1. Latar Belakang Dibentuknya Regulasi dan Standar Akuntansi sektor publik adalah perlakuan akuntansi pada domain publik, dimana domain publik yang dimaksud meliputi entitas yang aktivitasnya menghasilkan dan memenuhi kebutuhan publik. Oleh karena itu, organisasi sektor publik bertanggung jawab untuk mengelola dana masyarakat yang akan digunakan dalam pemenuhan kebutuhan publik. Hal ini menyebabkan organisasi sektor publik harus mampu memberikan pertanggungjawaban kepada publik melalui laporan keuangannya. Penyajian laporan keuangan kepada publik diharapkan dapat memberikan informasi yang utuh yang akan menciptakan transparansi guna mewujudkan akuntabilitas publik. Agar pembaca laporan keuangan dapat memahami laporan keuangan, maka diperlukan suatu regulasi dan standar pelaporan. Di Indonesia, beberapa upaya untuk membuat standar yang relevan dengan praktik-praktik akuntansi di organisasi sektor publik telah dilakukan baik oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) maupun oleh pemerintah sendiri. Namun, belum mengakomodasi praktik-praktik akuntansi yang diperlukan dalam suatu entitas yang dimiliki pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah menyusun suatu standar yang disebut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). A. Perkembangan Regulasi di Sektor Publik a. Regulasi Tentang Yayasan Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk mencapai maksud dan tujuannya dengan mendirikan badan usaha dan ikut serta dalam suatu badan usaha dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Regulasi yang terkait dengan yayasan adalah Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang nomor 16 Tahun 2001 Tentang yayasan. Undang-undang ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan dapat berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat b. Regulasi Tentang Partai Politik Regulasi tentang partai politik telah dikembangkan sejak lama, tetapi berkembangnya dengan pesat sejak era reformasi dengan sistem multipartainya. Undang-undang yang pertama ada setelah era reformasi adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 Tentang Partai Politik. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan perubahan sistem ketatanegaraan yang dinamis di awal-awal era reformasi, undang-undang ini diperbaharui dengan keluarnya undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, selanjutnya undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 , kemudian pada Tahun 2011 terjadi perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik c. Regulasi Tentang Badan Hukum Milik Negara dan Badan Hukum Pendidikan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) adalah salah satu bentuk badan hukum di indonesia yang awalnya di bentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka “privatisasi” lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri, khususnya sifat
non-profit meski berstatus sebagai badan usaha. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara d. Regulasi Tentang Badan Layanan Umum Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. Dalam melakukan kegiatannya BLU didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas. Dalam tataran pengatur regulasi, BLU di atur oleh direktorat pembinaan pengelolaan Keuangan BLU yang ada dibawah Direktorat Jendral Perbendaharaan yang ada di departemen keuangan. Wacana tentang BLU dalam regulasi di level undang-undang disebut dalam undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang pembendaharaan negara. Level regulasi dibawahnya yang secara khusus menjelaskan tentang BLU adalah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2012 tentang perubahan atas peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Keuangan Layanan Umum, selanjutnya di jelaskan lagi dalam Peraturan Menteri Keuangan Rebuplik Indonesia Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum. B. Perkembangan Regulasi Terkait Keuangan Negara a) Undang-undang Tentang Keuangan Negara UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara di ubah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang. b) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan terdiri atas pemeriksaan keuangan, yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan; pemeriksaan kinerja yaitu pemeriksaan atas pengendalian keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektifitas; dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Ketiga pemeriksaan tersebut dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan yang disusun oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah. C. Perkembangan Regulasi Terkait Otonomi Daerah Dalam kaitannya dengan otonomi daerah sesuai dengan amanat UUD RI tahun 1945, pemerintah daerah dinyatakan berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Jadi, Tahun 2001 tepatnya setelah diberlakukan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, pemerintah melaksanakan otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah yang lebih efisien, efektif, dan bertanggungjawab. Selama tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah dengan diberlakukan UU tersebut, pemerintah menyadari masih terdapat aspek yang menjadi kelemahan sekaligus celah dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu, isi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah yang lebih efisien. Dengan demikian dikeluarkan undang- undang yang terbaru hingga saat ini sebagai berikut: a. Undang-undang (UU) 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. b. Undang-undang (UU) No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dengan demikian UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di cabut. c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Pedoman Tekhnis Pengelolalan Keuangan Daerah. d. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang pengelolaan Keuangan Daerah.
2. Perkembangan Standar di Sektor Publik
Di Indonesia, beberapa upaya untuk membuat sebuah standar yang relevan dengan praktik-praktik akuntansi di organisasi sektor publik telah di lakukan, baik oleh ikatan Akuntan Indonesia (IAI) maupaun oleh pemerintah sendiri. Untuk organisasi nirlaba (yang dimiliki perorangan/swasta), IAI telah menentukan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 tentang “organisasi nirlaba”. PSAK berisi tentang kaidah-kaidah serta prinsip yang harus diikuti oleh organisasi nirlaba dalam membuat laporan keuangan, selanjutnya di terbitkanlah ISAK 35 bersamaan dengan proses pencabutan PSAK 45, disahkan 11 April 2019 dan berlaku efektif 1 Januar 2020. PSAK 45 dicabut dan diganti oleh ISAK 35, Pada lingkup internasional, telah terdapat standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang disusun oleh IFAC (international federation of accountants). Standar itu disebut standar internasional akuntan sektor publik/ IPSAS (International Public Sector Accounting Standards). a. Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik/IPSAS (International Public Sector Accounting Standards). IPSAS adalah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara internasional dan dapat di jadikan acuan oleh negara-negara diseluruh dunia untuk mengembangkan standar akuntansi khusus sektor publik di negaranya. IPSAS bertujuan: 1. Meningkatkan kualitas dari tujuan utama dalam melaporkan keuangan sektor publik, 2. Menginformasikan secara lebih jelas pembagian alokasi sumber daya yang dilakukan oleh entitas sektor publik, 3. Meningkatkan transparasi dan akuntabilitas entitas sektor publik. b. Beberapa hal yang diatur dalam ISAK 35: ISAK 35 terdiri dari 13 paragraf Berikut ini redaksi dari ISAK 35: PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan 01. PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan paragraf 05 menyatakan bahwa “Pernyataan ini menggunakan terminologi yang cocok bagi entitas yang berorientasi laba, termasuk entitas bisnis sektor publik. Jika entitas dengan aktivitas nonlaba di sektor swasta atau sektor public menerapkan Pernyataan ini, maka entitas tersebut mungkin perlu menyesuaikan deskripsi yang digunakan untuk beberapa pos yang terdapat dalam laporan keuangan dan laporan keuangan itu sendiri.” Dengan demikian, ruang lingkup PSAK 1 secara substansi telah mencakup ruang lingkup penyajian laporan keuangan entitas dengan aktivitas nonlaba 02. PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan tidak menyediakan pedoman bagaimana entitas dengan aktivitas nonlaba menyajikan laporan keuangannya. Entitas dengan aktivitas nonlaba dalam Interpretasi ini selanjutnya merujuk kepada entitas berorientasi nonlaba. 03. Karakteristik entitas berorientasi nonlaba berbeda dengan entitas bisnis berorientasi laba. Perbedaan utama yang mendasar antara entitas berorientasi nonlaba dengan entitas bisnis berorientasi laba terletak pada cara entitas berorientasi nonlaba memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya. Entitas berorientasi nonlaba memperoleh sumber daya dari pemberi sumber daya yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomik yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan 04. Pengguna laporan keuangan entitas berorientasi nonlaba umumnya memiliki kepentingan untuk menilai: (a)cara manajemen melaksanakan tanggung jawab atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka; serta (b) informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat dalam pembuatan keputusan ekonomik. Kemampuan entitas berorientasi nonlaba dalam menggunakan sumber daya tersebut dikomunikasikan melalui laporan keuangan. Ruang Lingkup 05. Interpretasi ini diterapkan untuk entitas berorientasi nonlaba terlepas dari bentuk badan hukum entitas tersebut. 06. Interpretasi ini diterapkan juga oleh entitas berorientasi nonlaba yang menggunakan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) 07. Interpretasi ini diterapkan khusus untuk penyajian laporan keuanga Permasalahan 08. Interpretasi ini membahas bagaimana entitas berorientasi nonlaba membuat penyesuaian baik: (a) penyesuaian deskripsi yang digunakan untuk beberapa pos dalam laporan keuangan; dan (b) penyesuaian deskripsi yang digunakan untuk laporan keuangan itu sendiri. INTERPRETASI 09. Penyajian laporan keuangan entitas berorientasi nonlaba disusun dengan memperhatikan persyaratan penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan dan persyaratan minimal isi laporan keuangan yang telah diatur dalam PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan (1) (1) Entitas yang menyusun laporan keuangannya sesuai dengan SAK ETAP mengikuti ketentuan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam standar tersebut 10. Entitas berorientasi nonlaba dapat membuat penyesuaian deskripsi yang digunakan untuk beberapa pos yang terdapat dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, jika sumber daya yang diterima oleh entitas berorientasi nonlaba mengharuskan entitas untuk memenuhi kondisi yang melekat pada sumber daya tersebut, entitas dapat menyajikan jumlah sumber daya tersebut berdasarkan sifatnya, yaitu pada adanya pembatasan (with restrictions) atau tidak adanya pembatasan (without restrictions) oleh pemberi sumber daya. 11. Entitas berorientasi nonlaba juga dapat menyesuaikan deskripsi yang digunakan atas laporan keuangan itu sendiri. Sebagai contoh, penyesuaian atas penggunaan judul ‘laporan perubahan aset neto’ daripada ‘laporan perubahan ekuitas’. Penyesuaian atas judul laporan keuangan tidak dibatasi sepanjang penggunaan judul mencerminkan fungsi yang lebih sesuai dengan isi laporan keuangannya 12. Entitas berorientasi nonlaba tetap harus mempertimbangkan seluruh fakta dan keadaan relevan dalam menyajikan laporan keuangannya termasuk catatan atas laporan keuangan, sehingga tidak mengurangi kualitas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Perbedaan Penyajian ISAK 35 dan PSAK 45 Secara umum penyajian laporan keuangan versi ISAK 35 dan PSAK 45 tidak terdapat perbedaan yang signifikan, setidaknya ada pada 4 hal yang perlu disesuaikan oleh entitas yang sebelumnya menyajikan LK versi PSAK 45, yaitu : 1. Klasifikasi Aset Neto Kalau dalam PSAK 45 sumber daya diklasifikasikan kedalam 3 pos yaitu aset neto tidak terikat, terikat temporer, dan terikat permanen. Sedangkan dalam ISAK 35 hanya membagi menjadi 2 klasifikasi yaitu dengan pembatasan dan tanpa pembatasan. 2. Judul Laporan Keuangan Jika dalam PSAK 45 dikenal dengan istilah Laporan Aktivitas yang memuat informasi pendapatan dikurangi beban sama dengan surplus atau defisit tahun berjalan lalu ditambah saldo awal sama dengan saldo akhir. Sedangkan pada ISAK 35 disebut Laporan Penghasilan Komprehensif yang hanya memuat informasi sampai surplus atau defisit tahun berjalan. 3. Laporan Aset Perubahan Aset Neto Pada PSAK 45, Laporan Perubahan Aset Neto hanya sebagai alternatif sedangkan pada ISAK 35 merupakan bagian dari jenis laporan keuangan entitas nonlaba. 4. Penghasilan Komprehensif Lain ISAK 35 juga mengakomodir Penghasilan Komprehenfi Lain dalam penyajian laporan keuangan, terutama untuk entitas yang menjadikan SAK berbasis IFRS sebagai dasar penyususnan laporan keuangan. Jenis Laporan Keuangan Entitas Nonlaba Mengacu pada PSAK 1 atau SAK ETAP bahwa laporan keuangan yang lengkap terdiri dari 5 yaitu Laporan Posisi Keuangan, Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.Namun untuk entitas nonlaba ada penyesuaian istilah menyesuaikan karakteristik entitas nonlaba, yaitu : 1. Laporan Posisi Keuangan 2. Laporan Penghasilan Komprehensif 3. Laporan Perubahan Aset Neto 4. Laporan Arus Kas 5. Catatan Atas Laporan Keuangan c. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, baik di pemerintah pusat dan departemen- departemennya maupun di pemerintah daerah dan dinas-dinasnya. Penerapan SAP diyakini akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan di pemerintah pusat dan daerah. Ini berarti informasi keuangan pemerintahan akan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan di pemerintah serta terwujudnya transparansi dan akuntabilitas. d. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) SPKN ini mengatur mengenai hal-hal yang belum diatur oleh standar profesional akuntan publik (SPAP) yang merupakan standar audit bagi perusahaan, aturan-aturan tambahan tersebut diperlukan mengingat karakteristik organisasi pemerintahan yang berbeda dengan organisasi lainnya. SPKN memuat persyaratan profesional yang harus dipenuhi oleh setiap pemeriksa/auditor, mutu pelaksanaan pemeriksaan/audit kepada SPKN, kredibilitas informasi dilaporkan oleh entitas yang diperiksa. SPKN ini berlaku untuk: 1. Badan Pemeriksa Keuangan RI 2. Akuntan publik/pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK-RI, 3. Aparat Pengawas Internal Pmerintah (APIP) termasuk satuan pengawas intern (SPI) BUMN/BUMD sebagai acuan dalam menyusun standar pemeriksaan sesuai dengan kedudukan, tugas pokok, dan fungsi masingmasing 4. Pihak-pihak lain yang ingin menggunakan SPKN. 3. Memahami Organisasi Sektor Publik Sebagai Entitas Dalam Akuntansi Sektor Publik Beberapa definisi Akuntansi yang diungkapkan oleh Halim (2008:32). Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa, yang fungsinya menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan tentang entitas ekonomi yang dimaksudkan agar berguna dalam mengambil keputusan ekonomi – membuat pilihan – pilihan nalar di antara berbagai alternatif arah tindakan (Accounting Principle Board, 1970). Akuntansi adalah suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu organisasi atau entitas yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka mengambil keputusan ekonomi oleh pihak – pihak yang memerlukan (American Accounting Association, 1966). Istilah “Sektor Publik” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1952 dimana pada waktu itu sektor publik sering dikaitakan sebagai bagian dari manajemen ekonomi makro yang terkait dengan pembangunan dan lembaga pelaksanaan pembangunan (Mardiasmo, 2009). Istilah sektor publik telah dijelaskan oleh Halim (2008:251) dengan baik sebagaimana berikut ini. Istilah sektor publik tertuju pada sektor negara, usaha – usaha negara, dan organisasi nirlaba negara (joedono, 2000). Abdullah (1996) menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan sektor publik adalah pemerintah dan unit organisasinya, yaitu unit – unit yang dikelola pemerintah dan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak atau pelayanan kepada masyarakat seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan. Dengan demikian cukup beralasan bahwa istilah sektor publik dapat berkonotasi perpajakan, birokrasi atau pemerintah. Lebih lanjut, istilah sektor publik dapat dipahami lebih jelas bila dihubungkan dengan istilah akuntan publik. Di Amerika serikat, istilah ini adalah untuk akuntan swasta yang berpraktik untuk masyarakat, sedangkan di Inggris (Eropa), istilah ini adalah untuk akuntan yang bekerja di organisasi pemerintah. Pemerintah yang dimaksudkan dapat mencakup pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntan Indonesia. 2019. Standar Akuntansi Keuangan.
Mardiasmo.(2004).”Akuntansi Sektor Publik”. Edisi Ke 2. Yogyakarta: Penerbit Andi BPK RI,https://peraturan.bpk.go.id/, diakses pada 12 Februari 2022 pukul 10.27.