MODUL
MATERI INTI 7
I. DESKRIPSI SINGKAT
A. POKOK BAHASAN
1. METODE
Metode yang digunakan dalam prores pembelajaran ini adalah dengan cara :
1. Ceramah dan tanya jawab
2. Brain storming
3. Diskusi Kelompok
4. Latihan
2. MEDIA DAN ALAT BANTU
Media dan alat bantu yang digunakan dalam proses pembelajaran ini adalah dengan :
1. Bahan Tayang (slide power point)
2. Laptop
3. LCD
4. Whiteboard
5. Spidol
6. Form latihan
3. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Penyiapan proses pembelajaran
a. Kegiatan Fasilitator
(1). Memperkenalkan diri
(2). Menyampaikan ruang lingkup bahasan
(3). Menggali pendapat peserta tentang cairan, elektrolit dan asam basa
b. Kegiatan Peserta
(1). Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
(2). Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
(3). Mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
2. Penyampaian Materi
a. Kegiatan Fasilitator
(1). Menyampaikan pokok bahasan cairan, elektrolit dan asam basa
(2). Memberikan kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas
(3). Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan peserta
b. Kegiatan Peserta
(1). Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
(2). Mengajukan pertanyaan sesuai dengan kesempatan yang diberikan
(3). Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
3. Rangkuman dan Kesimpulan
a. Kegiatan Fasilitator
(1). Mengadakan evaluasi dengan mengajukan 5 pertanyaan sesuai topik bahasan
(2). Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan
(3). Bersama peserta merangkum hasil proses pembelajaran
b. Kegiatan Peserta
(1). Menjawab pertanyaan yang diajukan fasilitator
(2). Bersama fasilitator merangkum hasil proses hasil pembelajaran.
4. URAIAN MATERI
Gangguan terhadap keseimbangan asam basa dapat berakibat fatal, terutama pada
gangguan yang ekstrem dimana pH <7.0 atau pH >7.7 atau perubahannya berlangsung
cepat. Kelainan ekstrim tersebut dapat menyebabkan disfungsi pada organ penting seperti
edema otak, kejang, gangguan kontraksi otot jantung, vasokonstriksi pembuluh darah
paru dan vasodilatasi sistemik. Sebagai contoh; pasien asidosis metabolik yang bernafas
spontan, akan terjadi hiperventilasi untuk mengkompensasi asidosisnya. Hiperventilasi
lambat laun selain akan mengakibatkan kelelahan pada otot nafas juga akan
menyebabkan terjadinya pengalihan (diversi) aliran darah dari organ-organ vital ke otot-
otot nafas, menyebabkan kerusakan organ (organ injury).
1) Asidosis metabolik:
E/: penambahan asam baru: asidosis laktat, ketoasidosis, infeksi, prod.asam
usus>, keracunan metanol,etilen glikol, salisilat
HCO3 loss: diare, ileus, ileal conduit
Ginjal: asidosis tub.akut, inhibitor
kegagalan prod. Bikarb.: GGT,
hiperkalemi, penyakit medula
G/: Kussmaul resp.,hipotensi, mual, muntah, hiperkalemi, depresi miokard,
resisten vasopresor
Tx/: Bikarbonat iv/po: 0,4X BBX def.Bicarbonat
2) Alkalosis metabolik
Etiologi:
a) Defisit cairan extrasel :
o kehilangan cairan lambung: muntah2
o diuretik berlebihan
o kehilangan NaCl> usus: diare
o pascahiperkapnea & sindroma Barter
b) Volume cairan normal/berlebih
o hiperaldosteronisme primer/sekunder
o sindroma Cushing
o intake mineralokortikoid berlebihan
Pengobatan: koreksi defisit cairan dg. Lar.NaCl, koreksi defisit K, Na, Cl, &
menghambat aktifitas aldosteron
3) Asidosis respiratorik
Penyebab Paru tak mampu mengeluarkan CO2:
a) Gangguan pusat pernafasan
b) Penyakit otot pernafasan: GBS, obat2, Miastenia Gravis
c) Ggn.elastisitas sal.nafas: fibrosis pulm., peny.interstisial paru, obstruksi (
asma, emfisema, bronkitis, bronhiolitis)
4) Alkalosis respiratorik:
Timbul akibat hipoksi atau hipotensi:
a) Penyakit paru: pneumoni, asma, edem paru
b) Berada didaerah tinggi/gunung
c) Penyakit jantung kongestif
d) Obat2: salisilat, teofilin
e) Hiperventilasi primer/sentral, pernafasan Cheyne-Stokes, perdarahan sub-
arachnoid
f) Hiperventilasi psikogenik, sirosis, sepsis, asidosis metabolik yg.baru teratasi
g) Latihan fisik
Konsentrasi dari [H+] hanya ditentukan oleh nilai perbedaan konsentrasi elektrolit kuat
(SID), dan PCO2.
[H+] [OH-]
a) Hubungan terbalik antara [H+] dengan [OH-] maka dapat juga (lebih mudah)
menilai perubahan pH tersebut melalui perubahan pada [OH-].
b) Secara normal SID plasma selalu positif, maka akan sama saja jika kita
menyebutkan
mEq/l
OH SID
Na+
Cl-
a) Gangguan asam basa metabolik dapat disebabkan oleh 2 kondisi yang abnormal;
yaitu:
pertama; adanya kelebihan atau kekurangan air dalam plasma, dimana baik kation
maupun anion kuat kedua-duanya terdilusi atau terkonsentrasi dalam
perbandingan nilai yang sama (dilutional acidosis and concentrational alkalosis)
kedua; perubahan konsentrasi ion klorida, dan
ACIDOSIS ALKALOSIS
I. Respiratory PCO2 PCO2
II. Nonrespiratory (metabolic)
1. Abnormal SID
a. Water excess/deficit SID, [Na+] SID, [Na+]
b. Imbalance of strong anions
i. Chloride excess/deficit SID, [Cl-] SID, [Cl-]
ii. Unidentified anion excess SID, [XA-]
a) Respiratori
CO2 diproduksi oleh metabolisme sel atau titrasi HCO3- oleh asam metabolik. Secara
normal ventilasi alveolar akan mempertahankan PCO2 antara 35-45 mmHg. Namun
jika kemampuan ventilasi alveolar tidak sebanding lagi dengan produksi CO 2, maka
gangguan asam basa respiratori akan terjadi.( Kellum ,1999).
Patofisiologi :
Asidosis respiratori
Ketika rasio antara eliminasi dan produksi dari CO2 tidak adekuat maka CO2
akan meningkat. Asidosis jaringan selalu terjadi pada asidosis respiratori
sebab CO2 dibuat di jaringan. Jika hiperkapni menetap maka terjadilah
kompensasi dimana SID akan meningkat untuk mengkompensasi peningkatan
[H+]. Caranya dengan membuang klorida dari plasma.
Alkalosis respiratori
Respiratori alkalosis merupakan gangguan asam basa yang paling sering
ditemukan. Penyebabnya misalnya berada pada ketinggian tertentu, nyeri,
kehamilan atau keadaan patologis seperti; intoksikasi salisilat, sepsis awal,
gagal hati, dll.
b) Metabolik
Patofisiologi :
a. Asam lemah
Asam-asam lemah terdiri dari protein dan posfat. Elektrolit-elektrolit lemah ini hanya
1) Perubahan volume air dalam plasma (contraction alkalosis and dilutional acidosis)
2) Perubahan konsentrasi ion klorida dalam plasma (hyperchloremic acidosis and
hypochloremic alkalosis)
3) n konsentrasi anion-anion yang tak teridentifikasi (unidentified anions)
Secara tradisional asidosis dilusi dijelaskan sebagai ekspansi volume air ekstrasel oleh
larutan yang tidak mengandung alkali.
Misalnya plasma kita asumsikan sebagai 1 liter air yang mengandung Na+ 140 mEq/l
dan Cl- 110 mEq/l dengan nilai SID adalah 30 mEq (140-110). Kemudian kita
tambahkan air sebanyak 1 liter, maka larutan akan terdilusi dengan komposisi menjadi
Na+ 70 mEq/l dan Cl- 55mEq/l, dan SID akan menjadi 15 mEq. Karena terjadi
penurunan SID dari 30 mEq menjadi 15 mEq, maka [H+] akan meningkat (OH- akan
berkurang), sebab disosiasi air harus terjadi untuk mendapatkan keseimbangan
elctroneutrality. Jika dihitung (kuantitatif) maka [H+] akan lebih besar dibanding [OH-
]. Terjadilah asidosis karena dilusi.7
Na+ = 70
Cl - = 55
Na+ = 140
SID = 15 2L
1L
Cl - = 110 OH = 15
SID = 30
OH = 30
Terapi tradisional terhadap hiponatremia ini selalu menggunakan cairan NaCl baik yang
normal (0.9%) maupun yang hipertonik (3%). Jika kita menggunakan analisa Stewart
maka terapi ini terlihat tidak benar.7
Sebagai contoh,misalnya 1 liter larutan dengan komposisi Na+70 mEq/l dan Cl- 55 mEq/l
(SID =15) ditambahkan 1 liter larutan NaCL 0.9% yang terdiri dari Na+ 154 mEq/l dan
Cl- 154 mEq/l (SID = 0), maka hasilnya adalah kadar natrium akan meningkat namun
tidak sebesar peningkatan kadar klorida, akibatnya SID turun. Larutan saat ini
mengandung Na+112 mEq/l dan Cl- 105 mEq/l SID turun dari 15 menjadi 7 (112-105).
Penurunan SID menyebabkan peningkatan [H+] atau penurunan [OH-] yang berakibat
terjadinya asidosis. Seharusnya terapi yang adekuat adalah pemberian Na-laktat atau
bikarbonat. Dengan memberikan Na-laktat maka sebenarnya kita menambahkan Na+
lebih banyak dibanding klorida. Meski SID Na-laktat sama seperti NaCl yaitu 0, namun
karena laktat cepat dimetabolisme oleh hati dan ginjal maka SID larutan RL sebenarnya
28. Dengan demikian penambahan natrium tanpa disertai penambahan klorida yang
berarti sehingga SID meningkat atau pH naik alkalosis. Hal ini telah dibuktikan dalam
beberapa penelitian bahwa pemberian ringer laktat justru mengakibatkan alkalosis bukan
asidosis.
Na+=
+ = 154+140/2=147 2L
Cl -=
154+110/2=
Na+ = 140 1L Na+ = 154 132 1
Cl - = 110 SID = 15
Cl - = 154 L
SID = 30
SID = 0 OH = 15
OH = 30
OH = 0
2) Alkalosis kontraksi
Alkalosis kontraksi dapat terjadi pada pasien-pasien dengan restriksi cairan atau
menggunakan diuretik. Sama dengan yang terjadi pada asidosis dilusi, yaitu terjadi
sebagai akibat adanya perubahan pada komposisi air ekstrasel. Misalnya contoh kasus
yang ekstrem, 1 liter larutan dengan komposisi Na+ 140 mEq/l dan Cl- 110 mEq/l
diuapkan sampai tinggal ½ liter. Hasilnya adalah pemekatan dimana konsentrasi Na+
akan menjadi 280 mEq/l dan Cl- menjadi 220 mEq/l. SID saat ini 60 alkalosis.7
Terapinya adalah pemberian air dalam bentuk larutan hipotonik yaitu NaCl 0.45%
yang mengandung Na+ dan Cl- masing-masing 77 mEq/l. Hasilnya adalah larutan saat
ini mengandung Na+ 145 mEq/l dan Cl- 125 mEq/l dengan SID 20. Jadi dengan
memberikan larutan 0.45% SID akan turun dari 60 mEq menjadi 20 mEq, asidosis.7
Namun karena turunnya SID terlalu jauh (menjadi asidosis) maka disebut juga
alkalosis dengan over koreksi.
1) Hipokloremia
Pergeseran klorida terjadi dalam hubungannya dengan gangguan pada traktus
gastrointestinal. Selama ini dikenal bahwa asam yang terjadi pada lambung diakibatkan
sekresi H+ ke dalam lambung. Seharusnya yang disekresi ke dalam lambung adalah ion
klorida, menyebabkan SID dalam cairan lambung menjadi kecil/turun sehingga pH cairan
lambung turun asidosis. Sekresi Cl tersebut akan menyebabkan SID di plasma (plasma
site) akan meningkat alkalosis, sehingga penyedotan asam lambung per nasogastrik
tube atau muntah akan menyebabkan alkalosis. Mekanismenya yaitu, klorida dari cairan
lambung sewaktu sampai di duodenum seharusnya diabsorpsi lagi, agar pH plasma
kembali normal.
Selanjutnya sampai diusus besar maka seharusnya kation (Na+) diabsorpsi kembali agar
pH plasma normal.1 Namun jika terjadi diare atau gangguan absorpsi di kolon maka
terjadi asidosis karena kation banyak keluar tanpa klorida sehingga SID dalam plasma
akan turun, atau dapat dikatakan klorida dalam plasma relatif lebih tinggi dibanding Na +,
SID menurun asidosis.
Pada keadaan alkalosis karena penyedotan lambung atau muntah maka, terapi cairan yang
tepat adalah dengan memberikan NaCl 0.9%,7 sedangkan pada keadaan asidosis karena
diare atau gangguan absorpsi usus besar terapi cairan yang tepat adalah memberikan
ringer laktat, dengan ilustrasi sbb;
+ =
Na+ = 147 2L
Cl - = 125
Na+ = 140 Na+ = 154 SID = 22
Cl - = 95 Cl - = 154 OH = 22
SID = 45 SID = 0
OH = 45 OH = 0
1L 1L
Jika dalam larutan dengan komposisi Na+ 140 mEq/l dan Cl- 95mEq/l (SID 45) di
tambahkan larutan NaCl 0.9% dengan komposisi Na+ = Cl- = 154 mEq/l (SID 0) , maka
hasil akhirnya adalah Na+ 147 mEq/l dan Cl- 125 mEq/l dan SID turun menjadi 22 mEq/l.
Namun jika pasien bermasalah dengan volume, atau volume ekstrasel sudah cukup atau
over load, maka kita cukup memberikan KCl, MgCl2 atau CaCl2. Sebenarnya sama juga
dengan prinsip pemberian Na-bikarbonat, pada kasus ini kita dapat juga memberikan
hanya Cl- yaitu dalam bentuk HCl, namun jarang dilakukan.
2) Hiperkloremia
Hiperkloremia akan menyebabkan terjadinya asidosis atau peningkatan [H+] akibat
penurunan SID. Pada umumnya terjadi iatrogenik akibat pemberian cairan dengan
komposisi klorida sama dengan natrium seperti larutan NaCl, starch dan albumin in
saline. Terapi difokuskan untuk meningkatkan SID, seperti Na bikarbonat.
Pemberian Na-bikarbonat disini bukan berarti kita memberikan HCO3- untuk menetralisir
H+, namun tujuan pemberian Na-bikarbonat disini adalah memberikan Na+ agar SID
meningkat, sedangkan HCO3- tidak diperhitungkan karena akan cepat berubah menjadi
CO2. Dalam hal ini Na bersifat sebagai efektor bukan HCO3-. Sebab HCO3- merupakan
variabel dependent dan akan cepat diekskresi melalui paru sebagai CO2.
Cara lain mengoreksi hiperkloremia ini adalah dengan memberikan anion-anion lain yang
mudah dimetabolisme seperti garam natrium dari laktat, glukonas, asetat atau sitrat.
Na+ = 140
+ Na HCO3 =
Na Laktat
SID pH
Cl - = 120
SID = 20 = Alkalosis
Na Asetat
OH = 20
Na Glukonas
Na Sitrat
Berikut contoh kasus menggunakan kombinasi BE dan Stewart; pasien 58 thn, dengan
riwayat syok karena trauma multipel, mengalami gagal ginjal. Hasil pemeriksaan kimia
darah:
Jika kita menilai menurut H-H, maka pasien ini menderita metabolik asidosis namun
anion gap masih dalam batas referensi, sehingga memberi kesan tidak ada UA yang
bermakna.23 Tetapi menurut analisa Stewart pasien ini sebenarnya menderita asidosis
karena adanya UA yang bermakna menurunkan SID, namun karena efek alkalinisasi yang
kuat dari hipoalbumin maka pH terlihat normal.23 Dan ternyata setelah diperiksa kadar
posfat pasien ini 2.44 mmol/l atau berkontribusi sebesar –5 mEq/l terhadap UA.
Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan tradisional menggunakan H-H tidak dapat
mendeteksi adanya UA ini, karena tertutup oleh kadar albumin plasma yang rendah.
HCO3-
150 mEq/l SID
Na+ Alb-
ATot
Sulfat
Mg ++
Cl- Keto acids
Metanol
Salisylate
Ca++
50
Cation anion
+H
Kellum JA, Kramer DJ, Pinsky MR. (1995). Strong ion gap: A methodology
for exploring unexplained anions. J Crit Care,10:51--55.