Anda di halaman 1dari 3

Kriteria EEC (Efisiensi dan Konservasi Energi) untuk New Building

EEC adalah singkatan dari Energy Efficiency and Conservation atau Efisiensi dan Konservasi Energi. EEC lahir dan
menjadi penting karena kebutuhan penggunaan energi pada bangunan baru berbeda-beda sejak tahap konstruksi
dimulai sampai operasional dan pemeliharaan.
Pengoperasian AC, fasilitas eskalator/elevator dan penerangan buatan merupakan konsumsi energi yang paling besar
diantara fasilitas lainnya. Tidak hanya berdampak pada pemborosan biaya akibat konsumsi energi listrik yang
berlebihan, pengoperasian sistem tersebut yang tidak efisien bisa menimbulkan dampak besar terhadap perubahan
iklim dan pemanasan global karena besarnya emisi karbon dioksida CO2 pada pembangkit listrik yang sehingga
muncul efek rumah kaca.

Untuk meningkatkan efisiensi konsumsi energi dalam melawan perubahan iklim, perlu diterapkan praktik-praktik baru
sejak tahap desain sampai operasional gedung. Pendekatan praktik-praktik baru ini diharapkan akan mereduksi jejak
karbon, potensi pemanasan global, serta potensi penipisan lapisan ozon.

Misalnya, pada tahap desain, perencanaan dipusatkan pada penggunaan teknologi dengan efisiensi energi yang tinggi.
Maksudnya adalah kita bisa memilih prasarana, sarana, peralatan, bahan dan proses yang secara langsung atau tidak
langsung tidak membuang terlalu banyak energi saat merancang pembangunan sebuah gedung. Sedangkan pada
tahapan pengoperasian gedung, suatu bangunan diharapkan menggunakan pengoperasian fasilitas dalam gedung
secara efisien, contohnya menghemat penggunaan AC dengan cara mengurangi intensitas penggunaannya jika tidak
diperlukan.

EEC ini tidak hanya fokus kepada pengalihan penggunaan teknologi, namun juga sebagai sarana sosialisasi untuk
pemasangan beberapa fasilitas pendukung prosedur pemantauan dan pencatatan konsumsi listrik seperti submeter
untuk kebutuhan usaha penghematan listrik. Dengan fakta bahwa sistem penyediaan dan pemanfaatan energi nasional
di Indonesia masih didominasi oleh energi fosil, maka kriteria ini juga memberikan apresiasi terhadap bangunan yang
menerapkan penggunaan energi terbarukan.

Pada dasarnya, penerapan konsep konservasi energi bukanlah merupakan perkara yang sulit dan memerlukan biaya
yang tinggi. Dengan adanya kriteria EEC ini, diharapkan akan terjadi peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan
pentingnya efisiensi energi, khususnya dalam keseluruhan fasa pembangunan sebuah bangunan baru.

EEC pada bangunan baru dibagi menjadi 5 kriteria penilaian dengan 2 penilaian prasyarat sebagai berikut:

1. EEC P1, Electrical Submetering atau Pemasangan Sub-meter


2. EEC P2, OTTV Calculation atau Perhitungan OTTV
3. EEC1, Energy Efficiency Measures atau Langkah Penghematan Energi
4. EEC2, Natural Lighting atau Pencahayaan Alami
5. EEC3, Ventilation atau Ventilasi
6. EEC4, Climate Change Impact atau Pengaruh Perubahan Iklim
7. EEC5, On-Site Renewable Energy atau Energi Terbarukan dalam Tapak
EC prasyarat 1

yang dilatarbelakangi oleh borosnya penggunaan energi listrik di dalam gedung. Dikatakan boros karena
sepertiga dari total konsumsi energi dunia dikonsumsi oleh bangunan gedung, itupun tidak semua energi yang
dikonsumsi dipakai dengan efisien. Faktanya, sekitar 30% energi yang dikonsumsi oleh bangunan gedung, khususnya
gedung perkantoran komersial, terbuang begitu saja.

Langkah awal yang dapat dilakukan untuk menghemat energi adalah pengendalian konsumsi energi. Hal yang
paling umum dan praktis dilakukan untuk mengendalikan konsumsi energi adalah dengan menggunakan submeter
listrik. Dengan menggunakan submeter listrik, kita bisa memantau konsumsi listrik yang biasanya ditunjukkan dalam
satuan kilowatt hour. Satuan ini setara dengan jumlah energi yang dikonsumsi oleh beban satu kilowatt selama satu
jam atau sebesar 3.600.000 Joule.

Selain untuk memantau konsumsi listrik agar tidak terjadi penggunaan energi yang berlebihan pada area
teertentu, submeter listrik pada kriteria EEC prasyarat 1 ini juga berguna untuk menghitung biaya untuk energi yang
digunakan serta mengidentifikasi waktu dan musim terjadinya periode puncak penggunaan listrik. Dengan begitu,
pihak pengelola gedung bisa mempertimbangkan peluang untuk menghemat energi.

EEC prasyarat 2
Dalam kriteria EEC prasyarat 2, hal yang ditekankan adalah fungsi gedung untuk memberikan pembelajaran
kepada penggunanya mengenai kepeduliannya terhadap lingkungan. Maksudnya adalah gedung harus di desain
responsive terhadap kondisi iklim dan lahan setempat agar pengguna gedung dapat memanfaatkan sumber daya alam
yang ada sesuai dengan kebutuhannya. Contohnya dalam penggunaan energi dan air, pengguna gedung akan
menggunakan energi dan air yang berlebihan jika sejak awal desain gedung tidak di desain dengan tepat. Bayangkan
jika pemborosan itu terjadi terus-menerus pada fasa operasional dan pemeliharaan gedung yang merupakan fasa
terpanjang dalam daur hidup gedung, pasti akan memberikan dampak yang signifikan terhadap lingkungan.

EEC1 Energy Efficiency Measures atau Langkah Penghematan Energi

Ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil mendorong hadirnya kriteria EEC 1 untuk bangunan baru.
Seperti yang kita ketahui, energi fosil yang menjadi sumber energi primer untuk menghasilkan energi listrik
merupakan energi yang tidak dapat diperbarui dan memberikan banyak dampak negatif. Dampak negatif yang
diberikan adalah polusi udara, limbah padat dan pemanasan global akibat emisi gas CO 2.

Dalam fasa operasional dan pemeliharaan gedung, pengguna gedung masih melakukan pemborosan energi
listrik untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, sebagaimana yang telah dijelaskan secara singkat pada pembahasan
sebelumnya mengenai kriteria EEC prasyarat 2.

Untuk mengatasinya, diperlukan perencanaan manajemen energi untuk sebuah gedung. Manajemen energi
adalah kegiatan pengelolaan penggunaan energi secara efisien, efektif dan rasional tanpa mengganggu kenyamanan
kerja, estetika, kesehatan, keselamatan dan produktivitas pengguna gedung. Ada tiga pendekatan dalam manajemen
energi.

EEC 2 Natural Lighting atau Pencahayaan Alami

Indonesia sebagai negara tropis memiliki sinar matahari yang cukup besar dan bisa dimanfaatkan sebagai
penerangan alami di dalam gedung pada pagi hingga sore hari. Namun, faktanya konsumsi energi untuk sistem
penerangan di Indonesia masih cukup besar, yaitu sekitar 10-20%. Hal tersebut sangat disesalkan sehingga lahirlah
kriteria EEC 1.

Sinar matahari dapat dimanfaatkan sebagai penerangan alami dengan cara menggunakan bukaan
transparan/kaca (glazing) di perimeter gedung dan dikombinasikan dengan orientasi bangunan terhadap arah matahari.

EEC 3 Ventilation atau Ventilasi

Demi menciptakan kenyamanan bagi pengguna gedung, biasanya di dalam sebuah gedung terdapat sistem
pengkondisian udara. Sistem ini merupakan salah satu pengguna energi terbesar dalam bangunan. Oleh karena itu,
muncul kriteria EEC 3 ini.
Dalam mengelola gedung komersial seperti perkantoran, biasanya pihak pengelola gedung akan
menitikberatkan sistem ini pada area utama. Area utama adalah area yang efektif digunakan dengan frekuensi aktifitas
yang relatif tinggi seperti ruang kerja. Sedangkan area seperti koridor, tangga, lobi lift dan toilet adalah area
komplementer yang aktifitas penggunanya tidak terlalu tinggi sehingga tidak perlu dilengkapi dengan sistem
pengkondisian udara atau AC.

EEC 4 Climate Change Impact atau Pengaruh Perubahan Iklim

Kriteria EEC 4 pada bangunan baru muncul karena 30-40% dari total emisi gas rumah kaca dunia berasal dari
sektor pembangunan gedung baru. Hal ini karena sebagian besar operasionalnya menggunakan bahan bakar fosil
sebagai sumber energi. Jika dibiarkan terus-menerus, maka di prediksi dalam 20 tahun mendatang, emisi gas rumah
kaca yang berasal dari sektor pembangunan akan menjadi dua kali lipatnya.

Pemanasan global yang timbul sebagai akibat dari efek rumah kaca akan memberikan dampak yang sangat
luas dan serius seperti naiknya permukaan air laut, peningkatan curah hujan dan banjir, perubahan iklim, migrasi fauna
dan hama penyakit, gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, penurunan produktivitas lahan
pertanian, peningkatan risiko kanker dan wabah penyakit, dan sebagainya. Bayangkan jika hal itu terjadi, akan sangat
menyeramkan baik dari segi lingkungan maupun sosial dan ekonomi manusia.

EEC 5 On-Site Renewable Energy atau Energi Terbarukan dalam Tapak

Kriteria terakhir adalah EEC 5 yang merupakan kriteria bonus. Disebut kriteria bonus karena kriteria ini
bertujuan untuk mendorong penggunaan sumber energi baru dan terbarukan yang bersumber dari dalam tapak
bangunan baru.

Sebagaimana yang kita ketahui, manusia masih bergantung pada sumber energi fosil yang merupakan sumber
daya tak terbarukan untuk memenuhi kebutuhan primernya. Apa jadinya jika kita terus-menerus bergantung pada
energi fosil yang sudah pasti tidak dapat diperbarui? Manusia tidak dapat bertahan lebih lama jika hanya
mengandalkan energi fosil. Oleh karena itu, perlu dilakukan apresiasi terhadap penggunaan energi dari sumber
terbarukan untuk memotivasi pengurangan ketergantungan terhadap energi fosil.

Anda mungkin juga menyukai