Anda di halaman 1dari 10

Irawan et

p-ISSN: 2406-7489 al./JITRO


e-ISSN: (Jurnal Ilmu dan Teknologi
2406-9337 Peternakan
JITRO (Jurnal Ilmu danTropis) 8(1):9-18
Teknologi Peternakan Tropis),
Januari 2021, 8(1):19-25
Terakreditasi
Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN DOI: 10.33772/jitro.v8i1.14970
Keputusan No: 200/M/KPT/2020, Tanggal 23 Desember 2020 http://ojs.uho.ac.id/index.php/peternakan-tropis

Efek Suplementasi Black Soldier Fly (Hermetia illucens) terhadap


Produksi Telur dan Metabolit Darah Ayam Petelur

The Effect of Black Soldier Fly (Hermetia illucens) Supplementation on


Laying Hens’s Egg Production and Blood Metabolites
Andri Cahya Irawan1, Nurina Rahmawati1, Dewi Apri Astuti2*, Widya Hermana2
1
Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Kadiri
Jl. Sersan Suharmaji No.38, Manisrenggo, Kota Kediri Jawa Timur, Indonesia 64128
2
Department Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor
Kampus IPB Dramaga, Bogor, Indonesia 16680
*Email korespondensi: dewiapriastuti86@gmail.com
(Diterima 05-11-2020; disetujui 05-01-2021)

ABSTRAK
Solusi sumber protein alternatif untuk mengganti protein hewani konvensional dengan harga yang lebih
kompetitif, yaitu Black Soldier Fly (BSF) (Hermetia illucens). Materi dalam penelitian ini ialah larva BSF yang
digunakan melalui tiga perlakuan berbeda yaitu larva BSF dalam bentuk segar, tepung dan ekstrak metanol.
Metode dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan yaitu P0 (pakal basal
mengandung 8% tepung ikan), P1 (pakan basal mengandung 4% tepung ikan + 4% BSF segar), P2 (pakan basal
mengandung 4% tepung ikan + 4% tepung BSF) dan P3 (pakan basal mengandung 4% tepung ikan + 4%
ekstrak metanol BSF). Setiap perlakuan terdiri atas 5 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam petelur
sehingga totalnya 100 ekor ayam petelur. Variabel yang diamati meliputi konsumsi pakan, berat telur, konversi
pakan, metabolit darah dan Income Over Feed Cost (IOFC). Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam
ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ransum yang mengandung 4% tepung ikan dan 4% ekstrak
metanol BSF (P3) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi telur (89.86 ± 4.78%), total protein darah
(6,95 ± 0,56 g dl-1), kadar albumin darah (3,19 ± 0,98 g dl-1), kadar glukosa darah (313,45 ± 1.38 g dl-1), dan
berpengaruh (P<0,05) terhadap IOFC, BSF segar (P1) mendapatkan keuntungan maksimal sebesar Rp. 1776
ekor/ minggu.
Kata Kunci: ayam petelur, Hermetia illucens, IOFC, metabolit darah

ABSTRACT
The solution of alternative protein source form to replace conventional animal protein at a competitive
price was Black Soldier Fly (BSF) (Hermetia illucens). The material in this study was BSF larvae which were
used and arranged in three different treatments, such as BSF larvae in fresh, dry, and methanol extract. The
method was used a completely randomized design with 4 treatments, namely P0 (basal feed + 8% fish meal),
P1 (basal feed + 4% fish meal + 4% fresh BSF), P2 (basal feed + 4% fish meal + 4% flour BSF) and P3 (basal
feed + 4% fish meal + 4% methanol extract BSF). Each treatment consisted of 5 replications with 5 layer hens
per replicate. Data were analyzed using analysis of variance. The results showed the P3 treatment had a
significant effect (P<0.05) on egg production (89.86 ± 4.78%), total blood protein (6.95 ± 0.56 g dl-1), blood
albumin levels (3.19±0.98 g dl-1), blood glucose levels (313.45 ± 1.38 g dl-1), and significant effect (P<0,05) on
IOFC, but fresh BSF (P1) gets a maximum profit of 1776 IDR/bird/week.
Keywords: laying hen, hermetia illucens, IOFC, blood metabolite

JITRO (Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis) is licensed under a Creative Commons
Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

9
Irawan et al./JITRO (Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis) 8(1):9-18

PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi


pengaruh substitusi tepung ikan dengan BSF
Di beberapa negara berkembang, bahan
terhadap produktivitas, profil metabolit darah, dan
pakan sumber protein umumnya berasal dari protein
pendapatan terhadap biaya pakan pada ayam petelur.
hewani dan nabati seperti tepung ikan, tepung darah,
Diperlukan upaya pemanfaatan sumber protein
dan bungkil kedelai. Pemberian pakan ternak yang
alternatif untuk mengurangi ketergantungan impor
berkualitas merupakan salah satu faktor penentu
bahan baku pakan sumber protein. Penggunaan BSF
keberhasilan budidaya ternak yaitu antara 50-70%
dalam ransum diharapkan dapat menekan biaya
(Katayane et al., 2014). Protein merupakan
konsumsi dan pengolahan pakan, sehingga para
komponen nutrien yang paling mahal dibandingkan
pelaku usaha khususnya peternak mendapatkan
dengan komponen lainnya. Dampak ekonomi yang
keuntungan yang maksimal.
ditimbulkan oleh peternak dan pelaku usaha
terhadap sumber protein tersebut dapat menjadi
MATERI DAN METODE
beban biaya produksi. Studi pakan saat ini
difokuskan untuk menemukan sumber protein Produksi dan Pengolahan BSF
alternatif menggunakan serangga. Keunggulan Larva BSF yang digunakan merupakan pupa
serangga sebagai pakan unggas adalah kandungan BSF berumur 15 hari yang diperoleh dari PT. Indo
asam lemak tak jenuh yang tinggi dan pakan Bogor Biocycle. Larva BSF dikembangbiakkan
alternatif mengurangi kompetisi kebutuhan pangan menggunakan ransum utama crude palm oil (CPO).
manusia. Ayam memiliki kemampuan mengatur dan Setelah dipanen, larva BSF diolah dengan 3
memenuhi kebutuhan protein untuk mencapai bobot perlakuan berbeda yaitu: BSF segar, tepung BSF,
badan menjelang fase produksi telur (layer), dan ekstrak BSF menggunakan metanol. Tujuan
sehingga konsumsi protein meningkat (Leeson & penggunaan 3 perlakuan berbeda adalah untuk
Summers, 2005). membandingkan efisiensi pakan dari segi kandungan
Salah satu serangga yang dapat dikembang- protein untuk menggantikan tepung ikan dengan
kan sebagai sumber protein adalah Black Soldier Fly biaya produksi yang rendah. Keunggulan BSF segar
(BSF) (Hermetia illucens). Kadar protein larva BSF adalah pemberian pakan langsung dengan ransum
cukup tinggi sekitar 40-50% dan kadar lemak antara yang belum diolah karena persiapan ransum basal
29-32%, dan memiliki daya cerna pupa BSF yaitu dengan cara ditaburkan di atas ransum (topping)
77,7% (Bosch et al., 2014). Menurut Rambet et al., (Barros et al., 2014), sedangkan tepung BSF dibuat
(2016) tepung BSF cocok dijadikan pengganti dengan cara mengurangi lemak (defatting) untuk
tepung ikan hingga 100% untuk campuran pakan memaksimalkan nilai protein sehingga umur simpan
ayam pedaging dan ayam petelur tanpa mengganggu lebih lama (Barragan et al., 2017). Tujuan ekstraksi
kecernaan bahan kering (57,96-60,42%), energi metanol adalah penyediaan protein kasar harus
(62,03-64,77%), dan protein (64,59-75,32%), disesuaikan dengan kebutuhan energi dalam ransum.
meskipun hasil terbaik diperoleh dengan substitusi Dalam hal ini, kekurangan protein disebut juga
tepung ikan hingga 25% atau 11,25% dalam ransum. dengan kelebihan energi, dapat menyebabkan
Hasil ekstraksi metanol larva BSF dapat terjadinya penumpukan lemak di jaringan tubuh
menghambat perkembangbiakan bakteri gram ayam (Wang et al., 2017). Kekurangan protein
negatif sehingga penggunaannya sebagai sumber dalam ransum tidak dapat dimanfaatkan oleh ayam
pakan ternak memiliki fungsi ganda yaitu kandungan untuk pertumbuhan dan produksi yang optimal.
protein tinggi dan kandungan antibiotik tinggi untuk Ayam akan mengubah energi berlebih menjadi
membunuh bakteri gram negatif yang merugikan. lemak. Kelebihan lemak dalam tubuh dapat
Kandungan antibiotik berasal dari proses ekstraksi mempengaruhi fungsi fisiologis, reproduksi, dan
metanol digunakan untuk mengekstrak zat produktivitas (De Marco et al., 2015).
antimikroba dari larva karena kemampuan metanol Metode pemberian BSF dalam ransum
dapat mengubah sifatnya dengan cara mengekstraksi menggunakan sistem self mixing, artinya semua
molekul kecil secara lebih efisien dan memisahkan bahan pakan disusun menjadi ransum sesuai dengan
protein besar dan polipeptida. Menurut Choi et al., kebutuhan nutrisi ayam petelur yang disajikan pada
(2012), larva BSF yang dilarutkan dengan ekstrak Tabel 1 (Leeson & Summers 2005). Pemberian BSF
metanol memiliki nilai sensitivitas yang tinggi segar dilakukan setelah persiapan ransum basal
terhadap bakteri gram negatif dibandingkan dengan
dengan cara ditaburkan di atas ransum (topping)
bakteri gram positif yang disebabkan oleh zat aktif
(Barros et al., 2014). Tahapan pembuatan tepung
pada larva BSF dan dinding sel atau ribosom bakteri
akibat interaksi yang berbeda. BSF adalah memisahkan pupa dari lapisan kokon
dengan cara mencuci dan mengukusnya pada suhu

10
Irawan et al./JITRO (Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis) 8(1):9-18

95-100°C selama 10 menit. Larva BSF kemudian P1 : Pakan basal mengandung 4% tepung ikan +
dipanaskan hingga suhu 55°C selama 24 jam untuk 4% BSF segar
menghilangkan air, kemudian larva tersebut P2 : Pakan basal mengandung 4% tepung ikan +
dihaluskan menjadi tepung dengan blender dan 4% tepung BSF
dimasukkan ke dalam plastik kedap udara. P3 : Pakan basal mengandung 4% protein
Pengolahan BSF melalui proses pengeringan dapat tepung ikan + 4% BSF ekstrak metanol
mengeliminasi potensi terjadinya transfer bakteri Perlakuan dan Pemberian Pakan
patogen ke ternak, seperti Salmonella sp. (Lalander Penelitian ini menggunakan 100 ekor ayam
et al., 2013). Pembuatan ekstraksi metanol dilakukan petelur Isa Brown (merk dagang), dilakukan selama
sesuai dengan metode modifikasi dari Choi et al. 8 minggu, dimulai pada umur 18 minggu sampai
(2012). Tepung BSF diekstraksi menggunakan dengan 26 minggu. Ayam petelur ditempatkan
metanol dengan perbandingan 1:10 (b/v) selama 24 dalam kandang baterai dengan ukuran panjang 120
jam pada suhu kamar, kemudian larutan disaring dua cm x lebar 35 cm x tinggi depan 35 cm x tinggi
kali dengan kertas Whatman. Ekstrak kemudian belakang 28 cm. Kandang baterai ini dilengkapi
diuapkan menggunakan reduced pressure rotary dengan wadah pakan dan air minum yang terletak di
evaporator pada suhu 40°C. dalam kandang dengan penerangan lampu pijar 40
watt. Sebelum dilakukan penelitian, kandang baterai
Rancangan Perlakuan Pakan didesinfeksi terlebih dahulu dengan disinfektan.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Pemberian ransum sebanyak 120 g/ekor/hari
Lengkap (RAL), yang terdiri dari 4 perlakuan 5 diberikan dua kali sehari pada pukul 08.00 dan 15.00
ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 5 ekor. WIB. Pengambilan telur dilakukan setiap hari pada
Adapun perlakuan sebagai berikut: pukul 09.00 WIB, kemudian mencatat suhu dan
P0 : Pakan basal mengandung 8% tepung ikan kelembaban, serta konsumsi ransum.

Tabel 1. Susunan dan kandungan nutrien ransum perlakuan


Perlakuan (%)
Komposisi Bahan
P0 P1 P2 P3
Jagung 56,11 58,50 58,74 57,96
Bekatul 7,01 5,81 3,94 6,62
Minyak Kelapa 1,93 1,74 1,53 1,94
Bungkil Kedelai 22,58 21,10 22,85 20,37
Tepung Ikan 8,00 4,00 4,00 4,00
BSF Segar - 4,00 - -
Tepung BSF - - 4,00 -
BSF Ekstrak Metanol - - - 4,00
CaCO3 3,42 3,80 3,94 3,81
Garam 0,23 0,24 0,27 0,44
Premix Mineral 0,42 0,42 0,42 0,42
DL-Metionin 0,20 0,17 0,12 0,22
L-Lysin 0,10 0,22 0,19 0,22
Total 100 100 100 100
Kandungan nutrien 1
Energi metabolis (kkal kg-1) 2902,83 2901,81 2907,59 2901,21
Protein kasar (%) 19,35 18,60 19,33 19,91
Lemak kasar (%) 5,11 6,52 5,21 4,47
Serat kasar (%) 2,67 2,81 2,94 2,88
Metionin (%) 0,54 0,52 0,54 0,63
Lisin (%) 0,86 0,93 0,95 1,02
Keterangan: 1Hasil perhitungan berdasarkan Leeson & Summers (2005)

11
Irawan et al./JITRO (Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis) 8(1):9-18

Kandungan nutrien ransum perlakuan Total Protein


dianalisis untuk mengetahui kadar air, protein kasar, Kadar total protein ditentukan menggunakan
lemak kasar, serat kasar, dan abu dengan metode reagen Biuret model Merck Diagnostic. 25 µl sampel
analisis AOAC (2016). Konsumsi pakan, produksi dan 2,50 ml reagen Biuret dimasukkan ke dalam
telur, berat telur dicatat, sedangkan rasio konversi kuvet sampel. Kuvet sampel dimasukkan 25 µl
pakan dihitung setiap interval minggu selama sampel dan 2,50 ml pereaksi biuret. Kuvet standar
seluruh periode percobaan. Rasio konversi pakan dimasukkan 5 µl standard stock dan 2.50 ml pereaksi
dihitung dengan rumus konsumsi pakan per minggu biuret. Kuvet blanko berisi 2.50 ml pereaksi biuret.
dibagi dengan berat telur per minggu. Ketiga kuvet divortex dan diinkubasi suhu kamar
selama 30 menit dan dibaca dengan spektro-
Analisis Asam Amino fotometer Hitachi U-2001 pada panjang gelombang
Analisis kualitas protein pada BSF hidup, 545 nm. Faktor pengencer yang digunakan sebanyak
BSF kering dan BSF ekstrak terdiri dari skor kimia dua kali. Perhitungannya adalah Y = 5.10 - 5X,
asam amino, kandungan asam amino, dan indeks dengan Y adalah nilai absorbansi dan X adalah kadar
asam amino esensial (IAAE). Tahapan pertama protein (µg ml-1) (Roger, 2014).
adalah analisis kandungan asam amino dengan cara Albumin
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Kadar albumin darah ditentukan dengan
menurut metode IK.LP-04.7-LT-1.0, selanjutnya metode Bromcresol Green (BCG). Blanko berisi
dilakukan perhitungan skor kimia asam amino dan 1000 µl reagen. Standar diisi dengan 10 µl sample
IAAE. Menurut McDonald et al. (2010) rumus dan 1000 µl reagen, kemudian larutan dihomo-
perhitungan skor kimia asam amino adalah: genisasi, setelah itu diinkubasi selama 10 menit pada
kandungan AAE defisien pada sampel
suhu 20-25°C. Absorbansi dibaca menggunakan
Skor Kimia =
asam amino sejenis pada telur
x 100 spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 546
nm selama 60 menit, perhitungan:
Penjabaran rumus di atas adalah total asam absorbansi sampel
amino esensial terkandung di dalam bahan ransum Albumin (g dl−1) = x kadar almunim standar (g dl−1)
absorbansi standar
yang diuji dan dibandingkan dengan total asam
amino esensial yang terkandung dalam bahan Glukosa
makanan yaitu protein telur. Nilai IAAE semakin Kadar glukosa darah ditentukan dengan
besar menunjukkan kualitas protein semakin tinggi. metode glucose oxidase-phenol aminoantipyrin
Menurut McDonald et al. (2010) rumus perhitungan (GOD-PAP). Blangko berisi 1000 µl reagent.
IAAE, adalah: Standar diisi dengan 10 µl sampel dan 1000 µl
reagent, kemudian larutan dihomogenkan, setelah itu
IAAE = (A/Ae x B/Be x C/Ce x … x J/Je)1/n diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-25oC.
Absorbansi dibaca menggunakan spektrofotometer
Keterangan:
pada panjang gelombang (λ) 546 nm selama 60
A, B, C, …J : konsentrasi (g kg-1) asam amino
esensial BSF hidup
menit. Perhitungan:
Ae, Be, Ce, … Je : konsentrasi (g kg-1) asam amino absorbansi sampel
Glukosa (mg dl−1 ) = x kadar glukosa standar (mg dl−1 )
esensial sejenis yang terdapat absorbansi standar

dalam telur
Analisis Statistik
n : jumlah asam amino esensial yang dihitung
Data konsumsi pakan, berat telur, rasio
Metabolit Darah konversi pakan, metabolit darah, dan IOFC dianalisis
Sampel darah diambil dari ayam petelur menggunakan ANOVA dilanjutkan dengan uji
berumur 26 minggu, kemudian sampel serum lanjutan menggunakan Duncan’s Multiple Range
diambil dengan cara disentrifugasi selama 20 menit Test (Alan et al., 2017). Pengolahan data dilakukan
pada kecepatan sentrifugasi 25.000 G dan suhu 4°C dengan menggunakan program software komputer
dan disimpan pada suhu -15°C. Darah diambil pada Microsoft Excel 2010 dan SPSS for Windows versi
pukul 6 pagi sebanyak 3 ml dari vena jugularis dan 21.
dimasukkan ke dalam tabung berisi antikoagulan
(EDTA/Ethylenediaminetetraacetic Acid) dan HASIL DAN PEMBAHASAN
disimpan dalam cold box kemudian serum darah Penggunaan larva BSF dalam pakan sebagai
diambil dan diuji dengan spektrofotometer sumber protein lebih potensial karena dapat
(Mahmoud et al., 2016). diperoleh dengan mudah dari alam dan cepat

12
Irawan et al./JITRO (Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis) 8(1):9-18

beradaptasi dengan iklim tropis, sedangkan glutamat termasuk asam amino non esensial
penggunaan tepung ikan bergantung pada impor. yaitu: 2,27%; 4,68%; dan 5,36%. Persamaan
Tabel 2 menunjukkan hasil analisis proksimat dari kandungan asam amino esensial terendah
tiga perlakuan BSF yang berbeda dibandingkan (defisiensi) adalah metionin pada BSF segar,
dengan tepung ikan. Proses pengolahan dapat tepung BSF, dan ekstraksi metanol BSF, masing-
mempengaruhi kandungan nutrien serta mampu masing yaitu: 1,21%; 1,60%; dan 1,75%. Protein
menurunkan kualitas nutrien dari suatu bahan pakan dan asam amino (metionin) berperan penting
(McDonald et al., 2010). dalam mengontrol ukuran telur, ukuran unggas,
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dan genetika (Leeson & Summers, 2005),
pengolahan larva BSF dengan beberapa metode sehingga strategi penyediaan protein dari ekstrak
(segar, tepung, dan ekstraksi) memiliki profil metanol BSF dapat memaksimalkan fungsi
asam amino yang berbeda. Larva BSF fisiologis pada ayam petelur. Asam amino
mengandung semua asam amino esensial, esensial yang terkandung dalam protein telur
terutama metionin, sebagai faktor pembatas memiliki skor kimiawi 100, sehingga digunakan
protein hewani. Terdapat kesamaan kandungan sebagai standar atau pembanding suatu bahan
asam amino yang tinggi pada BSF segar, tepung pakan (Leeson & Summers 2005).
BSF, dan ekstraksi metanol BSF yaitu asam

Tabel 2. Perbandingan komposisi nutrien 3 perlakuan larva BSF umur 15 hari dibandingkan dengan tepung ikan
BSF Ekstrak
Nutrien BSF Segar Tepung BSF Tepung Ikan
Metanol
Bahan kering (%) 35,19 87,21 90,12 90,37
Abu (%) 3,13 17,83 18,14 21,54
Protein kasar (%) 16,57 31,34 38,32 51,21
Lemak kasar (%) 8,46 7,24 4,68 9,32
Serat kasar (%) 2,32 5,79 6,40 1,73
Keterangan: Hasil Analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB (2019)

Tabel 3. Perbandingan kandungan asam amino 3 perlakuan larva BSF umur 15 hari dibandingkan dengan tepung
ikan dan telur
Kandungan (% b/b)
Jenis Asam Amino BSF Ekstrak
BSF Segar1 Tepung BSF1 Tepung Ikan2 Telur3
Metanol1
Histidin 1,58 1,99 2,37 1,16 2,10
Treonin 1,78 2,55 2,53 1,95 4,90
Tirosin 2,03 4,34 3,88 1,56 4,50
Metionin 1,21 1,60 1,75 1,26 4,10
Valin 1,92 2,99 3,74 2,52 7,30
Fenilalanin 1,85 2,85 3,01 1,95 6,30
Isoleusin 1,71 2,23 4,42 1,99 8,00
Leusin 1,99 3,64 2,98 3,65 9,20
Lisin 1,70 2,44 2,47 3,41 7,20
Arginin 1,93 3,02 4,26 2,52 6,40
Serin 1,81 2,49 4,33 1,69 8,50
Asam Glutamat 2,27 4,68 5,36 6,13 14,30
Alanin 2,06 2,92 3,67 3,02 6,20
Glisin 1,97 3,40 3,74 3,41 3,60
Asam Aspartat 1,97 3,64 4,32 4,67 9,40
Prolin 1,91 2,81 3,64 2,34 4,40
Skor Kimia4 29,51 39,02 42,68 55,24 100
Indeks Asam Amino
48,46 62,94 68,11 53,57 -
Esensial4
Keterangan: 1Irawan et al. (2020); 2Heuźe et al. (2015); 3Leeson & Summers (2005); 4Hasil perhitungan
berdasarkan kandungan asam amino esensial (McDonald et al., 2010)

13
Irawan et al./JITRO (Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis) 8(1):9-18

Konsumsi Pakan, Produksi Telur, Berat Telur, tinggi. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa
dan Rasio Konversi Pakan ekstrak metanol BSF memiliki indeks asam amino
Tabel 4 menunjukkan perubahan konsumsi tertinggi yaitu 56,65%, sama dengan indeks asam
pakan, produksi telur, berat telur, dan rasio konversi amino tepung ikan yaitu 56,79%.
pakan pada ayam petelur antar perlakuan selama Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penelitian. Beberapa faktor yang mempengaruhi performa ayam petelur diberi pakan mengandung
berat telur adalah faktor genetik, umur, pakan, larva BSF. Pertama, BSF mengandung protein dan
ukuran unggas, iklim, produksi telur, protein, dan lemak tinggi yang dapat mempengaruhi daya cerna
asam amino (khususnya metionin) yang berperan dan palatabilitas pada tepung BSF (Kroeckel et al.,
penting dalam pengendalian ukuran telur (Leeson 2012). Kedua, kandungan abu yang tinggi pada BSF
dan Summers 2005). Data konsumsi pakan ayam segar dan tingkat inklusi lebih tinggi dalam bahan
petelur dengan perlakuan tambahan berbagai jenis pakan (Makkar et al., 2014). Ketiga, metode
BSF pada ransum (P1, P2, dan P3) tidak berbeda perlakuan BSF yang berbeda dapat memengaruhi
nyata dengan konsumsi pakan kontrol (P0). Data kecernaan nutrien sehingga keseluruhan bagian
tersebut menunjukkan bahwa penambahan berbagai tubuh dari larva BSF tidak tercena dengan optimal
larva BSF yang dicampur dengan ransum tidak dalam tubuh ayam (Dierenfeld & King, 2009).
mempengaruhi palatabilitas ayam petelur. Menurut Keempat, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
Ensminger et al., (2004), tingkat palatabilitas ayam tepung BSF mengandung protein tinggi, namun
lebih menyukai ransum bentuk crumble penting dilakukan evaluasi mendalam terhadap asam
dibandingkan bentuk mash. Nilai konversi pakan amino (terutama metionin) sebagai pembatas pada
berkorelasi positif dengan nilai konsumsi pakan pakan (Barragan et al., 2017). Kelima, kandungan
sehingga dapat mengukur kemampuan ayam petelur lipid yang tinggi pada BSF segar terkait dengan
dalam merubah ransum menjadi telur. Ukuran proses oksidasi suhu tinggi atau dalam tubuh larva
partikel pakan mempengaruhi homogenitas sebaran BSF terkandung anti nutrisi, flavonoid dan terpenoid
bahan pakan yang berkorelasi dengan kelengketan (Belluco et al., 2013; Shantibala et al., 2014).
saat dicampur dan diolah menjadi ransum Keenam, ayam petelur fase layer lebih cepat proses
(Damayanti et al., 2017). metabolismenya dibandingkan dengan fase grower
Berdasarkan Tabel 4, penggunaan ekstrak
disebabkan oleh kebutuhan energi ayam petelur
metanol BSF (P3) berpengaruh nyata (P<0,05)
untuk produksi satu butir telur yaitu 65-110 kkal
terhadap produksi telur dengan nilai 89.86%.
(Sjofjan et al., 2019).
Ketersediaan protein yang cukup dapat mendukung
ayam menghasilkan telur yang lebih baik Total Protein, Albumin dan Glukosa Darah
dibandingkan dengan ayam yang mengkonsumsi Ayam Petelur
ransum dengan protein lebih rendah. Namun nilai Pengaruh perbedaan perlakuan BSF dalam
produksi telur ayam petelur pada penelitian ini lebih ransum terhadap total protein, albumin dan glukosa
rendah dari standar produksi telur Isa Brown umur darah menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05). Nilai
26-28 minggu yaitu 96% (Hendrix Genetic total protein, albumin dan glukosa darah pada
Company, 2015). Produksi telur sangat dipengaruhi
penelitian ini masing-masing adalah 4,71-6,95 g/dl,
oleh kandungan dan kualitas protein ransum.
1,65-3,19 g dl-1 dan 276,08-313,45 g dl-1 (Tabel 5).
Kandungan protein dan asam amino yang seimbang
Menurut William (2015), nilai total protein, albumin
dalam ransum akan memberikan produktivitas yang
optimal. Menurut Leeson & Summers (2005), dan glukosa darah yang normal pada ayam, masing-
keseimbangan asam amino dan asupan nutrisi masing adalah 4-7 g dl-1, 1,6-2,0 g dl-1 dan 230-370
berperan penting dalam menjaga produksi telur yang mg dl-1.
Tabel 4. Rata-rata konsumsi pakan, bobot telur, rasio konversi pakan, produksi telur pada ayam petelur umur 18-26 minggu
Perlakuan Konsumsi Pakan Bobot Telur Rasio Konversi Produksi Telur
(g/ekor/minggu) (g/ekor/minggu) Pakan (%)
P0 883,66 ± 3,90 387,37 ± 20,29 2,28 ± 0,12 81,14 ± 2,54b
P1 882,72 ± 2,77 382,85 ± 14,62 2,31 ± 0,09 86,43 ± 5,71ab
P2 883,12 ± 2,12 380,51 ± 18,38 2,32 ± 0,11 82,25 ± 2,58b
P3 882,80 ± 2,84 402,62 ± 15,88 2,19 ± 0,03 89,86 ± 4,78a
Keterangan : Huruf a,ab,b sebagai superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(P<0,05). P0: Pakan basal mengandung 8% tepung ikan; P1: Pakan basal mengandung 4% tepung
ikan + 4% BSF segar; P2: Pakan basal mengandung 4% protein tepung ikan + 4% tepung BSF; P3:
Pakan basal mengandung 4% protein tepung ikan + 4% ekstrak metanol BSF.

14
Irawan et al./JITRO (Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis) 8(1):9-18

Tabel 5. Rataan metabolit darah pada ayam petelur umur 26 minggu


Perlakuan
Peubah
P0 P1 P2 P3
c bc ab
Total protein (g/dl) 4,71 ± 0,68 5,63 ± 0,16 6,11 ± 0,13 6,95 ± 0,56a
b ab b
Albumin (g/dl) 1,65 ± 0,75 2,45 ± 0,84 1,79 ± 0,85 3,19 ± 0,98a
d b c
Glukosa (mg/dl) 276,08 ± 1,08 291,35 ± 1,21 287,07 ± 1,32 313,45 ± 1,38a
Keterangan : Huruf a,ab,b,bc,c,d sebagai superskrip yang berbeda nyata pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05). P0: Pakan basal mengandung 8% tepung ikan; P1: Pakan basal
mengandung 4% tepung ikan + 4% BSF segar; P2: Pakan basal mengandung 4% protein tepung ikan
+ 4% tepung BSF; P3: Pakan basal mengandung 4% protein tepung ikan + 4% ekstrak metanol BSF
Total protein penting untuk diketahui bahwa Kadar glukosa darah relatif terkontrol karena
fraksi protein dalam tubuh bertambah atau berkurang dipertahankan di dalam tubuh melalui proses
karena berkaitan dengan status kesehatan (Kaslow, homeostatis. Besarnya perubahan glukosa dalam
2010). Protein menentukan ukuran dan struktur sel, proses pertumbuhan bergantung pada asupan nutrisi,
komponen utama sistem komunikasi antar sel, dan hasil produksi, dan perubahan lingkungan
sebagai katalisator berbagai reaksi biokimia dalam (Giridharan, 2018). Kadar glukosa darah dapat
sel. Oleh karena itu, sebagian besar kegiatan dipertahankan dengan ayam petelur meskipun dalam
penelitian biokimia berfokus pada protein, terutama kondisi kelembaban tinggi. Ini adalah mekanisme
peran hormonal. Peningkatan pembentukan glukosa
hormon, antibodi, dan enzim (Fatchiyah et al., 2011).
dalam tubuh dengan cara meningkatkan protein,
Pembentukan sistem imun atau antibodi berkaitan
glikogen, dan katabolisme lipid (Cooney et al.,
dengan kandungan asam amino. Asam amino yang 2014).
berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh
adalah histidin, arginin, dan glutamin (McDonald et Income Over Feed Cost (IOFC)
al., 2010). Penghitungan IOFC didasarkan pada biaya
Peningkatan konsentrasi albumin dalam pakan yang dikonsumsi dan harga jual setiap telur.
darah umumnya disebabkan naik turunnya volume Nilai konversi pakan berdampak pada penambahan
darah (Kathleen, 2015). Menurut Mary et al., (2012), biaya produksi, hal ini berpengaruh pada nilai IOFC.
hati meningkatkan sintesis albumin sebagai respons Indikator penilaian IOFC dipengaruhi oleh harga
terhadap peningkatan ketersediaan asam amino dari telur di pasaran pada waktu-waktu tertentu.
protein. Menurut Esfandiari et al., (2014), albumin Pengaruh perlakuan ransum terhadap nilai IOFC
merupakan protein utama dalam plasma dengan
ayam petelur selama 8 minggu penelitian disajikan
berat molekul 69 kDa dan menyumbang sekitar 60%
pada Tabel 6.
dari total protein plasma, yang larut dalam air dan
mengandung 585 asam amino. Total protein dan Nilai IOFC adalah salah satu indikator untuk
albumin berfungsi untuk mengevaluasi kondisi mengetahui besarnya keuntungan usaha yang
tubuh unggas (Piotrowska et al., 2011) karena diperoleh. Berdasarkan Tabel 6, data menunjukkan
protein plasma berfungsi vital dalam menjaga bahwa harga pakan lebih tinggi terdapat pada
homeostasis tubuh, dan albumin sebagai sumber perlakuan P3 sebesar Rp. 8.160 kg-1 sedangkan harga
asam amino untuk sintesis protein (Natalija et al., pakan terendah terdapat pada perlakuan P2 sebesar
2007). Hormon pertumbuhan, tiroid, kortikosteroid, Rp. 5.795 kg-1. Harga pakan pada perlakuan P3 lebih
dan insulin juga dapat meningkatkan sintesis tinggi dibandingkan semua perlakuan, disebabkan
albumin (Shlomo et al., 2019). oleh harga ekstrak metanol BSF (Rp. 65.000 kg-1;
Glukosa dalam darah berfungsi untuk harga per Desember 2019) lebih tinggi dibandingkan
melepaskan hormon insulin, yang berperan penting dengan harga tepung ikan (Rp. 10.000 kg-1), harga
dalam transportasi glukosa dan pengendapan protein BSF segar (Rp. 6.000 kg-1) dan harga tepung BSF
ke dalam otot selama masa pertumbuhan (Stuart, (Rp. 25.000 kg-1). Tingginya harga ekstrak metanol
2015). Ketersediaan glukosa yang cukup untuk usus BSF dipengaruhi oleh biaya pembuatannya meng-
halus bagian belakang dapat mencegah penggunaan gunakan metanol sintesis (Rp. 19.000 liter-1). Nilai
asam amino sebagai sumber energi untuk dinding konsumsi ransum pada semua perlakuan relatif
usus (Huansheng et al., 2016). Glukosa diserap sama, meskipun perlakuan P3 membutuhkan biaya
melalui dinding usus melalui mekanisme pompa pakan lebih tinggi tetapi menghasilkan nilai produksi
natrium dan kalium. Oksidasi glukosa menghasilkan
telur lebih tinggi sebesar 0,40 kg/ekor/minggu,
energi yang dibutuhkan untuk sintesis glikogen,
asam amino, asam lemak, dan metabolit (Shihai et sehingga nilai konversi pakan perlakuan P3 lebih
al., 2017). baik dibandingkan dengan semua perlakuan.

15
Irawan et al./JITRO (Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis) 8(1):9-18

Tabel 6. Perhitungan IOFC pada ayam petelur selama 8 minggu


Perlakuan
Peubah
P0 P1 P2 P3
Harga pakan (Rp/kg) 5940 5795 6622 8160
Konsumsi pakan (kg/ekor/minggu) 0,884 0,883 0,883 0,883
Biaya pakan (Rp/ekor/minggu) 5248,94 5115,36 5848,02 7203,65
Produksi telur (kg/ekor/minggu) 0,39 0,38 0,38 0,40
Harga telur (Rp/kg) 20500 20500 20500 20500
Pendapatan (Rp/ekor/minggu) 6972,63 6891,29 6849,14 7247,23
IOFC (Rp/ekor/minggu) 1724 ± 1,85b 1776 ± 2,12a 1001 ± 0,92c 43 ± 1,67d
Keterangan: Huruf a,b,c,d sebagai superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(P<0,05). P0: Pakan basal mengandung 8% tepung ikan; P1: Pakan basal mengandung 4% tepung
ikan + 4% BSF segar; P2: Pakan basal mengandung 4% protein tepung ikan + 4% tepung BSF; P3:
Pakan basal mengandung 4% protein tepung ikan + 4% ekstrak metanol BSF

KESIMPULAN Belluco, S., C. Losasso, M. Maggioletti, C.C. Alonzi,


M.G. Paoletti, & Ricci, A. 2013. Edible
Kombinasi tepung ikan 4% dan 4% BSF
insects in a food safety and nutritional
ekstrak metanol dalam ransum bisa menjadi solusi
perspective: a critical review. Compre-
alternatif sumber protein untuk ayam petelur,
hensive Reviews in Food Science and Food
mampu mempertahankan produksi telur tanpa efek
Safety 12:296-313. DOI: 10.1111/1541-
negatif bagi kesehatan, menghasilkan protein plasma
4337.12014.
darah dan albumin yang lebih tinggi. Hasil
perhitungan IOFC menunjukkan BSF segar (P1) Bosch, G., S. Zhang, G.A.B.O. Dennis, & H.H.
mendapatkan keuntungan maksimal sebesar Rp. Wouter. 2014. Protein quality of insects as
1776 ekor/minggu. potential ingredients for dog and cat foods.
Journal of Nutritional Science 3:1-4.
UCAPAN TERIMA KASIH DOI: 10.1017/jns.2014.23.
Penulis menyatakan bahwa tidak memiliki Bouyeh M, & O.K. Gevorgyan. 2011. Influence of
konflik kepentingan. Penulis mengucapkan terima excess lysine and methionine on cholesterol,
kasih kepada Bapak Wahyu atas dukungan teknis fat and performance of broiler chicks. Journal
dan PT. Biocycle Indo Bogor untuk penyediaan of Animal and Veterinary Advances 10:1546-
BSF. 1550. DOI: 10.3923/javaa.2011. 1546.1550.
Choi, W.H., J.H. Yun, J.P. Chu, & K.B. Chu. 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Antibacterial effects of extract of Hermetia
Alan, A., F. Christine, & K. Bernhard. 2017. illucens (Diptera: Stratiomyidae) larvae
Statistics: The Art and Science of Learning against Gram-negative bacteria. Entomo-
from Data. 4nd ed. Pearson Education logical Research 42(5):219-226. DOI:
Limited. London. 10.1111/j.1748-5967.2012.00465.x.
[AOAC] Association of Official Analytical Cooney, G.J., Nigel, T., Edward, W.K., & Clinton,
Chemists. 2016. Official Methods of R.B. 2014. Fatty acid metabolism, energy
Analysis. 20nd ed. Association of Official expenditure and insulin resistance in muscle.
Analytical Chemists. Washington: Journal of Endocrinology 220(2):61-79. DOI:
Barragan, F.K.B, M. Dicke, & J.J.A. van Loon. 10.1530/JOE-13-0397.
2017. Nutritional value of the black soldier fly Damayanti, R., N. Lusiana, & J. Prasetyo. 2017.
(Hermetia illucens L.) and its suitability as Studi pengaruh ukuran partikel dan
animal feed. Journal of Insects as Food and penambahan perekat tapioka terhadap
Feed 3(2):105-120. DOI: 10.3920/JIFF2016. karakteristik biopelet dari kulit coklat
0055. (Theobroma cacao L.) sebagai bahan bakar
Barros, C.K.B., S.N. Báo, & L.J.R. Pujol. 2014. alternatif terbarukan. Jurnal Teknotan 11:51-
Intra-puparial development of the black 60. DOI: 10.24198/jt.vol11n1.6.
soldier-fly, Hermetia illucens. Journal of David, L.N. & Michael, M.C. 2017. Lehninger
Insect Science 14(83):1-10. DOI: 10.1093/jis/ Principles of Biochemistry. 7nd ed. W.H.
14.1.83. Freeman & Co. Ltd. USA.

16
Irawan et al./JITRO (Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis) 8(1):9-18

De Marco, M., S. Martínez, F. Hernandez, J. Madrid, Kaslow, J.E. 2010. Analysis of Serum Protein. Santa
F. Gai, L. Rotolo, M. Belforti, D. Bergero, H. Ana: 720 North Tustin Avenue Suite 104,
Katz, & S. Dabbou. 2015. Nutritional value of CA.
two insect larval meals (Tenebrio molitor and
Hermetia illucens) for broiler chickens: Katayane, A.F., F.R. Wolayan, & M.R. Imbar. 2014.
apparent nutrient digestibility, apparent ileal Production and protein content of maggot
amino acid digestibility and apparent (Hermetia illucens) using different growth
metabolizable energy. Animal Feed Science media. Zootec 34:27-36. DOI: 10.35792/
and Technology 209:211-218. DOI: 10.1016/ zot.34.0.2014.4791.
j.anifeedsci.2015.08.006. Kathleen, P.F. 2015. Veterinary Clinical Pathology:
Dierenfeld, E.S., J. & King. 2009. Digestibility and A Case-Based Approach. CRC Press.
mineral availability of phoenix worms Kroeckel, S., A.G.E. Harjes, I. Roth, H. Katz, S.
(Hermetia illucens) ingested by mountain Wuertz, A. Susenbeth, & C. Schulz. 2012.
chicken frogs (Leptodactylus fallax). Journal When a turbot catches a fly: evaluation of a
of Herpetological Medicine and Surgery. pre-pupae meal of the black soldier fly
18(3):100-105. DOI: 10.5818/1529-9651.18. (Hermetia illucens) as fish meal substitute
3-4.100. growth performance and chitin degradation in
Ensminger, M.E., G. Brant, & C.G. Scanes. 2004. juvenile turbot (Psetta maxima). Aquaculture
Poultry Science. 4nd ed. Pearson Prentice 364:345-352. DOI: 10.1016/
Hall. New York (USA). j.aquaculture.2012.08.041.
Esfandiari, A., S.D. Widhyari, S. Widodo, I.W.T. Lalander, C., S. Diener, M.E. Magri, C. Zurbrugg, A.
Wibawan, D. Sajuthi, & I.K. Sutama. 2014. Lindstrom, & B. Vinneras. 2013. Faecal
Konsentrasi protein total, albumin, dan sludge management with the larvae of the
globulin anak kambing peranakan etawah Black Soldier Fly (Hermetia illucens) from a
setelah pemberian berbagai sediaan hygiene aspect. Science of The Total
kolostrum. Jurnal Veteriner 15(3):380-386. Environment 458-460C:312-318. DOI:
10.1016/j.scitotenv.2013.04.033.
Fatchiyah, E.L, S. Arumingtyas, Widyarti, & S.
Rahayu. 2011. Biologi Molekuler Prinsip Leeson, S., & J.D. Summer. 2005. Commercial
Dasar Analisis. Penerbit Erlangga. Jakarta. Poultry Nutrition. 3nd ed. University Guelph.
Ontario.
Giridharan, N.V. 2018. Glucose & energy
homeostasis: Lessons from animal studies. Mahmoud, A., M.E.A. El-Hack, & M.S. El-Kholy.
Indian Journal of Medical Research 2016. Productive performance, egg quality,
148(5):659-669. DOI: 10.4103/ijmr.IJMR_ blood constituents, immune functions, and
1737_18. antioxidant parameters in laying hens fed
Hendrix Genetic Company. 2015. Isa Brown diets with different levels of Yucca schidigera
Management Guide. A Hendrix Genetic extract. Environmental Science and Pollution
Company. Peterborough (UK). Research 23(7):6774-82. DOI:
10.1007/s11356-015-5919-z.
Heuzé, V., G. Tran, & S. Kaushik. 2015. Fish meal.
Feedipedia, program dari INRA, CIRAD, Makkar, H.P.S., G. Tran, V. Heuzé, & P. Ankers.
AFZ and FAO. http://www.feedipedia.org/ 2014. State of the art on use of insects in
node/208. [diunduh 2019 Juli 20]. animal feed. Animal Feed Science and
Technology 197:1-33. DOI: 10.1016/
Huansheng, Y., W. Xiaocheng, X. Xia, & Y. j.anifeedsci.2014.07.008.
Yulong. 2016. Energy metabolism in
intestinal epithelial cells during maturation Mary, A.T., Glade, W., Robin, A., & Terry, W.C.
along the crypt-villus axis. Scientific Reports 2012. Veterinary Hematology and Clinical
6:31917. DOI: 10.1038 / srep31917. Chemistry. 2nd ed. Wiley-Blackwell. Hlm:
460-475.
Irawan, A.C., D.A. Astuti, I.W.T. Wibawan, & W.
Hermana. 2020. Supplementation of black McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalgh,
soldier fly (Hermetia illucens) on productivity C.A. Morgan, L.A. Sinclair, & R.G.
and blood hematology. Jurnal Ilmu-Ilmu Wilkinson. 2010. Animal Nutrition. 7nd ed.
Peternakan 30(1):50-68. DOI: 10.21776/ Pearson Education Limited. London (UK).
ub.jiip.2020.030.01.06.

17
Irawan et al./JITRO (Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis) 8(1):9-18

Natalija, F., S. Zvonko, M.T. Suzana, B.L. Blanka,


& Z.T. Maja. 2007. Changes in concentration
and fractions of blood serum proteins of
chickens during fattening. Veterinarski Arhiv
77(4):319-326.
Piotrowska, A., K. Burlikowska, & R. Szymeczko.
2011. Changes in blood chemistry in broiler
chickens during the fattening period. Folia
Biologica 59(3-4):183-187. DOI: 10.3409/
fb59_3-4.183-187.
Rambet, V., J.F. Umboh, Y.L.R. Tulung, & Y.H.S.
Kowel. 2016. Kecernaan protein dan energi
ransum broiler yang menggunakan tepung
maggot (Hermetia illucens) sebagai
pengganti tepung ikan. Jurnal Zootec
36(1):13-22.
Roger, L.B. 2014. Proteins and Albumin: A review.
Laboratory Medicine 45(1):e25-e41. DOI:
10.1309/LMKRNRGW5J03APZQ.
Shantibala, T., Lokeshwari, R., & Debaraj, H. 2014.
Nutritional and antinutritional composition of
the five species of aquatic edible insects
consumed in Manipur, India. Journal of Insect
Science. 14(1):1-16. DOI: 10.1093/jis/14.1.14.
Shihai, Z., Z. Xiangfang, R. Man, M. Xiangbing, &
Q. Shiyan. 2017. Novel metabolic and
physiological functions of branched chain
amino acids: a review. Journal of Animal
Science and Biotechnology 8:10. DOI:
10.1186/s40104-016-0139-z.
Shlomo, M., J.A. Richard, B.G. Allison, J.K. Ronald,
& J.R. Clifford. 2019. Williams Textbook of
Endocrinology. 14nd ed. Elsevier.
Sjofjan, O., M.H. Natsir, & I.H. Djunaidi. 2019. Ilmu
Nutrisi Ternak Non Ruminansia. Universitas
Brawijaya Press. Malang.
Stuart, F. 2015. Human Physiology. 14nd ed.
McGraw-Hill Education. New York.
Wang, G., W.K. Kim, M.A. Cline, & E.R. Gilbert,.
2017. Factors affecting adipose tissue
development in chickens: A review. Poultry
Science. 96(10):3687-3699. DOI: 10.3382/
ps/pex184.
William, O.R., H.E. Howard, P.G. Jesse, & E.U.
Etsuro. 2015. Duke’s Physiology of Domestic
Animals. 13nd ed. Wiley-Blackwell. New
Jersey (US).

18

Anda mungkin juga menyukai