Anda di halaman 1dari 45

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“PROSES KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIV/AIDS”

DISUSUN OLEH:

1. Ahsanonnisa PO.71.20.1.20.043
2. Ariesta Arisuseni PO.71.20.1.20.044
3. Yuli Agustin PO.71.20.1.20.045
4. Triani Mustika Sulistin PO.71.20.1.20.046

TINGKAT : 2A

Dosen Pengampu : Ns. Aguscik, S.Kep,M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

D-III KEPERAWATAN PALEMBANG

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan HIV/AIDS”.
Penulisan ini merupakan salah satu tugas untuk memenuhi mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II di Prodi D-III Keperawatan Palembang.

Dalam penulisan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada


pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini sehingga dapat
menyelesaikan asuhan keperawatan ini. Meskipun telah berusaha dengan segenap
kemampuan, namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan ini masih belum
sempurna sehingga kritik, koreksi dan saran dari semua pihak untuk
menyempurnakan makalah kami senjutnya senantiasa akan kami terima dengan
tangan terbuka.

Dan tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen yang telah
memberikan serta membimbing kami untuk tugas asuhan keperawatan ini. Kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami maupun
kepada pembaca umumnya. Tentunya, tidak ada gading yang tidak retak,
penulisan ini tentu masih banyak kekurangan. Akhir kata kami ucapkan banyak
Terima kasih.

Palembang, 05 Maret 2022

PENYUSUN

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................ii

DAFTAR ISI ...............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang .........................................................................................1


Rumusan Masalah ....................................................................................2
Tujuan ......................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian HIV ........................................................................................3


Konsep Anatomi dan Fisiologi HIV ........................................................3
Etiologi HIV ............................................................................................6
Manifestasi Klinis HIV ............................................................................7
Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis .......................................9
Patofisiologis .........................................................................................12
Pathway ..................................................................................................15
Pemeriksaan Penunjang .........................................................................17
Penatalaksanaan
Penatalaksaan Keperawatan .............................................................19
Penatalaksaan Medis.........................................................................21
Komplikasi .............................................................................................26

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Keperawatan....................................................................... 28
Analisa Data............................................................................................32
Diagnosa Keperawatan...........................................................................35
Intervensi Keperawatan..........................................................................36

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan.............................................................................................39

iii
Saran ......................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................41

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang sistem
kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami
penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai
macam penyakit lain yang disebut dengan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) (KementerianKesehatan RI, 2017).
AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi dari virus
HIV(Diatmi and Diah, 2014). Orang yang telah di diagnosa terinfeksi positif
oleh virus HIV dan AIDS maka orang tersebut disebut dengan ODHA (Orang
]Dengan HIV/AIDS) (Diatmi dan Diah, 2014).
Perkembangan HIV/AIDS pertama kali dikenal pada tahun 1981,
namun kasus HIV/AIDS secara retrospektif telah muncul selama tahun 1970-
an di Amerika Serikat dan di beberapa bagian di dunia seperti Haiti, afrika,
dan eropa. (Dinas Kesehatan, 2014). UNAIDS (2017) menunjukkan terjadi
peningkatan jumlah orang yang menderita HIV dari 36,1 millyar di tahun
2015 menjadi 36,7 millyar di tahun 2016. Indonesia merupakan salah satu
negara berkembang yang memiliki tingkat prevalensi HIV/AIDS yang cukup
tinggi. Kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada tahun
1987.
Kasus HIV/AIDS telah menyebar di 407 dari 507 kabupaten/kota
(80%) di seluruh provinsi di Indonesia hingga saat ini (Ditjen P2P, 2016).
Jumlah kasus baru HIV positif yang dilaporkan dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Tahun 2016 jumlah kasus HIV dilaporkan sebanyak
41.250 kasus dan jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sedikit meningkat
dibandingkan tahun 2015 yaitu sebanyak 7.491 kasus. Secara kumulatif,
kasus AIDS sampai dengan tahun 2016 sebanyak 86.780 kasus (Kementerian
Kesehatan RI, 2017).

1
Persentase HIV dan AIDS di Indonesia tahun 2017 tercatat dari
triwulan 1 (yaitu dari bulan januari hingga Maret) dengan jumlah kumulatif
infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Maret 2017 sebanyak 242.699
orang. Dan jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Maret
2017 sebanyak 87.453 orang (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2017).
Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi HIV/AIDS
yang cukup tinggi setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, dan
Jawa Tengah adalah provinsi Bali. Total Kasus HIV dan AIDS pada tahun
2016 di bali tercatat 2581 kasus baik yang hidup maupun yang telah
meninggal. Tahun 2017 yang tercatat hingga bulan juni, jumlah kasus HIV
dan AIDS mencapai 1291 kasus. Kabupaten/Kota di bali yang memiliki
jumlah penderita HIV dan AIDS terbanyak adalah kota Denpasar dengan
jumlah kumulatif yang tercatat dari tahun 1987 hingga bulan juli 2017
sebanyak 6764 (39,1%) total kasus HIV dan AIDS yang didominasi oleh
kelompok umur (20-29) tahun (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2017).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit AIDS?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan AIDS?

C. Tujuan
1. Untuk mengeathui konsep AIDS
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada AIDS

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HIV/AIDS
HIV adalah sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia. AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency
Syndrome. Acquired berarti didapat, bukan keturunan. Immuno terkait
dengan sistem kekebalan tubuh kita. Deficiency berarti kekurangan.
Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan kumpulan gejala, bukan
gejala tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau
kelemahan sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir.
Menurut para ahli, dua di antaranya Jonathan Weber dan Annabel
Feeriman, AIDS merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency
Syndrom (sindrom cacat yang didapatkan pada imunitas). Sindrom ini
disebabkan oleh infeksi virus yang dapat menyebabkan kerusakan parah dan
tidak bisa diobati. Sistem imun akan semakin melemah, sehingga korbannya
akan semakin terbuka terhadap infeksi dan kanker tertentu.
menurut Weber (1986) AIDS diartikan sebagai infeksi virus yang dapat
menyebabkan kerusakan parah dan tidak bisa diobati pada sistem imunitas,
sehingga mudah terjadi infeksi oportunistik. dengan ELISA,
immunoflurescent assay (IFA), atau radioimmunoprecipitation assay (RIPA)
(Tjokronegoro&Hendra, 2003).

B. Konsep Anatomi dan Fisiologi HIV/AIDS


1. Imunologi System
a) Sistem imun : sistem pertahanan internal tubuh yang berperan dalam
mengenali dan menghancurkan bahan yang bukan “normal self”
(bahan asing atau abnormal cells)
b) Imunitas atau respon imun : Kemampuan tubuh manusia untuk
melawan organisme atau toksin yang berbahaya

2. Ada 2 macam RI, yaitu :

3
a. RI Spesifik : deskriminasi self dan non self, memori, spesifisitas.
b. RI non Spesifik : efektif untuk semua mikroorganisme

3. Sel-sel yang berperan dalam respon Imun


a. Sel B
Sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons
antigen tertentu. Sel B merupakan nama bursa fabrisius, yaitu jaringan
limfoid yang ditemukan pada ayam. Jaringan sejenis yang ada pada
mamalia yaitu sumsum tulang, jaringan limfe usus, dan limpa.
Sel B matur bermigrasi ke organ-organ limfe perifer seperti limpa,
nodus limfe, bercak Peyer pada saluran pencernaan, dan amandel. Sel
B matur membawa molekul immunoglobulin permukaan yang terikat
dengan membran selnya. Saat diaktifasi oleh antigen tertentu dan
dengan bantuan limfosit T, sel B akan derdiferensiasi melalui dua
cara, yaitu :
1) Sel plasma adalah: Sel ini mampu menyintesis dan mensekresi
antibodi untuk menghancurkan antigen tertentu.
2) Sel memori B adalah Sel memori menetap dalam jaringan limfoid
dan siap merespons antigen perangsang yang muncul dalam
pajanan selanjutnya dengan respons imun sekunder yang lebih
cepat dan lebih besar.
b. Sel T
- Sel T juga menunjukan spesifisitas antigen dan akan
berploriferasi jika ada antigen, tetapi sel ini tidak memproduksi
antibodi.
- Sel T mengenali dan berinteraksi dengan antigen melalui reseptor
sel T, yaitu protein permukaan sel yang terikat membran dan
analog dengan antibodi.
- Sel T memproduksi zat aktif secara imulogis yang disebut
limfokin. Sub type limfosit T berfungsi untuk membantu limfosit
B merespons antigen, membunuh sel-sel asing tertentu, dan
mengatur respons imun. Respons sel T adalah :

4
- Sel T, seperti sel B berasal dari sel batang prekusor dalam
sumsum tulang. Pada periode akhir perkembangan janin atau
segera setelah lahir, sel prekusor bermigrasi menuju kelenjar
timus, tempatnya berproliferasi, berdiferensiasi dan mendapatkan
kemampuan untuk mengenali diri.
- Setelah mengalami diferensiasi dan maturasi, sel T bermigrasi
menuju organ limfoid seperti limpa atau nodus limfe. Sel ini
dikhususkan untuk melawan sel yang mengandung organisme
intraselular.
1) Sel T efektor :
- Sel T sitotoksik (sel T pembunuh)
Mengenali dan menghancurkan sel yang memperlihatkan
antigen asing pada permukaannya
- Sel T pembantu
- Tidak berperan langsung dalam pembunuhan sel. Setelah
aktivasi oleh makrofag antigen, sel T pembantu diperlukan
untuk sistesis antibodi normal, untuk pngenalan benda
asing sel T pembantu melepas interleukin-2 yang
menginduksi proliferasi sel T sitotoksik, menolong sel T
lain untuk merespons antigen dan sel T pembantu dpt
memproduksi zat (limfokin) yang penting dalam reaksi
alergi (hipersensitivitas).
- Sel T supresor
Setelah diaktifasi sel T pembantu akan menekan respon sel
B dan T.
- Makrofag
Makrofag memproses antigen terfagositosis melalui
denaturasi atau mencerna sebagian antigen untuk
menghasilkan fragmen yang mengandung determinan
antigenic. Makrofag akan meletakkan fragmen.

C. Etiologi AIDS

5
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan
lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus
kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.
Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala
flulikes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak
ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi HIV.
3. Orang yang ketagian obat intravena
4. Partner seks dari penderita AIDS
5. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

D. Manifestasi Klinis AIDS


Penderita yang terinfeksi AIDS dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan,
yaitu:

6
1. Penderita asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi yang
berlangsung antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya
2. Persistent generalized lymphadenophaty (PGL) dengan gejala
limfadenopati umum
3. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan
gangguan sistem imun atau kekebalan
4. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang
berat berupa diare kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali,
splenomegali, dan kandidiasis oral yang disebabkan oleh infeksi
oportunistik dan neoplasia misalnya sarcoma kaposi. Penderita akhirnya
meninggal dunia akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder (Soedarto,
2009).
Stadium klinis HIV/AIDS untuk remaja dan dewasa dengan infeksi HIV
terkonfirmasi menurut WHO:
1. Stadium 1 (asimtomatis)
a. Asimtomatis
b. Limfadenopatigeneralisata
2. Stadium 2 (ringan)
a. Penurunan berat badan < 10%
b. Manifestasi mukokutaneus minor: dermatitis seboroik, prurigo,
onikomikosis, ulkus oral rekurens, keilitis angularis, erupsi popular
pruritik
c. Infeksi herpers zoster dalam 5 tahun terakhir
d. Infeksisalurannapasatasberulang:sinusitis,tonsillitis,faringitis,otitis
media
3. Stadium 3 (lanjut)
a. Penurunan berat badan >10% tanpa sebab jelas
b. Diare tanpa sebab jelas > 1 bulan
c. Demam berkepanjangan (suhu >36,7°C, intermiten/konstan) > 1
bulan
d. Kandidiasisoralpersisten
e. Oralhairyleukoplakia

7
f. Tuberculosisparu
g. Infeksi bakteri berat: pneumonia, piomiositis, empiema, infeksi
tulang/sendi, meningitis, bakteremia
h. Stomatitis/gingivitis/periodonitis ulseratif nekrotik akut
i. Anemia (Hb < 8 g/dL) tanpa sebab jelas, neutropenia (< 0,5×109/L)
tanpa sebab jelas, atau trombositopenia kronis (< 50×109/L) tanpa
sebab yang jelas
4. Stadium 4 (berat)
a. HIVwastingsyndrome
b. Pneumoniaakibatpneumocystiscarinii
c. Pneumoniabakterialberatrekuren
d. Toksoplasmosisserebral
e. Kriptosporodiosis dengan diare > 1 bulan
f. Sitomegalovirus pada orang selain hati, limpa atau kelenjar getah
bening
g. Infeksi herpes simpleks mukokutan (> 1 bulan) atau visceral
h. Leukoensefalopatimultifocalprogresif
i. Mikosisendemicdiseminata
j. Kandidiasis esofagus, trakea, atau bronkus
k. Mikobakteriosis atripik, diseminata atau paru
l. Septicemia Salmonella non-tifoid yang bersifat rekuren
m. Tuberculosis ekstrapulmonal
n. Limfoma atau tumor padat terkait HIV: Sarkoma Kaposi, ensefalopati
HIV, kriptokokosis ekstrapulmoner termasuk meningitis, isosporiasis
kronik, karsinoma serviks invasive, leismaniasis atipik diseminata
o. Nefropati terkait HIV simtomatis atau kardiomiopati terkait HIV
simtomatis (Kapita Selekta, 2014).

E. Respon Tubuh Terhadap Perubahan


Menurut Zmeltser (2013) manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas
dan pada dasranya dapat mengenai setiap sistem organ. Penyakit yang
berkjaitan dengan infeksai HIV dan AIDS terjadi akibat infeksi, malignasi

8
dan atau efek langsung HIV pada jaringan tubuh, pembahasan berikut ini
dibatasinpada manifestasi klinis dan akibat infeksi HIV berat yang paling
sering ditemukan.
1. Respiratori
Pneumonia pneumocytis carini. Gejalah napas yang pendek, sesak
napas (dsipneu), batuk-batuk, nyeri dad dan demam akan menyertaI
berbagai infeksi oportunistik seperti yang disebabkan oleh]
mycobacterium avium intracelulare (MAI), sitomegalovirus (CMV)
danlegionella. Walaupun begitu, infeksi yang paling sering ditemukan
pada penderita AIDS adalah pneumonia pneumocyti carini (PPC) yang
merupakan penyakit oportunistik pertama yang dideskripsikan berkaitan
dengan AIDS. Gambaran klinik PCP pada pasien AIDS umumnya tidak
beguitu akut biila dibandingkan dengan pasien gangguan
kekebalan karena keadaan lain. Periode waktu antara awitan gejala dan
penegakan diagnosis yang benar bisa beberapa minggu hingga beberapa
bulan. Penderita AIDS pada mulanya hanya memperlihatkan tanda-
tanda dan gejala yang tidak khas seperti demam, menggigil, batuk
nonproduktif, napas pendek, dispneu dan kadang-kadang nyeri dada.
Kosentrasi oksigen dalam darah arterial pada pada pasien yang bernapas
dengan udara dalam ruangan dapat mengalami penurunan yang ringan;
keadaan ini menunjukan keadaan hipoksemia minimal. Bila tidak diatasi,
PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan paru yang signifikan
dan pada akhirnya kegagalan pernapasan.
Penyakit kompleks kompleks mycobacteriium avium (MAC;
mycobakterium avium complex) yaitu suatu kelompok baksil tahan asam,
biasanya menyebabkan infeksi pernapasan kendati juga sering dijumpai
dalam traktus gastrointestinal, nodus limfatik dan susmsum tulang.
Sebagian pasien AIDS sudah menderita penyakit yang menyebar luas
ketika diagnosis ditegakan dan biasanya dengan keadaan umum yang
buruk. Berbeda dengan infeksi oportunistik lainnya, penyakit tuberkolosis
cenderung terjadi secara dini dalam perjalanan infeksi HIV dan biasanya
mendahului diagnosa AIDS. Dalam stadium infeksi HIV yang lanjut

9
penyakit TB disertai dengan penyebaran ke tempat-tempat ekstrapulmoner
seperti sistem saraf pusat, tulang, perikardium, lambung, peritonium, dan
skrotum.

2. Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya
selera makan, mual,munta,vomitus, kandidiasis oral, serta esofagus, dan
diare kronis. Bagi pasien AIDS, diare dapat membawah akibat yang serius
sehubungan dengan terjadinya penurunan berat badan yang nyata (lebih
dari 10% berat badan), gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
ekskoriasis kulit perinatal, kelemahan dan ketidak mampuan untuk
nmelaksanakan kegiatan yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-
hari.

3. Kanker
Sarkoma kaposi yaitu kelainan malignasi yang berkaitan dengan
HIV yang paling sering ditemukan merupakan penyakit yang melibatkan
lapisan endotel pembuluh darah dan limfe. Kaposi yang berhubungan
dengan AIDS memperlihatkan penyakit yang lebih agresif dan beragam
yang berkisar mulai dari lesi kutaneus stempat hingga kelainan yang
menyebar dan mengenai lebih dari satu organ. Lesi kutaneus yang dapat
timbul pada setiap tubuh biasanya berwarna merah mudah kecoklatan
hingga ungu gelap. Lesi dapat datar atau menonjol dan dikelilingi oleh
eksimosis(bercak-bercak perdarahan) serta edema.
Lokasi dan ukuran beberapa lesi dapat menurunkan statis aliran
vena, limfadema serta rasa nyeri. Lesi ulseri akan merusak integrias kulit
dan meninggalkan ketidaknyamanan pasien serta kerentanan terhadap
infeksi.
Limfoma sel- B merupakan malignasi paling sering kedua yang
terjadi diantara pasien-pasien AIDS. Limfoma yang berhubungan dengan
AIDS cenderung berkembang diluar kelenjar limfe; limfoma ini paling
sering dijumpai pada otak, sumsum tulang dan gastrointestinal.

10
4. Neurologik
Enselopati HIV disebut juga sebagai kompleks demensia AIDS.
HIV ditemukan denhan jumlah yang besar dalam otak maupun cairan
serebrospinal pasien-pasien ADC (AIDS dementia complex). Sel-sel otak
yang teronfeksi HIV didominasi oleh sel-sl CD4+ yang berasal dari
monosit/magkrofag. Infeksi HIV diyakini akan memicu toksinatau
limfokin yang mengakibatkan disfungsi seluler atau yang mengganggu
fungsi neurotransmiter keetimbang menyebabkan kerusakan seluler.
Keadaan ini berupa sindrome klinis yang disertai oleh penurunan progresif
pada fungsi kognitif, perilaku dan motorik. Tanda-tanda dan gejala yang
samar-samar serta sulit diobedakan dan kelealhan, depresi atau efek terapi
yang mrugikan terhadap infeksi dan malignasi.
Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, pelambatan psikomotorik,
apatis dan ataksia. Stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global
kelambatan dalam respon verbal, gangguan paraperesis spastik, psikologis,
halusinasi, termor, intenkontenensia, serangan kejang,mutisme dan
kematian.
Infeksi jamur criptococus neoformans merupakan infeksi
oportunistik paling sering keempat yang terdapat diantara pasien- pasien
AIDS dan penyebab paling sering ketiga yang menyebabkan kelainan
neurologik. Meningitis kriptokokus ditandai dengan gejala seperti
demam/panas, sakit kepala, keadaan tidak enak badan(melaise), kaku
kuduk, mual, vormitus, perubahan status mental, dan kejang-kejang.
Kelemahan neurologik lainnya berupa neuropati perifer yang
berhubungan dengan HIV diperkirakan merupakan kelainan demilinisasi
dengan disertai rasa nyeri serta mati ras pada ekstremitas, kelemahan,
penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi ortotastik dan impotensi.

5. Struktur integumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunistik
serta malignasi yang mendampinginya, infeksi oportunistik seperti herpes

11
zoster dan herpes simplex akan disertai denga pembentukan vasikel nyeri
yang merusak integritas kulit. Moloskum kontagiosium merupakan infeksi
virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas.
Dermatitis seboreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan
indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS juga
dapat memperlihatkan folokulasi menyeluruh yang disertai denga kulit
yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atropik seperti eksema
atau proriasis. Hingga 60% penderita yang diobati dengan
trimetroprimsulfametoksazol (TMP/SMZ) untuk mengatasi pneumonia
pneumocytis carini akan mengalami ruam yang berkaitan dengan obat dan
berupa preuritis yang disertai pembentukan papula serta makula berwarna
merah mudah. Terlepas dari penyebab ruam ini pasien akanmengalami
gangguan rasa nyaman dan menhadapi peningkata resiko untuk menderita
infeksi tambahan, akibat rusaknya keutuhan kulit.

F. Patofisiologis
Menurut Robbins, Dkk (2011) perjalanan HIV paling baik dipahami
dengan menggunakan kaidah saling mempengaruhi antara HIV dan sistem
imun. Ada tiga tahap yang dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi
antara virus dan penjamu. (1) fase akut pada tahap awal; (2) fase kronis pada
tahap menengah; dan (3) fase kritis pada tahap akhir.
Fase akut menggambarkan respon awal seseorang deawas yang
imunokompeten terhadap infeksi HIV. Secara klinis, hal yanmg khas
merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang terjadi pada 50% hingga 70%
dari orang dewasa selama 3-6 minggu setelah infeksi; fase ini ditandai dengan
gejalah nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, nilagioa, demam, ruam, dan
kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan prooduksi
virus dalam jumlah besar, viremia dan persemaian yang luas pada jaringan
limfoid perifer, yang secara khas disertai dengtan berkurangnya sel T CD4+
kembali mendekati jumlah normal. Namun segera setelah hali itu terjadi, akan
muncul respon imun yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan melalui
serokonversi ( biasanya dalam rentang waktu 3 hingg 17 minggu setelah

12
pejanan) dan munculnya sel T sitoksik CD8+ yang spesifik terhadap virus.
Setelah viremia meredah, sel T CD4+ kembali mendekati jumlah normal.
Namun berkurangnya virus dalam plasma bukan merupakan penanda
berakhirnya replikasi virus, yang akan terus berkanjut didalam magkrofak dan
sel T CD4+ jaringan.
Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukan tahap penahanan relatif
virus. Pada fase ini, sebagaian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi
virus berlanjut hingga beberapa tahun. Pada pasien tiudak menunjukan gejala
ataupn limfadenopati persisten, dsan banyak penderita yang mengalami
infeksi oportunistik ”ringan” seperti sariawan (candida) atau herpes zoster
selama fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut.
Pergantian virus yang meluas akan disertai dengan kehilangan sel CD4+ yang
berlanjut. Namun, karena kemampuan regenerasi imun besar, sel CD4+ akan
tergantikan dengan juumlah yang besar. Oleh karena itu penuruna sel CD4+
dalam darah perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah melewati periode
yang panjang dan beragam, pertahanan mulai berkkurang, jumlah CD4+
mulai menurun, dan jumlah CD4+ hidup yang terinfeksi oleh HIV semakin
meningkat. Linfadenopati persisten yang disertai dengan kemunculan gejala
konstitusional yang bermakna (demam, ruam, mudah lelah) mencerminkan
onset adanya deokompesasi sistem imun, peningkatan replikasi virus, dan
onset fase “kritis”.
Tahap akhir, fase kritis , ditandai dengan kehancuran pertahanna
penjamu yang sangat merugikan viremia yang nyata, srerta penyakit kinis.
Para pasien khasnya akan mengalami demam lebih dari satu bulan, mudah
lelah, penurunan berat badan, dan diare. Jumlah sel CD4+ menurun dibawah
500 sel/µ L.

13
G. Pathway

14
15
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih
bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
a. Serologis
1) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.
Hasiltes positif, tapi bukan merupakan diagnosa.
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper Indikator system imun (jumlah <200> 5)
5) T8 ( sel supresor sitopatik
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.

16
6) P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi
infeksi
7) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati
normal
8) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel
perifer monoseluler.
9) Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin
positif

b. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)

c. Tes Lainnya
a) Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut
atau adanya komplikasi lain
b) Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c) Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
d) Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e) Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan
kerusakan paru-paru

2. Tes HIV

17
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus
HIV.Kurang dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara
seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit
lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan
yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan
tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka.
Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.
Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang
digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa
kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasaienzim HIV dan pengujian
Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum,
plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian,
periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang
dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah
sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui
serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk
mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat
digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan
antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut
tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah
digunakan secara rutin di negara- negara maju.

3. USG Abdomen
4. Rongen Thorak

Pemeriksaan Nilai Rujukan


Hemoglobin P : 14-18
W : 12-16
Leukosit 5000-10.000
Trombosit 150.000-400.000
Hematokrit P : 40-48

18
W : 37-43
Kalsium 8,1-10,4
Natrium 136-145
Kalium 3,5-5,1
Klorida serum 97-111

I. Penatalaksaan
1. Penatalaksaan Keperawatan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Aspek Psikologis, meliputi :
1) Perawatan personal dan dihargai
2) Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang masalah-
masalahnya
3) Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya
4) \Tindak lanjut medis
5) Mengurangi penghalang untuk pengobatan
f.Pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka.

b. Aspek Sosial.
Seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentuk
dukungan dari lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosial
meliputi 3 hal:
1) Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai,
dan diperhatikan
2) Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat
3) Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatu
barang dalam mengatasi suatu masalah. (Nursalam, 2007)
Dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab
atau kualitas hubungan perkawinan dan keluarga barangkali
merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. House
(2006) membedakan empat jenis dimensi dukungan social :
- Dukungan Emosional

19
Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap pasien dengan HIV AIDS yang bersangkutan
- Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat / penghargaan positif untuk
orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan
atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu
dengan orang lain.
- Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung misalnya orang memberi
pinjaman uang, kepada penderita HIV AIDS yang
membutuhkan untuk pengobatannya
- Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasehat, petunjuk, sarana.

2. Penatalaksaan Medis
a. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
terapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :
1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan
infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi
bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi
pasien dilingkungan perawatan kritis.

2) Terapi AZT (Azidotimidin)


Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral
AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi
antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk
pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia
untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.

20
3) Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai
reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
- Didanosin
- Ribavirin
- Diedoxycytidine
- Recombinant CD 4 dapat larut

4) Vaksin dan Rekonstruksi Virus


Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
a) Diet
Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah
- Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
 Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan
mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada
semua tahap dini penyakit infeksi HIV.
 Mencapai dan mempertahankan berat badan secara
komposisi tubuh yang diharapkan, terutama jaringan
otot (Lean Body Mass).
 Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
 Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet,
olahraga dan relaksasi.

- Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:


 Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan
muntah.
 Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan
perhatian, yang terlihat pada: pasien dapat

21
membedakan antara gejala anoreksia, perasaan
kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan
menelan.
 Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
 Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan
(terutama jaringan otot).
 Memberikan kebebasan pasien untuk memilih
makanan yang adekuat sesuai dengan kemampuan
makan dan jenis terapi yang diberikan.

- Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:


 Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi,
diperhatikan faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan
suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk
setiap kenaikan Suhu 1°C.
 Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk
memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang
rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada
kelainan ginjal dan hati.
 Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy
total. Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi pasien.
Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak
dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain
Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega
3) diberikan bersama minyak MCT dapat
memperbaiki fungsi kekebalan.
 Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%)
Angka Kecukupan Gizi yang di anjurkan (AKG),
terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium,
Magnesium, Seng dan Selenium. Bila perlu dapat
ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi

22
megadosis harus dihindari karena dapat menekan
kekebalan tubuh.
 Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
 Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada
pasien dengan gangguan fungsi menelan, pemberian
cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan
konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan dapat
berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi
thick fluid) dan cair (thin fluid).
 Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan
diare perlu diganti (natrium, kalium dan klorida).
 Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan
pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan cara
pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan
toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat
badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian
makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan
utama atau makanan selingan.
 Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering
 Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik
secara mekanik, termik, maupun kimia.
- Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena
infeksi HIV, yaitu kepada pasien dengan:
 Infeksi HIV positif tanpa gejala.
 Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama,
batuk, diare, kesulitan menelan, sariawan dan
pembesaran kelenjar getah bening).
 Infeksi HIV dengan gangguan saraf
 Infeksi HIV dengan TBC.
 Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting
Syndrome.

23
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga
cara, yaitu secara oral, enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan
makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin. Bila tidak
mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental
sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam
diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.
a) Diet AIDS
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut,
dengangejala panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak
nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera setelah
pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur
susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan
pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan
menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam
bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan
sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan makanan enteral
komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi,
zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak
energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya
polyjoule).
b) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I
setelah tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk
saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai
gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan
energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde
sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
c) Diet AIDS III
Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet
AIDS II atau kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala.
Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi
kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan

24
mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas
dan masih terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan
pemberian makanan sonde sebagai makanan tambahan atau
makanan utama.
Pasien Hiv tidak boleh memakan makanan seperti :
- Makanan yang dipanggang
- Makanan yang mentah
- Sayur – sayuran mentah
- Kacang – kacangan

J. Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

2. Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. Infark serebral kornea
sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV).

3. Gastrointestinal
a) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.

25
b) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
c) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

6. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

26
BAB III

PROSES KEPERAWATAN DENGAN AIDS

A. Pengkajian Keperawatan
Mudah lelah, tidak nafsu makan, demam, diare, infermitten, nyeri panggul,
rasa terbakar saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi jamur di
mulut, pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman
penglihatan, kesemutan pada extremitas, batuk produkti / non.
1. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan
diare,demam berkepanjangan,dan batuk berkepanjangan.
 Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat menjalani tranfusi darah, penyakit herper simplek, diare yang
hilang timbul, penurunan daya tahan tubuh, kerusakan immunitas
hormonal (antibody), riwayat kerusakan respon imun seluler (Limfosit
T), batuk yang berdahak yang sudah lama tidak sembuh.
 Riwayat Keluarga
Human Immuno Deficiency Virus dapat ditularkan melalui
hubungan seksual dengan penderita HIV positif, kontak langsung
dengan darah penderita melalui ASI.
 Riwayat Psikososial
1) Persepsi Dan Harapan Klien Terhadap Masalahnya Biasanya
pasien dengan HIV/AIDS akan mengatakan bahwa penyakitnya
merupakan masalah yang mengkhawatirkan, membuat
klien merasa takut, apalagi pasien tidak mengetahui bahayanya
dari infeksi oportunistik, namun pasien tetap berharap atas
kesembuhannya.
2) Persepsi Dan Harapan Keluarga Terhadap Maslah Klien
Keluarga menginginkan kesembuhan pasien mengatakan bahwah
ingin sekali klien cepat sembuh sehingga bisa berkumpul
dirumah.

27
2. Pola Aktivitas Sehari – Hari (ADL)
a. Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien mengalami
penurunan berat badan yang drastic dalam jangka waktu singkat
(>10 %).
b. Pola Elminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus
berdarah.
c. Pola Istirahat Tidur
Pasien HIV/AIDS biasanya mengalami gangguang pola istirahat
tidur, terdapat gejala demam keringat malam yang
berulang.Pasien juga merasa cemas dan depresi akbat penyakit.
d. Pola Aktivitas
Biasanya pada pasien HIV/AIDS mengalami perubahan pada pola
aktivitasnya, tidak dapat melakukan aktivitas dkarenakan menarik
diri di lingkungan kerja, bisa juga karena depresi atau kondisi
tubuh yang lemah.
e. Personal Hygiene
Pada pasien dengan HIV/AIDS akan mengalami
perubahan/gangguan pada personal hygiene, misalnya kebersihan
mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK diakibatkan kondisi tubuh
yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan dan dibantu
oleh keluarga atau perawat.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah
b. Kesadaran : composmetis kooperatif, sampai terjadi
penurunan kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.
c. Vital Sign
1) TD : biasanya ditemukan dalam batas normal
2) Nadi : frekuansi nadi meningkat

28
3) Pernapasan : frekuensi pernapasan meningkat
4) Suhu : suhu biasanya meningkat karena demam
d. Kepala
Inspeksi : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena
dermatitis seboreika.
Palpasi : terdapat nyeri tekan
e. Muka
Inspeksi : simetris, tidak sembab/oedema, kulitnya kering
Palpasi : tidak ada benjolan, biasanya terdapat nyeri tekan
f. Mata
Inspeksi : Biasanya konjungtifa anemis, sclera tidak ikterik, pupil
isokor, reflek pupil terganggu, cytomegalovirus (CMV) restinitis
termasuk komplikasi AIDS, floaters, penglihatan kabur atau
kehilangan penglhatan.
Palpasi : tidak terdapat odema palpebra, tidak ada nyeri tekan
g. Hidung
Inspeksi : simetris, Biasanya ditemukan adanya pernapasan
cuping hidung, tidak ada secret, tidak ada polip, terdapat alat
bantu pernapasan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada defisiasi septumnasi
h. Gigi dan Mulut
Inspeki : mukosa bibir kering, Biasanya dtemukan ulserasi dan
adanya bercak – bercak putih seperti krim yang menunjukan
kandidiasis, infeksi jamur, tidak ada karies.
i. Telinga
Inspeksi : Kehilangan pendengaran, nyeri akibat mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi – reaksi otot (Bararah &
Jauhar, 2013, p. 303)
Palpasi : tvdak ada nyeri tekan dan benjolan abnormal
j. Leher

29
Inspeksi : Kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena
nfeksi jamur criptococus neofarmns), pembesaran kelenjar getah
bening (lmfadenopati), Gallan, 2010, hal .21
Palpasi : terdapat pembesran klenjar linfe, tidak ada bendungan
vena juguralis, terdapat pembesaran kenlenjar tiroid.
k. Jantung
Inspeksi : pulsai ictus cordis tidak tampak, Biasanya terjadi
hipotensi, edema perifer (wijayanngsih, 2013, hal 248)
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V midclavikula sinistra
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara
tambahan seperti murmur dan gallop ( BJ 1 katup mtral dan
katup trikuspidalis / MITRI ics V), (BJ 2 katup aorta dan
pulmonal / APU ics ll )
Perkusi : pekak ics 3 – 5 sinistra
l. Paru – Paru
Inspeksi : inspirasi dan ekspirasi sama
Palpasi : biasanya vocal premitus getaran dextra dan sinistra itu
berbeda
Auskultasi : terdapat suara tambahan seperti ronchi pada pasien
yang HIV dengan TB yang mengalami sumbatan jalan napas.
Perkusi : resonan dseluruh lapang paru
m. Abdomen
Inspeksi : Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukan hati yang
membesar (hepatomegali) atau pembesaran limpa (splenomegali).
Kondisi ini dapat disebabkan oleh infeksi baru atau mungkin
menunjukan kanker.
Auskultasi : bising usus 6 – 8 x/mnt
Perkusi : tympani / hypertympani (kembung / terdapat gas)
Palpasi : hati teraba, nyeri tekan pada abdomen (Muttaqin & Sari,
2011, p.491)
n. Kulit

30
Inspeksi : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya
tanda – tanda lesi (lesi sarcoma kaposi), terdapat herpes,
dermatitis seboroik, terdapat bercak – bercak gatal di seluruh
tubuh (Katiandagho, 2015, hal. 30)
Palpasi : CRT >2 detik
o. Ekstremitas
Inspeksi : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun,
pergerakan tangan lemah.
Perkusi : reflek bisep, trisep, brachoradialis
Palpasi : akral dingin, terdapat nyeri otot ekstremitas
(Muttaqin,2011, hal 249)

31
B. Analisa Data

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1 DS: HIV Positif ketidakseimba
 Klien mengatakan tidak ngan nutrisi
ada nafsu makan sejak 2 bln Virus HIV masuk kedalam kurang dari
yang lalu kebutuhan
 Klien mengatakan sakit Merusak sel tubuh
tenggorokan nyeri menelan
Menyerang Limfosit T, sel
DO: syaraf, Makrofag, Monosit,
 Klien tampak lemah dan letih Limposit B

 Berat badan 42 kg
 Klien tampak makan hanya 2 Immunocompromise

sendok saja
Invasi kuman patogen
 Mulut klien tampak sariawan
 HB:10,3 g/dL
Organ target

Oral

Ketidampuan keluarga
merawat anggota keluarga
yang sakit

Lesi mulut

ketidakmampuan menelan
makanan.

Nafsu makan menurun

32
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan

2 DS: HIV Positif Nyeri


 Klien mengatakan nyeri akut
pada persendian, saat Virus HIV masuk kedalam
beraktivitas dan istirahat
Merusak sel
DO:
 Klien tampak meringis Menyerang Limfosit T, sel
menahan sakit syaraf, Makrofag, Monosit,
 Skala nyeri 5 -6 Limposit B

 TTV
Tekanan Darah : 92/57 Immunocompromise

mmHg
Nadi : 104 x/menit Invasi kuman patogen

Temperatur : 36,9 C
Pernafasan : 22 x/menit Organ target

Oral

Ketidampuan keluarga
merawat anggota keluarga
yang sakit

Ensephalopati akut

agen pencedera fisik

33
3. DS: HIV Positif Intoleransi
 Klien mengatakan sulit aktifitas
untuk beraktifitas sendiri Virus HIV masuk kedalam
 Klien mengatakan badan terasa
letih dan lemas jika beraktifitas Merusak sel

DO: Menyerang Limfosit T, sel


 Klien tampak susah beraktivitas syaraf, Makrofag, Monosit,
 Klien tampak tidak Limposit B

bersemangat
 Klien tampak terbaring Immunocompromise

 Klien tampaktidak
Invasi kuman patogen
mampu untuk
beraktifitas secara mandiri
Organ target

Oral

Ketidampuan keluarga
merawat anggota keluarga
yang sakit

Kempleks demensia

Kelemahan

Intoleransi aktivitas

34
C. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang terjadi:
1. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan makanan. (D.0019)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
4. Diare berhubungan dengan proses infeksi. (D.0020)

35
D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)


. Keperawatan
(SDKI)
1. ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi.
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitoring TTV
kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.
berhubungan 1. Status nutrisi terpenuhi 4. Identifikasi makanan yang disukai.
dengan 2. Keadaan umum membaik 5. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
ketidakmampuan 3. Berat badan bertambah (50 Kg) 6. Monitoring asupan makanan
menelan makanan. 4. Menghabiskan porsi makan 7. Monitoring berat badan
(D.0019) 5. Nafsu makan meningkat 8. Monitoring hasil pemeriksaan laboratorium
Mulit tidak ada sariawan. 9. Lakukan oral hygiene sebelum makan.
10. Sajikan makanan secara menarik.
11. Berikan makanan tinggi serta untuk mencegah konstipasi.
12. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
13. Anjurkan pasien duduk jika mampu
14. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan.
2. Nyeri akut setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam nyeri.

36
dengan agen dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri.
pencedera fisik 1. Nyeri pada persendian 3. Identifikasi respons nyeri non verbal.
(D.0077) berkurang 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
2. Skala nyeri 3 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
3. Klien dapat mengontrol nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri.
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan.
9. Monitoring efek samping pemberian analgetik.
10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
12. Fasilitas istirahat dan tidur.
13. Kolaborasi pemberian analgetik.

3. Intoleransi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Aktivitas (L.05178)


aktivitas keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan.
berhubungan dengan kriteria hasil: 2. Monitoring lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas.
dengan kelemahan Klien sudah bisa melakukan aktivitas 3. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
(D.0056) dengan sendiri 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.
Terapi Aktivitas (L.05186)
5. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
6. Identifikasi kemampuan beraktifitas dalam aktivitas tertentu

37
7. Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan
8. Libatkan keluarga dalam aktivitas
9. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
10. Anjurkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
11. Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas.
12. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan monitor
program aktivitas.

4. Diare Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi penyebab diare.


berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 2. Identifikasi riwayat pemberian makanan
dengan proses dengan kriteria hasil: 3. Monitoring warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
infeksi 1. Mengejan saat defekasi 4. Berikan asupan cair oral
menurun 5. Anjurkan makannan porsi kecil dan sedang
2. Konsisten feses baik 6. Anjurkan menghindari makanan berbentuk gas, pedas, dan
3. Frekuensi defekasi membaik mengandung laktosa.
4. Peristalkik usus membaik. 7. Kolaborasi pemberian obat antimolitas

38
BAB IV

PENUTUP

a. Kesimpulan
AIDS disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu suatu
lentivirus dari golongan retroviridae. Transmisi infeksi HIV dapat melalui hubungan
seksual, darah atau produk darah yang terinfeksi, jarum yang terkontaminasi, serta
transmisi vertikal dari ibu ke anak.
Penderita HIV/AIDS seringkali tidak mau membuka status mereka ke orang lain
karena mereka takut dan khawatir orang-orang akan menjauhi bahkan mengucilkan
mereka dari lingkungan sekitarnya.
Untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi masyarakat perlu diadakannya
penyuluhan dan edukasi yang benar tentang apa itu HIV/AIDS dan bagaimana cara
penularannya sehingga masyarakat tidak perlu sampai mengucilkan ODHA tetapi justru
dapat memberikan dukungan dan motivasi kepada mereka untuk dapat bertahan hidup
dan berdaya dilingkungan masyarakat.
 Pada diagnosa asuhan keperawatan dengan HIV AIDS dapat di angkat 3 diagnosa
utama yaitu :
1. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan. (D.0019)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)

b. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan memperluas wawasan
mengenai klien dengan HIV AIDS karena dengan adanya pengetahuan dan wawasan
yang luas mahasiswa akan mampu mengembangkan kemampuan dan potensial diri
dalam dunia keperawatan,dan kesehatan, dan dapat memberikan pendidikan
kesehatan mengenai HIV AIDS pada masyarakat.

2. Bagi Institusi Pendidikan

39
Peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu mahasiswa melalui studi kasus agar
dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan HIV AIDS secara
komprehensif.
3. Bagi Rumah Sakit
Bagi institusi pelayanan kesehatan, memberikan pelayanan dan mempertahan kan
hubungan kerja yang baik antara tim kesehatan dan klien yang ditujukan untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang optimal, dan adapun untuk klien yang
telah mengalamai HIV AIDS maka harus segera dilakukan perawatan agar tidak
terjadi komplikasi dari penyakit HIV AIDS.

40
DAFTAR PUSTAKA

Dapertemen kesehatan RI. 2007 . Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada
orang dewasa dan Remaja Edisi Kedua, Jakarta

Dinas kesehatan kota Bukittinggi 2016.Gambaran kasus HIV dan AIDS di


Sumatra Barat Sampai dengan 2016.

Dirjen. PP & PL. Kemenkes. RI. (2012). Laporan Kasus Hiv-Aids Di Indonesia
Triwulan IV, bulan Januari sampai bulan Desember tahun 2011

Drew , W. Lawrence . 2001. HIV & AIDS Retrovirus. USA: The McGraw-Hill
Companies. Jakarta, Gramedia

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi


HIV dan Terap Antiretroviral. Jakarta

KPA. (2010). Pedoman Program Pencegahan HIV melalui Transmisi


Seksual.Jakarta

Muma, Richard D. (1997). HIV : Manual untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC

Nasronudin . 2007. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Mollekuler, Klinis dan
Sosial. Surabaya

Pohan H.T .2009. Infeksi dibalik ancaman HIV . Jakarta. Farmacia

Tim Pakjo SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pakjo SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Yayasan Spiritia. (2009). Dasar AIDS. Jakarta

41

Anda mungkin juga menyukai