Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

PADA SYOK NEUROGENIK

DOSEN PENGAMPU :

NS. ARISKA S.KEP, M.KEP

Disusun Oleh :

NAMA : HILLERY D.P TULANDI

NIM : 17114201148

KELAS : A3 SEMESTER 7

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok adalah setiap keadaan yang mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan
oksigen jaringan, baik karena suplainya berkurang atau kebutuhannya yang meningkat,
menimbulkan tanda-tanda syok. Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik
klinis maupun laboratorium yang jelas yang merupakan akibat dari berkurangnya perfusi
jaringan. Syok mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penanganannya memerlukan
pemahaman tentang patofisiologi syok.
Syok neurogenik merupakan penyakit kegawatdaruratan berupa syok distribuif yang
menyebabkan penurunan tekanan darah , kegagalan perfusi dan hipoksia jaringan. Syok
neurogenik terjadi akibat hilangnya tonus otonom oleh kerusakan medulla spinalis , kondisi
ini umumnya terjadi setela cedera pada system saraf pusat , misalnya cedera medulla spinalis
atau cedera otak traumatic.
Tata laksana syok neurogenik difokuskan dalam mengatasi penurunan resistensi
vaskuler sistemik yang terjadi akibat peningkatan kapasitas vena . biasanya tata laksana
dilakukan dengan pemberian cairan isotonic intravena .

B. Rumusan Masalah
1. Untuk Mengetahui pengertian syok neurologic?
2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis syok?
3. Untuk mengetahui etiologi syok neurogenik?
4. Untuk mengetahui Manifestasi klinik syok neurogenik?
5. Untuk mengetahui Patofisiologi dari syok neurogenik!
6. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada syok neurogenik ?
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan syok neurogenik !
8. Asuhan keperawatan syok neurogenik !
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syok
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti
perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik
selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi
kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya
syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik
syok). (Bruner & Suddarth,2002).
Syok neurogenik merupakan penyakit kegawatdaruratan berupa syok distribuif yang
menyebabkan penurunan tekanan darah , kegagalan perfusi dan hipoksia jaringan. Syok
neurogenik terjadi akibat hilangnya tonus otonom oleh kerusakan medulla spinalis , kondisi
ini umumnya terjadi setela cedera pada system saraf pusat , misalnya cedera medulla spinalis
atau cedera otak traumatic.

B. Jenis-Jenis Syok
1. Syok Hypovolemik adalah Syok yang merujuk pada suatu keadaan di mana terjadi
kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure
akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul
setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut
akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal
merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok
hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks
dan rongga abdomen

2. Syok kardiogenik adalah Syok yang disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa
jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali . syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi
jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada
definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik
biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg,
atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau
penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih
dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas
yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.

3. Syok distributif adalah Syok yang terjadi ketika volume darah secara abnormal
berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam
pembuluh darah perifer. Tipe tipe syok distributif ada 3 yaitu:
 Syok neurogenik : syok spinal yang merupakan bentuk dari syok distributif,
syok neurogenik terjadi akibat  kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus
pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh, sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari
perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini  diakibatkan oleh cidera pada
sistem saraf (seperti: trauma kepala, cedera spinal, atau general anestesi yang
terlalu dalam).
 Syok anafilaktik : Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada
beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro
intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya
alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi.
 Syok sepsis : Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributif dan
disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi
dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang
cermat .

C. Etiologi Syok Neurogenik


1. Trauma medula spinalis.
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
D. Manifestasi Klinis Syok Neurogenik
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia. bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai
dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan
pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah
cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka
kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
Menurut Kenneth dkk (2007) tanda dan gejala syok neurogenik terdapat 2
kategori yang pertama efek dari cardioinhibitory seperti bradiaritmia, dan yang kedua
adalah vasodepresi yang membuat pembuluh darah perifer menjadi dilatasi dan terjadi
hipotensi. Penilaian fisik bisa diliat dengan bradikardi, hipotensi, hipotermia yang
menyebabkan warna kulit menjadi merah, hangat, kulit kering, flaccid paralysis pada
penderita cedera tulang belakang. Tanda tanda ini mungkin akan termasuk tidak ada
vena jugularis (akibat dari vasodilatasi dan sirkulasi darah keperifer menurun),
berkurangnya vena sentral dan arteri kanan tetapi tekanan pada arteri paru meningkat,
ph darah mengarah ke asam, akibat dari perfusi jaringan atau penurunan cardiac output
dan penumpukan karbondioksida, perubahan status mental, dan penurunan suara bising
usus akibat tidak adekuatnya suplai darah ke abdomen karena mengkompensasi dari
syok tersebut.

E. Patofisiologi Syok Neurogenik


Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan
dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan
resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan,
penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan
venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume
intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya,
terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel,
penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel. Pada keadaan ini akan
terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya
cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik
(cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa
takikardi atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal
berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus,
sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu
lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri.
Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang
memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke
pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada
penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter
prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan
ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok neurogenik
disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke pembuluh darah yang
mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia.

F. Pemeriksaan Penunjang syok Neurogenik


1. Pemeriksaan Darah
2. Kimia serum, termasuk elektrolit, BUN, dan Kreatinin
3. DPL dan profil koagulasi
4. AGD dan oksimetri nadi
5. Pemeriksaan curah jantung
6. Laktat serum
7. Urinalisis dengan berat jenis, osmolaritas, dan elektrolit urin.
8. Elekrokardiogram (EKG), foto Toraks, Ultrasonografi jantung.
9. Tes fungsi ginjal dan hati.

G. Penatalaksanaan Syok Neurogenik


Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasopressor
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan
sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul
ditempat tersebut. Kemudian konsep dasar berikutnya adalah dengan penggunaan
prinsip A(airway) - B(breathing) - C(circulation) dan untuk selanjutnya dapat diikuti
dengan beberapa tindakan berikut yang dapat membantu untuk menjaga keadaan tetap
baik (life support), diantaranya:
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi
distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot
respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per
infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap
tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik, agonis alfa yang kontraindikasi bila ada perdarahan seperti
ruptur lien) :
 Dopamin: merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,
berefek serupa dengan norepinefrin. Dan jarang terjadi takikardi.
 Norepinefrin : efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan
darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika
norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada
pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal
kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat
menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
 Epinefrin : pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung, sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik.
 Dobutamin Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer. Pasien-pasien yang diketahui/diduga
mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia.
Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat
membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.

Intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat menurut Kenneth dkk (2007):

1. Mengelola jalan nafas


2. Pemantauan urin yang keluar
3. Menilai jika terjadi distensi pada kandung kemih
4. Mengajarkan batuk efektif dan cara nafas yang baik
5. Melakukan perawatan kulit
6. Melakukan ROM
7. Memantau nutrisi yang masuk pada klien
8. Pastikan klien diberikan dukungan psikologi dan pendidikan kesehatan bagi
keluarga pasien
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. CASE STUDY
Seorang laki-laki usia 50 tahun dibawa ke unit gawat darurat setelah
mengalami insiden kecelakaan. Keluarga mengatakan mobil ATV yang dikendarai
pasien menabrak batu dan pohon hingga mobil tersebut terbalik. Hasil pemeriksaan
menunjukkan klien sadar dan bisa mengikuti perintah, tekanan darah 88/60 mmHg,
frekuensi pernafasan 14x/menit, SpO2 89%. Capilary refill > 2 detik dan suhu 360C.
Pasien tidak dapat menggerakkan kakinya. Hasil X-ray menunjukkan adanya fraktur
di C7.

B. PENGKAJIAN
Pengkajian data dasar
a. Pemeriksaan fisik didasarkan pada survei umum (Apendiks F) dapat menunjukkan
manifestasi klasifikasi syok: hipotensi takikardia, pucat, kulit lembab dingin, sianosis
perifer, haluaran urine rendah, gelisah, perubahan sesorium (delirium, kacau mental,
agitasi, letargi, obtudansi, koma).
Selain itu, perhatikan manifestasi khusus terhadap tipe syok (manifestasi tersebut
diatas):
Syok neurogenik: hipotensi dengan penampilan merah hangat, reaksi refleks
simpatis khas dari syok tidak terjadi, seperti takikardia dan takipnea (Engram, 1998).
b. Penilaian masalah terhadap kasus syok neurologis :
1. Perubahan kesadaran
2. Perubahan mental
3. Status pernapasan, diperlukan alat bantu respirasi atau tidak
4. Perubahan tekanan intracranial
5. Kematian jaringan otak
c. Penanganan
Pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah
cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena,
maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan. Penatalaksanaan Syok
Neurogenik Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah
yang berkumpul ditempat tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg). Posisi Trendelenburg.
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi
distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-
otot respirasi. 
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per
infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap
tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi. 
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti
ruptur lien) : Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin
gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat.
5. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi
perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat
ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini
pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
Epinefrin pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan
dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang
dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok
neurogenik Dobutamin Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer. Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok
neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk
mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok
yang meragukan. Kesimpulan Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung
dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi
penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit
pertama pasien mengalami syok.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran
arteri dan vena
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan irama jantung
3. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Perfusi jaringan cerebral NOC : NIC :
tidak efektif b/d gangguan  Circulation status  Monitor TTV
aliran arteri dan vena  Neurologic status  Monitor AGD, ukuran
 Tissue Prefusion : cerebral pupil, ketajaman,
DO : Setelah dilakukan asuhan selama 1x kesimetrisan dan reaksi
 Gangguan status 24 jam ketidakefektifan perfusi  Monitor adanya
mental jaringan cerebral teratasi dengan diplopia, pandangan
 Perubahan perilaku kriteria hasil: kabur, nyeri kepala
 Perubahan respon - Tekanan systole dan diastole  Monitor level
motorik dalam rentang yang kebingungan dan
 Perubahan reaksi pupil diharapkan orientasi
 Kesulitan menelan - Tidak ada  Monitor tonus otot
 Kelemahan atau ortostatikhipertensi pergerakan
paralisis ekstrermitas - Komunikasi jelas  Monitor tekanan
 Abnormalitas bicara - Menunjukkan konsentrasi intrkranial dan respon

dan orientasi nerologis

- Pupil seimbang dan reaktif  Catat perubahan pasien

- Bebas dari aktivitas kejang dalam merespon


stimulus
- Tidak mengalami nyeri
 Monitor status cairan
kepala
 Pertahankan parameter
hemodinamik
 Tinggikan kepala 0-45o
tergantung pada konsisi
pasien dan order medis

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC :
gangguan irama jantung  Cardiac Pump effectiveness  Evaluasi adanya nyeri
 Circulation Status dada
DO/DS:  Vital Sign Status  Catat adanya disritmia
 Aritmia, takikardia,  Tissue perfusion: perifer jantung
bradikardia Setelah dilakukan asuhan selama  Catat adanya tanda dan
 Palpitasi, oedem 1x24 jam penurunan kardiak gejala penurunan
 Kelelahan output klien teratasi dengan cardiac putput
 Peningkatan/penurunan kriteria hasil:  Monitor status
JVP - Tanda Vital dalam rentang pernafasan yang
 Distensi vena jugularis normal (Tekanan darah, menandakan gagal
 Kulit dingin dan Nadi, respirasi) jantung
lembab - Dapat mentoleransi  Monitor balance cairan
 Penurunan denyut nadi  Monitor respon pasien
aktivitas, tidak ada
perifer terhadap efek
kelelahan
 Oliguria, kaplari refill pengobatan antiaritmia
- Tidak ada edema paru,
lambat  Atur periode latihan dan
perifer, dan tidak ada
 Nafas pendek/ sesak istirahat untuk
asites
nafas menghindari kelelahan
- Tidak ada penurunan
 Perubahan warna kulit  Monitor toleransi
kesadaran
 Batuk, bunyi jantung aktivitas pasien
- AGD dalam batas normal
S3/S4  Monitor adanya
- Tidak ada distensi vena
 Kecemasan dyspneu, fatigue,
leher
tekipneu dan ortopneu
- Warna kulit normal
 Anjurkan untuk
menurunkan stress
 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi
dan irama jantung
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien
tujuan dari pemberian
oksigen
 Sediakan informasi
untuk mengurangi stress
 Kelola pemberian obat
anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan
vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian
antikoagulan untuk
mencegah trombus
perifer
 Minimalkan stress
lingkungan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan Jalan Nafas tidak NOC:
efektif berhubungan dengan  Respiratory status :  Pastikan kebutuhan oral /
obstruksi jalan nafas Ventilation tracheal suctioning.
DS:  Respiratory status : Airway  Berikan O2
 Dispneu patency  Anjurkan pasien untuk
DO:  Aspiration Control istirahat dan napas dalam
 Penurunan suara nafas Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk
 Orthopneu keperawatan selama 1x24 jam memaksimalkan ventilasi
 Cyanosis pasien menunjukkan keefektifan  Lakukan fisioterapi dada
 Kelainan suara nafas jalan nafas dibuktikan dengan jika perlu
(rales, wheezing) kriteria hasil :  Keluarkan sekret dengan
 Kesulitan berbicara - Mendemonstrasikan batuk batuk atau suction
 Batuk, tidak efekotif efektif dan suara nafas yang  Auskultasi suara nafas,
atau tidak ada bersih, tidak ada sianosis dan catat adanya suara
 Produksi sputum dyspneu (mampu tambahan
 Gelisah mengeluarkan sputum,  Berikan bronkodilator :
 Perubahan frekuensi bernafas dengan mudah,  Monitor status
dan irama nafas tidak ada pursed lips) hemodinamik

- Menunjukkan jalan nafas  Berikan pelembab udara

yang paten (klien tidak Kassa basah NaCl Lembab

merasa tercekik, irama nafas,  Atur intake untuk cairan

frekuensi pernafasan dalam mengoptimalkan

rentang normal, tidak ada keseimbangan.

suara nafas abnormal)  Monitor respirasi dan

- Mampu mengidentifikasikan status O2

dan mencegah faktor yang  Pertahankan hidrasi yang

penyebab. adekuat untuk


mengencerkan sekret
- Saturasi O2 dalam batas
 Jelaskan pada pasien dan
normal
keluarga tentang
- Foto thorak dalam batas
penggunaan peralatan :
normal
O2, Suction, Inhalasi.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat organ-organ vital tubuh.
Syok neurogenik, juga diketahui sebagai syok spinal, adalah akibat dari kehilangan
tonus vasomotor yang mengakibatkan dilatasi vena dan arteriol umum. Syok ini
menimbulkan hipotensi , dengan penumpukan darah pada pembuluh penyimpanan
atau penampung dan kapiler organ splanknik.
Setiap syok yang harus dimonitor adalah Tanda-tanda vital, ritme jantung,
penurunan produksi urine dan memerlukan monitoring yang terus- menerus Oleh
karena itu Syok merupakan keadaan gawat darurat yang membutuhkan terapi yang
agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
2. Saran
Penting bagi kita mempelajari tentang syok, agar dalam penatalaksanaan konsep
asuhan keperawatan gawat darurat dapat kita lakukan dengan cepat dan tepat sesuai
dengan metode yang telah di pelajari di atas.

Anda mungkin juga menyukai