Anda di halaman 1dari 40

DEPARTEMEN KONSERVASI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
Materi Diskusi Ilmiah

ONLAY PORCELAIN DAN KOMPOSIT KELAS II

Oleh:
KELOMPOK DISKUSI 7A

Nama : Rezky Rachmawaty Salsabila (J0142010005)


Asny Syahriani (J014201030)

Pembimbing : Prof. Dr. drg. Ardo Sabir, M.Kes

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN KONSERVASI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karies gigi merupakan suatu penyakit gigi dan mulut yang paling
banyak diderita. Karies gigi dapat terbentuk karena terdapat sisa makanan
yang menempel pada gigi dan pada akhirnya akan menyebabkan pengapuran
gigi sehingga mengakibatkan gigi menjadi keropos, berlubang, bahkan patah.
Karies gigi dapat membuat mengalami kehilangan daya kunyah dan
terganggunya system pencernaan sehingga penurunan absorbsi makanan
kurang maksimal. 1
Restorasi di bidang konservasi gigi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu direct (restorasi langsung) dan indirect (restorasi tidak langsung).
Restorasi resin komposit berperan penting pada penumpatan gigi anterior dan
posterior. Penempatan restorasi komposit harus selalu memperhatikan
penampilan natural dan tahan terhadap tekanan kunyah. Adhesi resin untuk
dentin dan email tidak hanya untuk mengembalikan fungsi gigi tetapi juga
mengubah estetik. Restorasi pada gigi pasca perawatan endodontik sangat
penting untuk keberhasilan perawatan. Kegagalan restorasi setelah perawatan
endodontik yang terjadi diantaranya adalah kebocoran tepi, lepasnya restorasi,
fraktur restorasi, atau fraktur dari gigi yang telah direstorasi. Oleh karena itu,
perencanaan dan pemilihan restorasi harus dilakukan dengan beberapa
pertimbangan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
restorasi adalah banyaknya jaringan gigi yang tersisa, fungsi gigi, posisi gigi,
posisi atau lokasi gigi, morfologi gigi, dan anatomi saluran akar.2-4
Gigi posterior menerima beban kunyah lebih besar dibandingkan
dengan gigi anterior, karena itu pertimbangan dalam pemilihan restorasi juga
berbeda. Faktor yang paling utama dalam menentukan restorasi adalah
banyaknya jaringan gigi sehat yang tersisa. Gigi yang tidak beresiko fraktur
dan memiliki sisa jaringan yang cukup banyak, diindikasikan menggunakan
restorasi sederhana. Ukuran kamar pulpa yang besar menyebabkan gigi
posterior lebih baik direstorasi dengan onlay atau mahkota penuh.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana tahapan onlay porcelain?
2. Bagaimana tahapan komposit kelas II?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yaitu untuk mengetahui dan memahami tentang
tahapan-tahapan terkait onlay porcelain dan komposit pada kasus gigi kelas II.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Onlay Porcelain


Porcelain merupakan bahan restorasi yang diindikasikan pada gigi
yang membutuhkan estetika yang tinggi, sebagai mahkota pada restorasi
mahkota pasak, dan gigi dengan pewarnaan. Penggunaan restorasi mahkota
setelah perawatan endodontik perlu pertimbangan karena membutuhkan
pembuangan dinding, sehingga dinding yang tersisa pada gigi setelah dirawat
endodontik cukup tipis.
Onlay adalah suatu restorasi yang menutupi satu atau lebih cuspid
dengan menggunakan prinsip restorasi ektrakoronal dan intrakoronal. Onlay
paling diindikasikan dan secara umum digunakan sebagai restorasi tuang
untuk gigi tunggal. Perlindungan yang diberikan merupakan perlindungan
keseluruhan cuspid pada gigi posterior yang melemah akibat karies, fraktur,
maupun restorasi sebelumnya. Restorasi ini didesain untuk mendistribusikan
tekanan oklusal gigi secara meminimalkan kemungkinan fraktur dikemudian
hari.4,5
Desain preparasi onlay, antara lain adalah sebagai berikut : 4,6
a. Preparasi 2 mm dari groove central ke dalam lantai pulpa
b. Pengurangan permukaan oklusal sebesar 1,5 mm
c. Dinding gingival ke oklusal divergen sebesar 2-5o dari lantai pulpa sebagai
retensi
d. Pembuatan step oklusal sebesar 0,5 mm sebagai retensi.

Gambar 1. Bersarnya bagian yang dikurangi sekitar 2 mm. Preparasi ini membutuhkan
jaringan yang cukup, dimana tekniknya berbeda dengan mahkota logam.
Desain cavosurface margin yang digunakan biasanya tergantung pada
situasi klinis. Pemilihan desain dapat ditentukan oleh bentuk gigi, lokasi yang
diinginkan, atau merupakan pilihan dari operator. Tipe margin yang paling
sering digunakan untuk restorasi tuang adalah knife-edge, chamfer, shoulder,
chamfer bevel, dan shoulder bevel.7
a. Indikasi penggunaan onlay all porcelain
Mahkota onlay all porcelain sangat baik digunakan sebagai restorasi akhir
pasca perawatan endodontik pada gigi posterior yang kehilangan 1 atau 2
cusp mahkota karena besarnya ruang pulpa yang terbuka setelah dilakukan
preparasi saluran akar dan tekanan kunyah pada gigi posterior yang cukup
besar.
b. Kontraindikasi penggunaan onlay all porcelain
Terdapat beberapa keadaan yang menyebabkan restorasi porcelain menjadi
kontraindikasi. Gigi dengan oklusi edge to edge dan gigi dengan mahkota
klinis yang pendek tidak diindikasikan untuk direstorasi dengan bahan
porcelain. 5

Penatalaksanaan onlay porcelain


1. Kunjungan pertama
a. Dasar kavitas gigi setelah dilakukan perawatan endodontik dilapisi
dengan glass ionomer cement sebagai base maupun dengan dinding
kavitas yang tipis.
b. Preparasi bidang oklusal dilakukan dengan round end tappered
diamond bur kurang lebih 1-2 mm kemudian preparasi dinding kavitas
ke oklusal divergen sekitar 2-5o, semua dinding kavitas dibevel sekitar
30o pada tepi fasial dan lingual, kemudian dilakukan pengecekan
oklusi dengan malam biru.
Gambar 2. Reduksi oklusal (pengurangan bidang oklusal)

Gambar 3. Preparasi bevel pada restorasi onlay

c. Setelah itu, dilakukan pencetakan dengan double impression pada


rahang tepatnya pada gigi yang telah dipreparasi dan pencetakan
alginat untuk rahang oklusinya, lalu pencocokan warna dengan
menggunakan shade guide dan insersi mahkota sementara dengan
repotec, lalu mengecek oklusi setelah insersi mahkota sementara.

A. B.
Gambar 4. (A) Hasil pencetakan double impression,
(B) Insersi mahkota sementara menggunakan repotec.
2. Kunjungan kedua
a. Seminggu setelah insersi mahkota sementara dilakukan insersi
permanen.

Gambar 5. Onlay all porcelain pada model gigi.

b. Sebelum diinsersi permanen onlay all porcelain, dicobakan (try-in)


terlebih dahulu dengan tujuan untuk memeriksa kerapatan onlay pada
gigi yang dipreparasi, retensi, resistensi, integritas tepi, artikulasi, dan
oklusi rahang atas dan rahang bawah.
c. Setelah pemeriksaan ketepatan onlay pada kavitas gigi yang telah
dipreparasi dilakukan insersi tetap dengan menggunakan self adhesive
resin cement untuk merekatkan onlay pada kavitas gigi secara
permanen.

Gambar 6. Self adhesive resin cement yang digunakan untuk insersi onlay.

d. Buang seluruh kelebihan bahan sementasi dengan menggunakan sonde


dan ekscavator.
e. Setelah diinsersi permanen tetap dilakukan pengecekan oklusi dengan
menggunakan articulating paper.
f. Pasien diinstruksikan untuk tetap menjaga kebersihan gigi dan
mulutnya, menggunakan dental floss untuk membersihkan bagian
interdental, dan melakukan kontrol 1 minggu setelah diinsersi
permanen.8

A. B.
Gambar 7. (A) Insersi permanen onlay all porcelain, (B) Menunjukkan onlay all
porcelain pada saat oklusi seterlah diinsersi permanen.

2.2 Dental Caries (Karies Pada Gigi)


2.2.1 Definisi
Karies gigi merupakan penyakit kronis yang paling umum. Hasil dari
penyakit ini adalah kerusakan yang terjadi pada gigi. Penyakit ini akibat
interaksi kompleks antara bakteri yang memproduksi asam gigi dan
karbohidrat yang dapat difermentasi. Seiring waktu, asam dalam plak gigi
dapat menghilangkan mineralisasi enamel dan dentin pada fissure dan
permukaan gigi. Proses karies bersifat dinamis, dengan periode demineralisasi
dan remineralisasi struktur gigi yang bergantian terkait dengan fluktuasi pH
biofilm plak. Secara umum, semakin rendah pH, semakin besar
kecenderungan pelarutan komponen jaringan keras. Jika pH dalam biofilm
turun di bawah ambang kritis untuk jangka waktu yang lama setelah konsumsi
gula, hasilnya adalah demineralisasi progresif dan hilangnya kalsium dan
fosfat yang berkelanjutan dari substansi mineral gigi. Tanda visual paling awal
dari karies gigi adalah yang disebut “white spot lesion” atau lesi bercak putih.
Jika demineralisasi berlanjut, permukaan white spot akan berlubang dan
menghasilkan kavitas atau rongga. Namun, jika lingkungan demineralisasi
dikurangi atau dihilangkan, white spot lesion (WSL) dapat mengalami
remineralisasi dan tidak berkembang. Risiko karies meliputi faktor-faktor
seperti tingginya jumlah bakteri kariogenik, konsumsi gula dengan frekuensi
yang tinggi, laju aliran saliva yang tidak memadai, paparan fluorida yang tidak
mencukupi, dan kebersihan mulut yang buruk. 9,10
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi lesi karies yang bergantung pada posisi lesi dan
menentukan desain kavitas terlepas dari ukuran dan luasnya lesi. G. V. Black
mengklasifikasikannya menjadi lima kelas berdasarkan prinsip "extension for
prevention" Kemudian, kelas keenam juga ditambahkan ke sistem klasifikasi
ini.11
 Kelas I: Kavitas pada pits atau fisura pada permukaan oklusal molar dan
premolar; permukaan molar fasial dan lingual; dan permukaan lingual gigi
insisivus rahang atas
 Kelas II: Kavitas pada permukaan proksimal gigi premolar dan molar
 Kelas III: Kavitas pada permukaan proksimal gigi insisivus dan gigi
kaninus yang tidak melibatkan insisal edge
 Kelas IV: Kavitas pada permukaan proksimal gigi insisivus atau gigi
kaninus yang melibatkan insisal edge
 Kelas V: Kavitas pada sepertiga servikal permukaan fasial atau lingual
gigi
 Kelas VI: Kavitas pada insisal edge gigi anterior dan ujung cusp gigi
posterior.

Klasifikasi G. J. Mount mengidentifikasi posisi lesi pada mahkota


gigi yang terbuka atau terekspos dan sejauh mana perkembangannya. Menurut
Mount, desain kavitas dan bahan yang digunakan untuk memperbaikinya
harus ditentukan oleh posisi dan luas lesi daripada desain kavitas geometris
yang telah ditentukan sebelumnya. Lesi karies diklasifikasikan menjadi tiga
tempat berbeda pada permukaan mahkota gigi.11
 Site 1: pits dan fissures pada permukaan oklusal gigi posterior dan
kerusakan lain pada permukaan email yang halus
 Site 2: Area kontak antara sepasang gigi, anterior, atau posterior
 Site 3: Area servikal yang berhubungan dengan jaringan gingiva termasuk
permukaan akar yang terbuka.
Luasnya diklasifikasikan sebagai berikut: 11
 Size 0: Lesi awal di tempat mana pun yang dapat diidentifikasi tetapi
belum menghasilkan kavitasi permukaan
 Size 1: Lesi minimal kecil yang membutuhkan intervensi operatif
 Size 2: Kavitas berukuran sedang
 Size 3: Kavitas perlu dimodifikasi dan diperbesar untuk memberikan
perlindungan yang cukup bagi mahkota yang tersisa dari beban oklusal
 Size 4: Kavitas luas setelah kehilangan cusp dari gigi posterior atau insisal
edge dari gigi anterior.

Klasifikasi berdasarkan International Caries Detection and


Assesment System (ICDAS), yaitu sebagai berikut: 12
1. D0: tidak ada lesi karies/ struktur gigi sehat
2. D1: terdapat perubahan warna pada email, terlihat jika dilakukan
pengeringan pada permukaan email.
3. D2: terjadi perubahan visual pada email dalam keadaan basah
4. D3: telah terjadi kerusakan yang terlokalisir dan belum melibatkan bagian
dentin D4: tampak bayangan gelap pada dentin, dan sudah mencapai DEJ
5. D5: telah tampak kavitas pada dentin
6. D6: telah tampak kavitas yang luas pada dan telah melibatkan pulpa.

2.3 Preparasi Gigi 13


Preparasi gigi mencakup semua prosedur mekanis yang dilakukan
untuk mengangkat semua jaringan yang terinfeksi dan terkena dan untuk
memberikan desain yang tepat pada jaringan keras gigi yang tersisa, sehingga
restorasi yang baik secara mekanis dan biologis dapat tetap berada pada gigi
yang telah dipreparasi. Preparasi gigi adalah prosedur menghilangkan karies
sampai jaringan gigi yang sehat dengan bentuk yang tepat agar tercapai tujuan
untuk mempertahankan bahan restoratif yang menahan gaya pengunyahan,
mempertahankan fungsi dan estetika.
2.3.1 Preparasi Gigi Sedernana (Simple), Compound dan Kompleks
Preprasi gigi sederhana (simple) yaitu preparasi gigi yang hanya
melibatkan satu permukaan gigi disebut preparasi sederhana (Gambar 8.)
misalnya preparasi oklusal.

Gambar 8. Preparasi gigi sederhana yang hanya melibatkan satu permukaan gigi

Preparasi gigi compound yaitu preparasi gigi yang melibatkan dua


permukaan (Gambar 9.) misalnya preparasi mesioocclusal atau disto-oklusal.

Gambar 9. Preparasi gigi compound yang melibatkan dua permukaan

Preparasi gigi kompleks yaitu preparasi gigi yang melibatkan lebih


dari dua permukaan (Gambar 10.) misalnya preparasi MOD.

Gambar 10. Preparasi gigi kompleks yang melibatkan lebih dari dua permukaan
2.3.2 Dinding Preparasi Gigi (Tooth Preparation Walls)
 Internal wall adalah dinding dalam preparasi, yang tidak diperpanjang ke
permukaan gigi luar.
 External Wall adalah dinding gigi yang telah dipreparasi yang memanjang
ke permukaan gigi luar. External wall mengambil nama dari permukaan
gigi tempatnya berada.
 Pulpal wall adalah dinding internal menuju pulpa dan menutupi pulpa. Ini
mungkin vertikal dan tegak lurus dengan sumbu panjang gigi.
 Aksial wall adalah dinding internal yang sejajar dengan sumbu panjang
gigi.
 Floor adalah dinding yang dipreparasi biasanya datar dan tegak lurus
dengan gaya oklusal yang diarahkan ke oklusogingiva, misalnya, dinding
pulpa dan gingiva.

A. B.

C. D. E.
Gambar 11. A. Internal wall; B. Eksternal wall; C. Pulpal wall; D. Aksial wall; E. Floor

2.3.3 Preparasi Gigi Kelas II 13 (textbook of operative dentistry, 2nd ed)


Untuk preparasi gigi kelas II (mesio-oklusal atau disto-oklusal) terdiri
dari 11 line angle dan 6 point angle adalah sebagai berikut (Gambar 12).
Berikut ini adalah nomenklatur untuk preparasi gigi mesio-oklusal.
Gambar 12. Preparasi gigi kelas II yang menunjukkan line angle dan point angle

Line Angles
• Distofacial
• Faciopulpal
• Axiofacial
• Faciogingival
• Axiogingival
• Linguogingival
• Axiolingual
• Axiopulpal
• Distolingual
• Distopulpal
• Linguopulpal.

Point Angles
• Distofaciopulpal point angle
• Axiofaciopulpal point angle
• Axiofaciogingival point angle
• Axiolinguogingival point angle
• Axiolinguopulpal point angle
• Distolinguopulpal point angle.
2.3.4 Langkah-langkah dalam Preparasi Gigi13(textbook of operative dentistry)
Sebelum memulai preparasi gigi seseorang harus mengidentifikasi
adanya karies. Harus ada opasitas di sekitar pit dan fissure yang menunjukkan
demineralisasi enamel. Enamel yang melunak dapat dideteksi dan dihilangkan
dengan ujung eksplorer yang tajam.
Preparasi gigi melibatkan pendekatan sistemik berdasarkan prinsip
mekanis dan fisik yang harus diikuti secara berurutan. Desain preparasi gigi
untuk gigi dengan karies awal atau restorasi tergantung pada lokasi karies,
jumlah dan luasnya karies, jumlah struktur gigi yang hilang, dan bahan
restorasi yang akan digunakan. Namun ada beberapa prinsip dasar yang harus
diikuti saat melakukan preparasi gigi.
A. Initial tooth preparation (preparasi awal gigi)
*Outline form dan kedalaman awal
- Menempatkan margin preparasi pada posisi yang akan mereka tempati
pada preparasi gigi akhir kecuali untuk finishing dinding enamel dan
margin
- Mempertahankan kedalaman awal 0,2 hingga 0,8 mm ke dalam dentin.
- Outline form mendefinisikan batas luar dari preparasi.

Sebelum memulai preparasi gigi, outline form harus divisualisasikan


untuk mengakses bentuk preparasi yang diusulkan (Gambar 13). Outline
form meliputi outline form eksteral dan outline form internal.

Gambar 13. Outline form harus mencakup semua pit dan fissure yang rusak

Outline form eksternal dibuat terlebih dahulu untuk memperluas


semua margin ke dalam jaringan gigi yang sehat sambil mempertahankan
kedalaman awal 0,2 hingga 0,8 mm ke dalam dentin menuju pulpa
(Gambar 14). Pada lesi karies yang kecil atau terlokalisasi, desain sediaan
harus konservatif dalam dimensi sedangkan pada lesi sedang sampai besar,
outline form mungkin lebih luas. Selama preparasi gigi, margin preparasi
tidak hanya meluas ke jaringan gigi yang sehat tetapi juga melibatkan pit
yang dalam dan fisura yang berdekatan dengan daerah preparasi.

Prinsip-prinsip berikut selalu diingat saat preparasi outline form:


• Menghilangkan semua struktur gigi yang melemah dan rapuh
• Menghilangkan semua email yang rusak
• Menggabungkan semua kesalahan dalam preparasi
• Tempatkan semua margin preparasi dalam posisi yang memungkinkan
penyelesaian restorasi yang baik.

Gambar 14. Kedalaman awal preparasi harus 0,2 hingga 0,8 mm

Outline form untuk lesi pit dan fisura:


• Hilangkan semua bagian yang rusak dan perpanjang batas preparasi ke
struktur gigi yang sehat
• Hilangkan semua enamel rods yang tidak didukung atau margin email
yang melemah
• Jika ketebalan email antara dua tempat preparasi kurang dari 0,5 mm,
hubungkan untuk membuat satu preparasi, jika tidak dipreparasi
sebagai preparasi gigi terpisah
• Hindari mengakhiri margin preparasi di area yang memiliki tekanan
yang besar seperti puncak cusp
• Perluas margin preparasi termasuk semua pit dan fissure yang tidak
dapat ditangani dengan enameloplasti
• Batasi kedalaman preparasi hingga 0,2 mm ke dalam dentin, meskipun
kedalaman preparasi yang sebenarnya dapat bervariasi dari 1,5 hingga
2 mm tergantung pada kecuraman slop cusp dan ketebalan email
• Perluas outline form untuk memfasilitasi kemudahan preparasi dan
restorasi
• Jika diindikasikan karena alasan estetika, buat preparasi sekonservatif
mungkin.

Seperti yang kita lihat bahwa preparasi gigi Kelas II bervariasi sesuai
dengan morfologi, anatomi, dan tingkat keterlibatan karies pada gigi
individu yang direstorasi. Namun, beberapa fitur umum terjadi pada semua
preparasi gigi kelas II terdiri dari:
• Segmen oklusal
• Segmen proksimal.

* Bentuk Resistensi Primer


Bentuk resistensi primer adalah bentuk dan penempatan dinding
preparasi yang memungkinkan gigi dan restorasi bertahan dengan baik,
tanpa mematahkan tekanan gaya pengunyahan yang diberikan terutama di
sepanjang sumbu panjang gigi.
Seperti yang kita ketahui bahwa pola tegangan pengunyahan
berbeda-beda pada setiap gigi, oleh karena itu untuk keberhasilan
preparasi dan restorasi gigi, pola tegangan ini harus dikenali.

Fitur bentuk resistensi


• Preparasi berbentuk box (kotak).
• Dasar pulpa dan gingiva yang rata, yang membantu gigi menahan gaya
pengunyahan oklusal tanpa adanya displacement / perpindahan.
• Ketebalan material restorasi yang memadai bergantung pada
compressive dan tensile strengths masing-masing untuk mencegah
fraktur struktur gigi yang tersisa dan restorasi.
• Batasi perluasan dinding eksternal untuk memungkinkan daerah
marginal ridge yang kuat dengan pendukung dentin yang cukup
(Gambar 15).
• Dimasukkannya struktur gigi yang melemah untuk menghindari
fraktur akibat tekanan pengunyahan
• Pembulatan line angle / sudut garis internal untuk mengurangi titik
konsentrasi tegangan pada preparasi gigi (Gambar 16).
• Pertimbangan untuk cusp capping tergantung pada jumlah struktur gigi
yang tersisa.
• Bentuk resistensi juga tergantung pada jenis bahan restoratif yang
digunakan. Misalnya, high copper amalgam membutuhkan ketebalan
minimal 1,5 mm, cast metal membutuhkan ketebalan 1,0 mm dan
porselen membutuhkan ketebalan minimal 2,0 mm untuk menahan
fraktur. Restorasi komposit dan glass ionomer lebih bergantung pada
potensi keausan oklusal pada area restorasi dan biasanya
membutuhkan ketebalan lebih dari 2,5 mm.

Gambar 15. Batasi perpanjangan dinding eksternal agar memiliki


daerah marginal ridge yang kuat
Gambar 16. Line angle tajam dan cavosurface margin dapat menyebabkan
bentuk resistensi yang buruk karena konsentrasi tegangan pada titik tersebut

* Bentuk Retensi Primer


Definisi: Bentuk retensi primer adalah bentuk dan konfigurasi
preparasi gigi yang menahan perpindahan atau pelepasan restorasi dari
preparasi under lifting dan kekuatan pengunyahan. Bentuk retensi
dipengaruhi oleh jenis bahan restoratif yang digunakan.
Pada komposit: dalam komposit, retensi ditingkatkan sebesar:
 Ikatan mikromekanis antara etsa dan struktur gigi yang telah
dipreparasi dan resin komposit
 Menyediakan bevel enamel.

* Convenience Form
Definisi: convinance form adalah bentuk yang memfasilitasi dan
memberikan visibilitas, aksesibilitas, dan kemudahan pengoperasian yang
memadai selama preparasi dan restorasi gigi.

Fitur convinance form :


• Perpanjangan yang cukup dari dinding distal, mesial, facial atau
lingual untuk mendapatkan akses yang memadai ke bagian preparasi
yang lebih dalam.
• Cavosurface margin dari preparasi harus terkait dengan material
restoratif yang dipilih untuk tujuan kenyamanan adaptasi marginal.
• Pada preparasi kelas II akses dibuat melalui permukaan oklusal untuk
kemudahan bentuk.
• Pembersihan proksimal dilakukan dari gigi yang berdampingan selama
preparasi gigi kelas II.
• Untuk membuat preparasi tunnel Kelas II, demi kenyamanan, karies
proksimal pada gigi posterior didekati melalui tunnel yang dimulai dari
permukaan oklusal dan berakhir pada lesi karies pada permukaan
proksimal tanpa memotong ridge marginal.

B. Tahapan akhir dari preparasi gigi


• Menghilangkan pit atau fissure email yang tersisa, dentin yang
terinfeksi dan / atau bahan restorasi lama, jika diindikasikan
• Perlindungan pulpa, jika diindikasikan
• Resistensi sekunder dan bentuk retensi
• Prosedur untuk menyelesaikan dinding eksternal dari preparasi gigi
• Prosedur akhir: Membersihkan, memeriksa dan sealing
• Dalam kondisi khusus urutan ini diubah.

14
2.3.5 Teknik Klinis Untuk Kelas II Direct (Sturdevant‟s art and science of
operative dentistry)
Mirip dengan preparasi gigi untuk restorasi komposit langsung Kelas I,
preparasi gigi untuk direk komposit Kelas II melibatkan (1) menciptakan
akses ke struktur yang salah, (2) menghilangkan struktur yang salah (karies,
restorasi yang rusak dan bahan dasar, jika ada), dan (3) menciptakan
convenience form untuk restorasi. Retensi, seperti restorasi Kelas I, diperoleh
dengan bonding, jadi fitur retensi mekanis tidak perlu digunakan dalam
preparasi gigi restorasi komposit Kelas II.

A. Restorasi Direk Komposit Kelas II Kecil


Restorasi direk komposit Kelas II kecil sering digunakan untuk lesi
karies primer, yaitu restorasi awal. Pearl diamond atau round bur dengan fitur
bulat dapat digunakan untuk preparasi ini untuk mengambil karies dari
permukaan oklusal dan proksimal. Kedalaman pulpa dan aksial ditentukan
hanya oleh kedalaman lesi. Ekstensi proksimal juga ditentukan hanya oleh
luasnya lesi tetapi mungkin memerlukan penggunaan instrumen lain dengan
sisi lurus untuk preparasi dinding yang 90 derajat atau lebih (Gambar 17).
Tujuannya adalah untuk menghilangkan karies atau defek secara konservatif
dan menghilangkan struktur gigi yang rapuh.

Gambar 17. preparasi gigi direk komposit Kelas II.

Desain konservatif lain untuk komposit Kelas II kecil adalah preparasi


gigi box only (Gambar 18). Desain ini diindikasikan jika hanya permukaan
proksimal yang rusak, tanpa lesi pada permukaan oklusal. Proksimal box
disiapkan dengan small elongated pear atau round instrumen, dipegang sejajar
dengan sumbu panjang mahkota gigi. Instrumen diperpanjang melalui
marginal ridge ke arah gingiva. Kedalaman aksial ditentukan oleh luasnya lesi
atau patahan karies. Ekstensi fasial, lingual, dan gingiva ditentukan oleh defek
atau karies. Tidak ada kemiringan atau retensi sekunder diindikasikan.

Gambar 18. Preparasi komposit Kelas II box-only


B. Direk Kelas II Sedang hingga Besar
*Step Oklusal
Bagian oklusal dari preparasi Kelas II disiapkan dengan cara yang
sama seperti yang dijelaskan untuk preparasi Kelas I. Perluasan oklusal
awal menuju permukaan proksimal yang terlibat harus melalui area
marginal ridge pada kedalaman dasar pulpa awal, memperlihatkan DEJ.
DEJ berfungsi sebagai panduan untuk menyiapkan bagian box proksimal
dari preparasi.
Diamond atau bur No. 330 atau No. 245 digunakan untuk
memasuki pit di sebelah permukaan proksimal karies. Instrumen
diposisikan sejajar dengan sumbu panjang mahkota gigi. Jika hanya satu
permukaan proksimal yang dipulihkan, penyangga dentinalis marginal
yang berlawanan harus dipertahankan (Gambar 19).

Gambar 19. Jika hanya satu permukaan proksimal yang terkena,


ridge marginal yang berlawanan harus dipertahankan.

Lantai pulpa disiapkan dengan instrumen hingga kedalaman sekitar


0,2 mm di dalam DEJ. Instrumen dipindahkan untuk menghilangkan
karies dan semua defek secara fasial atau lingual atau keduanya,
transversal central groove. Namun demikian, setiap upaya harus dilakukan
untuk menjaga lebar faciolingual dari preparasi tersebut sesempit
mungkin. Kedalaman awal dipertahankan selama pergerakan mesiodistal,
tetapi mengikuti underlying DEJ yang mendasarinya. Lantai pulpa relatif
datar pada bidang faciolingual tetapi dapat naik dan turun sedikit pada
bidang mesiodistal (lihat Gambar 20). Jika karies tetap berada di dentin,
maka karies diangkat.

Gambar 20. Ekstensi oklusal ke permukaan proksimal yang salah. A dan B, Ekstensi
memperlihatkan dentinoenamel junction (DEJ) tetapi tidak mengenai gigi yang
berdekatan. Ekstensi fasial dan lingual seperti yang divisualisasikan sebelum tindakan.

*Box Proksimal
Biasanya, karies berkembang di permukaan proksimal segera
gingiva ke kontak proksimal. Meskipun tidak diperlukan untuk
memperpanjang box proksimal melebihi kontak dengan gigi yang
berdekatan (yaitu, memberikan izin dengan gigi yang berdekatan), ini
dapat menyederhanakan preparasi, penempatan matriks, dan prosedur
pembentukan kontur. Jika semua defek dapat dihilangkan tanpa
memperpanjang preparasi proksimal di luar kontak, bagaimanapun,
pemulihan kontak proksimal dengan komposit disederhanakan.
Operator memegang instrumen di atas DEJ dengan ujung
instrumen diposisikan untuk membuat potongan yang diarahkan ke
gingiva yaitu 0,2 mm di dalam DEJ (lihat Gambar 14). Untuk instrumen
No. 245 dengan diameter ujung 0,8 mm, ini akan membutuhkan
seperempat ujung instrumen yang ditempatkan di atas sisi dentin DEJ (tiga
perempat ujung lainnya di atas sisi enamel). Gerakan pemotongan
faciolingual mengikuti DEJ dan biasanya melengkung ke luar sedikit
cembung. Selama pemotongan ini, instrumen dipegang sejajar dengan
sumbu panjang mahkota gigi. Gingiva floor dibuat datar (karena ujung
instrumen) dengan permukaan cavosurface margin kira-kira 90 derajat.
Perluasan gingiva harus seminimal mungkin, dalam upaya untuk
mempertahankan margin email. Dinding aksial harus 0,2 mm di dalam
DEJ dan memiliki sedikit cembung ke arah luar.

Gambar 21. A, Dinding proksimal mungkin dibiarkan bersentuhan dengan gigi yang
berdekatan. B, Proximal ditch cut. Instrumen diposisikan sedemikian rupa sehingga
potongan yang diarahkan gingiva menciptakan dinding aksial 0,2 mm di dalam
dentinoenamel junction (DEJ). C, arah faciolingual dari preparasi dinding aksial
mengikuti DEJ. D, Dinding aksial 0,2 mm di dalam DEJ.

2.4 Restorasi Direct


Restorasi di bidang konservasi gigi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu direct (restorasi langsung) dan indirect (restorasi tidak langsung).
Penempatan restorasi komposit dengan direct dan indirect harus selalu
memperhatikan penampilan natural dan tahan terhadap tekanan kunyah.
Adhesi resin untuk dentin dan email tidak hanya untuk mengembalikan fungsi
gigi tetapi juga mengubah estetik. Pasien lebih banyak memilih perawatan
restorasi secara direct daripada indirect, karena sewarna dengan gigi aslinya
dan cara manipulasi yang mudah.2

2.5 Resin Komposit


Resin komposit telah diperkenalkan ke bidang kedokteran gigi
konservatif untuk meminimalkan kelemahan resin akrilik yang menggantikan
semen silikat (satu-satunya bahan estetika yang tersedia sebelumnya) pada
tahun 1940-an. Pada tahun 1955, Buonocore menggunakan asam ortofosfat
untuk meningkatkan daya rekat resin akrilik pada permukaan email. Pada
tahun 1962 Bowen mengembangkan monomer Bis-GMA dalam upaya untuk
memperbaiki sifat fisik resin akrilik, karena monomernya hanya
memungkinkan terbentuknya polimer rantai linier. Resin komposit merupakan
material restorasi yang semakin populer di bidang kedokteran gigi. Adanya
tuntutan akan estetik dan peningkatan performa klinis resin komposit
menjadikan material ini sebagai material alternatif untuk restorasi gigi
posterior, menggantikan amalgam.15,16
Resin komposit merupakan bahan adhesif yang dapat berikatan dengan
jaringan keras gigi melalui dua system bonding (ikatan) yaitu ikatan email dan
ikatan dentin. Resin komposit sering digunakan sebagai bahan tumpatan di
kedokteran gigi. Kandungan utama resin komposit terdiri atas matriks resin
dan bahan pengisi.17

2.5.1 Komposisi 17,18


a. Matriks resin (resin matrix)
Matriks monomer yang paling umum digunakan dalam distribusi
resin komposit saat ini adalah 2,2-bis [4(2-hydroxy-3-methacryloxy-
propyloxy)- phenyl] propane (Bis-GMA) dan urethane dimethacrylate
(UDMA). Kedua monomer tersebut memiliki ikatan rangkap karbon
reaktif di setiap ujung rantai monomer yang akan meningkat selama
polimerisasi. Monomer memiliki viskositas yang tinggi, terutama Bis-
GMA, sehingga diluter (pengencer) harus ditambahkan untuk
mendapatkan konsistensi klinis setelah filler ditambahkan. Senyawa yang
memiliki berat molekul rendah dengan ikatan rangkap karbon difungsional
digunakan untuk mengurangi dan mengontrol viskositas campuran resin
komposit, mis. triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA), atau Bis-
EMA6.
Pada tahun 2018, jenis baru monomer metakrilat untuk mengontrol
shrinkage volumetrik dan tegangan polimerisasi resin komposit
diperkenalkan. Peningkatan jarak antar gugus metakrilat dilakukan untuk
mengurangi kerapatan ikatan silang. Pendekatan lain adalah meningkatkan
kekakuan monomer. Beberapa contoh monomer metakrilat menyusut
rendah adalah asam dimer, monomer DuPont, dan FIT-852. Sistem
monomer baru yang disebut silorane telah dikembangkan untuk
mengurangi shrinkage dan tegangan internal yang dihasilkan oleh
polimerisasi. Nama silorane berasal dari siloksan dan oksiran (juga dikenal
sebagai epoksi). Fungsi siloksan dan oksinran masing-masing adalah
memberikan sifat hidrofobik pada resin komposit dan membuka ikatan
silang cincin melalui polimerisasi kationik. Sistem inisiator khusus
diperlukan untuk polimerisasi silorane.
b. Filler
Berbagai filler mineral transparan digunakan untuk memperkuat
resin komposit dan mengurangi shrinkage dalam proses curing dan
ekspansi termal (umumnya, komposisi filler adalah antara 30% hingga
70% dari volume atau 50% hingga 85% dari berat komposit). Ini termasuk
"soft glass" dan "hard glass" dari borosilicate, fused quartz, aluminum
silicate, lithium aluminum silicate (beta-eucryptite, yang memiliki
koefisien ekspansi thermal negatif), ytterbium fluoride, dan barium (Ba),
strontium (Sr), zirconium (Zr), dan zinc glasses.
Quartz memiliki keuntungan sebagai bahan kimia inert tetapi juga
sangat keras, membuatnya abrasif pada gigi atau restorasi lainnya, serta
sulit untuk dihancurkan menjadi partikel yang sangat halus. Oleh karena
itu, resin komposit sulit untuk dipoles. Amorphous silica memiliki
komposisi dan indeks bias yang sama dengan quartz. Amorphous silica
tidak berbentuk kristal dan sekeras quartz, sehingga dapat mengurangi
sifat abrasif struktur permukaan komposit dan meningkatkan kemampuan
polish resin komposit.
c. Coupling agent
Agen kopling digunakan untuk menggabungkan reinforcing phase
(fase penguat) dan fase matriks. Agen kopling yang paling umum
digunakan adalah senyawa organik silikon yang disebut agen kopling
silane, 3-metakrilloxipropiltrimetoksisilan (MPTS). Komposit dengan
epoksi monomer silorane shrinkage rendah, 3-glycidoxypropyl-
trimethoxysilane, digunakan untuk mengikat filler pada matriks oxsirane.18
Coupling Agent merupakan bahan yang di gunakan untuk
memberikan ikatan antara partikel bahan pengisi anorganik dengan
matriks resin, penghambat polimerisasi merupakan penghambat bagi
terjadinya polimeralisasi dini, opasitas ialah warna yang visual dan
transluensi yang dapat menyesuaikan dengan warna email dan dentin harus
di miliki oleh resin komposit, dan pigmen warna bertujuan agar warna
resin komposit menyerupai warna gigi geligi asli.17

2.5.2 Klasifikasi 18
a. Macrofilled
Resin komposit macrofilled atau resin komposit tradisional
mengandung filler kuarsa dan strontium atau barium glass. Partikel filler
berukuran 10 - 100 μm. Bahan filler resin komposit macrofilled memiliki
ukuran yang relatif besar dan keras, sehingga sulit untuk dipoles dan dapat
menyebabkan gigi antagonis terkikis saat terjadi kontak.
b. Microfilled
Pada akhir tahun 1970, resin komposit mikrofill dikembangkan.
Resin ini memiliki partikel antara 0.04 - 0.2 μm dengan filler loading 30%
wt., resin pra-polimerisasi bersama dengan partikel silika koloid dan juga
dikombinasikan dengan matriks resin dan partikel filler berukuran mikro.
Resin komposit mikrofill memiliki keunggulan karena memiliki
daya poles yang tinggi dibandingkan dengan resin komposit lainnya.
Meningkatkan filler loading dalam resin komposit mikrofill mengurangi
efek polimerisasi. Resin komposit ini memiliki kelemahan karena tidak
dapat digunakan sebagai material restorasi permukaan yang menahan
tegangan akibat lemahnya ikatan antara partikel komposit dengan matriks.
c. Hybrid
Resin komposit hybrid adalah kombinasi dari macrofilled dan
microfilled. Ketika pertama kali diperkenalkan, ia memiliki ukuran
partikel 15 - 20 μm dan ukuran partikel silika koloid 0,01 - 0,05 μm.
Kombinasi dua jenis filler bertujuan untuk menggabungkan sifat fisik resin
komposit macrofilled dengan permukaan polishing halus dari resin
komposit microfilled. Resin komposit hybrid memiliki ketahanan aus dan
sifat mekanik yang baik sehingga dapat digunakan untuk restorasi gigi
yang membutuhkan kemampuan menahan tegangan yang tinggi.
d. Nanofilled
Kemajuan teknologi nano saat ini menghasilkan resin komposit
yang memiliki nanopartikel 25 nm dan nanopartikel aglomerat 75 nm.
Partikel zirkonium / silika dan nanosilika digunakan sebagai filler pada
nanofilled. Partikel aglomerat di silanisasi sehingga dapat berikatan
dengan resin. Menggabungkan nanopartikel dengan nanopartikel
aglomerat meningkatkan pemuatan filler resin komposit hingga 79,5%.
Peningkatan pembebanan filler terjadi karena penurunan dimensi dan
distribusi luas partikel filler. Meningkatkan filler loading menyebabkan
shrinkage polimerisasi berkurang dan meningkatkan sifat mekanik resin
komposit.
e. Short fiber reinforced composite
Short fiber reinforced composite digunakan sebagai salah satu
bahan restorasi gigi. Menambahkan 5% - 7,5% short fiber filler ke dalam
resin komposit partikel filler dengan filler loading 60% wt. mengurangi
shrinkage polimerisasi hingga 70%. Pengisi ini meningkatkan sifat fisik
resin komposit, mis. flexural strength, modulus, dan kerja fraktur. Selain
itu, filler short fiber juga meningkatkan stress bearing pada aplikasi
restorasi gigi posterior. Jenis short fiber reinforced yang paling umum
digunakan adalah glass fiber. Berbagai jenis polymetric fiber juga
dikembangkan sebagai pengisi resin komposit, termasuk poly (vinyl
acetate) fibers, polyethylene dan aramid fibers, dan nylon 6 fibers.
2.5.3 Indikasi dan Kontra Indikasi
a. Indikasi 14
Komposit yang ditempatkan langsung (direk) dapat digunakan
untuk sebagian besar aplikasi klinis. Secara umum, indikasi
penggunaannya adalah sebagai berikut:
- Restorasi Klas I, II, III, IV, V, dan VI
- Core buildups
- Sealant dan restorasi resin preventif
- Prosedur estetika: Veneer parsial Veneer penuh Modifikasi kontur gigi
Penutupan diastema
- Semen (untuk restorasi indirek)
- Restorasi sementara
- Splinting periodontal
b. Kontra Indikasi 17,19
Kontraindikasi komposit adalah pada restorasi gigi posterior
dengan tekanan kunyah besar, pada pasien yang sulit mengontrol saliva,
pasien dengan insidensi karies tinggi, dan pasien yang sensitivitas terhadap
material komposit.

2.6 Restorasi Komposit Kelas II 20


Teknik restorasi resin composites klas II yaitu:
1) Preparasi kavitas.
2) Preparasi bagian aproksimal dan membuat itsmus, tepi email kavitas harus
dibevel.
3) Memberi lapisan kalsium hidroksida hanya pada dasar kavitas yang sangat
dalam.
4) Memasang matriks.
5) Etsa email pada tepi kavitas dengan asam fosfat 30–50 % selama 1,5–2
menit, cuci selama 15 detik, keringkan sampai moist selama 30 detik.
6) Letakkan bahan bonding pada email yang telah di etsa sinari dengan light
curing selama 20 detik.
7) Masukkan bahan resin composite ke kavitas, sinari dengan light curing
selama 40 detik.
8) Lepaskan matriks, bersihkan sisa–sisa resin composites, poles restorasi
dengan bur diamond dan tungsten carbide.

Gambar 22. Sistem matriks sektional untuk komposit posterior. A, Sectional matrix system di
tempatkan dengan plastic wedge dan bitine ring untuk merestorasi premolar rahang atas dengan
direk komposit. B, sistem matriks sektional di tempat dengan wooden wedge dan bitine ring untuk
memulihkan premolar rahang bawah dengan direk komposit. C, Sectional matrix system di
tempatkan dengan plastic wedge dan bitine ring untuk merestorasi gigi premolar rahang atas
dengan direk komposit. D, Kasus disajikan dalam C setelah penempatan dan aktivasi cahaya dari
komposit, dan penghapusan matriks, sebelum kontur apapun. Perhatikan komposit berlebih
minimal sebagai hasil dari adaptasi matriks yang baik pada embrasura fasial dan lingual.
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Laporan Kasus


Seorang pasien laki-laki berusia 25 tahun datang ke Bagian Konservasi
Gigi, RSGMP FKG Unhas Makassar dengan keluhan gigi belakang atas
berlubanh karena tambalan lepas sekitar 2 minggu yang lalu, gigi ditambal
sekitar 3 bulan yang lalu. Setahun yang lalu gigi pernah sakit. Pasien ingin
giginya ditambal kembali.
Pada pemeriksaan klinis didapatkan gigi molar pertama kanan rahang
atas 16 terdapat lubang yang besar dan mahkota distopalatal sudah tidak ada,
orifisium saluran akar palatal sudah terbuka. Tes vitalitas perkusi dan palpasi
negatif. Pada pemeriksaan radiografi tampak saluran akar distopalatal tampak
perforasi. Diagnosis gigi 16 nekrosis, rencana perawatan pada kasus ini adalah
perawatan saluran akar dengan restorasi pada perawatan yaitu onlay porcelain.

Penatalaksanaan Kasus :
Dilakukan pemeriksaan klinis, foto intraoral dan radiografi gigi 16,
menentukan diagnosis, rencana perawatan, dan persetujuan informed concent.
Kemudian dilakukan perawatan endodontik multivisit pada gigi 16.

Gambar 23. Foto klinis gigi 16

1. Kunjungan pertama pasca perawatan endodontik


a. Dasar kavitas gigi setelah dilakukan perawatan endodontik dilapisi
dengan glass ionomer cement sebagai base maupun dengan dinding
kavitas yang tipis.
Gambar 24. Foto klinis setelah kavitas dilapisi dengan glass ionomer cement.

b. Preparasi bidang oklusal dilakukan dengan round end tappered


diamond bur kurang lebih 1-2 mm kemudian preparasi dinding kavitas
ke oklusal divergen sekitar 2-5o, semua dinding kavitas dibevel sekitar
30o pada tepi fasial dan lingual, kemudian dilakukan pengecekan
oklusi dengan malam biru.

Gambar 25. Tampilan klinis setelah gigi dipreparasi dan dibevel.

Gambar 26. Pengecekan oklusi setelah preparasi onlay.

Gambar 27. Pengecekan dengan malam biru.


c. Setelah itu, dilakukan pencetakan dengan double impression pada
rahang tepatnya pada gigi yang telah dipreparasi dan pencetakan
alginat untuk rahang oklusinya, lalu pencocokan warna dengan
menggunakan shade guide dan insersi mahkota sementara dengan
repotec, lalu mengecek oklusi setelah insersi mahkota sementara.

Gambar 28. Hasil pencetakan double impression.

Gambar 29. Pemasangan mahkota sementara dengan repotec.

Gambar 30. Pengecekan oklusi setelah pemasangan mahkota sementara.

2. Kunjungan kedua setelah perawatan endodontik


a. Seminggu setelah insersi mahkota sementara dilakukan insersi
permanen.

Gambar 31. Onlay all porcelain pada model gigi.


b. Sebelum diinsersi permanen onlay all porcelain, dicobakan (try-in)
terlebih dahulu dengan tujuan untuk memeriksa kerapatan onlay pada
gigi yang dipreparasi, retensi, resistensi, integritas tepi, artikulasi, dan
oklusi rahang atas dan rahang bawah.

Gambar 32. Insersi sementara mahkota onlay all porcelain.

Gambar 33. Pengecekan oklusi pada insersi sementara


mahkota onlay all porcelain.

c. Setelah pemeriksaan ketepatan onlay pada kavitas gigi yang telah


dipreparasi dilakukan insersi tetap dengan menggunakan self adhesive
resin cement untuk merekatkan onlay pada kavitas gigi secara
permanen.

Gambar 34. Self adhesive resin cement yang digunakan untuk insersi onlay.

d. Buang seluruh kelebihan bahan sementasi dengan menggunakan sonde


dan ekscavator.
e. Setelah diinsersi permanen tetap dilakukan pengecekan oklusi dengan
menggunakan articulating paper.
Gambar 35. Insersi permanen mahkota onlay all porcelain.

f. Pasien diinstruksikan untuk tetap menjaga kebersihan gigi dan


mulutnya, menggunakan dental floss untuk membersihkan bagian
interdental, dan melakukan kontrol 1 minggu setelah diinsersi
permanen.8,21

Gambar 36. Tampilan mahkota onlay all porcelain pada


saat oklusi setelah diinsersi permanen

3.2 Laporan Kasus Restorasi Kelas II 22


Seorang pria berusia 28 tahun dalam kesehatan mulut yang yang
dirujuk untuk pemeriksaan mulut di klinik gigi dari Schulich Medicine &
Dentistry, Western University, London, Kanada. Keluhan utamanya adalah
berhubungan dengan sensitivitas pada gigi premolar rahang atas kiri saat
makan makanan manis. Meski tidak terjadi karies sekunder dari hasil
radiografi, adaptasi marginal yang kurang terdeteksi secara klinis pada resin
komposit lama restorasi gigi 14 dan 15. Karena dari ukuran konservatif
preparasi rongga dan kebersihan mulut pasien yang baik terkait dengan
persyaratan estetika, disepakati untuk menggantikannya restorasi resin
komposit yang rusak dengan bahan yang sama.
Gambar 37. Hasil pemeriksaan klinis gigi 14 dan 15

Prosedure Klinis Preparasi:


1. Lakukan isolasi daerah kerja menggunakan rubber dam.
2. Lakukan pembongkaran tambalan sebelumnya dengan bur carbide.
3. Bentuk desain preparasi kembali terutama bevel pada bagian dinding bukal
dan palatal dan dinding proksimal menggunakan long needle bur.

Gambar 38. Hasil preparasi pada gigi 14 dan 15

Prosedure Restorasi Ulang:


1. Lakukan isolasi daerah kerja pada gigi 14 dan 15 menggunakan rubber
dam.
2. Lakukan prosedure etsa menggunakan asam posfat 37% yang
diaplikasikan melalui syringe pada dentin selama 15 detik dan enamel
pada 30 detik, kemudian dibilas. Setelah itu dikeringkan dengan intensitas
udara rendah.
3. Aplikasikan dentin bonding agent pada kavitas gigi lalu dilakukan
polimerisasi atau light curing selama 15 detik.
4. Pemasangan matriks sectional dan wedge

Gambar 39. Pemasangan matriks dan wedge

5. Penumpatan resin komposit dengan menggunakan jenis nanofil, yang


diawali dengan membentuk proksimal box, dengan menggunakan teknik
incremental 2 mm dan di lakukan light curing untuk mengurangi C-faktor.
Lakukan prosedur yang sama hingga membentuk struktur anatomis gigi
kembali.

Gambar 40 A. Prosedure build up pada proksimal,


B. Final restoration pada kelas 2 gigi 14 dan 15

6. Lakukan prosedur finishing dan polishing, pada finishing diawali dengan


menggunakan rubber point pada daerah oklusal, dan pada daerah
proksimal menggunakan polishing disk.
Diskusi:
Meskipun bahan komposit resin dipertimbangkan mudah ditangani,
membangun kembali kontak proksimal terkadang merupakan prosedur yang
menantang, terutama bila dokter menempatkan restorasi Kelas II yang besar.
Tidak seperti amalgam, yang dapat dipadatkan secara lateral untuk
mendapatkan kontak proksimal yang optimal, estetik material komposit
bergantung sepenuhnya pada kontur dan posisi matriks dan baji.
Untuk mengurangi stres yang ditimbulkan selama kontraksi
polimerisasi, teknik incremental sangat dibutuhkan untuk mengurangi faktor
C. Selain itu, teknik penempatan tambahan diperlukan untuk memastikan
perawatan penuh dari seluruh bagian komposit dan memfasilitasi penumpukan
anatomi restorasi. Penambahan diterapkan untuk mengganti satu titik puncak.
Komposit yang tidak diawetkan diberi kontur ke anatomi akhir cusp dan
kemudian light-cured. Prosedur ini memungkinkan pencapaian file kontur
ideal tanpa perlu menggunakan bur secara ekstensif selama prosedur finishing.
Itu penggunaan teknik sentripetal juga berkontribusi akses yang lebih baik dari
kotak oklusal setelah file matriks dan cincin telah dihapus, memungkinkan
lebih baik visualisasi dan pemosisian saat mengganti struktur gigi yang hilang
di katup.

Gambar 41. A. Gambaran follow up setelah 1 tahun,


B. Follow up setelah 2 tahun hasil restorasi.
BAB 4
PENUTUP

3.1 Simpulan
Onlay porcelain adalah suatu restorasi yang menutupi satu atau lebih
cuspid dengan menggunakan prinsip restorasi ektrakoronal dan intrakoronal
degan menggunakan bahan restorasi yang diindikasikan pada gigi yang
membutuhkan estetika yang tinggi, sebagai mahkota pada restorasi mahkota
pasak, dan gigi dengan pewarnaan.
Restorasi direct (restorasi langsung) dengan menggunakan resin
komposit. Resin komposit merupakan bahan adhesif yang dapat berikatan
dengan jaringan keras gigi melalui dua system bonding (ikatan) yaitu ikatan
email dan ikatan dentin. Resin komposit sering digunakan sebagai bahan
tumpatan di kedokteran gigi. Kandungan utama resin komposit terdiri atas
matriks resin dan bahan pengisi (filler).

3.2 Saran
Sumber berupa laporan kasus diperlukan lebih banyak agar menjadi
referensi lebih lanjut terkait desain preparasi dan restorasi baik direct maupun
indirect.
DAFTAR PUSTAKA

1. Majid Yudi Abdul, Ayu Mutia Carera, Trilia. Media Komik Edukasi Dan
Video Animasi Sebagai Media Promosi Kesehatan Tentang Karies Gigi Pada
Anak Sekolah Dasar. Jurnal „Aisyiyah Medika, Februari 2020; 5(1): 14.
2. Dewiyani, Sari. Restorasi Gigi Anterior Menggunakan Teknik Direct
Komposit (Kajian Pustaka). JITEKGI 2017; 13(2): 5-9.
3. Yang SC, Cook B, Paddock CW. All ceramics inlays and onlays. Naval
Postgraduate School 2005; 27(2).
4. Dorothy Mc. Comb. Restoration of endodontically treated teeth. Practice
enchancement and knowledge. Chicago: 2011.
5. David Penn. Indirect composite inlays and onlays. Australian dental journal.
2007; (112).
6. Jason S, Philip N, David R, Siobhn O. Direct or indirect restorations.
International Dentistry-African edition, 2010; 1(1).
7. F. M. Blair, R. W. Wasselz, J. G. Steele. Crowns and other extra-coronal
restorations: preparation for full veneer crowns. British dental journal, May
2010; (192).
8. E. A. M. Kidd, B. G. N. Smith, H. M. Pickard. Manual konservasi restoratif
menurut pickard (pickard’s manual of operative dentistry). Edisi ke-6. Widya
Medika, 2002. Pp.169-87.
9. Tinanoff, Norman. Fundamentals of Pediatric Dentistry Chapter 12 Dental
Caries. Pediatric Dentistry 6th Ed. 2019. P. 169-79.
https://doi.org/10.1016/B978-0-323-60826-8.00012-2
10. Peres, MA, Macpherson, LMD, Weyant, RJ, Daly, B., Venturelli, R., Mathur,
MR, et al. Oral diseases: a global public health challenge. July 20, 2019; 394:
249-50. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(19)31146-8
11. Nagarajan Keerthiga, K. Anjaneyulu. Awareness of G.V. Black, Mount‟s and
ICDAS scoring systems of dental caries amongst dental practitioners in
Chennai: A survey. Drug Invention Today, 2019; 12(1): 1-2.
12. Soeprapto., A. Pedoman dan tata laksana praktik kedokteran gigi Ed.2.
Jakarta: Bina Insan Mulia, 2017. H.18.
13. Garg Nisha and Amit Garg. Textbook of Operative Dentistry. 2nd Ed. Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd: New Delhi. 2013. P. 140-57.
14. Heymann Harald O., Edward J. Swift, Jr. Andre VR. Sturdevant‟s Art and
Science of Operative Dentistry. 6th Ed. Elsevier: 2012. P.222-3, 265-69, 290.
15. Garcia Adela H., Miguel AM Lozano, Jose CV, Amaya BE, Pablo Fos Galve.
Composite resins. A review of the materials and clinical indications. Med Oral
Patol Oral Cir Bucal 2006;11: E215-20.
16. Triwardhani L, Mozartha M, Trisnawaty. Klinis Restorasi Komposit pada
Kavitas Klas 1 Pasca Penumpatan Tiga Tahun. Cakradonya Dent J.2014; 6(2):
721.
17. Tulenan Devistha M. P., Dinar A. Wicaksono, Joenda S. Soewantoro.
Gambaran Tumpatan Resin Komposit Pada Gigi Permanen Di Poliklinik Gigi
Rumkital Dr. Wahyu Slamet. Jurnal e-GiGi (eG), Juli-Desember 2014; 2(2):
1-6.
18. Riva Yori Rachmia, dan Siti Fauziyah Rahman. Dental composite resin: A
review. AIP Conference Proceedings 2193, 2019: 020011-1 – 5.
https://doi.org/10.1063/1.5139331.
19. Irawan B. Peran bahan restorasi kedokteran gigi dalam keberhasilan
pembuatan restorasi. Makassar Dental Journal, Agustus 2012; 1(4): 4.
DOI: https://doi.org/10.35856/mdj.v1i4.61
20. Anggraini LD., Restia Septi. Evaluasi Keberhasilan Tumpatan Klas I, II, III,
IV Gv Black Dengan Bahan Resin Komposit Dan Semen Ionomer Kaca.
Yogyakarta: 2016. H. 25-6.
21. Haslinda, Nugroho JK. Restorasi Onlay Porselen Pada Gigi Molar Pertama
Rahang Atas Pasca Perawatan Endodontik. H. 1-9
http://jurnal.pdgimakassar.org/index.php/MDJ/article/download/182/177
22. Santos, MJMC. A Restorative Approach for Class II Resin Composite
Restorations: A Two-Year Follow-up. Journal operative dentistry 2015; 1(1):
19-24.

Anda mungkin juga menyukai