Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sekarang akan kami bicarakan suatu hal yang juga merupakan kesukaran-kesukaran di
dalam pendidikan, yang selalu terdapat tidak hanya di dalam lingkungan keluarga, tetapi juga
dalam lingkungan sekolah dan dalam masyarakat, yaitu agresi dan frustrasi.

Kedua hal itu kami bicarakan bersama-sama karena keduanya merupakan pengertian
yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain.

Sebenarnya, soal agresi dan frustrasi ini lebih erat kalau dibicarakan didalam pelajaran
psikologi karena keduanya mengenai hal kejiwaan dan reaksi-reaksi jiwa. Biarpun demikian,
kami merasa perlu membicarakannya di sini karena hal itu erat sekali sangkut-pautnya dengan
pendidikan. Pembicaraan, tentang ilmu mendidik tidak mungkin dapat lepas sama sekali dari
psikologi kalau kita menginginkan agar ilmu pendidikan itu menjadi lebih praktis sifatnya.

Supaya lebih jelas apa yang dimaksud dengan agresi dan frustrasi itu, bagaimana
hubungannya satu sama lain, marilah kita ikuti uraian-uraian berikut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengenal yanng dimaksud dengan AGRESI dan FRUSTASI


2. Pendidikan Dalam Lingkungan Sekolah

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. AGGRESI

1). Apakah agresi itu?

Agresi (aggression) berarti penyerangan, serangan; yakni suatu keinginan menyerang orang
lain yang menghalangi tercapainya suatu tujuan. Atau lebih jelas lagi, agresi ialah segala
perbuatan yang dimaksudkan sebagai serangan terhadap orang lain dan juga bersifat
permusuhan.
Agresi tidak hanya terdapat di antara bangsa-bangsa seperti lazim kita kenal dalam
sejarah, suatu bangsa menyerang bangsa lain, tetapi juga di antara sesama manusia.

2) Apakah yang nienyebabkan agresi ?

Sebab-sebab agresi itu bersifat rohaniah. Dalam batin kita tersembunyi kekuatan-
kekuatan yang mendorong kita ke arah yang tertentu, sedangkan kita sendiri tidak sadar akan
kekuatan-kekuatan itu. Bila hasrat batin itu demikian kuat, tetapi terhalang oleh keadaan dari
dunia luar, maka timbullah reaksi menyerang terhadap penghalang itu, timbuilali agresi. Jadi,
agresi itu terutama terjadi bila seseorang, dalam mencapai tujuannya, dihalang-halangi oleh
orang lain.
Sebab-sebab lain yang dapat menimbulkan agresi dapat juga kita sebut di sini ialah iri
hati, kebebasannya sangat dibatasi, perintah dari seseorang yang menjengkelkan, tersinggung
perasaan dan kehormatannya, dihina orang lain, dan sebagainya.

B. FRUSTASI

Sama halnya dengan uraian tentang pembawaan dan lingkungan yang telah
dibicarakan dalam Bab 7, uraian tentang frustrasi berikut ini telah dimuat di sambil dalam
buku penulis yang berjudul Psikologi Pendidikan, karangan penulis sendiri. Hal ini sengaja
kami lakukan, mengingat masalah ini, di samping merupakan masaian psikologi – khususnya
psikologi pendidikan - juga merupakan masalah pendidikan yang erat kaitannya dengan
masalah kesukaran-kesukaran dalam pendidikan yang lain. Demikian eratnya hubungan
psikologi dengan ilmu pendidikan. Banyak penemuan dalam psikologi yang membantu dan
telah diterapkan dalam praktik kependidikan sehingga membicarakan masalah-masalah
pendidikan tanpa menyinggung atau mengaitkanïya dengan masalah yang menyangkut
psikologi pendidikan akan terasa kering dan gersang. Di samping itu, bagi para pembaca buku
ini, yang tidak sempat membaca buku Psikologi Pendidikan tersebut, tentunya akan lebih
menguntungkan.

2
2.1) Apakah frustrasi itu..?

mula-mula orang yang mengemukakan pendapat betapa pentingnya frustrasi itu


diselidiki, ialah Freud, pelopor ilmu jiwa dalam yang disebut "Psycho-analyse", beserta
sarjanasarjana psikologi lainnya.
Menurut aliran ilmu jiwa modern dikatakan bahwa di dalam diri manusia itu terdapat
dorongan-dorongan batin yang dapat mempengaruhi tingkah laku dan kehidupan manusia.
Kalau kita kembali kepada hal-hal yang sudah diuraikan di atas, telah jelas bagi kita
bahwa agresi itu terjadi bila hasrat atau dorongan batin seseorang tidak dapat dipenuhi karena
suatu rintangan.
Jika hasrat dalam batin kita tak dapat diberi kepuasan, tidak dapat terpenuhi karena
suatu rintangan, dan kita merasa sangat kecewa karenanya, maka hal itu kita namakan
frustrasi. Jadi, frustrasi sebenarnya ialah keadaan batin seseorang, ketidakseimbangan dalam
jiwa, suatu perasaan tidak puas karena hasrat atau dorongan yang tidak dapat terpenuhi
(frustration = kekecewaan)

2.2) Rintangan-rintangan manakah yang dapat menimbulkan frustrasi?

Umumnya, dapat kita katakan bahwa frustrasi itu benar-benar dan lama terjadi, bila
motif atau hasrat batin yang kuat tidak dapat terpenuhi, biarpun orang itu telah berusaha
keras.
Woodworth dalam bukunya Psychology mengemukakan bahwa rintangan-rintangan
yang dapat menimbulkan frustrasi itu dapat dibagi menjadi empat golongan besar.

a. Rintangan
Contoh: seorang kusir (sais) ingin cepat-cepat mengemudikan delmannya menuju ke
stasiun kereta api untuk mengambil penumpang yang turun dari kereta api cepat yang
sebentar lagi datang. Tiba-tiba di tengah jalan kudanya mogok tidak mau laju karena
kelelahan dan lapar. Lama sang sais berusaha dan mencambuk kudanya dengan maksud
supaya lekas-lekas lari, tetapi sia-sia belaka. Sambil bersungut-sungut dan marah-marah,
dipukuli kudanya sekuat-kuatnya, tetapi hasilnya pun tidak ada. Sementara itu, kereta api
cepat telah tiba di stasiun, dan lama kemudian berangkat pula ..., dan seterusnya.

b. Rintangan-rintangan yang disebabkan Frustrasi yang disebabkan oleh seseorang umumnya


lebih mergganggu atau lebih terasa daripada yang disebabkan oleh sesuatu yang bukan
manusia. Mungkin karena seseorang itu lebih dapat mengeluarkan pendapatnya, dan lebih
dapat merasakan daripada benda yang tidak verjiwa. Sebagai contoh frustrasi yang
disebabkan oleh seseorang,

c. Pertentangan antara motif-motif positif yang terdapat dalam diri orang itu. Contoh:
Seorang gadis mempunyai keinginan untuk pergi ke suatu pesta dansa. Tetapi, pada
malam itu juga ia berhasrat menyenangkan ibunya yang sangat dicintainya, yang
sebenarnya ibunya itu tidak nienyukai kepergiannya ke pesta tersebut. Jika kedua motif itu
sama kuat dan seimbang, sukarlah bagi si gadis untuk memilih mana yang akan
dilaksanakan. Kedua motif itu sama baiknya. Pergi ke pesta berarti ia akan mengecewakan
ibunya yang tercinta, dan ia sendiri merasa tidak senang pula. Tetapi, tinggal di rumah
3
berarti menyia-nyiakan waktu yang baik itu, dan mungkin tidak disukai oleh teman-
temannya; ia merasa tidak puas pula. Manakah yang akan dipilihnya? Dernikian pula, di
dalam diri ibunya terjadilah suatu perasaan yang tidak enak. Sebagai seorang ibu yang
sejati, ia harus dapat menyenangkan hati anaknya, tetapi juga ia harus bertanggung jawab
atas pendidikan anaknya itu. Pertentangan antara keinginan untuk menyenangkan hati
anaknya dengan tidak menghalangi keinginannya dan perasaan tanggung jawab terhadap
pendidikan anaknya itu menimbulkan frustrasi pula dalam diri sang ibu.

d. Pertentangan antara motif positif dan motif negatif yang terdapat dalam diri orang itu.
Motif-motif negatif yang biasanya menimbulkan pertentangan dalam diri seseorang untuk
mencapai suatu tujuan (motif positif) antara lain ialah kemalasan, takut akan hukuman,
merasa bersalah atau berdosa.

e. Reaksi-reaksi yang mungkin timbul karena adanya frustrasi.


Frustrasi itu dapat menimbulkan reaksi yang bermacam-macam, berlain-lainan pada tiap-
tiap orang. Hal ini bergantung kepada tabiat dan temperamen masing-masing, dan
bergantung pula kepada keadaan tiap-tiap orang yang memang tidak sama.

2.3) Reaksi-reaksi yang mungkin timbul atas frustrasi ialah:

(1) Agresi

Seperti yang telah kita uraikan di muka, sering frustrasi itu menimbulkan agresi, yakni
reaksi menentang atau suatu serangan yang besifat langsung dan tidak langsung. Reaksi
agresif ini terutama banyak kita jumpai pada kehidupan kanak-kanak karena kanak-kanak itu
umumnya masih sangat dipengaruhi oleh perasaan yang subjektif. Dalam psikologi, anak
biasa disebut "manusia ketika", yakni manusia yang hidupnya hanya untuk "masa kini" saja.
Daya berpikir dan perasaan sosialnya belum begitu berkembang. Anak masih sukar
mengendalikan hawa nafsunya. Demikian pula, pada orang-orang yang bersifat pemarah,
sentimental, dan orangOrang yang kurang luas pandangannya.

(2) Mengundurkan diri

Selain agresi ada pula reaksi yang berikut. Ketika pulang dari sekolah, Aminah
melihat sepiring kue yang terletak di atas meja. Waktu itu pula, ia melihat adiknya, Si Tuti ( +
2 tahun ), sedang merengek-rengek dan memukuli ibunya karena meminta kue itu, tetapi
ibunya tetap tidak memberinya. Ibu akan membagi kue itu sesudah anak-anak semua selesai
makan siang. Sebenarnya, si Aminah ingin sekali memakan kue itu dan ingin lekas-lekas
mengecapnya. Tetapi, ia tidak berani memintanya. Dengan hati yang kecewa karena
keinginannya yang belum terkabul itu, keluarlah ia bermain-main di belakang rumahnya.
Reaksi yang timbul pada si Aminah ini disebut reaksi niengundurkan diri. Ia tidak
berani memaksakan keinginannya itu kepada ibunya; ia tidak berdaya mencapai keinginan
atau maksudnya itu. Reaksi mengundurkan diri ini tidak hanya terdapat pada anak-anak, tetapi
pada orang dewasa pun hal itu sering kita jumpai.

4
(3) Regresi

Kadang-kadang frustrasi itu dapat menimbulkan reaksi sebagai berikut: Si Ardi sudah
duduk di kelas IV SD. Pada suatu hari ia minta uang kepada ibunya untuk membeli layang-
layang, tetapi tidak diberinya. Mula-mula si Ardi merengek terus kepada ibunya, tetapi tetap
tidak diberinya uang. Lama-kelamaan makin keras tangisnya, dan ia berguling-guling
menangis di depan ibunya, dengan maksud supaya ibunya merasa kasihan dan segera
memberinya uang
Perbuatan si Ardi ini sebenarnya sudah tidak pantas lagi bagi seorang anak yang
berumur 10 tahun itu. Perbuatan demikian adalah perbuatan anak yang berumur kira-kira 3
tahun. Jadi, kelakuan si Ardi itu sebenarnya menunjukkan suatu kemunduran, ditinjau dari
perkembangan jiwanya menurut umurnya. Maka dari itu, reaksi tersebut dinamakan regresi
atau kemunduran.

(4) Fiksasi

Dalam usahanya menghadapi kegagalan-kegagalan, seseorang kadang-kadang


tergelincir ke dalam ulangan tingkah laku yang begitubegitu juga (tetap) sehingga tidak dapat
sampai kepada pemecahan masalah yang dihadapinya. Reaksi demikian terlihat pada
eksperimen-eksperimen yang dilakukan terhadap binatangbinatang dan terlihat pada tindakan-
tindakan terpaksa pada orangorang yang malajusted (bertindak salah, tak sesuai) seperti orang
yang memiliki cacat atau kebiasaan tertentu, disuruh mengubah tingkah lakunya yang salah
itu, tetapi tidak dapat dan tetap salah melulu.
Reaksi-reaksi terhadap frustrasi yang bersifat primitif seperti itu tidak dipelajari
melalui pengalaman-pengalaman, tetapi merupakan reaksi individu yang bersifat alami
(natural reaction) terhadap pernyataan frustrasinya. Tentu saja dengan belajar dapat mengubah
tingkah laku frustrasi tersebut jika diikuti oleh beberapa bentuk penguatan (reinforcement),
terutama juga dengan kemauan yang keras.

(5) Represi

Ada pula frustrasi yang menimbulkan reaksi sebagai berikut: Pada no. 2 di atas telah
dikatakan bahwa frustrasi dapat menimbulkan reaksi yang disebut "mengundurkan diri".
Tetapi, tidak semua frustrasi dapat dihilangkan dengan cara demikian saja. Ada kalanya
frustrasi itu berlargsung lama dan berkali-kali timbul, biarpun orang atau anak
yang mengalami frustrasi itu telah melampiaskan tangisnya sampai ia iertidur,
umpamanya.
Jika reaksi "mengundurkan diri" itu terus-menerus dilakukan setiap kali timbul
frustrasi itu, akhirnya mungkin ia dapat melupakannya sehingga berkurang atau lenyaplah
frustrasinya itu. Menurut pendapat para ahli psiko-analisis, keinginan-keinginan dan
dorongan-dorongan yang telah menimbulkan frustrasi itu telah didesak masuk ke dalam
ketidaksadaran. Oleh sebab itu, reaksi demikian disebut represi, yang berarti juga pendesakan.
Tetapi, sesungguhnya frustrasi itu belum dapat hilang seluruhnya karena keinginan-keingian
dan pengalaman-pengalaman yang telah didesaknya itu tetap hidup di dalam
ketidaksadarannya.

5
(6) Gangguan psikosomatis

Telah dikatakan bahwa dengan reaksi represif itu belum berarti bahwa frustrasi telah
lenyap sama sekali. Keinginan-keinginan dan pengalaman-pengalaman yang telah terdesak
(kompleks-kompleks terdesak) ke đalam ketidaksadaran itu masih tetap hidup dan sewaktu-
waktu dapat keluar berupa mimpi-mimpi atau berubah menjadi suatu penyakit. Suatu penyakit
jasmani yang sebab-sebahnya karena gangguan jiwa itu disebut psikosomatis, seperti pingsan
atau histeri.

(7) Rasionalisasi

Seseorang telah gagal dalam mencapai maksudnya. Karena kegagalan itu, timbullah
dalam pikirannya (rasionya) suatu pertanyaan, mengapa dirinya mengalami kegagalan.
Biasanya, dalam hal yang demikian, orang lebih suka mencari sebab-sebab kegagalannya
dengan meletakkan kesalahan pada orang atau pada sesuatu yang dianggap ada hubungannya,
daripada mencari kesalahan atau sebab-sebab dalam dirinya. Seperti, seseorang yang gagal
dalam mengerjakan suatu tugas, kemudian ia berkata pekerjaan itu terlalu berat atau terlalu
sulit. Mungkin juga ia mengatakan bahwa orang lain curang, tidak dapat bekerja sama, dan
lain-lain.
Kata-kata yang dilemparkannya kepada orang lain untuk menutupi kegagalannya itu
dapat juga menjalar menjadi suatu perdebatan atau permusuhan sehingga menyebabkan orang
lain marah atau khilaf. Juga biasanya seseorang yang mengalami kegagalan itu berusaha
menyelamatkan dirinya dan mempertahankan "Aku"-nya dengan mengemukakan keterangan-
keterangan yang memuaskan bagi dirinya, yang mungkin juga memang benar

(8) Sublimasi

Reaksi itu dikatakan demikian karena di dalamnya terdapat suatu usaha untuk
melepaskan diri dari kegagalan dan ketidakpuasan dengan jalan mencari kemungkinan yang
lebih baik dan mencapai tujuannya. Bahkan, kalau perlu, dengan jalan mengubah tujuan yang
sama sekali berbeda dengan tujuan yang menimbulkan frustrasi.

(9) Kompensasi

Reaksi atas frustrasi dapat juga berupa suatu perbuatan yang disebut kompensasi.
Kompensasi yakni penyaluran jiwa dengan jalan mengalihkan usaha ke arah tujuan atau
perbuatan lain untuk mencapai kepuasan. Kompensasi sering dilakukan oleh seseorang yang
menderita perasaan kurang harga diri, yang disebabkan oleh cacat tubuh, kebodohan,
kemiskinan, ketidaksanggupan mencapai sesuatu, dan sebagainya. Sehingga seorang ibu
mencari jalan agar dapat menarik perhatian teman-temannya dengan jalan membuat gaduh
pada waktu pelajaran itu berlangsung atau mungkin ia akan mencari prestasi yang lebih tinggi
dari ternan-temannya dalam mata pelajaran lain.

6
2.4) Pendidikan dan Frustrasi

Setelah dengan agak panjang-lebar kita membicarakan frustrasi itu dari sudut
psikologi, sampailah kita sekarang meninjau frustrasi itu atas kegunaannya bagi ilmu
pendidikan. Dalam bab-bab yang telah lalu pernah kita katakan bahwa mendidik anak itu
bukan hanya untuk kepentingan anak itu sendiri sebagai individu, melainkan juga tujuan kita
mendidik anak-anak itu agar si anak dapat hidup dalam masyarakat sebagai makhluk sosial.
Supaya lebih jelas betapa penting soal frustrasi itu bagi pendidikan anakanak, juga
supaya pembicaraan kita agak sistematis, berturut-turut akan kami uraikan secara singkat:

1. masyarakat dan frustasi


2. sekolah dan frustasi
3. sikap pendidikan.

1) Masyarakat dan frustrasi

Dalam pelajaran psikologi sosial dikatakan bahwa manusia menurut pembawaannya


adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan sehari-hari Sejak manusia bergantung kepada
manusia lain; mereka saling mempengaruhi, tolong-menolong, dan bantu-membantu. Tiap-
tiap orang sebagai anggota dari suatu masyarakat, harus mengetahui dan dapat menjalankan
kewajibannya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh masyarakat itu. Suatu masyarakat
akan berjalan dan berkembang dengan baik jika tiap-tiap anggotanya dapat menyesuaikan diri
dengan dan dalam masyarakat tersebut.

Penyesuaian diri itu ternyata bukan soal yang mudah. Di dalam tiap-tiap masyarakat
terdapat suatu susunan tertentu terdapat peraturan-peraturan harus dan adat-istiadat tertentu
pula yang dipegang teguh oleh anggota- anggotanya. Di dalam masyarakat terdapat golongan-
golongan tertentu pula yang berlain-lainan keadaan jiwanya, tugas dan kewajibarunya.

Yang perlu bagi uraian kita sekarang ialah bagaimana usaha kita mendidik anak-anak
agar dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat. Tujuan pendidikan yang penting ialah
memimpin perkembangan anak menjadi manusia yang dapat hidup dalam masyarakat;
mengetahui dan dapat menjalankan kewajibannya sebagai anggota masyarakat.

Tetapi, sekali lagi kami katakan bahwa "penyesuaian ani" itu bukanlah soal yang
mudah. Sebab, menyesuaikan diri berarti inenjumpai dan mengalami bermacam-macam
situasi yang penuh ketegangan-ketegangan atau frustrasi. Tiap-tiap orang ingin hidup bebas,
hidup yang sesuai dengan keinginan dan kemauan masing-masing

Biarpun demikian, kita mengetahui pula bahwa tidak ada seorang pun yang dapat dan
ingin hidup sendirian, hidup di luar suatu masyarakat. Manusia terpaksa menempatkan diri di
dalam masyarakat. Seseorang baru dapat dikatakan telah berhasil menyesuaikan diri jika telah
mengetahui dan dapat menjalankan peranan sosialnya yang sesuai dengan masyarakat itu.

7
2) Sekolah dail frustrasi

Pada kira-kira umur 6 - 7 tahun anak itu memasuki masyarakat baru, yaitu sekolah. Di
sekolah anak-anak pun tidak sedikit mengalami situasi yang mangandung frustrasi. Sekolah
mempunyai peraturan-peraturan yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh murid-murid.
Mereka hatus datang dan pulang pada waktunya, belajar dan bermain pada waktunya dan
pada tempatnya.

Demikianlah dapat kita lihat, di sekolah lebih banyak peraturan dan tugas yang harus
dipatuhi dan dikerjakan daripada di rumah. Anak-anak lebih merasa bebas dan bergembira di
lingkungan keluarganya sendiri daripada di sekolah. Peralihan yang sangat mendadak dari
kehidupan rumah tangga ke kehidupan sekolah, akan dirasakan sangat berat, terutama oleh
anak-anak yang barus saja masuk sekolah, jika sekolah tidak dapat menyesuaikan tugasnya
dengan mengingat kehidupan anak itu sebelum masuk sekolah.

Memang, sekolah harus mendidik anak-anak menjadi manusia yang tahu tata tertib
dan tunduk kepada tata tertib dan peraturan-peraturan. Mereka juga harus belajar bergaul dan
tolong menolong, tenggang-menenggang dengan orang lain. Pendeknya, anak harus dipimpin
dalam perkembangannya ke arah kedewasaan. Tetapi, biarpun demikian, tidak boleh kita
membebani anak-anak dengan tugastugas berat yang tidak terpikul oleh anak itu. Sekolah
tidak boleh menuntut terlalu berat melebihi kemampuan anak-anak. Tiap-tiap tuntutan
hendaklah disesuaikan dengan perkembangan umur, jasmani, dan rohani anak-anak.

Kesimpulan dari uraian di atas iaian:

a. Anak harus berkembang menjadi anggota masyarakat. Maka dari itu, sejak kecil
anak itu harus dibiasakan "menyesuaikan diri" dalam masyarakat.
b. Menyesuaikan diri itu tentu bukan soal yang mudah sebab inenyesuaikan diri itu
berarti berani menghadapi bermacam-macam situasi yang penuh dengan frustrasi
dan ketegangan.
c. Sekolah berkewajiban membantu anak dalam hal menyesuaikan diri dalam
kehidupan masyarakat. Dalam hal ini sekolah merupa'an jembatan antara
lingkungan keluarga dan masyarakat.

d. Dalam menjalankan tugasnya, sekolah hendaklah mengingat dan berpedoman


kepada kehidupan anak itu sebelum masuk sekolah, dan mengingat pula tuntutan-
tuntutan masyarakat yang harus sudah mulai dijalankan oleh anak itu di sekolah.

3) Sikap pendidik

Bagaimana seharusnya sikap pendidik dengan adanya frustrasi itu? Haruskah pendidik
selalu menghindarkan hal-hal dan situasi-situasi yang dapat menimbulkan frustrasi pada
anak?

8
Jadi, bagaimana seharusnya sikap pendidik yang baik?

a. Pendidik tidak boleh bersikap terlalu keras terhadap anak didiknya. Dengan kekerasan
dan paksaan, anak tidak akan dapat mematuhi peraturan-peraturan karena banyak
mengalami frustrasi. Anak hanya menurut peraturan-peraturan itu karena ketakutan,
bukan karena keinsafan dalam diri sendiri. Dengan sikap keras dan paksaan dapat pula
menghasilkan yang sebaliknya, yakni silap menentang dan keras kepala.

b. Sebaliknya, sikap yang terlalu lunak dan lemah dari si pendidik tidak dapat dibenarkan
pula. Sikap demikian akan menyebabkan anak selalu beibuat sekehendak hatinya,
tidak tahu dan tidak mematuhi peraturanperaturan yang telah ditentukan. Ia bersifat
pembangkang. Ia tidakberhasil menyesuaikan dirinya dalam masyarakat.

c. Sikap yang baik bagi pendidik ialah sikap yang tenang, tegas, dan konsekuen. Untuk
ini, pendidik sendiri haruslah telah menentukan peraturan-peraturan mana yang patut
ditentang. Sebagai pendidik janganlah suka menjanjikan sesuatu yang sekiranya tidak
dapat dipenuhinya, dan jangan pula suka melanggar sesuatu yang telahı dijanjikan
kepada anak-didik.

Anak-anak harus kita biasakan supaya dapat menahan frustasi dan agak biasa akan
frustrasi. Sebab, seperti telah berkali-kali dikatakan, penyesuaian diri dalam masyarakat
berarti mengenali frustrasi.

9
BAB III
Pendidikan dalam Lingkungan Sekoiah

1. Macam-Macam Lingkungan Pendidikan

Adapun macam-macam lingkungan(tempat) pendidikan itu ialah:

a. Lingkungan keluarga,
b. Lingkungan sekolah,
c. Lingkungan kampung,
d. Lingkungan perkumpulan pemuda,
e. Lingkungan negara, dan sebagainya.

Kelima macam lingkungan tersebut baiknya kita golongkan saja menjadi tiga golongan besar,
yaitu:

a. Lingkungan keluarga, yang disebut juga lingkungan pertama:


b. Lingkungan sekolah, yang disebut juga lingkungan kedua; dan
c. Lingkungan masyarakat, yang disebut juga lingkungan ketiga.

2. Perbedaan Lingkungan Keluarga dan Lingkungan Sekolah

a. Perbedaan pertama ialah rumah atau lingkungan keluarga, yakni lingkungan


pendidikan yang sewajarnya

Sudah sewajarnya bahwa keluarga, terutama orang tua, memelihara dan mendidik
anak-anaknya dengan rasa kasih sayang. Perasaan kewajiban dan tanggung jawab yang ada
pada orang tua untuk mendidik anak-anaknya timbul dengan sendirinya, secara alami, tidak
karena dipaksa atau disuruh oleh orang lain. Demikian pula, perasaan kasih sayang orang tua
terhadap anak-anaknya adalah kasih sayang sejati, yang timbul dengan spontan, tidak dibuat-
buat. Di rumah anak menerima kasih sayang yang besar dari orang tuanya. Anak
menggantungkan diri sepenuhnya kepada orang tuanya, tempat ia mencurahkan isi hatinya.
Anak merasa satu dengan anggota-anggota dari keluarganya, tidak merasa asing seperti
dengan anggota-anggota dari keluarga lain.
Sedangkan sekolah adalah buatan manusia. Sekolah didirikan oleh masyarakat atau
negara untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak mampu lagi
memberi bekal persiapan hidup bagi anakanaknya. Untuk mempersiapkan anak agar hidup
dengan cukup bekal kepandaian dan kecakapan dalam masyarakat yang modern, yang telah
tinggi kebudayaannya seperti sekarang ini, anak-anak tidak cukup hanya menerima
pendidikan dan pengajaran dari keluarganya saja. Maka dari itulah, masyarakai atau negara
mendirikan sekolah-sekolah.

10
b. Perbedaan kedua ialah perbedaan suasana

Kehidupan dan pergaulan dalam lingkungan keluarga senantiasa diliputi oleh rasa
kasih sayang di antara anggota-anggotanya. Di dalamnya terdapat saling mengerti, percaya-
mempercayai , bantu-membantu, dan kasih.
Biarpun kadang-kadang terjadi pula perselisihan-perselisihan di antara anggota-
anggota keluarga itu, namun perselisihan itu tidak akan memutuskan tali kekeluargaan
mereka. Hubungan kekeluargaan yang bersifat alami itu tidak akan putus, meskipun orangnya
sudah berjauhan.
Dalam lingkungan keluarga anak lebih merasa bebas daripada di sekolah. Anak bebas
dalam segala gerak-gerik, seperti makan, minum, tidur, tertawa, bermain, bekerja, dan
sebagainya, asal tidak melanggar kesopanan atau adat-istiadai yang berlaku dalam keluarga
itu.
Sedangkan kehidupan dan pergaulan di sekolah sifatnya lebih lugas. Di sekolah harus
ada ketertiban dan peraturan-peraturan tertentu yang harus dijalankan oleh tiap-tiap murid dan
guru. Pergaulan antara anak-anak sesamanya dan antara anak-anak dengan guru lebih bersifat
zakelijk dan objektif daripada pergaulan di dalam lingkungan keluarga yang lebih diliputi
oleh suasana kasih sayang yang sejati

c. Perbedaan ketiga ialah perbedaan tanggung jawab

Keluarga, yaitu orang tua, bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan anak-anaknya
sejak mereka dilahirkan, dan bertanggung jawab penuh atas pendidikan watak anak-anaknya.
Bagaimana seharusnya anak-anak itu berbuat, bertingkah laku, berkata-kata, dan sebagainya,
Sedangkan sekolah (guru-guru) lebih merasa bertanggung jawab terhadap pendidikan
intelektual (menambah pengetahuan anak) serta pendidikan keterampilan (skills) yang
berhubungan dengan kebutuhan anak itu untuk hidup di dalam masyarakat nanti, dan yang
sesuai dengan tuntutan masyarakat pada waktu itu. Tentu saja dalam hal ini tidak berarti
bahwa guru boleh mengabaikan begitu saja pendidikan untuk anak-anak didiknya. Tetapi,
seperti telah dikatakan di muka, orang tua menyerahkan anakanaknya kepada sekolah dengan
maksud utama agar di sekolah itu anak-anak menerima pelajaran-pelajaran (ilmu pengetahuan
dan keterampilanketerampilan) yang dapat dipergunakan sebagai bekal hidupnya kelak di
dalam masyarakat.

11
3. Kerja Sama antara Keluarga dan Sekolah

a. Mengapa kerja sama antara keluarga dan sekolah itu penting bagi pendidikan

Kita tahu bahwa anak-anak yang kita didik adalah berasal dan masih akan tetap tinggal
dan dididik oleh keluarga, maka akan memperoleh manfaat yang sangat berharga jika dalam
mendidik anak-anak, sekolah dapat bekerja sama sebaik-baiknya dengan keluarga.
Dengan adanya kerja sama itu, orang tua akan dapat memperoleh pengetahuan dan
pengalaman dari guru dalam hal mendidik anak-anaknya. Sebaliknya, para guru dapat pula
memperoleh keterangan-keterangan dari orang tua tentang kehidupan dan sifat-sifat anak-
anaknya. Juga dari keterangan-keterangan orang tua murid, guru dapat mengetahui keadaan
alam sekitar tempat murid-muridnya itu dibesarkan.
Demikian pula, orang tua dapat mengetahui kesulitan-kesulitan manakah yang sering
dihadapi anak-anaknya di sekolah. Orang tua dapat mengetahui apakah anaknya itu rajin,
malas, bodoh, suka mengantuk, atau pandai, dan sebagainya. Dengan demikian, orang tua
dapat menjauhkan pandangan yang keliru dan pendapat yang salah sehingga terhindarlah
salah pengertian yang mungkin timbul antara keluarga dan sekolah.

b. Bagaimanakah cara-cara untuk mempererat hubungan antara sekolah dan keluarga?

Sebenarnya, cara-caranya itu banyak, asalkan ada kemauan keinsafan dari kepala
sekolah dan guru-guru. Sebab, tidak adanya kerja sama antara suatu sekolah dan orang tua,
tidak semua guru menginsafi benar-benar betapa penting dan bermanfaatnya kerja sama itu.
Mungkin ada juga guru-guru yang enggan bersusah-payah mengadakan hubungan dan kerja
sama itu.
Untuk memberi gambaran bahwa tidak sedikit usaha-usaha yang dapat dilakukan
sekolah untuk mengadakan kerja sama itu, di bawah ini kami berikan beberapa contoh.

1) Mengadakan pertemuan dengan orang tua pada hari penerimaan murid baru.
2) Mengadakan surat-menyurat antara sekolah dan keluarga.
3) Adanya daftar nilai atau rapor
4) Kunjungan guru ke rumah orang tua murid, atau sebaliknya kunjungan orang tua murid ke
sekolah.
5) Mengadakan perayaan, pesta sekolah atau pameran-pameran hasil karya murid-murid.
6) Yang terpenting ialah mendirikan perkumpulan orang tua murid dan guru (POMG).

Akan tetapi, setiap sekolah yang menjaga agar ada batas-batas yang tegas antara
fungsi atau pekerjaan sekolah sebagai instansi pemerintah yang mempunyai hierarki sendiri,
dan tugas kewajiban pengurus POMG tersebut. Janganlah pengurus atau organisasi tersebut
sampai turut mencampuri urusan-urusan sekolah (urusan dinas) yang bukan kompetensinya,
seperti soal pelajaran, tentang tata tertib sekolah, tentang pemberian nilai dan atau penentuan
lulus-tidaknya seorang murid.

12
4. Taman Kanak-Kanak sebagai Jembatan antara Keluarga dan Sekolah

a. Pelopor/pendiri taman kanak-kanak

Bahwasannya anak itu adalah anak, dan harus diperlakukan sebagai anak.
Setelah Rousseau (1712 - 1778) mengemukan pendapat tentang pendidikan anak-anak
dalam bukunya, Emile, orang mulai mengenal bahu anak itu sebenarnya berlainan dengan
orang dewasa, dan harus diperlakukan secara berlainan pula.

Kemudian, berkat kemajuan dan penyelidikan yang terus menerus terhadap psikologi,
terutama psikologi anak, keadaan yang menyedihkan itu berangsur-angsur berubah. Orang
mulai menginsafi bahwa cara pemeliharaan, cara mendidik, kecintaan dan kasih sayang
terhadap anak anak yang dilakukan orang dahulu itu adalah keliru dan merusak jiwa anak.
Kebutuhan anak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa. Orang dewasa dapat mengerti dan
dapat melayani kebutuhan-kebutuhan anak itu jika ia, mau menyelami apa yang hidup dalam
jiwanya dan mengetahui bagaimana perkembangannya.

Salah seorang tokoh terbesar dalam dunia pendidikan yang memelopori perbaikan dan
pelaksanaan dalam cinta dan kasih sayang terhadap anak-anak itu F. W. A. Frobel.
Frobel seorang ahli didik bangsa Jerman, yang disebut juga Bapak Taman Kanak-
Kanak, dilahirkan di Oberweiszbach pada tanggal 27 1782 dan meninggal dunia pada 21 Juni
1852 di Liebenstein.

Anjuran yang terkenal di sekolahnya dalam mendidik anak-anak, yaitu Friede, Freude,
dan Freiheit (damai, gembira, dan merdeka), sesuai sekali dengan kebutuhan perkembangan
anak-anak.

Metode yang dianjurkan Frobel, yaitu dari anak-anak dan dengan anak-anak, Cita-cita
Frobel baru terkenal dan dibenarkan orang setelah Frobel sendiri meninggal dunia. Sebelum
itu, selama hidunya masih banyak tantangan dan ejekan terhadap cita-citanya itu.

Frobel hendak membentuk manusia. Bukan sekolah yang terutama harus diperhatikan,
melainkan anak dan keperluan hidupnya. Dalam pendidikan dan pengajaran, bukan pendidik
yang memasukkan ke dalam diri anak, melainkan pendidik harus berusaha mengeluarkan dari
dalam dari anak, Jadi, pendidikan harus dimulai dari dalam, tidak dipaksakan dari luar, dan
berdasarkan kegiatan anak sendiri. Untuk itu, perlu anak berbuat dan bukan pasif menerima
saja.
Demikianlah, pada Frobel dipentingkan hal mengerjakan. Bukan kata-kata, melainkan
perbuatan. Tidak pula meniru, tetapi membuat sendiri. Untuk melaksanakan cita-cita
pendidikannya itu di sekolahnya (TK) diciptakan bemacam-macam alat permainan yang
disebut juga spielgaben.

13
Nyatalah bahwa sifat pendidikannya adalah formal. Selain formal, juga harmonis
karena Frobel menginginkan berkembangnya segala daya rohani yang ada pada anak, sesuai
dengan kebutuhan hidup sekarang dan yang akan datang.
Demikianlah, serba singkat telah kita kemukakan tokoh pendiri tamankanak-kanak
dan sedikit gambaran tentang cita-cita pendidikannya

Pada zaman yang telah demikian majunya seperti sekarang ini, bahkan orang belum
cukup hanya mendirikan sekolah-sekolah seperti TK yang dapat dimasuki oleh anak-anak
umur 4 - 5 tahun. Di negara-negara yang telah maju, terutama dikota-kota besar, seperti di
Amerika dan di Inggris, sudah banyak didirikan orang, sekolah-sekolah yang diperuntukkan
bagi anak-anak yang belum masanya sekolah. Sekolah semacam itu disebut nursery school.

Nursery School

Sesungguhnya nursery school itu tidak tepat kalau disamakan dengan sekolah biasa.
Lebih tepat kiranya kalau dinamakan "Tempat Mengasuh Kanak-Kanak” (child-care centers).
Sebab, dalam nursery school itu anak-anak tidak disiapkan untuk menerima pelajaran-
pelajaran atau keterampilan-keterampilan (skills), seperti halnya di SD biasa. Nursery school
lebih merupakan tempat bermain bersama bagi kanak-kanak, di bawah asuhan (pengawasan)
seorang guru (pengasuh, dan umumnya secrang perempuan). Di dalam nursery school anak-
anak yang masih kecil itu dapat memperoleh pengalaman-pengalaman dari berbagai alat
permainan yang memang telah disediakan untuk mereka, dan dari pergaulannya dengan anak-
anak lain yang memang menggembirakan mereka dan sangat dibutuhkan untuk
perkembangan jasmani dan rohaninya.

Tujuan nursery school itu terutama untuk membantu para orang tua (ibu-bapak) yang
tidak mempunyai waktu atau kesempatan sama sekali untuk mengasuh dan mendidik anak-
anaknya yang masih kecil, disebabkan banyaknya pekerjaan sehari-hari yang harus
dikerjakannya. Oleh karena itu, nursery school kebanyakan didirikan orang di kota-kota besar,
di negara-negara yang sudah maju, yang para orang tuanya selalu sibuk dengan urusan
pekerjaan sehari-hari di luar rumah tangganya. Selain itu, nursery school juga perlu bagi
orang-orang tua yang kurang mengetahui bagaimana cara cara mendidik anak-anak yang
sebaik-baiknya atau bagi suatu keluarga yang tidak mempunyai tempat bermain-main yang
cukup luas bagi anakanaknya seperti banyak terdapat di kota-kota besar.

14
b. Manfaat taman kanak-kanak

Manfaat TK itu antara lain dapat kita angkat dari tujuan Frobel mendirikan
Kindergarten, yaitu:

1. Memberikan pendidikan yang lengkap kepada anak-arak (+ 3-6 tahun) sesuai dengan
perkembangannya yang wajar, karena pendidikan di rumah tidak mencukupi sama
sekali (lihat kembali: Nursery school).

2. Memberi pertolongan dan bimbingan kepada para ibu dalam mendidik anak-anaknya.
Kebanyakan ibu pada umumnya sekarang kurang mempunyai waktu yang cukup
untuk bergaul dan bermain dengan anak-anaknya, disebabkan banyaknya pekerjaan di
rumah maupun di luar rumah tangganya.

3. Mendidik dan menyiapka para calon ibu dalam teori dan praktik untuk menjadi
pemimpin Kindergarten dan untuk tugasnya sebagai ibu di kemudian hari. Dengan
adanya TK mau tidak mau harus ada sekolah yang khusus untuk mendirikan para
calon guru yang nantinya akan ditempatkan di TK.untuk lebih memperluas pengertian,

marilah kita uraikan lebih lanjut manfaat dan keuntungan-keuntungan dengan adanya TK itu.

1. Keuntungan sosiologis, jika ditinjau dari kepentingan masyarakat. Adanya TK, dengan
demikian, membantu meringankan beban orang tua, terutama dalam cara-cara mendidik
anak-anaknya. Guru-guru TK adalah orang-orang yang telah menerima pengetahuan dan
pengalaman, baik teori naupun praktik, tentang cara-cara mengasuh atau mendidik anak-
anak dengan sebaik-baiknya.

Di samping itu pula, orang tua dapat memperoleh pengetahuan dan dapat meniru
atau menuruti petunjuk-petunjuk bagaimana cara-cara yang dilakukan atau dianjurkan
oleh guru-guru TK dalam mendidik anakinaknya. Juga bagi para ibu rumah-tangga, TK
merupakan pertolongan yang besar sekali.

2) Keuntungan psikologis

Jika ditinjau dari sudut perkembangan anak itu sendiri. Seperti telah diuraikan di
muka, anak-anak sebelum masuk SD itu sedang mengalami masa egosentris. Lain halnya
dengan anak-anak yang dimasukkan ke TK. Anak-anak yang bersekolah di TK mulai
belajar bergaul dengan anak-anak lain, bermain bersama-sama, pergi dan pulang sekolah
bersama-sama, dan lain-lain, sehingga perasaan sosial anak itu telah mulai dilatih.
Demikian pula di TK, anak-anak belajar bernyanyi bersama, bergerak badan bersama,
belajar bercakap-cakap, mendengarkan dongeng atau cerita-cerita dari ibu gurunya, dan
sebagainya. Dengan begitu, anak-anak belajar mematuhi peraturan-peraturan, mulai
belajar bekerja dan bertanggung jawab, menjadi tidak pemalu dan penakut. Anak mulai
belajar berlaku sopan-santun, berbicara baik, tolong-menolong dengan ieman-temannya,
semua itu berguna dan perlu sekali bagi perkembangan anak itu.
15
Perkembangan tubuh dan fungsi-fungsi jiwa tersebut membantu anak-anak dalam
pertumbuhannya ke arah suatu masa yang penting, yang disebut matang untuk
bersekolah.

c. Matang untuk bersekolah

Yang dimaksud dengan matang untuk bersekolah di sini ialah bilamana anak itu telah
dapat dan sanggup dimasukkan ke kelas I SD.
Kebanyakan orang tua, jika akan memasukkan anaknya ke SD, hanya berpedoman
kepada umur belaka. Asalkan anaknya sudah berumur kurang lebih 6 tahun sudah dapat ia
dimasukkan ke kelas 1 SD. Pendapat yang demikian sering benar pula, tetapi sering pula
meleset. Ada kalanya seorang anak berumur 5 1/2 tahun belum dapat dan belum sanggup
bersekolah, tetapi kadang-kadang pula anak yang berusia 5 1/2 tahun telah dapat dan sanggup
bersekolah.

Nyatalah bahwa untuk bersekolah anak membutuhkan kematangan, yaitu suatu taraf
perkembangan jasmani dan rohani yang cukup memadai untuk melakukan tugas bersekolah.

Bilamanakah anak telah dapat dikatakan matang untuk bersekolah? Dalam hal ini ada
dua kematangan: matang untuk bersekolah dan matang untuk belajar.

1. Matang untuk bersekolan

Anak dikatakan telah matang untuk bersekolah jika ia telah mempunyai kesanggupan-
kesanggupan — jasmani dan rohani untuk menyesuaikan diri pada penghidupan
sekolah

2. Matang untuk belajar


Anak telah mempunyai sedikit kesadaran akan kewajiban dan pekerjaan. Anak telah
dapat disuruh melakukan tugas yang dibebankan orang lain kepadanya.

16
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

17

Anda mungkin juga menyukai