Anda di halaman 1dari 7

KEGIATAN BELAJAR 2

Penegakan Hukum di Indonesia


Dalam pergaulan hidup manusia sehari-hari, terdapat berbagai macam kaidah atau norma yang
mengatur kehidupannya. Berkenaan dengan kaidah-kaidah atau norma kita mengenal berbagai
kaidah atau norma yang meliputi:

 Norma Agama,
 Norma Kesusilaan,
 Norma Kesopanan,
 Norma adat, dan
 Noma hukum.

Hukum adalah suatu tata yang bersifat memaksa. Suatu tata sosial yang berusaha menimbulkan
perilaku individu sesuai dengan yang diharapkan melalui pengundangan tindakan-tindakan
paksaan.

Menyimak dari paparan di atas, bahwa kaidah hukum merupakan salah satu kaidah yang
mengatur perilaku manusia dalam pergaulan hidup di masyarakat. Untuk memudahkan dalam
memahami kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, selanjutnya akan dikemukakan sejumlah
penggolongan atau klasifikasi hukum. Menurut Achmad Sanusi (1977), hukum dapat
digolongkan menurut (1) sumber-sumber dan bentuk sumber keberlakuannya; (2) kepentingan
yang diatur atau dilindunginya; (3) hubungan aturan-aturan hukum itu satu sama lain; (4)
pertaliannya dengan hubungan-hubungan hukum, dan (5) hal kerjanya berikut pelaksanaan
sanksinya.

Sumber hukum dapat kita golongkan ke dalam klasifikasi berikut.

1. Hukum undang-undang.
2. Hukum persetujuan.
3. Hukum traktat (perjanjian antar negara)
4. Hukum kebiasaan dan hukum adat.
5. Hukum yurisprudensi.

Di tinjau dari sudut kepentingan yang diaturnya, hukum dapat digolongkan ke dalam hukum
privat dan hukum publik. Hukum privat adalah hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan
orang perseorangan dan juga kepentingan-kepentingan negara dalam kedudukannya bukan
sebagai penguasa. Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan kepentingan negara
sebagai penguasa.
Mengikuti susunan tradisional, terdapat penggolongan hukum sebagai berikut:
1.Hukum Privaat (a) Hukum Perdata; (b) Hukum Dagang; (c) Hukum Privaat Internasional.
2.Hukum Publik: (a) Hukum Tata Negara; (b) Hukum Tata Usaha Negar (c) Hukum
Antarnegara; (d) Hukum Pidana; (e) Hukum Acara Pidana (f) Hukum Acara Perdata; (g) Hukum
(Acara) Pengadilan Tata Usaha Negara.
Satu hal yang esensial dan yang membedakan hukum dari kaidah-kaidah lainnya adalah sanksi,
yang dapat dijalankan dengan paksa oleh penguasa Hukum selalu mengandung 2 segi, yaitu
keharusan atau larangan dan sanksi Atas dasar tinjauan apakah dalam suatu cabang hukum
diutamakan tentang keharusan/larangan ataukah tentang sanksinya maka kita dapat membedakan
(1) Hukum kaidah (normenrecht), dan (2) Hukum sanksi (sanctienrecht).

Hukum kaidah ialah ketentuan hukum, baik publik maupun privaat, di mana dinyatakan ada
perintah atau larangan. Juga apabila ternyata ada persetujuan, perintah, larangan, perkenan atau
janji itu timbul kewajiban dan pada pihak lain hak, jadi diketahuilah hal yang diharuskan,
diperbolehkan atau dilarang dan dijanjikan untuk diperbuat seseorang,Sedangkan
Hukum sanksi ialah ketentuan hukum yang menetapkan hukuman yang akan (dapat) dikenakan
kepada seseorang, yang melanggar kaidah undang-undang a kaidah hukum lainnya. Terakhir,
umpamanya dalam hukum pidana, yang kaidah-kaidahnya terdapat pada ukuran agama,
kesusilaan. Jadi, hukum sanksi ini menjelaskan tentang reaksi hukum.

Dalam setiap peraturan hukum selalu terkandung norma dan sanksi. Sanksi merupakan
konsekuensi dari perbuatan yang dianggap merugikan masyarakat. Sanksi diberikan oleh tata
hukum dengan maksud untuk menimbulkan perbuatan tertentu yang dianggap dikehendaki oleh
pembuat undang-undang. Sanksi merupakan tindakan memaksa untuk menjamin perbuatan
manusia yang dikehendaki oleh peraturan hukum. Pada hukum pidana kita kenal sanksi pidana,
yang dalam pengertiannya yang sempit berarti hukuman. Pada hukum perdata kita menyebutnya
sebagai sanksi perdata, yang merupakan suatu eksekusi perdata berupa pencabutan hak atas harta
benda yang dapat dipaksakan dengan maksud untuk memberikan ganti rugi, yakni kompensasi
atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum. Berkenaan dengan hukuman
pidana, terdapat dua jenis hukuman, yaitu hukuman pokok dan hukuman tambahan.
Pasal 10 KUHP menyebutkan "Hukuman-hukuman itu adalah sebagai berikut:

1. Hukuman-hukuman pokok
a Hukuman mati.
b.Hukuman penjara.
c.Hukuman kurungan.
d.Hukuman denda.

2. Hukuman-hukuman tambahan
a. Pencabutan dari hak-hak tertentu.
b. Pensitaan dari benda-benda tertentu.
c. Pengumuman dari putusan hakim.
Untuk memahami lebih lanjut tentang norma dan sanksi, perhatikanlah kutipan pasal-pasal dari
peraturan hukum berikut:

Pasal 362 KUHP:


"Barang siapa mengambil sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum karena salah telah
melakukan pencurian, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau
dengan hukuman denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah

Pasal 1365 KUH Perdata:


Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut."

Konsep hukum berikutnya adalah "delik". Dalam hukum pidana istilah delik atau "strafbaar feit"
lazim diterjemahkan sebagai tindak pidana, yaitu suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum
(wederrechtelijk atau on rechtmatige). Tindak pidana dapat terjadi dengan melakukan suatu
perbuatan yang dilarang oleh UU, seperti dalam hal pencurian, penipuan, penggelapan dan
pembunuhan.
Pengertian delik baik dalam lapangan hukum pidana maupun hukum perdata, dapat didefinisikan
sebagai perbuatan seseorang terhadap siapa sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu
diancamkan. Definisi tersebut mensyaratkan bahwa sanksi itu diancamkan terhadap seseorang
yang perbuatannya dianggap oleh pembuat UU membahayakan masyarakat, pembuat UU
bermaksud untuk mencegahnya dengan sanksi tersebut.

Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya maka dibentuk lembaga penegakan hukum
(law inforcers), yaitu Kepolisian, yang berfungsi utama sebagai lembaga penyidik; Kejaksaan,
yang fungsi utamanya sebagai lembaga penuntut; Kehakiman, yang berfungsi sebagai lembaga
pemutus/pengadian, dan lembaga Penasihat atau bantuan hukum.

A. KEPOLISIAN

Kepolisian negara ialah alat penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan di
dalam negeri. Dalam kaitannya dengan hukum, 8/1981 tentang UU khususnya Hukum acara
Pidana, Kepolisian negara bertindak sebagai Pasal UU Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI. Penyelidik mempunyai wewenang:

1. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak Pidana;
2. mencari keterangan dan barang bukti;
3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri;
4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan danpenyitaan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat; 
3. mengambil sidik jari dan memotret seseorang,
4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik. 

Penyelidik berwewenang membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan


tersebut di atas kepada penyidik. Selain penyelidik. polisi bertindak pula sebagai penyidik. Pasal
6 UU No. 8/1981 yang bertindak sebagai penyidik, yaitu:
1. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;
2. Pejabat pagawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU.

B. KEJAKSAAN

Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta
melaksanakan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kejaksaan
adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.
Sedangkan yang dimaksud penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
Pengadilan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka Jaksa berwewenang untuk (1) menerima dan
memeriksa berkas perkara penyidikan; (2) membuat surat dakwaan; (3) melimpahkan perkara ke
Pengadilan Negeri sesuai dengan peraturan yang berlaku. (4) menuntut pelaku perbuatan
melanggar hukum (tersangka) dengan hukuman tertentu; (5) melaksanakan penetapan hakim.
Maksud dari penetapan hakim adalah hal-hal yang telah ditetapkan baik oleh hakim.tunggal
maupun tidak tunggal dalam suatu putusan pengadilan. Putusan tersebut dapat berbentuk
penjatuhan pidana, pembebasan dari segala tuntutan, atau pembebasan bersyarat.

Dalam hal pelaksanaan atau penegakan hukum, Kejaksaan berkedudukan sebagai lembaga
pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Berdasarkan Pasal 3
UU No. 5 Tahun 1991 tentang "Kejaksaan Republik Indonesia" pelaksanaan kekuasaan negara di
bidang penuntutan diselenggarakan oleh:

1. Kejaksaan Negeri yang berkedudukan di ibu kota Kabupaten atau di kotamadya atau di kota
administratif dan daerah hukumnya, meliputi wilayah kabupaten atau kotamadya dan atau
kota administratif Misalnya, Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung: Kejaksaan Negeri Jakarta
Utara.
2. Kejaksaan Tinggi yang berkedudukan di ibu kota Provinsi dan daerah hukumnya, meliputi
wilayah provinsi. Misalnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
3. Kejaksaan Agung yang berkedudukan di ibu kota negara RI dan daerah hukumnya, meliputi
wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
C. KEHAKIMAN

Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk mengadili. Sedangkan
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
mengadili. Pasal 1 UU Nomor 8/1981 mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk
menerima, memeriksa,dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak
emihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
tersebut.
Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta kebenaran, hakim diberi kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Artinya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh
kekuasaan-kekuasaan lain dalam memutuskan perkara. Apabila hakim mendapat pengaruh dari
pihak lain dalam memutuskan perkara maka cenderung keputusan hakim itu tidak adil, yang
pada akhirnya akan meresahkan masyarakat dan wibawa hukum dan hakim akan pudar Dalam
Pasal 5 UU Nomor 14/1970 ditegaskan pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda-bedakan orang.

Penyelesaian perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, dapat dilakukan dalam berbagai


badan peradilan sesuai dengan masalah dan pelakunya. Pasal 10 ayat (1) UU No. 14/1970
tentang Pokok-pokok Kebiasaan Kehakiman ditegaskan kekuasaan kehakiman dilaksanakan
oleh badan pengadilan dalam empat lingkungan (1) Peradilan Agama; (2) Peradilan Militer;
(3) Peradilan Tata Usaha Negara, dan (4) Peradilan Umum.

1. Peradilan Agama

Peradilan agama diatur dalam UU No. 7/1989. Berdasar undang-undang 


tersebut, Peradilan Agama bertugas dan berwewenang memeriksa perkara perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang (a) perkawinan; (b) kewarisan,
wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; (c) wakaf dan shodaqah.

2. Peradilan Militer

Wewenang Peradilan Militer menurut UU Darurat No. 16/1950 adalah bertugas memeriksa dan
memutuskan perkara Pidana terhadap kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh:
a seorang yang pada waktu itu adalah anggota Angkatan Perang RI:
b. seorang yang pada waktu itu adalah orang yang oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah
ditetapkan sama dengan Angkatan Perang RI;
c. seorang yang pada waktu itu ialah anggota suatu golongan yang dipersamakan atau dianggap
sebagai Angkatan Perang RI oleh atau berdasarkan UU
d. orang yang tidak termasuk golongan tersebut di atas (1, 2, dan 3), tetapi atas keterangan
Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer.
3. Peradilan Tata Usaha Negara

Pasal 1 ayat (1) UU No. 5/1986 disebutkan bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi
negara yang melaksanakan menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di
daerah. fungsi untuk Peradilan Tata Usaha Negara bertugas untuk mengadili perkara atas
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai tata usaha negara.

Dalam Peradilan Tata Usaha Negara yang menjadi tergugat bukan orang atau pribadi, tetapi
badan atau pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada
padanya atau dilimpahkan kepadanya. Sedangkan pihak penggugat dapat dilakukan oleh
orang/badan hukum perdata. Misalnya, beberapa waktu yang lalu Penerbit Tempo menggugat
Menteri Penerangan atas pencabutan SIUP majalah Tempo.

4. Peradilan Umum

Peradilan umum adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan pada umumnya. Rakyat apabila melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan yang
menurut peraturan dapat dihukum, akan diadili dalam lingkungan peradilan Umum. Peradilan
umum diatur dalam UU No. 2/1986, yang dituangkan dalam LN Nomor 30/1986. Tugas
peradilan umum adalah mengadili perkara sipil mengenai penyimpangan dari aturan hukum
Perdata material dan hukum Pidana material.
Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang termasuk wewenang Peradilan umum, digunakan
beberapa tingkat atau badan pengadilan, yaitu sebagai berikut:
a.Pengadilan Negeri
b.Pengadilan Tinggi
c.Pengadilan Tingkat Kasasi
d.Penasihat Hukum

Anda mungkin juga menyukai