Anda di halaman 1dari 2

Sederet kebijakan pajak segera diluncurkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo

(Jokowi), menyusul disetujuinya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU


HPP). Ada kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga program pengungkapan
sukarela alias pengampunan pajak.

Berikut Rincian Isi dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan:

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan


Seperti diketahui, dalam UU HPP, pemerintah memutuskan akan menambah fungsi
Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebegai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
orang pribadi.
Dengan integrasinya penggunaan NIK, akan mempermudah pemerintah dalam
memantau administrasi wajib pajak orang pribadi (WP OP).
Pemerintah juga mengubah sanksi pemeriksaan bagi WP yang tidak menyampaikan
SPT/membuat pembukaan. 

Selain itu, terkait asistensi penagihan pajak global kerjasama bantuan penagihan
pajak antar negara dilakukan melalui kerja sama negara mitra secara resiprokal.

Dimulai pada tahun pajak 2022. Adanya pengaturan lapisan tarif PPh orang pribadi,
yang saat ini penghasilan terendah sebesar Rp 60 juta. Selain itu adanya
penambahan lapisan tarif PPh WP OP sebesar 35% untuk penghasilan kena pajak
di atas Rp 5 miliar

Selain itu dalam UU HPP ini pemerintah melakukan penambahan threshold


perederan bruto tidak kena pajak untuk UMKM. Dimana bagi orang pribadi
pengusaha yang menghitung PPh dengan tarif 0,5% sesuai dengan Peraturan
Pemerintah 23 Tahun 2018 dan memiliki peredaran bruto sampai Rp 500 juta
setahun tidak dikenai PPh.

Pemerintah juga memutuskan untuk memasang tarif PPh Badan sebesar 22% mulai 2022.
Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, pemerintah telah memutuskan untuk
memasang tarif PPh Badan sebesar 20% pada 2022.

Pemerintah dan DPR mengungkapkan tetap berkomitmen dengan memberikan


fasilitas pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa
kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial.

Kendati demikian, dalam UU HPP, dijelaskan PPN akan meningkat secara gradual
menjadi 11% dimulai pada 1 April 2022 dan menjadi 12% pada 1 Januari 2025.

Adapun dalam pemungutan PPN, atas jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha
tertentu diterapkan tarif PPN 'final' misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha,
yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Pemerintah tetap memberikan pembebasan PPN untuk barang kebutuhan pokok,
jasa kesehatan, jasa pendidikan , pelayanan sosial dan beberapa jenis lainnya.

Bagi pengusaha dengan peredaran bruto sampai Rp 500 juta setahun tidak akan
dikenakan PPh

Dalam UU HPP program pengampunan pajak disebut sebagai program


pengungkapan sukarela wajib pajak.
Program ini berupa pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan
atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela
melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum
sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak.

Serta melalui pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum
dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020

Pemerintah dan DPR juga menyepakati untuk menerapkan pajak karbon sebesar Rp
30 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

Pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi
lingkungan hidup. Pengenaan pajak karbon dilakukan dengan memperhatikan peta
jalan pajak karbon, dan/atau peta jalan pasar karbon.

Peta jalan kabron yang dimaksud yakni memuat strategi penurunan emisi karbon,
sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru dan
terbarukan, dan/atau keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.

Adapun kebijakan peta jalan pajak karbon adalah yang ditetapkan oleh pemerintah
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Kemudian, subjek pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang membeli
barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan
emisi karbon.

Pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau
aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode
tertentu.

Adapun yang dikategorikan dalam saat terutang pajak karbon yakni pada saat
pembelian barang yang mengandung karbon, pada akhir periode tahun kalender dari
aktivitas menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu, atau saat lain yang
diatur lebih lanjut berdasarkan peraturan pemerintah.

Pengenaan pajak karbon dilaksanakan sebagai berikut:


 Tahun 2021, dilakukan pengembangan mekanisme perdagangan karbon;
 Tahun 2022 sampai dengan 2024, diterapkan mekanisme pajak yang mendasarkan
pada batas emisi (cap and tax) untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara;
 Tahun 2025 dan seterusnya, implementasi perdagangan karbon secara penuh dan
perluasan sektor pemajakan pajak karbon dengan penahapan sesuai kesiapan
sektor terkait dengan memperhatikan antara lain kondisi ekonomi, kesiapan pelaku,
dampak, dan/atau skala.

Anda mungkin juga menyukai