Anda di halaman 1dari 21

2

MODUL PERKULIAHAN

P322130002
PERENCANAAN PAJAK

Perencanaan PPN atas Faktur


Pajak Keluaran

Abstrak Sub-CPMK 6

Materi pertemuan ini berisi Diharapkan mahasiswa mampu


tentang Perencanaan PPN menjelaskan dan memahami
atas Faktur Pajak Keluaran Perencanaan PPN atas Faktur Pajak
Keluaran

Pendahuluan
DEFINISI PPN

Fakultas Program Studi Tatap Muka Disusun Oleh

06
Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Fakutas Ekonom dan Bisnis Akuntansi
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam penerapannya, Badan atau perorangan yang
membayar pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara,
melainkan lewat pihak yang memotong PPN.
Pajak Pertambahan Nilai bersifat objektif, tidak kumulatif, dan merupakan pajak tidak
langsung. Subjek pajaknya terdiri dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non PKP,  harus
dipahami subjek pajak ini berbeda dengan Wajib Pajak. Subjek pajak belum memiliki
kewajiban untuk membayar pajak sedangkan Wajib Pajak sudah memiliki kewajiban untuk
membayar pajak.
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi
jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan
yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Mekanisme PPN di Indonesia


Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah sebagai
berikut:

1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN dari


pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual atau
penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi
PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang pajak).

3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan


PPN, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang
dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung
dengan kegiatan usahanya.

4. Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila
jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut
dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada
akhir tahun buku. Hanya PKP yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU Nomor 42
Tahun 2009 saja yang dapat mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


2 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
5. PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke Kantor Pelayanan
Pajak terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Barang Kena Pajak (BKP)


Barang Berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau
barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud antara lain : Hak Atas Merek Dagang,
Hak Cipta dan Hak Paten yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)


Adalah kegiatan penyerahan barang kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang – Undang PPN.
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sesuai Pasal 1A ayat
(1) Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah:
a. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
b. Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing);
c. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
d. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
f. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan
h. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang
membutuhkan Barang Kena Pajak.

Sedangkan sesuai Pasal 1A ayat (2) Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai
bahwa yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-undang Hukum Dagang;
b. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;

c. Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f dalam
hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang;

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


3 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
d. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang
melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena
Pajak; dan

e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang
Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.

Jasa Kena Pajak


Adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum
yang menyebabkan suatu barang/ fasilitas/ kemudahan/ hak tersedia untuk dipakai,
termasuk menghasilkan barang berdasarkan pesanan dengan bahan dan petunjuk
pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. Diantaranya : Jasa
konsultan, jasa sewa, jasa konstruksi, jasa perantara, dsb.
Pada dasarnya semua jasa merupakan Jasa Kena Pajak (JKP), kecuali yang dinyatakan
lain oleh Undang-Undang PPN itu sendiri. Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah
jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

1. jasa pelayanan kesehatan medis;

2. jasa pelayanan sosial;

3. jasa pengiriman surat dengan perangko;

4. jasa keuangan;

5. jasa asuransi;

6. jasa keagamaan;

7. jasa pendidikan;

8. jasa kesenian dan hiburan;

9. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;

10. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


4 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
11. jasa tenaga kerja;

12. jasa perhotelan;

Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum;

1. jasa penyediaan tempat parkir;


2. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
3. jasa pengiriman uang dengan wesel pos;
4. jasa boga atau katering.

Penyerahan Jasa Kena Pajak


Dalam membahas pengenaan PPN atas jasa kena pajak (JKP), perlu diketahui terlebih
dahulu pengertian jasa. Definisi 'jasa' sesuai dengan Pasal 1 angka 5 UU PPN adalah
setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang
menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak sedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Selanjutnya, Pasal 4c ayat 1 huruf c UU PPN menentukan bahwa konsumsi/penyerahan
jasa yang dapat dikenakan PPN adalah penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di
dalam daerah pabean oleh pengusaha. Dalam memori penjelasannya, penyerahan jasa
yang terutang PPN harus memenuhi syarat-syarat berikut:

 Jasa yang dikenakan merupakan JKP;


 Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean; dan

 Penyeraha dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Sesuai ketentuan pasal tersebut, penentuan suatu penyerahan jasa kena pajak
didasarkan kepada tempat terjadinya/dilakukannya penyerahan jasa atau tempat
kegiatan/aktivitas/pengerjaan pelayanan (jasa) tersebut oleh pemberi jasa, dan tidak
didasarkan kepada tempat kedudukan/domisili penerima jasa.
Dengan demikian, PPN dikenakan atas penyerahan JKP yang dilakukan dalam daerah
pabean oleh PKP kepada pihak manapun termasuk kepada orang pribadi atau badan
yang berada di luar negeri.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


5 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
PENGUSAHA KENA PAJAK
Sesuai Pasal 1 Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari
luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan PKP adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak  dan/atau  penyerahan  Jasa  Kena Pajak
yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya.
Pengusaha yang melakukan penyerahan yang merupakan objek pajak sesuai Undang-
Undang PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, kecuali
pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Sesuai dengan ketentuan PMK No.197/PMK.03/2013, suatu perusahaan atau seorang


pengusaha ditetapkan sebagai PKP bila transaksi penjualannya melampaui jumlah Rp 4,8
miliar dalam setahun. Jika pengusaha tidak dapat mencapai transaksi dengan jumlah Rp
4,8 miliar tersebut, maka pengusaha dapat langsung mencabut permohonan pengukuhan
sebagai PKP. Dengan menjadi PKP, pengusaha wajib memungut, menyetor dan
melaporkan PPN yang terutang.
Sedangkan Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena
Pajak.
Dari pengertian tersebut diatas, dijelaskan bahwa ketika Pengusaha Kena Pajak
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak maka wajib menerbitkan faktur pajak yang
disebut faktur pajak keluaran.
Adapun sesuai Pasal 11 ayat (1) Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai bahwa
saat terutang Pajak Pertambahan Nilai adalah:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak;
b. Impor Barang Kena Pajak;
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


6 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
h. Ekspor Jasa Kena Pajak

Namun sesuai ayat (2) bahwa dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal
pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah
pada saat pembayaran. Atau saat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak
(Pasal 3)
Sesuai Pasal 12 Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai bahwa tempat
terutang Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut :
1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan/atau huruf h terutang
pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
dilakukan atau tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau
tempat kegiatan usaha dilakukan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak.
2) Atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal
Pajak dapat menetapkan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat pajak
terutang.
3) Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak
dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
4) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf e
terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan
usaha.

Pengusaha kecil adalah merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku


melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah). Pengusaha kecil diperkenankan
untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP.

Pengusaha Kena Pajak Sebagai Pihak yang Menyetor dan Melaporkan PPN

Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP wajib memungut, menyetor, dan


melaporkan PPN atau Pajak PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


7 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
yang dilakukannya, Setiap tanggal di akhir bulan adalah batas akhir waktu penyetoran
dan pelaporan PPN oleh PKP.

KEWAJIBAN PENGUSAHA MELAPORKAN USAHANYA UNTUK DIKUKUHKAN


SEBAGAI PKP
Pengusaha diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
apabila melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP, JKP,
dan/atau ekspor BKP Tidak Berwujud. Pengusaha kecil juga diperkenankan untuk
memilih dikukuhkan sebagai PKP. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN, dikatakan bahwa syarat
pengusaha diwajibkan menjadi PKP apabila memiliki omzet dalam 1 tahun buku
mencapai Rp4,8 miliar. Pengukuhan PKP erat kaitannya dengan kewajiban Wajib Pajak di
bidang PPN dan PPnBM. Sebagai subjek pajak PPN, Pengusaha yang mendaftarkan diri
menjadi PKP mendapatkan kewajiban dan hak dalam hal pemenuhan perpajakan.

Kewajiban PKP:
 Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
 Memungut PPN dan PPnBM yang terutang

 Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan PPnBM yang
terutang

 Melaporkan penghitungan pajak dalam SPT Masa PPN

 Menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap Penyerahan BKP dan/atau JKP

Jika dilihat dari sudut pandang bisnis, menjadi PKP ataupun memilih untuk tidak menjadi
PKP (Non PKP) memiliki konsekuensinya masing-masing. Beberapa keuntungan apabila
wajib pajak memilih menjadi PKP di antaranya adalah:
 Pengusaha dianggap memiliki sistem yang sudah baik dianggap legal secara hukum
karena sudah menjadi PKP dan tertib membayar pajak,
 Menjadi PKP berarti perusahaan dianggap besar dan tentunya akan berpengaruh
saat menjalin kerja sama dengan perusahaan lain yang tergolong besar,
 Dapat melakukan transaksi penjualan kepada Bendaharawan Pemerintah,

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


8 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
 Pola produksi dan investasi yang baik karena penyerahan BKP/JKP menjadi beban
konsumen.

Selain keuntungan yang diterima, mendaftarkan diri menjadi PKP juga memiliki beberapa
kerugian di antaranya adalah:
 Pembayaran pajak semakin besar, karena bagi wajib pajak Non PKP, perlakuan
pajak masukan akan merugikan apabila dibandingkan sebagai biaya,
 Mengurangi daya saing karena harga jual lebih tinggi, hal ini karena harus memungut
PPN , dari lawan transaksi, apabila wajib pajak dikukuhkan sebagai PKP maka setiap
penyerahan BKP/JKP harus ditambah dengan PPN
 Menambah kerumitan dan pengenaan sanksi yang lebih besar, kerumitan di sini
terkait dengan aturan pelaporan PPN serta sanksi-sanksi di depan terkait
keterlambatan maupun kesalahan faktur.

DEFINISI FAKTUR PAJAK


Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dan aktivitas impor BKP
Artinya, ketika PKP menjual suatu barang atau jasa kena pajak, maka harus
menerbitkan Faktur Pajak sebagai tanda bukti dirinya telah memungut pajak dari orang
yang telah membeli barang/jasa kena pajak tersebut. Perlu diingat bahwa barang/jasa
kena pajak yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain harga pokoknya.
PKP adalah bisnis/perusahaan/pengusaha yang melakukan penyerahan barang
kena pajak dan/atau JKP yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PKP harus
dikukuhkan terlebih dahulu oleh DJP, dengan beberapa persyaratan tertentu. 
Perlu diingat, Faktur Pajak harus dibuat oleh PKP untuk setiap penyerahan BKP dan/atau
JKP, ekspor BKP tidak berwujud, dan ekspor JKP.
Sejak 1 Juli 2016, PKP se-Indonesia wajib membuat faktur pajak elektronik atau e-Faktur
untuk menghindari penerbitan faktur pajak fiktif untuk pengenaan PPN kepada lawan
transaksinya.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


9 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Larangan membuat Faktur Pajak
Pasal 14 UU PPN dan PPNBM telah menegaskan yaitu:
1. Bagi pengusaha orang pribadi atau badan yang belum dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak dlarang membuat faktur pajak
2. Apabila faktur pajak telah dibuat, sebagai akibatnya pengusaha orang pribadi atau
badan dimaksud wajib menyetor pajak yang tercantum dalam faktur pajak ke kas
negara

Apabila Pengusaha telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi tidak
membuat faktur faktur pajak atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak maka akan
dikenakan sanksi administrasi berupa denda 2% dari DPP

Sanksi Pidana dalam penerbitan faktur pajak


Pasal 39 A UU KUP Memberikan sanksi kepada setiap orang yang dengan sengaja:

1. Menerbitkan dan/ atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak dan/ atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi
yang sebenarnya, atau
2. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhan sebagai pengusaha kena pajak
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (2) tahun dan paling lama 6
(enam) tahun serta denda paling sedikit 2x jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti
pemungutan pajat, bukti pemotongan pajak dan/ atau bukti setoran pajak dan
paling banyak 6x jumlah jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajat,
bukti pemotongan pajak dan/ atau bukti setoran pajak
 

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


10 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
 HAL-HAL YG PERLU DIPERHATIKAN DLM PER-38/PMK.03.2010, PER-24/PJ/ 2012
JO PER-08/PJ/2013
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib menerbitkan Faktur Pajak setiap penyerahan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
2. Faktur Pajak harus dibuat pada :
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa
Kena Pajak;
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau
d. saat PKP menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
3. Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
4. Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN), dan
pengisiannya sesuai dengan Tata Cara Pengisian Keterangan pada Faktur Pajak,
dipersamakan dengan Faktur Pajak.
5. Bentuk dan ukuran Formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP
dan pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan sendiri oleh PKP.
6. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, benar dan sesuai dengan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN, serta
ditandatangani oleh pejabat/ kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur
Pajak. Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar dan/atau tidak
ditandatangani merupakan Faktur Pajak cacat.

JENIS-JENIS FAKTUR PAJAK


1. Faktur Pajak Keluaran adalah faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak saat melakukan penjualan terhadap barang kena pajak, jasa kena pajak,
dan atau barang kena pajak yang tergolong dalam barang mewah;

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


11 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
2. Faktur Pajak Masukan adalah faktur pajak yang didapatkan oleh PKP ketika
melakukan pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak dari PKP
lainnya;
3. Faktur Pajak Pengganti adalah penggantian atas faktur pajak yang telah terbit
sebelumnya dikarenakan ada kesalahan pengisian, kecuali kesalahan pengisian
NPWP. Sehingga, harus dilakukan pembetulan agar sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya;
4. Faktur Pajak Gabungan adalah faktur pajak yang dibuat oleh PKP yang meliputi
seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak atau jasa
kena pajak yang sama selama satu bulan kalender;
5. Faktur Pajak Digunggung adalah faktur pajak yang tidak diisi dengan identitas
pembeli, nama, dan tandatangan penjual yang hanya boleh dibuat oleh PKP
Pedagang Eceran;
6. Faktur Pajak Cacat adalah faktur pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas,
benar, dan/atau tidak ditandatangani termasuk juga kesalahan dalam pengisian
kode dan nomor seri. Faktur pajak cacat dapat dibetulkan dengan membuat faktur
pjak pengganti;
7. Faktur Pajak Batal adalah faktur pajak yang dibatalkan dikarenakan adanya
pembatalan transaksi. Pembatalan juga harus dilakukan ketika ada kesalahan
pengisian NPWP dalam faktur pajak.
Ada pula dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. Yaitu
dokumen yang tidak memiliki format sebagaimana faktur pajak pada umumnya, tetapi
tetap dipersamakan kedudukannya. 
Contohnya adalah tagihan listrik, tagihan pemakaian air, tagihan telepon selular, dan lain
sebagainya.

Sebagai Pengusaha Kena Pajak, jika menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak wajib menerbitkan faktur pajak keluaran kepada pembeli Barang Kena Pajak /
Jasa Kena Pajak sebagai bukti atau sarana pemungutan PPN.
Adapun faktur pajak keluaran harus dibuat pada:
a) Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan / atau Jasa Kena Pajak
b) Saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
c) Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


12 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
d) Akhir bulan saat penyerahan dilakukan berulang kali kepada 1 pembeli Barang
Kena Pajak / pengguna Jasa Kena Pajak yang sama

Faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak harus mencantumkan
keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, paling
sedikit memuat:
a) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak;
c) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f) Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Namun jika identitas pembeli pada point (b) tidak diketahui, faktur pajak tetap dapat
diterbitkan, hanya saja PPN tidak dapat dikreditkan oleh pembeli.
Sesuai Pasal 13 ayat (6) dan ayat (9) Undang - Undang Pajak Pertambahan Nilai
menjelaskan bahwa Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan material yaitu berisi
keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud,
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, Ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena
Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Sesuai dengan Pasal 13 Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai bahwa setiap
Pengusaha Kena Pajak wajib menerbitkan faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang
Kena Pajak / penyerahan Jasa Kena Pajak dan memungut PPN dari pembeli BKP /
penerima JKP kecuali pembeli yang sudah ditunjuk sebagai Pemungut PPN.
Sejak 1 Juli 2014 telah dimulai penggunaan Faktur Pajak Elektronik untuk
Pengusaha Kena Pajak tertentu, dan sejak 1 Juli 2016 telah diwajibkan penggunaannya
untuk semua Pengusaha Kena Pajak yang ada di Indonesia. Perbedaan Faktur Pajak
Elektronik dengan Faktur Pajak Kertas yang digunakan sebelumnya adalah sebagai
berikut :

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


13 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
No Keterangan Faktur Pajak Kertas e-Faktur

1 Format Bebas tidak ditentukan dan Ditentukan oleh aplikasi/sistem yang


dapat mengikuti contoh di ditentukan dan atau
lampiran disediakan oleh DJP
PER-24/PJ/2012 dan
perubahannya
2 Tandatangan Tanda tangan basah diatas Tanda tangan elektronik berbentuk
FP kertas QR code
3 Cetakan Diwajibkan berbentuk kertas Tidak diwajibkan untuk dicetak dalam
dan jumlah lembar diatur bentuk kertas
4 Yang Seluruh PKP PKP yang ditetapkan oleh Dirjen
wajib membuat Pajak secara bertahap
5 Transaksi semua penyerahan BKP/JKP Pasal 4 ayat 1 (a),(c) dan Pasal 16 D
yang diwajibkan membuat
Faktur pajak
6 Prosedur – e-faktur dilaporkan ke DJP dengan
Upload faktur cara upload dan mendapat
persetujuan DJP
7 Mata Rupiah dan Dollar Rupiah (Selain Rupiah, dikonversi ke
Uang Rupiah dengan menggunakan
kurs Menteri Keuangan pada saat
pembuatan e-Faktur)

8 Pelaporan Menggunakan aplikasi ESPT Menggunakan aplikasi yang sama


SPT PPN PPN 1111, E SPT 1111DM dengan aplikasi pembuatan
atau lapor e-Faktur
manual

Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 bahwa Nomor


Faktur Pajak terdiri dari :
• 2 (Dua) Digit Kode Transaksi
• 1 (Satu) Digit Kode Status
• 13 (Tiga Belas) Digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak

Pada lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012


dijelaskan tentang kode transaksi Faktur Pajak sebagai berikut :
• Kode 01 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN dan
PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
Kode ini digunakan dalam hal bukan merupakan jenis penyerahan sebagaimana
dimaksud pada kode 04 sampai dengan kode 09.
• Kode 02 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN
Bendahara Pemerintah yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara
Pemerintah.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


14 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
• Kode 03 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN
Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN
Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) . Pemungut PPN Lainnya selain Bendahara
Pemerintah, dalam hal ini adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan
Minyak dan Gas, Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan
Sumber Daya Panas Bumi, Badan Usaha Milik Negara atau Wajib Pajak lainnya yang
ditunjuk sebagai Pemungut PPN, termasuk perusahaan yang tunduk terhadap
Kontrak Karya Pertambangan yang di dalam kontrak tersebut secara lex specialist
ditunjuk sebagai Pemungut PPN.
• Kode 04 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan
DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP.
• Kode 05 Kode ini tidak digunakan.
• Kode 06 digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP
Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan penyerahan kepada
orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16E
• Kode 07 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas
PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP).
• Kode 08 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas
Dibebaskan dari pengenaan PPN.
• Kode 09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya dipungut
oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP.

Sedangkan pada lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor


PER-24/PJ/2012 dijelaskan tentang kode status Faktur Pajak sebagai berikut :
1) 0 (nol) untuk status normal;
2) 1 (satu) untuk status penggantian, Dalam hal diterbitkan Faktur Pajak pengganti
ke-2, ke-3, dan seterusnya, maka Kode Status yang digunakan Kode Status 01

Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak, harus lengkap sesuai dengan
banyaknya digit. Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan akan memberikan
nomor seri Faktur Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai
dari Nomor Seri 900-13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April
2013. Untuk tahun 2014 akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000-14.00000001
demikian seterusnya.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


15 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Tax Planning atas PPN
1. Melakukan pemusatan pajak terutang (sentralisasi)
2. Identifikasi barang atau jasa mana yang:
 terutang PPN
 Terutang tapi tidak dipungut PPN
 Tidak dikenakan PPN
 Dibebaskan dari PPN
3. Kapitalisasi biaya pembangunan ke dalam harga perolehan tanah (efisiensi PPN
KMS/Kegiatan Membangun Sendiri) seperti biaya pengurangan, pengerasan, dll
4. Laporkan faktur pajak sesuai dengan masa pajaknya
5. Perhatikaan syarat sahnya faktur pajak supaya bisa dikreditkan
6. Terbitkan faktur pajak selama mungkin (dalam kurun waktu yang diperbolehkan)
7. Perketat term of payment untuk mencegah WP menalangi PPN Pembeli (pre-
financing)
8. Rekonsiliasi omzet PPN dengan peredaran usaha dalam SPT PPH Badan
9. Hindari pengenaan sanksi

Sanksi / denda terkait PPN


1. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur
pajak
2. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP membuat faktur pajak tetapi tidak
tepat waktu
3. Pengusaha kena pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan penerbitan
faktur pajak
4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak
secara lengkap
5. Pengusaha kena pajak gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak
masukan

Pemanfaatan berbagai fasilitas di bidang PPN


1. Fasilitas PPN terutang tidak dipungut
 Kawasan berikat
 KAPET (Kawasan pengembangan ekonomi terpadu)
 EPTE (Entrepot produksi untuk tujuan ekspor) dll
2. Fasilitas PPN dibebaskan contohnya: impor atau penyerahan BKP tertentu yang
bersifat strategis

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


16 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
3. Fasilitas insentif PPN dimasa pandemi covid 19
Contoh perencanaan pajak untuk PPN
Pilih bidang usaha nya apa
1. Perlakuan pajak penghasilan
 Tarif final 0,5%
 Tarif umum x laba bersih
 Tarif final lainnya

Perlakuan PPN
Pilihan subyek Obyek
Kena PPN Pengusaha (OP / Badan) Penyerahan BKP/Non BKP
Penyerahan JKP / Non JKP
Tidak kena PPN Pengusaha kecil (OP / Penyerahan Non BKP
Badan) Penyerahan Non JKP
Kriteria pengusaha kecil
Peredaran usaha tidak melebihi Rp 4,8 M setahun

Kapan mendaftarkan diri menjadi Pengusaha Kena Pajak


Pilihan Persyaratan Alasan
Sejak berdiri Semua pembelian PPN yang dibayarkan
memperoleh faktur pajak kepada supplier dapat
masukan dikreditkan
Pembeli mensyaratkan kita
harus menerbitkan faktur
PPN
Menunggu omzet > 4,8 M Sebagian besar pembelian Jika terlanjur PKP, harga
tidak memperoleh faktur jual tidak dapat bersaing di
pajak masukan pasar

Perusahaan memiliki beberapa cabang


Pengendalian tempat terutangnya
1. Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat 1 huruf a, huruf c, huruf g dan atau huruf h terutang pajak ditempat tinggal
atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain
selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
dilakukan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


17 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
2. Atas pemberiahuan secara tertulis dari pengusaha kena pajak, Direktur Jenderal Pajak
dapat menetapkan 1 tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang

Perusahaan sudah melaporkan seluruh kewajiban PPN (Pungut, setor dan lapor)
Jawaban pada saat dilakukan konfirmasi “tidak ada”
Jika dilakukan pemeriksaan oleh DJP, pemeriksa akan melakukan konfirmasi atas
kebenaran faktur pajak masukan. Jawaban konfimrasi yang negative TIDAK ADA akan
mengakibatkan pajak masukan tidak diakui oleh pemeriksa
Uraian Menurut WP Menurut pemeriksa Koreksi

Pajak keluaran 1.000.000.000 1.000.000.000 0

Pajak masukan 900.000.000 700.000.000 200.000.000

PPN Kurang Bayar 100.000.000 300.000.000 200.000.000

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


18 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
3. Lakukan pembuktian arus dokumen bahwa atas faktur PPN yang kita terima telah
dilengkapi dengan dokumen yang lengkap serta terbit purchase order, sales
contract, surat jalan (DO), bukti pembayaran / rekening koran
4. Minta copy SPT Massa PPN lawan transaksi yang menyajikan penjualannya
kepada kita

Ekualisasi omset versi laporan SPT Massa PPN (12 bulan) dan omzet versi SPT
Tahunan PPH Badan
Salah satu cara pengujian DJP atas kebenaran laporan penjualan WP adalah melakukan
ekualisasi antara SPT Massa PPN dan SPT Tahunan PPH badan. Selisih antara
keduanya harus dapat dijelaskan oleh wajib pajak

Uraian Menurut SPT PPN Menurut SPT PPH Selisih

Penyerahan/penjualan 30.000.000 25.000.000 (5.000.000)

Selisih dapat disebabkan


1. Pencatatan kurs yang berbeda antara kurs pengenaan PPN dan pencatatan
akuntansi untuk PPH
2. Pemakaian sendiri produk yang di hasilkan dari kegiatan produksi secara
akuntansi tidak diakui sebagai penjualan, tetapi terutang PPn
3. Objek PPN terdapat di penghasilan luar usaha tidak muncul diakun pendapatan
usaha
4. Terdapat pembayaran dimuka secara PPN sudah terutang secara PPH belum
diakui sebagai penjualan

Perencanaan PPN Keluaran

Perencanaan PPN Keluaran berhubungan dengan kapan Pengusaha Kena Pajak


akan menerbitkan faktur pajak keluaran. Faktur pajak keluaran Dibuat sesuai saat
terutang PPN yaitu pada saat

a. Saat penyeraan BKP dan/atau BKP

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


19 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
atau
d. Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada bendaharawan pemerintah sebagai
pemungut PPN

Perencanaan pajak atas PPN Keluaran tersebut bisa saja dilakukan karena suatu
hal, seperti contoh berikut:
a) Perkiraan status lebih Bayar PPN pada SPT PPN Masa berjalan.
Ketika Pengusaha Kena Pajak sudah memprediksi bahwa akan terjadi PPN lebih
bayar di bulan berjalan setelah menganalisis jumlah DPP PPN Keluaran dan DPP
PPN Masukan, Pengusaha Kena Pajak dapat meminta pelanggan untuk membayar
DP atau pelunasan di muka sehingga dapat diterbitkan Faktur Pajak Keluaran dan
status SPT Masa PPN menjadi tidak lebih bayar
b) Perkiraan status Kurang Bayar PPN pada SPT PPN Masa berjalan.
Ketika Pengusaha Kena Pajak sudah memprediksi bahwa akan terjadi PPN Kurang
Bayar di bulan berjalan yang cukup besar lebih setelah menganalisis jumlah DPP
PPN Keluaran dan DPP PPN Masukan, Pengusaha Kena Pajak dapat melakukan
negosiasi kepada pembeli untuk melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak di awal bulan berikutnya dan mengkonfirmasi agar
pembayaran dilakukan setelah Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
diterima sehingga Faktur Pajak Keluaran dapat diterbitkan di bulan depan dan status
Kurang Bayar pada SPT Masa PPN tidak bertambah besar.

Daftar Pustaka
Pohan, C. A. 2013. Manajemen perpajakan. Jakarta. Gramedia
Siswanto, E.H. & Tarmidi, D. 2020. Akuntansi Pajak Teori dan Praktik. Jakarta. Raja
Grafindo
Suandi, E. 2011. Perencanaan Pajak. Jakarta. Salemba Empat
Waluyo. 2017. Perpajakan Indonesia Buku Satu. Jakarta. Salemba Empat.
Waluyo. 2016. Akuntansi Pajak. Jakarta. Salemba Empat.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


20 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi Undang – Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi Undang – Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi Undang – Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Zain, M. 2007. Manajemen Pajak. Jakarta. Salemba Empat

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


21 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai