bekerja harus sesuai dengan bidangnya
dan ini harus diberi catatan bahwa etos kerja yang tinggi tidak boleh menjadikan orang
tersebut lupa kepada Allah SWT. Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka dan jujur,
seseorang tidak mungkin meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja yang tinggi
kalu tidak memiliki sikap terbuka dan jujur. Karenaorang yang tidak terbuka maka akan
cenderung menutup diri sehingga tidak dapat bekerjasama dengan orang lain. Apalagi kalu
tidak jujur maka energinya akan tersita untuk menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka
Alqur’an dan Hadis memberi apresiasi yang tinggi tehadap orang yang terbuka dan jujur.
Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap adil. Makna yang
diperkenalkan Al-qur’an buka hanya dalam aspek hukum melainkan dalam spektrum yang
luas. Dari segi kepada siapa sikap adil itu harus ditujukan Al-qur’an memberi petunjuk bahwa
sikap adil dissamping kepada Allah SWT dan orang lain atau sesama makhluk juga kepada
diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai