Anda di halaman 1dari 9

NAMA : HASNIATY MATARRU

NIM : A014212013

REGULASI DAN STANDAR SEKTOR PUBLIK


1. Latar Belakang Dibentuknya Regulasi dan Standar Akuntansi
sektor publik adalah perlakuan akuntansi pada domain publik, dimana domain publik
yang dimaksud meliputi entitas yang aktivitasnya menghasilkan dan memenuhi
kebutuhan publik. Oleh karena itu, organisasi sektor publik bertanggung jawab untuk
mengelola dana masyarakat yang akan digunakan dalam pemenuhan kebutuhan publik. Hal
ini menyebabkan organisasi sektor publik harus mampu memberikan pertanggungjawaban
kepada publik melalui laporan keuangannya. Penyajian laporan keuangan kepada publik
diharapkan dapat memberikan informasi yang utuh yang akan menciptakan transparansi guna
mewujudkan akuntabilitas publik. Agar pembaca laporan keuangan dapat memahami laporan
keuangan, maka diperlukan suatu regulasi dan standar pelaporan. Di Indonesia, beberapa
upaya untuk membuat standar yang relevan dengan praktik-praktik akuntansi di organisasi
sektor publik telah dilakukan baik oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) maupun oleh
pemerintah sendiri. Namun, belum mengakomodasi praktik-praktik akuntansi yang diperlukan
dalam suatu entitas yang dimiliki pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah
menyusun suatu standar yang disebut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
A. Perkembangan Regulasi di Sektor Publik
a. Regulasi Tentang Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha
untuk mencapai maksud dan tujuannya dengan mendirikan badan usaha dan ikut serta
dalam suatu badan usaha dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Regulasi yang terkait
dengan yayasan adalah Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas
undang-undang nomor 16 Tahun 2001 Tentang yayasan. Undang-undang ini
dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan dapat
berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan
akuntabilitas kepada masyarakat
b. Regulasi Tentang Partai Politik
Regulasi tentang partai politik telah dikembangkan sejak lama, tetapi berkembangnya
dengan pesat sejak era reformasi dengan sistem multipartainya. Undang-undang yang
pertama ada setelah era reformasi adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 Tentang
Partai Politik. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan perubahan sistem
ketatanegaraan yang dinamis di awal-awal era reformasi, undang-undang ini diperbaharui
dengan keluarnya undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 Tentang
Partai Politik, selanjutnya undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 , kemudian pada Tahun
2011 terjadi perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
c. Regulasi Tentang Badan Hukum Milik Negara dan Badan Hukum Pendidikan
Badan Hukum Milik Negara (BHMN) adalah salah satu bentuk badan hukum di
indonesia yang awalnya di bentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka
“privatisasi” lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri, khususnya sifat

non-profit meski berstatus sebagai badan usaha. Undang-undang Republik Indonesia


Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan dan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
d. Regulasi Tentang Badan Layanan Umum
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. Dalam melakukan kegiatannya
BLU didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas. Dalam tataran pengatur regulasi,
BLU di atur oleh direktorat pembinaan pengelolaan Keuangan BLU yang ada dibawah
Direktorat Jendral Perbendaharaan yang ada di departemen keuangan. Wacana tentang
BLU dalam regulasi di level undang-undang disebut dalam undang-undang nomor 1
tahun 2004 tentang pembendaharaan negara. Level regulasi dibawahnya yang secara
khusus menjelaskan tentang BLU adalah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah di ubah dengan
Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2012 tentang perubahan atas peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Keuangan Layanan Umum,
selanjutnya di jelaskan lagi dalam Peraturan Menteri Keuangan Rebuplik Indonesia
Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum.
B. Perkembangan Regulasi Terkait Keuangan Negara
a) Undang-undang Tentang Keuangan Negara
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara di ubah menjadi UU Nomor 2 Tahun
2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka
Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas
Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
b) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab
Keuangan Negara Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan
negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan terdiri atas pemeriksaan keuangan, yaitu
pemeriksaan atas laporan keuangan; pemeriksaan kinerja yaitu pemeriksaan atas
pengendalian keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi
serta pemeriksaan aspek efektifitas; dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Ketiga
pemeriksaan tersebut dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan yang disusun oleh
BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.
C. Perkembangan Regulasi Terkait Otonomi Daerah
Dalam kaitannya dengan otonomi daerah sesuai dengan amanat UUD RI tahun 1945,
pemerintah daerah dinyatakan berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Jadi, Tahun 2001 tepatnya setelah diberlakukan
UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, pemerintah melaksanakan otonomi
daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah yang lebih efisien, efektif, dan
bertanggungjawab. Selama tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah dengan diberlakukan UU
tersebut, pemerintah menyadari masih terdapat aspek yang menjadi kelemahan sekaligus celah
dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu, isi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah yang lebih efisien. Dengan demikian dikeluarkan undang-
undang yang terbaru hingga saat ini sebagai berikut:
a. Undang-undang (UU) 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
b. Undang-undang (UU) No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, dengan demikian UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di cabut.
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Pedoman Tekhnis
Pengelolalan Keuangan Daerah.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang pengelolaan Keuangan Daerah.

2. Perkembangan Standar di Sektor Publik


Di Indonesia, beberapa upaya untuk membuat sebuah standar yang relevan dengan
praktik-praktik akuntansi di organisasi sektor publik telah di lakukan, baik oleh ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) maupaun oleh pemerintah sendiri.
Untuk organisasi nirlaba (yang dimiliki perorangan/swasta), IAI telah menentukan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 tentang “organisasi nirlaba”.
PSAK berisi tentang kaidah-kaidah serta prinsip yang harus diikuti oleh organisasi nirlaba
dalam membuat laporan keuangan, selanjutnya di terbitkanlah ISAK 35 bersamaan dengan
proses pencabutan PSAK 45, disahkan 11 April 2019 dan berlaku efektif 1 Januar 2020.
PSAK 45 dicabut dan diganti oleh ISAK 35, Pada lingkup internasional, telah terdapat standar
akuntansi bagi organisasi sektor publik yang disusun oleh IFAC (international federation of
accountants). Standar itu disebut standar internasional akuntan sektor publik/ IPSAS
(International Public Sector Accounting Standards).
a. Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik/IPSAS (International Public Sector
Accounting Standards).
IPSAS adalah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara
internasional dan dapat di jadikan acuan oleh negara-negara diseluruh dunia untuk
mengembangkan standar akuntansi khusus sektor publik di negaranya. IPSAS bertujuan:
1. Meningkatkan kualitas dari tujuan utama dalam melaporkan keuangan sektor publik,
2. Menginformasikan secara lebih jelas pembagian alokasi sumber daya yang dilakukan
oleh entitas sektor publik,
3. Meningkatkan transparasi dan akuntabilitas entitas sektor publik.
b. Beberapa hal yang diatur dalam ISAK 35:
ISAK 35 terdiri dari 13 paragraf Berikut ini redaksi dari ISAK 35:
PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan
01. PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan paragraf 05 menyatakan bahwa “Pernyataan ini
menggunakan terminologi yang cocok bagi entitas yang berorientasi laba, termasuk entitas
bisnis sektor publik. Jika entitas dengan aktivitas nonlaba di sektor swasta atau sektor
public menerapkan Pernyataan ini, maka entitas tersebut mungkin perlu menyesuaikan
deskripsi yang digunakan untuk beberapa pos yang terdapat dalam laporan keuangan dan
laporan keuangan itu sendiri.” Dengan demikian, ruang lingkup PSAK 1 secara substansi
telah mencakup ruang lingkup penyajian laporan keuangan entitas dengan aktivitas
nonlaba 
02. PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan tidak menyediakan pedoman bagaimana entitas
dengan aktivitas nonlaba menyajikan laporan keuangannya. Entitas dengan aktivitas
nonlaba dalam Interpretasi ini selanjutnya merujuk kepada entitas berorientasi nonlaba.
03. Karakteristik entitas berorientasi nonlaba berbeda dengan entitas bisnis berorientasi
laba. Perbedaan utama yang mendasar antara entitas berorientasi nonlaba dengan entitas
bisnis berorientasi laba terletak pada cara entitas berorientasi nonlaba memperoleh sumber
daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya. Entitas berorientasi
nonlaba memperoleh sumber daya dari pemberi sumber daya yang tidak mengharapkan
pembayaran kembali atau manfaat ekonomik yang sebanding dengan jumlah sumber daya
yang diberikan 
04. Pengguna laporan keuangan entitas berorientasi nonlaba umumnya memiliki
kepentingan untuk menilai: (a)cara manajemen melaksanakan tanggung jawab atas
penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka; serta (b) informasi mengenai
posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat dalam pembuatan
keputusan ekonomik. Kemampuan entitas berorientasi nonlaba dalam menggunakan
sumber daya tersebut dikomunikasikan melalui laporan keuangan.
Ruang Lingkup
05. Interpretasi ini diterapkan untuk entitas berorientasi nonlaba terlepas dari bentuk badan
hukum entitas tersebut.
06. Interpretasi ini diterapkan juga oleh entitas berorientasi nonlaba yang menggunakan
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)
07. Interpretasi ini diterapkan khusus untuk penyajian laporan keuanga
Permasalahan
08. Interpretasi ini membahas bagaimana entitas berorientasi nonlaba membuat
penyesuaian baik:
(a) penyesuaian deskripsi yang digunakan untuk beberapa pos dalam laporan keuangan;
dan
(b) penyesuaian deskripsi yang digunakan untuk laporan keuangan itu sendiri.
INTERPRETASI
09. Penyajian laporan keuangan entitas berorientasi nonlaba disusun dengan
memperhatikan persyaratan penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan dan
persyaratan minimal isi laporan keuangan yang telah diatur dalam PSAK 1: Penyajian
Laporan Keuangan (1) 
(1) Entitas yang menyusun laporan keuangannya sesuai dengan SAK ETAP mengikuti
ketentuan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam standar tersebut
10. Entitas berorientasi nonlaba dapat membuat penyesuaian deskripsi yang digunakan
untuk beberapa pos yang terdapat dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, jika sumber
daya yang diterima oleh entitas berorientasi nonlaba mengharuskan entitas untuk
memenuhi kondisi yang melekat pada sumber daya tersebut, entitas dapat menyajikan
jumlah sumber daya tersebut berdasarkan sifatnya, yaitu pada adanya pembatasan (with
restrictions) atau tidak adanya pembatasan (without restrictions) oleh pemberi sumber
daya.
11. Entitas berorientasi nonlaba juga dapat menyesuaikan deskripsi yang digunakan atas
laporan keuangan itu sendiri. Sebagai contoh, penyesuaian atas penggunaan judul ‘laporan
perubahan aset neto’ daripada ‘laporan perubahan ekuitas’. Penyesuaian atas judul laporan
keuangan tidak dibatasi sepanjang penggunaan judul mencerminkan fungsi yang lebih
sesuai dengan isi laporan keuangannya
12. Entitas berorientasi nonlaba tetap harus mempertimbangkan seluruh fakta dan keadaan
relevan dalam menyajikan laporan keuangannya termasuk catatan atas laporan keuangan,
sehingga tidak mengurangi kualitas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Perbedaan Penyajian ISAK 35 dan PSAK 45
Secara umum penyajian laporan keuangan versi ISAK 35 dan PSAK 45 tidak terdapat
perbedaan yang signifikan, setidaknya ada pada 4 hal yang perlu disesuaikan oleh entitas
yang sebelumnya menyajikan LK versi PSAK 45, yaitu :
1. Klasifikasi Aset Neto
Kalau dalam PSAK 45 sumber daya diklasifikasikan kedalam 3 pos yaitu aset neto tidak
terikat, terikat temporer, dan terikat permanen. Sedangkan dalam ISAK 35 hanya membagi
menjadi 2 klasifikasi yaitu dengan pembatasan dan tanpa pembatasan. 
2. Judul Laporan Keuangan
Jika dalam PSAK 45 dikenal dengan istilah Laporan Aktivitas yang memuat informasi
pendapatan dikurangi beban sama dengan surplus atau defisit tahun berjalan lalu ditambah
saldo awal sama dengan saldo akhir. Sedangkan pada ISAK 35 disebut Laporan
Penghasilan Komprehensif yang hanya memuat informasi sampai surplus atau defisit tahun
berjalan.
3. Laporan Aset Perubahan Aset Neto
Pada PSAK 45, Laporan Perubahan Aset Neto hanya sebagai alternatif sedangkan pada
ISAK 35 merupakan bagian dari jenis laporan keuangan entitas nonlaba.
4. Penghasilan Komprehensif Lain
ISAK 35 juga mengakomodir Penghasilan Komprehenfi Lain dalam penyajian laporan
keuangan, terutama untuk entitas yang menjadikan SAK berbasis IFRS sebagai dasar
penyususnan laporan keuangan. 
Jenis Laporan Keuangan Entitas Nonlaba
Mengacu pada PSAK 1 atau SAK ETAP bahwa laporan keuangan yang lengkap terdiri dari
5 yaitu Laporan Posisi Keuangan, Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain,
Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan.Namun untuk entitas nonlaba ada penyesuaian istilah menyesuaikan
karakteristik entitas nonlaba, yaitu :
1. Laporan Posisi Keuangan
2. Laporan Penghasilan Komprehensif
3. Laporan Perubahan Aset Neto
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
c. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, baik di pemerintah pusat dan departemen-
departemennya maupun di pemerintah daerah dan dinas-dinasnya. Penerapan SAP diyakini
akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan di pemerintah pusat dan
daerah. Ini berarti informasi keuangan pemerintahan akan dapat menjadi dasar pengambilan
keputusan di pemerintah serta terwujudnya transparansi dan akuntabilitas.
d. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
SPKN ini mengatur mengenai hal-hal yang belum diatur oleh standar profesional
akuntan publik (SPAP) yang merupakan standar audit bagi perusahaan, aturan-aturan
tambahan tersebut diperlukan mengingat karakteristik organisasi pemerintahan yang berbeda
dengan organisasi lainnya. SPKN memuat persyaratan profesional yang harus dipenuhi oleh
setiap pemeriksa/auditor, mutu pelaksanaan pemeriksaan/audit kepada SPKN, kredibilitas
informasi dilaporkan oleh entitas yang diperiksa. SPKN ini berlaku untuk:
1. Badan Pemeriksa Keuangan RI
2. Akuntan publik/pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggungjawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK-RI,
3. Aparat Pengawas Internal Pmerintah (APIP) termasuk satuan pengawas intern (SPI)
BUMN/BUMD sebagai acuan dalam menyusun standar pemeriksaan sesuai dengan
kedudukan, tugas pokok, dan fungsi masingmasing
4. Pihak-pihak lain yang ingin menggunakan SPKN.
3. Memahami Organisasi Sektor Publik Sebagai Entitas Dalam Akuntansi Sektor Publik
Beberapa definisi Akuntansi yang diungkapkan oleh Halim (2008:32). Akuntansi adalah
suatu kegiatan jasa, yang fungsinya menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat
keuangan tentang entitas ekonomi yang dimaksudkan agar berguna dalam mengambil
keputusan ekonomi – membuat pilihan – pilihan nalar di antara berbagai alternatif arah
tindakan (Accounting Principle Board, 1970).
Akuntansi adalah suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan
pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu organisasi atau entitas yang dijadikan
sebagai informasi dalam rangka mengambil keputusan ekonomi oleh pihak – pihak yang
memerlukan (American Accounting Association, 1966). Istilah “Sektor Publik” pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1952 dimana pada waktu itu sektor publik sering dikaitakan sebagai
bagian dari manajemen ekonomi makro yang terkait dengan pembangunan dan lembaga
pelaksanaan pembangunan (Mardiasmo, 2009). Istilah sektor publik telah dijelaskan oleh
Halim (2008:251) dengan baik sebagaimana berikut ini. Istilah sektor publik tertuju pada
sektor negara, usaha – usaha negara, dan organisasi nirlaba negara (joedono, 2000). Abdullah
(1996) menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan sektor publik adalah pemerintah dan
unit organisasinya, yaitu unit – unit yang dikelola pemerintah dan berkaitan dengan hajat
hidup orang banyak atau pelayanan kepada masyarakat seperti kesehatan, pendidikan dan
keamanan. Dengan demikian cukup beralasan bahwa istilah sektor publik dapat berkonotasi
perpajakan, birokrasi atau pemerintah. Lebih lanjut, istilah sektor publik dapat dipahami lebih
jelas bila dihubungkan dengan istilah akuntan publik. Di Amerika serikat, istilah ini adalah
untuk akuntan swasta yang berpraktik untuk masyarakat, sedangkan di Inggris (Eropa), istilah
ini adalah untuk akuntan yang bekerja di organisasi pemerintah. Pemerintah yang
dimaksudkan dapat mencakup pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Akuntan Indonesia. 2019. Standar Akuntansi Keuangan.


Mardiasmo.(2004).”Akuntansi Sektor Publik”. Edisi Ke 2.
Yogyakarta: Penerbit Andi
BPK RI,https://peraturan.bpk.go.id/, diakses pada 12 Februari 2022 pukul 10.27.

Anda mungkin juga menyukai