Anda di halaman 1dari 11

 

ANEMIA PAD
MAKALAH ANE PADA IBU HAMIL
Dosen Pembimbing : Ns. Marlinda, M.Kep,Sp.Kep.Mat

Oleh:
Kelompok 6
Semester 4 B

1. Ana
Ana ku
kusm
smei
eika
ka ya
yant
ntii 2019
201920
2062
6203
0304
041
1
2. Dian Anggr
grai
aini
ni 201920620
203
3049
3. Indah Rahmawati 201920620
203
3054
4. M dwi cahaya 2019206203057
5. Sals
Salsab
abil
illa
la Meg
ega
a Sa
Safi
fira
ra 2019
201920
2062
6203
0306
068
8
6. Tiara Vane
nesssa 201920620
203
3072

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2021
 

KATA PENGANTAR 

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas limpahan-Nyalah sehingga kami dapat
menyelesaika
menyelesaikan
n makala
makalah
h ini, Salawat dan salam semoga tetap tercur
tercurahkan
ahkan kepada Nabiullah SAW. Kami menyadari bahwa
dengan selesainya
selesainya tugas ini tidak terle
terlepas
pas dari berbag
berbagai
ai belah pihak terutama Dosen Pembim
Pembimbing
bing dan teman seperjuangan.
seperjuangan.
Olehnya itu terimah kasih kami ucapkan yang setinggi-tinggi kepada Beliau.
Sebagai manusia biasa tentulah dalam penyusunan tugas ini terdapat berbagai kekurangan, baik yang disadari maupun
yang tidak disadari untuk itu penyusun dengan lapang dada siap menerima kritikan dan saran dari berbagai belah pihak yang
telah membaca tugas ini, demi penyempurnaan dalam tulisan ini.
Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penyusun.
 

BAB I
PNAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia dalam kehamilan merupakan komplikasi akibat berbagai perubahan anatomik serta fisiologik dalam
tubuh ibu. Perubahan fisiologik ibu hamil tersebut dapat menyebabkan ekspansi volume plasma sehingga kebutuhan oksigen
lebih tinggi dan memicu peningkatan produksi eritropenin. Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke enam kehamilan
dan mencapai
mencapai maksimum pada minggu ke 24 kehamilan,
kehamilan, tetapi dapat terus
terus meningkat
meningkat sampai minggu
minggu ke 37. Pada titik 
 puncaknya volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil dibandingkan dengan perempuan yang tidak hamil.
Akibatnya,
Akibatnya, volume plasma bertambah
bertambah dan sel darah merah meningkat. Namun, peningkatan
peningkatan volume plasma terjadi dalam
 proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin
(hemodilusa) (Prawirohardjo, 2012).
Penyebab utama anemia pada ibu hamil tersebut berkaitan dengan kemiskinan, sehingga tidak mampu memenuhi
standar makanan empat sehat lima sempurna (Manuaba, Manuaba & Manuaba, 2010). Sedangkan 51% penyebab anemia
yang
yang lai
lain
n di sel
seluruh
uruh dunia adala
adalah
h def
defisi
isiens
ensii zat besi yang
yang terjad
terjadii pada
pada wanita
wanita usia subur
subur dan ibu hamil
hamil (Robson
(Robson
&Waung,2013). Menurut penelitian Ramadani, Mayoritha & Fitrayeni penyebab anemia pada ibu hamil adalah ketidaktahuan
tentang pemahaman ibu mengenai anemia, dan hasil penelitiannyamenunjukan bahwa proporsi kejadian
anemia lebih banyak terjadi
terjadi pada ibu dengan
dengan tingkat
tingkat pengetahua
pengetahuan
n kurang (73,1%),
(73,1%), dibanding
dibandingkan
kan dengan
dengan ibu yang
 berpengetahuan baik (26,9%).
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 35 - 75 % ibu hamil di negara berkembang dan 18% ibu
hamil di negara maju mengalami anemia. Namun, banyak diantara ibu hamil yang telah mengalami anemia pada saat
konsepsi, dengan perkiraan prevalensi sebesar 43% pada perempuan yang tidak hamil di negara berkembang dan 12% di
negara yang lebih maju (Prawirohardjo, 2010). Hasil Survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia tahun 2007
menunjukkan persentase anemia pada ibu hamil sebesar 24,5% (Pratami, 2016).
 

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1.Pengertian
Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin
sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan (Tarwono, dkk 20011). Sedangkan
menurut Pratami (2016) anemia dalam kehamilan didefenisikan sebagai suatu kondisi ketika ibu memiliki kadar 
hemoglobin kurang dari 11,0 g/dl pada trimester I dan III, atau kadar hemoglobin kurang dari 10,5 g/dl pada trimester II.
  Nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit dipastikan karena ketiga parameter laboratorium tersebut bervariasi
selama periode kehamilan. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobinnya dibawah 11 g/dl atau hematokrit
kurang dari 33%. Konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl pada akhir trimester pertama dan <10 g/dl pada trimester kedua dan
ketiga menjadi batas  bawah  untuk   men ja
 jadi  penye ba b  anemia  dalam  k ehamila n.  Nilai  nilai  ini  k ur ang lebih sama nilai
Hb terendah pada ibu - ibu hamil yang mendapat suplementasi  besi, yaitu 11,0 g/dl pada trimester pertama dan 10,5
g/dl pada trimester kedua dan ketiga (Prawirohardjo,2010).

3. Klasifikasi anemia dalam kehamilan

Menurut Prawirohardjo(2010) klasifikasi anemia dalam kehamilan ialah :


a. Defisiensi Besi
Pada kehamilan, resiko meningkatnya anemia deesiensi zat besi berkaitan dengan asupan besi yang tidak adekuat
dibandingkan kebutuhan pertumbuhan janin yang cepat. Kehilangan zat besi terjadi akibat pengalihan besi maternal
ke janin untuk eritropoienis, kehilanan darah pada saat persalinan, dan laktasi yang jumlah keseluruhanya dapat mencapai
900 mg atau
atau setara dengan 2 liter darah. Sebagian perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah,
maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada defesiensi zat besi.
Pencegahan anemia defesiensi zat besi dapat dilakukan dengan suplemen besi dan asam folat. WH
WHOO
menganjurkan untuk memberikan 60 mg zat besi selama 6 bulan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis selma
kehamilan.
kehamilan. Namun, banyak literatur
literatur menganjukan
menganjukan dosis
dosis 100 mg besi setiap hari selama
selama 16 minggu atau lebi
lebih
h pada
kehamilan. Di wilayah-wilayah dengan prevalensi anemia yang tinggi, dianjurkan untuk memberikan suplemen sampai 3
minggu postpartum.

 b. Defisiensi Asam Folat


Pada kehamilan, kebutuhan folat meningkat lima sampai sepuluh kali lipat karena transfer folat dari ibu kejanin yang
menyebabkan dilepasnya cadangan folat maternal. Peningkatan lebih besar dapat terjadi karena kehamilan multiple,
diet yang buruk, infeksi,
infeksi, adanya anemia hemolitik.
hemolitik. Kadar estrog
estrogen
en dan progesteron
progesteron yang tinggi
tinggi selama
selama
kehamilan tampaknya memeliki efek penghambat terhadap absorbsi folat. Defesiensi asam folat sangat umum terjadi pada
kehamilan dan merupakan penyebab utama anemia megabolik pada kehamilan. Anemia tipe megabolik karena defesiensi
asam folat merupakan penyebab kedua terbanyak anemia defesiensi zat gizi. Penyebabnya oleh gangguan sitesis DNA
dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik yang khas untuk anemia jenis ini.
ini.   Defesiensi asam folat ringan
 juga telah dikaitkan dengan anomali kongenital janin, tertama dapat pada penutupan tabung neural (neural tube
defects).   Selain itu, defesiensi asam folat dapat menyebabkan kelainan pada jantung, saluran kemih, alat gerak, dan
defects).
organ lainya. Penatalaksanaan defesiensi asam folat adalah pemberian folat secara oral sebanyak 1 sampai 5 mg per hari.
 

c. Anemia Plastik 

Ada Beberapa laporan mengenai anemia aplastik yang terkait dengan kehamilan, tetapi hubungan antara keduanya tidak 
 jelas. Pada beberapa kasus eksaserbasi anemia aplastik yang telah ada sebelumnya oleh kehamilan dan hanya membaik 
setela terminasi kehamilan. Pada kasus-kasus lainya, aplasia terjadi selama kehamilan dan dapat kambuh pada kehamilan
 berikutnya. Terminasi kehamilan atau persalinan dapat memperbaiki fungsi sumsum tulang, tetapi meliputi terminasi
kehamilan elektif, terapi suportif, imunosupresi, atau transplantasi sumsum tulang setelah persalinan.

d. Anemia Penyakit Sel Sabit


Kehamilan pada perempuan penderita anemia sel sabit (sickl
(sicklee cell anemia) disertai dengan peningkatan insidens
 pielonefritis, infar    pulmonal, pneomonia, perdaraan antepartum, prematuritas, dan 
dan  kematian janin. Peningkatan anemia
megaloblastik yang responsif   dengan asam folat, terutama pada akhir masa kehamilan, juga meningkat frekuensinya.
Beat lahir bayi dari ibu yang menderita anemia sel sabit dibawah rata-rata, dan kematian janin tinggi. Mortalitas ibu dengan
 penyakit sel sabit telah menurun dari sekitar 33% menjadi 1,5% pada masa kini karena perbaikan pelayanan prenatal.
Pemberian tranfusi darah profilaktin belum terbukti efektifnya walaupun beberapa pasien tampak memberi hasil yang
memuaskan.

4. Etiologi
Menurut Prawirohardjo (2010), Proverawati (2011) dan Pratami (2016)
 penyebab anemia dalam kehamilan adalah :
a.Peningkatan volume plasma sementara jumlah eritrosit tidak sebanding dengan peningkatan
volume plasma
 b.Defesiensi
 b.D efesiensi zat besi mengakibatkan kekurangan hemoglobin (Hb), dimana zat
c. besi
besi ad
adal
alah
ah sala
salah
h sa
satu
tu pe
pemb
mben
entu
tuk
k hemo
hemogl
glob
obin
in..
d. Eko
Ekonom
nomii : tid
tidak
ak mampu
mampu memen
memenuhi
uhi aasup
supan
an gizi
gizi dan
dan nutris
nutrisii danket
danketida
idakta
ktahua
huan
n

e. tent
tentan
ang
gppol
olaa mak
makan
an ya
yang
ng be
bena
nar 

f. Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang banyak dan perdarahan akibat
luka

g.Mengalami dua kehamilan yang berdekatan


i. Mengalami
Mengalami menstruasi
menstruasi berat
berat sebelum
sebelum kehamilan
kehamilan
h.Hamil saat masih remaja
 

5. Tanda dan Gejalah Anemia Pada Ibu Hamil

Menurut Proverawati (2011) tanda dan gejalah anemia pada ibu hamil sebagai berikut :
 Kelelahan
 Penurunan energi c. Sesak nafas

 Tampak pucat dan kulit dingin e. Tekanan darah rendah

 Frekuensi pernapasan cepat


Kulit kuning disebut jaundice jika anemia karena kerusakan sel
 darah merah h. Sakit kepala

 Tidak bisa berkonsentrasi

 Rambut rontok k. Malaise

6. Patofisiologi

Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan oeh banyak faktor, antara lain; kurang zat besi; kehilangan darah yang
 berlebihan; proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya; peningkatan kebutuhan zat besi (Pratami, 2016).
Selama kehamilan, kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropenin. Akibatnya, volume

 plasma bertambah dan sel darah merah meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih
 besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi Hb (Prawirohardjo, 2010).
Sedangkan volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi hemoglobin darah (Hb) dan
hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Ada spekulasi bahwa anemia fisiologik 
dalam kehamilan bertujuan untuk viskositas darah maternal sehingga mening
meningkatkan
katkan perfusi plasenta
plasenta dan membantu
membantu
 penghantaran oksigen serta nutrisi ke janin (Prawirohardjo,2010).
Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke 6 kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke 24 kehamilan,
tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke 37. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu
hamil. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya
eritrosit  biasanya tampak pada minggu ke 7 sampai
ke 8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke 16 sampai 22 ketika titik keseimbangan tercapai (Prawirohardjo,
2010).
Jumlah eritrosit dalam sirkulasi darah meningkat sebanyak 450 ml. Volume plasma meningkat 45-65 %, yaitu sekitar 
1.000 ml. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya pengenceran darah karena jumlah eritrosit tidak sebanding dengan
 peningkatan plasma darah. Pada akhirnya, volume plasma akan sedikit menurun menjelang usia kehamilan cukup bulan dan
kembali normal tiga bulan  postpartum.
 postpartum.   Persentase peningkatan volume
v olume plasma yang terjadi selama kehamilan, antara
lain plasma darah 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pada awal kehami
kehamilan,
lan, volume plasma meningkat
meningkat pesat sejak 
usia,gestasi 6 minggu dan selanjutnya laju peningkatan melaambaat. Jumlah eritrosit mulai meningkat pada trimester II
dan memuncak pada trimester III (Pratami,2016).
 

WOC
Peningkatan volume plasma, defisiensi zat besi, perdarahan menstruasi

 jumlah eritrosit tidak sebanding dengan


 peningkatan volume

Suplai oksigen ke HB menurun


Jaringan berkurang

Hipoksemia

Pengenceran darah

kerja jantung meningkat Trombosit menurun

TD, RR, Nadi meningkat

Syok hipovolemi

Pola nafas dak efekf  Resiko Perdarahan

Kedak adekuatan

Gangguan pertukaran gas Jantung memompa darah

Penurunan curah
 jantung
 

Transport oksigen lemah, lesu

menurun
suplai oksigen tidak cukup nafsu makan
menurun

aliran darah ke jaringan menurun

Defisit nutrisi

kelelahan

Intoleransi Aktivitas
 

7. Komplikasi

a. Komplikasi Anemia Pada Ibu Hamil


Menurut (Pratami, 2016) kondisi anemia sanggat menggangu kesehatan ibu hamil sejak awal kehamilan
kehamilan hingga masa
nifas. Anemia yang terjadi selama masa kehamilan dapat menyebabkan abortus, persalinan prematur, hambatan tumbuh
kembang janin dalam rahim, peningkatan resiko terjadinya infeksi, ancaman dekompensasi jantung jika Hb kurang dari 6,0
g/dl, mola hidatidosa
hidatidosa,, hiperemis gravidar
gravidarum,
um, perdarahan ante partum, atau ketuba
ketuban
n pecah dini. Anemia juga dapat
menyebabkan gangguan selama persalinan seperti gangguan his, gangguan kekuatan mengejan, kala pertama yang
 berlangsung lama, kala kedua yang lama hingga dapat melelahkan ibu dan sering kali mengakibatkan tindakan operasi,   kala
ketiga  yang  retensi    plasenta  dan   perdaraan  postpartum  akibat  atonia uterus, atau perdarahan
atonia perdarahan  postpartum sekunder dan
atonia uterus pada kala keempat.Bahaya yang dapat timbul adalah resiko terjadinya
terjadinya sub involusi uteri yang mengakibatkan
 perdarahan  postpartum
 postpartum,, resiko terjadinya dekompensasi jantung segera setelah persalinan, resiko infeksi selama
masa puerperium, atau peningkatan resiko terjadinya infeksi payudara.

b. Komplikasi Anemia Pada Janin

Menurut (Pratami, 2016) anemia yang terjadi pada ibu hamil juga membahayakan janin yang dikandungnya. Karena
asupan nutrisi, O2 dan plasenta menurun ke dalam tubuh janin sehingga dapat timbul pada janin adalah resiko terjadinya
kematian intra-uteri, resiko terjadinya abortus, berat badan lahir rendah, resiko terjadinya cacat bawaan, peningkatan resiko
infeksi pada bayi hingga kematian perinatal, atau tingkat intiligensi bayi rendah.

9. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Secara Medis


Penanganan anemia yang tepat merupakan hal penting untuk mengatasi anemia pada awal untuk mencegah
atau meminimalkan konsekuensi serius perdarahan. Penanganan anemia secara efektif perlu dilakukan. Ibu hamil
 berhak memilih kadar Hb normal selama kehamilan dan memperoleh pengobatan yang
y ang aman dan efektif. Pengobatan yang
aman dan efektif akan memastikan ibu hamil memiliki kadar Hb yang normal dan mencegah pelaksanaan tindakan tranfusi
darah. Peningkatan oksigen melalui tranfusi darah telah ditentang selama dekade terakhir. Selain itu, tindakan tranfusi
 beresiko menimbulkan masalah yang lain, seperti transmisi virus dan bakteri (Pratami, 2016).

Tinjauan Cochrane terhadap 17 penelitian menemukan bahwa pemberian zat besi oral dapat menegurangi anemia
defesiensi zat besi selama trimester II kehamilan dan meningkatkan kadar Hb dan firitin seru dibandingkan dengan
 pemberian plasebo. Penelitian tersebut diambil dari 101 penelitian yang sebagian besar uji cobanya berfokus pada
hasil laboratorium
laboratorium tentang
tentang efek perlakuan
perlakuan berbeda
berbeda terhadap
terhadap ibu hamil yang mengalami
mengalami anemia
anemia defesi
defesiensi
ensi zat besi,
 penilaian morbiditas ibu & bayi, parameter faal darah, dan efek samping pengobatan. Terdapat satu uji acak terkontrol yang
menyatakan bahwa pemberian zat besi oral harian selama empat minggu memiliki hasil yang lebih baik dalam meningkatkan
kadar Hb rata-rata 19,5 g/dl. Zat besi oral dan iron polymaltose aman diberikan dan dapat meningkatkan kadar Hb dengan
lebih efektif dibandingkan dengan pemberian zat besi oral secara terpisah pada anemia defesiensi zat besiyang
 berkaitan dengan kehamilan (Pratami, 2016).
20 16).
Konsum
Konsumsi
si suplem
suplemen
en zat besi
besi setiap
setiap har
harii ber
berkai
kaitan
tan erat
erat dengan
dengan pening
peningkat
katan
an kadar
kadar Hb ibu sebelu
sebelum
m dan sesuda
sesudah
h
 pelahiran. Selain itu, tindakan tersebut juga mengurangi resiko anemia yang berkepanjangan. Ibu yang mengkonsumsi

suplemen zat besi atau asam folat, baik harian maupun intermiten, tidak menunjukan perbedaan efek yang signifikan.
Konsumsii zat besi oral yang melebihi
Konsums melebihi dosis tidak meningkatkan
meningkatkan hematokr
hematokrit,
it, tetapi meningkatkan
meningkatkan kadar Hb. Pemberian
suplemen zat besi oral sering kali menimbulkan efek samping mual dan sembelit. Sekitar 10-20% ibu yang
 

mengkonsumsi zat
zat besi oral pada dosis pengobatan mengalami efek saamping, seperti mual, muntah, konstipasi
atau diare. Ibu hamil yang menderita anemia berat mungkin memerlukan tranfusi darah, yang terkadang tidak memberi
 peningkatan kondisi yang signifikan. Selain itu tranfusi darah juga menimbulkan resiko, baik bagi ibu maupun janin
(Pratami, 2016).
Pemberian suplemen zat besi secara rutin pada ibu hamil yang tidak menunjukan tanda kekurangan zat besi dan
memiliki kadar Hb lebih dari 10,0 g/dl terbukti memberi dampak positif, yaitu prevelensi anemia selama hamil dan enam
minggu
minggu  postpartum
 postpartum   berkurang.
berkurang. Efek samping berupa hemokonsentra
hemokonsentrasi,
si, yaitu kadar Hb lebih dari 13,o g/dl lebih sering
terjadii pada ibu yang mengkonsumsi
terjad mengkonsumsi suplemen
suplemen zat besi atau asam folat setiap hari dibandingkan
dibandingkan ibu yang tidak 
mengkonsumsi supleman. Dalam menagani anemia, profesional kesehatan harus menerapkan strategi yang sesuai dengan
kondisi yang dialami oleh ibu hamil.Penanganan anemia defesiensi zat besi yang tepat akan meningkatkan parameter 
kehamilan fisiologis dan mencegah kebutuhan akan intervensi lebih lanjut (Pratami, 2016).

b. Penatalaksanaan Keperawatan di rumah


Pendidikan kesehatan pada ibu hamil yang menderita anemia adalah dengan menkonsumsi nutrisi yang baik untuk 
mencegah terjadinya anemia jika sedang hamil, makan makanan yang tinggi kandungan zat besi (seperti sayuran berdaun
hijau, daging merah, sereal, telur, dan kacang tanah) yang dapat membantu memastikan bahwa tubuh menjaga pasokan besi
yang diperlukan untuk berfungsi
berfungs i dengan baik. Selain itu pemebrian vitamin adalah cara terbaik untuk memastikan
 bahwa tubuh memiliki cukup asam besi dan folat, dan pastikan tubuh mendapatkan setidaknya 27 mg zat besi setiap hari,
yaitu dengan cara mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan zat besi (Proverawati, 2011).
 
 

DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. (2014). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2014. Jakarta Moorhead. S, jhonson, maas, M.L,
Swanson, E. (2016). Nursing Outcome
Lasification (NOC). ISBNIndonesia : CV. Mocomedia and is publised by arragement with Elsevier Inc

Perry & Potter (2009). Fundamental keperawatan Jakarta : Salemba medika Pratami, E. (2016). Evidence-
Basedndalam kebidanan, Jakarta : ECG Prawiroharjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan, Jakarta : PT Bina Pustaka
Proverawati, A. (2011). Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta : Nuha medika
Tarwono & Wasnidar. (2007). Buku Saku Anemia pada Ibu Hamil. Jakarta : Trans Info media

Anda mungkin juga menyukai