Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN


PADA KASUS DIABETES MELITUS DI RUANG POLI UMUM
PUSKESMAS DASAN TAPEN

OLEH :
NOVITA MARAMIS
076STYCJ21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
MATARAM
2021
BAB I
KONSEP DASAR TEORI
A. KONSEP DASAR
2.1 Definisi
Diabetes Mellitus atau sering disebut dengan kencing manis adalah
suatu penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi
cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin (resistensi insulin),
dan di diagnosa melalui pengamatan kadar glukosa di dalam darah.
Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang
berperan dalam memasukkan glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh
untuk digunakan sebagai sumber energi (IDF, 2015).
Diabetes militus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiper glikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
lemak, karbohidrat, protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya.
(yuliana,2009;Nurarif,2013).

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai
oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan
hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah (ADA, 2012).

2.2 Klasifikasi
Menurut Amin & Hardi di dalam buku Asuhan Keperawatan 2015 jilid 1:
1. Kalsifkasi Klinis:
1) DM
a. Tipe I: IIDM
- Disebabakan oleh destruksi sel beta pulau langerhans
akibat proses autoimun.

b. Tipe II:

1
- disebebkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi
insulin. Resistensi insulin adalag tunrunya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati:
a) Tipe II dengan obesitas
b) Tipe II tanpa obesitas
c. Gangguan toleransi glukosa
d. Diabetes kehamilan
2. Klasifikasi resiko statistik:
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita kelainan glukosa

2.3 Etiologi
1. DM Tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-
sel beta pangkreas yang disebabkan oleh :
1) Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri,
tetapi mewarisi sesuatu predis posisi atau kecendrungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I
2) Faktor imunologi (autoimun)
3) Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang menimbulkan ekstruksi sel beta
2. DM tipe II
Menurut Soelistijo dkk (2015) secara garis besar patogenesis Diabetes
Mellitus tipe 2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas
Pada saat diagnosis Diabetes Mellitus tipe-2 ditegakkan,fungsi
sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja
melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid,GLP-1agonis dan
DPP-4 inhibitor.
2. Liver

2
Pada penderita Diabetes Mellitus tipe-2 terjadi resistensi
insulin yang berat dan memicu gluconeogenesis sehingga produksi
glukosa dalam 8 keadaan basal oleh liver
(HGP=hepaticglucoseproduction) meningkat. Obat yang bekerja
melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses
gluconeogenesis.
3. Otot
Pada penderita Diabetes Mellitus tipe-2 didapatkan gangguan
kinerja insulin yang multiple di intramioselular, akibat gangguan
fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa
dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa.Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin,
dan tiazolidindion.
4. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak
bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi
insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi
insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai
lipotoxocity.Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar
dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal
sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1
(glucagon-like polypeptide-1)dan GIP (glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory
polypeptide). Pada penderita Diabetes Mellitus tipe-2
didapatkandefisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.Disamping
haltersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja
menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4

3
inhibitor.Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam
penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase
yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian
diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah 9
setelah makan.Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim
alfa-glukosidase adalah akarbosa.
6. Sel Alpha Pankreas
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi
dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya
didalam plasma akan meningkat.Peningkatan ini menyebabkan
HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding
individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon
atau menghambat reseptor glucagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4
inhibitor dan amylin.
7. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam
pathogenesis Diabetes Mellitus tipe-2.Ginjal memfiltrasi sekitar
163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium
Glucose co Transporter) pada bagian convulatedtubulus proksimal.
Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada
tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada
glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan
ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini
akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal
sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja
di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor.Dapaglifozin adalah salah satu
contoh obatnya.

8. Otak

4
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat.Pada
individu yang obes baik yang Diabetes Mellitus maupun non-
Diabetes Mellitus, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin.Pada golongan ini
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin
yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah
GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic
defisiensi insulin (Price & Wilison)
1. Kadar glukosa puasa tidak normal
2. Hiperglikemia berat akibat glukosaria yang akan menjadi
diaresis osmotic osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine
(poliria) dan timbul rasa haus (polidipsia)
3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
4. Lelah dan mengantuk
5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemuatan, gatal, mata
kabur, impotensi, peruritas vulva.
Kriteria diagnosis DM: (Sudoyo Aru, dkk 2009)
1. Gejala klasis DM+glukosa plasma sewaktu ≥200mg/dL (1,1
mmol/L)
2. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu
3. Gejala klasisk DM+glukosa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L) puasa
diartikan pasien tidak mendapatakan kalori tambahan
sedikitnya 8 jam
4. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standa WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus
dilarutkan ke adalam air.
Cara penatalaksanaan TTOG (WHO 1994): (Sudoyo Aru,dkk 2009)

5
1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa
(dengan karbohidrat yang cukup).
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
3. Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa.
4. Diperiksa glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan dimunum dalam
waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.
6. Periksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat
dan tidak merokok.
2.5 Patofisiologi
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Hipereglikemia-puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(Poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami

6
peningkatan selera makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti
hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani akan
mengakibatkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Retensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan untuk
mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

7
2.7 Komplikasi
1. Komplikasi yang bersifat akut
1) Koma hipoglikemia
Terjadi karena pemakaian obat diabetic yang melebihi dosis
yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam
darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk
masuk kedalam sel.
2) Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel
mencari sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel.
Kalau tidak ada glukosa maka benda-benda keton akan dipakai
sel. Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukan residu
pembokaran benda-benda keton yang berlebihan yang dapat
mengakibatkan asidosis.
3) Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan
intrasel dan ekstrasel karena banyak dieskresi lewat urine.
2. Komplikasi yan bersifat kronik
1) Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar,
pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah
otak. Perubahan pada pembuluh darah besar dapt mengalami
atheroskelrosis sering terjadi pada DMTTI/NIDDM.
Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak,
penyakit arteri koronaria dan penyakit vaskuler perifer.
2) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil,
retinopati diabetika, nefropati diabetic. Perubahan-perubahan
mikrovaskuler yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan
membran diantara jaringan dan pembuluh darah sekitar. Terjadi
pada penderita DMTI/IDDM yang terjadi neuropati, nefropati,
dan retinopati.

8
Nefropati terjadi karena perubahan mikrovaskuler pada
struktur dan fungsi ginjal yang menyebabkan komplikasi pada
pelvis ginjal. Tubulus dan glomerulus penyakit ginjal dapat
berkembang dari proteinuria ringan ke ginjal.
Retinopati adanya perubahan dalam retina karena
penurunan protein dalam retina. Perubahan ini dapat berakibat
gangguan dalam penglihatan.
3) Neuropati diabetika
Akumulasi orbital didalam jaringan dan perubahan
metabolik mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf
menurun kehilangan sensori mengakibatkan penurunan
persepsi nyeri.
a. Rentan infeksi seperti TB paru, gingivitis, dan infeksi
saluran kemih.
b. Kaki diabetik
Perubahan mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah.
Komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi,
gangrene, penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf
sensorik. Semua ini dapat menunjang terjadi trauma atau tidak
terkontrolnya infeksi yang akhirnya menjadi gangrene.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar glukosa darah
Tabel: kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring.
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)

Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM


swaktu

Plasma vena >200 100-200

Darah kapiler >200 80-100

9
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)

Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM


puasa

Plasma vena >120 110-120

Darah kapiler > 110 90-1110

2. Criteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada


sdikitnya 2 kali pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gr karbonhidrat (2 jam post
prandial (pp) >200 mg/dl )
3. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring,
tesdiagnostik, tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi
komplikasi.
4. Tes saring
Tes- tes saring pada DM adalah:
1) GDP, GDS
2) Tes glukosa urine :
a. Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
b. Tes carik celup ( metode glukosa oxidase/ hexokinase)
5. Tes diagnostic
Tes-tes diagnostic pada DM adalah GDP.GDS,
GD2PP(glukosa darah 2 jam post prandial), glukosa jam ke 2
TIGO
6. Tes monitoring
Tes-tes monitoring DM adalah:
a. GDP : plasma vena, darah kapiler

10
b. GD2 PP : plasma vena
c. A1c : darah vena, darah kapiler.
7. Tes untuk mendeteksi komplikasi
a. Mikroalbuminemia : urine
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolestrol total: plasma vena (puasa )
d. Kolestrol LDL : Plasma vena ( puasa)
e. Kolestrol HDL : Plasma vena (puasa )
f. Trigliserida : plasma vena (puasa )
2.9 Penatalaksanaan
Menurut Aini 2016, Ada empat pilar dalam penetalaksanaan diabetes
melitus, yaitu:
1. Intervensi Non Farmakologis
1) Edukasi
Perubahan perilaku sangat dibutuhkan agar
mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal.
Supaya perubahan perilaku berhasil, dibutuhkan edukasi
yang komperehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Perubahan perilaku bertujuan agar penyandang diabetes
dapat menjalani pola hidup sehat. Beberapa perubahan
perilaku yang diharapkan seperti mengikuti pola makan
sehat, meningkatkan kegiatan jasmani, menggunakan obat
diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman
dan teratur, melakukan Pemantauan Glukosa Mandiri
(PGDM) dan memanfaatkan data yang ada, melakukan
perawatan kaki secara berkala, memiliki kemampuan untuk
mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat,
mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana
dan mau bergabung dengan kelompok penyandang
diabetes, serta memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada.

11
2) Terapi Gizi Medis 3J yaitu jumlah (kalori), jenis, dan
jadwal.
3) Olahraga
Olahraga selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai,
joggin, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
2. Intervensi farmakologis (obat)
1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
2) Insulin
2.10 Pencegahan
1. Lakukan olah raga secara rutin dan pertahankan BB ideal
2. Kurangi konsusmsi makanan yang banyak mengandung gla
dan karbaohidrat
3. Jangan mengurangi jadwal makan atau menunda waktu
makan karena hal ini hal ini akan menyebabkan flukstasi
(ketidk stabilan) kadar gula darah
4. Pelajari pencegah infeksi: kebersihan kaki, hindari
pelukaan
5. Perbanyak konsusmsi makanan yang banyak mengandung
serat, seperti sayuran dan sereal
6. Hindari makanan yang tinggi lemak dan mengandung
banyak kolesterol LDL, anatara lain: daging merah, produk
susu, kuning telur, mentega, saus salad, dan makanan
pencuci mulut berlemak lainnya.
7. Hindari minuman yang berakohor dan kurangi konsumsi
garam.

12
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama
klien, umur, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku,
alamat. Dalam identitas data/ petunjuk yang dapat kita prediksikan adalah
Umur, karena seseorang memiliki resiko tinggi untuk terkena diabetes
mellitus tipe II pada umur diatas 40 tahun.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Pasien diabetes mellitus datang kerumah sakit dengan keluhan
utama yang berbeda-beda. Pada umumnya seseorang datang kerumah
sakit dengan gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas,
dan berat badan turun. adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai
bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh –
sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM,
penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan
informasi apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes
mellitus misalnya riwayat obesitas, hipertensi, atau juga
atherosclerosis
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal
ini berhubungan dengan proses genetik dimana orang tua dengan
diabetes mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut

13
kepada anaknya. Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan
yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.
d) Riwayat Psikososial
Kaji meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan, dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
3) Pola Fungsional Gordon
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak
b) Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
c) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
d) Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola
tidur dan waktu tidur penderita
e) Pola Aktivitas
Adanya Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan

14
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
f) Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan
pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga
( self esteem ).
h) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
i) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme.
j) Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
k) Pola tata nilai dan keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
4) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah (TD) : hipertensi

15
2) Nadi : nadi menurun atau normal
3) Suhu : normal atau meningkat
4) Respirasi : frekuensi meningkat atau normal
5) Pemeriksaan persistem
a) System pernapasan
a) Hidung
 Inpeksi : napas cuping atau tidak, bentuk simetris atu tidak
 Palpasi : ada nyeritekan atau tidak
b) Mulut
a) Inpeksi : ada karies atau tidak, gusi mudah berdarah atau tidak,
adanyalesi atau tidak, bibir kering atau tidak.
b) Palpasi : adanya nyeri saat di tekan atau tidak
c) Leher
a) Inspeksi : adanya tanda infeksi atau tidak, adanya lesi atau tidak,
bentuk simetris atu tidak.
b) Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak. Adanya benjolan atau
tidak.
b) System kardiovaskular
1) Wajah
 Inspeksi : kunjung tipa anemis atu tidak, silinder atau tidak,
mata merah atau idak. Penlihatan normal atau tidak.
 Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak.
2) Leher
a) Inspeksi : tidak adanya bendungan vena juguralis, adanya
penbesaran kelenjar tiroid atau tidak.
3) Dada
a) Inpeksi : dada terlihat simetris, adalesi atau tidak
b) Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak, ada benjola atau tidak.
c) System pencernaan – eliminasi alvi
1) Mulut
Napas bau atau tidak
Anamnesa : rasa panas atau sakit saat bekemih

16
a) Inspeksi : mukosa bibir kering, ada karies gigi atau tidak
b) Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak.
2) Lidah
a) Inpeksi : lidah putih atau tidak, adanya lesi atau tidak.
b) Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak.
3) Abdomen
a) Inspeksi : bentuk simetris atau tidak, adanya lesi atau tidak,
adanya peningkatan lingkar abdomen atau tidak.
b) Auskultasi : adanya bising usus atau tidak.
c) Perkusi : adanya asietas atau tidak.
d) Auskultasi : adanya nyeri tekan atau tidak.
4) System perkemihan
a. Perempuan
 Genetalia eksterna
Inpeksi : adanya infeksi atau tidak
Palpasi : adanya benjolan atau tidak, adanya nyeri atau
tidak.
 Kandung kemih
Inpeksi : adanya benjolan atau tidak, adanya pembesaran
atau tidak.
Palpasi : adanya nyeritekan atau tidak.
 Ginjal
Inpeksi : adanya pembesaran daerah pinggang atau tidak.
Palpasi : adanya nyri tekan atau tidak.
5) System endokrin
a. Kelenjar pangkreas
Otot: Adanya kram otot atau tidak , tonus otot menutun atau
tidak.
b. Persendian
Inpeksi : adanya kelean pada sendi atau tidak.
c. System genetalia

17
Inpeksi : adanya odema atau tidak, adanya benjolan atau tidak.
Adanya tanda infeksi atau tidak.
Palpasi : adanya benjolan atau tidak, adanya nyeri atau tidak.
d. System muskuluskeletal dan integument
Kulit : turgor kulit menutun atau tidak, adanya luka ata warna
kehitaman pada luka, kelebampan dan suhu kulit di daerah
sekitar ulkus dan gangrene, kemerahan pada kulit sekitar luka.
e. Ekstremitas atas
Inpeksi : adanya sinosis atau tidak, adanya clubbing finger atau
tidak, adanya ganggren ekstrimitas atau tidak.
Palpasi : suhu akral trasa dingin atau tidak
Auskultasi : adanya krepitasi atau tidak.
f. Ekstremitas bawah
Inpeksi : ganggren di ekremitas, adanya edema atau tidak
Palpasi : suhu akrat teraba dingin atau tidak.
Auskultasi : adanya kripitasi atau tidak.
g. System persarapan
Terjadinya penurunan senosis, parasthasia, anastesia, letergi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
h. Pemeriksaan nervus
a) Nervus l olfaktorius ( pembau)
Klien dapat membedakan aroma tau tidak
b) Nervus II opticus (penglihatan)
Pandangan kabur atau tidak
c) Nervus lll oculomotorius
Adanya edema tau tidak pada klopak mata
d) Nervus IV toklearis
Ukuran pupil normal, tidak ada pendarahan pupil.
e) Nevus V trigeminus (sesuai kulit wajah)
Normal atau tidak.
f) Nervus VI abdusen
Bola mata simetris

18
g) Nervus VII facialis
Pengecapan normal atau tidak, bentuk wajah simetris atau
tidak
h) Nervus VIII auditorius
Pendengan berkurang atau normal.
i) Nervus IX glosoparingeal.
Reflex menelan baik atau menurun.
j) Nervus X vagus
Normal atau tidak
k) Nervus XI aksesorius
Adanya kelemahan atau tidak.
l) Nervus XII hipoglosum
Bentuk lidah simetris, mampu mengerakan lidah
2. Analisa data

NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


1 DS: Faktor ginetik Ketidak stabilan kadar
Lelah dan lesu Inkeksi virus glukosa dalam darah
DO: Pengrusakan
Kadar glukosa dalam imunologi
darah meningkat
Kerusakan sel beta

Ketidak seimbangan
produksi insukin

Glukosa dalam darah


tidak dapat dibawah
masuk dalam sel

Hiperglikemia

Ketidak stabilan
kadar glukosa dalam
darah

19
2 DS: Hiperglikemia Defisit Nutrisi
1. Cepat kenyang
setelah makan Batas melebihi
2. Kram/nyeri abdomen ambang ginjal
3. Nafsu makan
berkurang Glukosuria
DO:
1. Berat badan menurun Kehilangan kalori
minimal 10% di
bawah rentang ideal Sel kekurangan
2. Bising usus hiperaktif bahan untuk
3. Otot pengunyah metabolism
lemah
Merangsang
4. Membran mukosa
hipotalamus
pucat
Pusat lapar dan haus
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
Polidespia dan
7. Rambut rontok
polipagia
berlebihan
8. Diare
Deficit nutrisi
3 DS: Anabolisme protein Perfusi Perifer Tidak
1. Parastesia menurun Efektif
2. Nyeri ekstremitas
(klaudikasi Kerusakan pada
intermiten) antibody
DO :
1. Pengisian kapiler >3 Kekebalan tubuh
detik menurun
2. Nadi perifer menurun
atau tidak teraba Neuropati sensori
3. Akral teraba dingin perifer
4. Warna kulit pucat
5. Turgor kulit menurunKlien tidak merasa sakit
6. Edema
7. Penyembuhan luka Nekrosis luka
lambat Gangrene
8. Indeks lankle-
brachial <0,90 Ketidakefektifan
9. Bruit femoral perfusi jaringan
perifer

20
3. Diagnosa Keperawatan
a. Keridak stabilan kadar glukosa dalam darah
b. Deficit nutrisi
c. Perfusi jaringan perifer tidak efektif

4. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI

1 Ketidak Setelah dilakukan Observasi


seimbangan tindakan keperawatan 1. Identifikasi kemungkinan
kadar glukosa 2x24 jam diharapkan penyebab hiperglikemia
darah status nutrisi membaik
2. dentfikasi situasi yang
dengan kriteria hasil:
menyebabkan kebutuhan
1. Kesaran meningkat insulin meningkat (mis.
2. Mengantuk penyakit kambuhan)
menurun
3. Monitor kadar glukosa
3. Pusing menurun
darah, jika perlu
4. Lelah lesuh
menurun 4. Monitor tanda dan gejala
5. Keluhan lapar hiperglikemia (mis. poliuria,
menurun polidipsia, polifagia,
6. Gemetar menurun
kelemahan, malaise
7. Berkeringat
pandangan kabur, sakit
menurun
8. Mulut kering kepala)
menurun 5. Monitor intake dan output
9. Rasa haus menurun cairan
10. Kadar glukosa 6. Monitor keton urin, kadar
dalam darah
analisa gas darah, elektrolit,
membaik
tekanan darah ortostatik dan
frekuensi nadi
Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral
2. Konsultasi dengan medis

21
jika tanda dan gejaia
hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
Edukasl
1. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar glukosa
darah leblh dari 250 mg/dL
2. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandini
3. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olahraga
4. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton
urine, jika per
5. an pengelolaan diabetes
(mis, penggunaan insulin,
obat oral, monitor asupa
penggantian karbohidrat, dan
bantuan profesional
kesehatan)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan
IV,jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
kallum, Jike perlu.

2 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Nutrition monitoring


tindakan keperawatan 1. Indentifikasi kemungkinan
2x24 jam diharapkan penyebab BB kurang
status nutrisi membaik 2. Monitor adanya mual dan

22
dengan kriteria hasil: muntah
3. Monitor jumlah kalori
1. Kemampuan
yang dikonsumsi sehari-
menuntaskan
hari
aktifitas meningkat
4. Minitor berat badan
2. Keluhan nyeri 5. Monitor albumin, limfosit,
menurun dan elektrolit serum
3. Meringis menurun 6. Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian
4. Sikap protektif makan, jika perlu
menurun 7. Sediakan makanan yang
5. Gelisah menurun tepat sesuai kondisi pasien
(mis. makanan dengan
6. Kesulitan tidur
tekstur halus, makanan
menurun
yang diblender, makanan
7. Menarik diri cair yang diberikan
menurun melalui NGT alau
gastrostoml, total
8. Berfokus pada diri
perenteral nutrition sesuai
sendiri menurun
indikasi)
9. Diaforesis menurun 8. Hidangkan makanan
10. Perasaan depresi secara menarik
(tertekan) menurun 9. Berikan suplemen, jika
perlu
11. Perasaan takut 10. Berikan pujian pada
mengalami cidera pasien/keluarga untuk
tulang menurun peningkatan yang dicapai
12. Anoreksia menurun 11. Jelaskan jenis makanan
yang bergizi tinggi, namun
13. Perineum terasa
tetap terjangkau
tertekan menurun
12. Jelaskan peningkatan asup
14. Uterus teraba an kalori yang dibutuhkan
membulat menurun
15. Ketegangan otot
menurun
16. Pupil dilatasi
menurun
17. Muntah menurun
18. Mual menurun
19. Frekuensi nadi

23
membaik
20. Pola napas membaik
21. Tekanan darah
membaik
22. Proses berpikir
membaik
23. Fokus membaik
24. Fungsi berkemih
membaik
25. Perilaku membaik
26. Nafsu makan
membaik
27. Pola tidur membaik

3 Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi


tidak efektif b/d tindakan 2 x 24 jam
penurunan diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi perifer
sirkulasi darah perifer dengan kretria (misal. Nadi perifer,
ke perifer, hasil : edema, pengisian perifer,
proses penyakit 1. Denyut nadi perifer warna, suhu, ankle
DM meningkat brachial index)
2. Penyembuhan luka 2. Identifikasi faktor resiko
meningkat gangguan sirkulasi (misal
3. Sensasi meningkat diabetes, perokok,
4. Warna kulit pucat orangtua, hipertensi, dan
menurun kadar kolesterol tinggi)
5. Edema perifer
menurun 3. Monitor panas,
6. Nyeri ekstermitas kemerahan, nyeri, atau
menurun bengkak pada ekstremitas
7.kelemahan otot 4. Hindari pemasangan infus
menurun atau pengambilan darah di
8. Nekrosis menurun area keterbatasan perfusi
9. Pengisisan kapiler
5. Hindari pengukuran
membaik
tekanan darah pada
10. Akral memabik
ekstremitas dengan
11.turgor kulit membaik

24
12. Tekanan darah
keterbatasan perfusi
sistolik membaik
13. Tekanan darah 6. Hindari penekanan dan
diastolic membaik pemasangan tourniquet
14. Tekanan arteri rata- pada area yang cedera
rata 7. Lakukan pencegahan
15. Indeks ankle infeksi
brachial membaik
8. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
9. Lakukan hidrasi
10. Anjurkan berhenti
merokok
11. Anjurkan berolahraga
rutin
12. Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
13. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
14. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
15. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyakit
beta
16. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
17. Anjurkan program
rehabilitasi vascular
18. Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
19. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus

25
dilaporkan

Manajemen Sensasi Perifer


1. Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
2. Identifikasi penggunaan
alat pengikat, protesis,
sepatu dan pakaian
3. Periksa perbedaan sensasi
tajam atau tumpul
4. Periksa perbedaan sensasi
panas atau dingin
5. Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi
dan tekstur benda
6. Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
7. Monitor perubahan kulit
8. Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
9. Hindari pemakaian
benda-benda yang
berlebihan suhunya
(terlalu panas atau dingin)
10. Anjurkan penggunaan
thermometer untuk
menguji suhu air
11. Anjurkan penggunaan
sarung tangan termal saat
memasak
12. Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit
rendah
13. Kolaborasi pemberian
analgesic, jika perlu

26
14. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

5. Implementasi
Tahap implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan di susun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien
mendapat tujuan yang diharapkan. Karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi factor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien.
6. Evaluasi
Pada data analisa/assessment kita dapat menuliskan beberapa poin-poin
sperti dibawah ini:

1. Tafsirkan dari hasil tindakan yang telah diambil adalah penting untuk
menilai keefektifan asuhan yang diberikan
2. Analisa dari hasil yang dicapai menjadi focus dari penilaian ketepatan
tindakan.
3. Kalau criteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar
untuk mengembangkan tindakan alternative sehingga dapat mencapai
tujuan.

27
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2013.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. EGC:
Jakarta.
Carpenito,Lynda Jual.2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 13. Jakarta :
EGC
Nurarif, Amin Huda & Kusumna, Hardi.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda Nic Noc. Yogyakarta: MedAction.
Nanda Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-
2017. Jakarta : EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction Jogja
PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 . Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

28

Anda mungkin juga menyukai