Anda di halaman 1dari 10

+DV\LP HW DO (¿NDVL GDQ 3HUVLVWHQVL 0LQ\DN 6HUDL

VHEDJDL %LRSHVWLVLGD WKG +HOLFRYHUSD DUPLJHUD


- +RUW 20(4):377-386, 2010

(¿NDVL GDQ 3HUVLVWHQVL 0LQ\DN 6HUDL VHEDJDL


%LRSHVWLVLGD WHUKDGDS Helicoverpa armigera +XEQ
/HSLGRSWHUD 1RFWXLGDH
+DV\LP $ : 6HWLDZDWL 5 0XUWLQLQJVLK GDQ ( 6R¿DUL
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu 517, Lembang, Bandung 40391
Naskah diterima tanggal 1 September 2010 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 28 Oktober 2010

ABSTRAK. +HOLFRYHUSD DUPLJHUD merupakan hama penting pada tanaman cabai merah. Kehilangan hasil akibat serangan
+ DUPLJHUD dapat mencapai 60%. Pengendalian yang umum dilakukan adalah menggunakan insektisida secara intensif,
yang dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi
minyak serai terhadap aktivitas biologi larva + DUPLJHUD. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kasa
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang dari bulan Juni sampai Desember 2009 pada suhu 27±20C dan kelembaban
75-80%. Penelitian dilaksanakan dalam empat tahap kegiatan, yaitu pengaruh minyak serai terhadap: (1) repelensi larva
+ DUPLJHUD instar II, (2) indeks nutrisi larva + DUPLJHUD instar III, (3) toksisitas larva + DUPLJHUD instar I, II, dan III,
serta (4) persistensi minyak serai dalam pakan + DUPLJHUD dan pengaruhnya terhadap mortalitas larva + DUPLJHUD
instar III. Rancangan percobaan yang digunakan ialah acak kelompok yang terdiri atas enam perlakuan dengan empat
ulangan. Penelitian menggunakan metode pencelupan (GLSSLQJ PHWKRGV). Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak
serai dapat digunakan sebagai penolak larva + DUPLJHUD instar II, dengan tingkat repelensi kelas II (20-40%) dan kelas
III (40-60%). Aplikasi minyak serai pada konsentrasi 3.000-5.000 ppm dalam pakan dapat menurunkan laju konsumsi
UHODWLI ODMX SHUWXPEXKDQ UHODWLI H¿VLHQVL NRQYHUVL PDNDQDQ \DQJ GLFHUQD GDQ \DQJ GLPDNDQ VHUWD GDSDW PHQJKDPEDW
makan larva + DUPLJHUD sebesar 50%. Penggunaan minyak serai dapat menurunkan bobot pupa + DUPLJHUD jantan
dan betina. Nilai LC50 untuk larva + DUPLJHUD instar I, II, dan III berturut-turut ialah 12.795,45, 8.327,42, dan 3.324,89
ppm, sedang nilai LC95 untuk larva + DUPLJHUD instar I, II, dan III berturut-turut sebesar 10.564,59, 12.535,12, dan
4.725,30 ppm. Residu minyak serai dalam pakan + DUPLJHUD hanya berkisar antara 1- 4 hari setelah pemaparan atau
pada 5 HSP toksisitas menurun drastis. Minyak serai sebagai insektisida nabati mempunyai tingkat persistensi yang
relatif rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, minyak serai dapat digunakan sebagai insektisida yang potensial
untuk dikembangkan secara komersial dan ramah lingkungan dalam rangka pengendalian + DUPLJHUD.

Katakunci: +HOLFRYHUSD DUPLJHUD; Minyak serai; Penghambat makan; Biopestisida; Penolak; Toksisitas;
Persistensi.

$%675$&7 +DV\LP $ : 6HWLDZDWL 5 0XUWLQLQJVLK DQG ( 6R¿DUL (I¿FDF\ DQG 3HUVLVWHQFH RI &LWURQHOOD
2LO DV $ %LRSHVWLFLGH $JDLQVW Helicoverpa armigera Hubn.. The fruit borer, +HOLFRYHUSD DUPLJHUD (Hubn.) is one of
the key pests of chili pepper in Indonesia. Yield loss due to this insect pest is up to 60%. The chemical treatment for
controlling this insect pest is ineffective and eventually leads to environmental pollution. Studies were conducted to
assess the biological activity of citronella oil against tomato fruit worm, + DUPLJHUD from June to December 2009 at
the Laboratory and the Screenhouse at Indonesian Vegetables Research Institute. All the bioassays were conducted under
controlled environmental conditions (27± 20C and 75-80% RH). Four bioassay steps were performed, i.e the effect
of citronella oil on percentage repellency of second instar larvae of + DUPLJHUD, the antifeedant effect of citronella
oil against third instar larvae of + DUPLJHUD WR[LFLW\ RI FLWURQHOOD RLO RQ ¿UVW VHFRQG DQG WKLUG LQVWDU ODUYDH RI H.
DUPLJHUD and persistence of citronella oil and is effect of mortality of + DUPLJHUD. The results indicated that citronella
RLO VLJQL¿FDQWO\ UHSHOOHQHG WR VHFRQG ODUYDH RI + DUPLJHUD with the repellency level of relative lowest II (20-40%) and
III (40-60%). Applications of citronella oil at 3,000 until 5,000 ppm concentrations reduced the food consumption
LQGH[ JURZWK UDWH DSSUR[LPDWH GLJHVWDELOLW\ HI¿FLHQF\ RI FRQYHUVLRQ RI GLJHVWHG IRRG DQG IHHGLQJ GHWHUUHQW ZDV UHGXFHG
E\ &LWURQHOOD RLO VLJQL¿FDQWO\ GHFUHDVHG WKH JURZWK DQG WKH GHYHORSPHQW RI ERWK SXSDO PDOH DQG IHPDOH RI H.
DUPLJHUD 7KH SHUFHQWDJH RI PRUWDOLW\ UDWH YDULHG VLJQL¿FDQWO\ DPRQJ WKH + DUPLJHUD larvae tested and the values of
LC50 IRU ¿UVW VHFRQG DQG WKLUG ODUYDH LQVWDU RI + DUPLJHUD were 12,795.45, 8,327.42, and 3,324.89 ppm, respectively.
Meanwhile LC95 YDOXH DW WKH ¿UVW VHFRQG DQG WKLUG ODUYDH LQVWDU RI + DUPLJHUD were 10,564.59, 12,535.12, and 4,725.30
ppm, respectively. Residual activity of citronella oil were found to be moderately toxic to + DUPLJHUD. The residue
of citronella on food + DUPLJHUD ZDV DERXW GD\V DIWHU WUHDWPHQW +RZHYHU WR[LFLW\ GHFUHDVHG VLJQL¿FDQWO\ DIWHU
5 days. These results clearly showed that citronella oil was not persistent to the environment due to its volatile nature.
These results suggested that the application of citronella oil is potential to be used as an ideal eco-friendly approach for
the control of the agricultural pests H. DUPLJHUD

Keywords: +HOLFRYHUSD DUPLJHUD; Citronella oil; Antifeedant; Biopesticide; Repellent; Toxicity; Persistence.

Hama penggerek buah, +HOLFRYHUSD DUPLJHUD salah satu hama penting pada tanaman cabai
Hubn. (Lepidoptera : Noctuidae) merupakan merah. Kehilangan hasil karena serangan hama
377
- +RUW 9RO 1R

tersebut dapat mencapai 60% (Luther et al. 2007). dan daun pepaya (&DULFD SDSD\D) (Setiawati et
Dalam upaya memperkecil kerugian ekonomi al. 2010, Pattnaik et al. 2006). Tumbuhan lain
akibat serangan + DUPLJHUD, para petani masih yang mempunyai prospek untuk dikembangkan
mengandalkan penggunaan insektisida yang sebagai insektisida di Indonesia ialah serai wangi
dilakukan secara terjadwal. Petani umumnya (&\PERSRJRQ QDUGXV). Setiawati et al. (2010)
mencampur 2-6 jenis insektisida dan melakukan melaporkan bahwa, kandungan yang terdapat
penyemprotan sebanyak 21 kali per musim tanam pada minyak serai terdiri atas 37 jenis senyawa.
(Adiyoga 2007). Dari pengalaman di lapangan Kandungan yang paling besar ialah sitronela
diketahui bahwa penggunaan insektisida terbukti (35,97%), nerol (17,28%), sitronelol (10,03%),
kurang efektif untuk pengendalian populasi H. JHUDQ\OH DFHWDWH (4,44%), elemol (4,38%),
DUPLJHUD, karena insektisida yang digunakan limonen (3,98%), dan FLWURQQHOO\OH DFHWDWH
biasanya hanya mampu mematikan larva, sedangkan (3,51%). Senyawa sitronela mempunyai sifat racun
larva + DUPLJHUD terlindung di dalam buah. Berbagai dehidrasi (GHVLFFDQW). Racun tersebut merupakan
hasil penelitian melaporkan bahwa, + DUPLJHUD racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian
resisten terhadap insektisida dari golongan piretroid karena kehilangan cairan terus menerus. Serangga
sintetik, organofosfat, dan karbamat (Ahmad et al. yang terkena racun ini dapat mati karena
1997, Ahmad et al. 2001, Ahmad 2007, Torres- mengalami kekurangan cairan. Jantan dan Zaki
Vila et al. 2002, Ramasubramanian dan Regupathy (2001) melaporkan bahwa minyak serai dapat
2004, Chaturvedi 2007). Oleh sebab itu, perlu dicari digunakan sebagai pengusir nyamuk, larvisida
insektisida alternatif untuk mensubstitusi insektisida untuk 6SRGRSWHUD IUXJLSHUGD (Labinas dan
kimia. Insektisida alternatif tersebut harus efektif, Crocomo 2002), bersifat toksik terhadap hama-
dapat mengurangi pencemaran lingkungan, dan hama gudang, seperti 6LWRSKLOXV RU\]DH, 6
harganya relatif murah. Salah satu alternatif yang ]HDPD\ dan &DOORVREUXFKXV PDFXODWXV (Adedire
mempunyai prospek untuk dikembangkan ialah dan Ajayi 1996, Paranagama et al. 2003 dan 2004,
dengan memanfaatkan berbagai senyawa kimia Nakahara et al. 2005, Peterson dan Coats 2001),
alami yang berasal dari tumbuhan (Schmutterer dan dapat digunakan sebagai antibakteri dan
1990, Musabyimana et al. 2001). Tumbuhan yang anticendawan (Nakahara et al. 2003, Pattnaik et
berasal dari alam yang potensial sebagai sumber al. 2006). Chois et al. (2004) melaporkan bahwa
insektisida, umumnya mempunyai karakteristik minyak serai juga dapat digunakan sebagai
rasa pahit (mengandung alkaloid dan terpen), berbau akarisida untuk mengendalikan tungau.
busuk, dan berasa agak pedas. Tumbuhan tersebut 3HQHOLWLDQ EHUWXMXDQ PHQJHWDKXL H¿NDVL GDQ
jarang atau tidak pernah diserang oleh hama dan persistensi minyak serai sebagai bahan penolak,
banyak digunakan petani sebagai ekstrak pestisida larvisida, dan anti-IHHGDQW + DUPLJHUD. Penelitian
hayati dalam pertanian organik. diharapkan dapat menghasilkan insektisida botani
Beberapa jenis tumbuhan yang banyak diteliti yang berfungsi sebagai penolak, larvisida, dan
dan diketahui efektif untuk mengendalikan anti-IHHGDQW sehingga dapat digunakan untuk
+ DUPLJHUD dan serangga noctuidae lainnya mengendalikan hama + DUPLJHUD sebagai salah
antara lain biji dan daun nimba ($]DGLUDFKWD satu alternatif untuk mengurangi kebergantungan
LQGLFD) (Subiakto 2009), kulit buah jeruk (&LWUXV petani terhadap insektisida sintetik.
VLQHQVLV), biji selasih (2FLPXP FDQXP) (Kamaraj
et al. 2008), kulit batang bakau (5KL]RSKRUD
BAHAN DAN METODE
PXFURQDWD), biji daun gamal (*OLULFLGLD VHSLXP),
ranting dan kulit batang pacar cina (Aglaia Penelitian dilakukan di Laboratorium dan
RGRUDWD), umbi gadung ('LRVFRUHD KLVSLGD), Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran
daun tembakau (1LFRWLDQD WDEDFXP), biji srikaya, Lembang pada suhu 27± 2oC dan kelembaban 75-
($QQRQD VTXDPRVD), biji nona seberang ($QQRQD 80%, mulai bulan Juni sampai Desember 2009.
JODEUD), akar tuba ('HUULV HOLSWLFD), bunga
piretrum (&KU\VDQWKHPXP FLQHUDULDIROLXP), biji 3HPHOLKDUDDQ H. armigera
dan daun mindi (0HOLD D]DGLUDFK), daun sirih Larva + DUPLJHUD diambil dari pertanaman
hutan (3LSHU sp.), biji jarak (5LFLQXV FRPPXQLV), cabai merah di sekitar Lembang dan diperbanyak di

378
+DV\LP HW DO (¿NDVL GDQ 3HUVLVWHQVL 0LQ\DN 6HUDL
VHEDJDL %LRSHVWLVLGD WKG +HOLFRYHUSD DUPLJHUD

Laboratorium dan Rumah Kasa Hama Balai Penelitian (¿NDVL 0LQ\DN 6HUDL WHUKDGDS ,QGHNV 1XWULVL
Tanaman Sayuran. Larva dipelihara dalam botol /DUYD H. armigera Instar III
koleksi dan diberi pakan alami (jagung). Setelah larva Konsentrasi minyak serai yang digunakan
memasuki instar akhir atau sudah terbentuk pupa, adalah (5.000, 4.000, 3.000, 2.000, dan 1.000
serangga dipindahkan ke dalam stoples plastik yang ppm ditambah 0,05% Tween 20) dan kontrol
diberi larutan madu 10% sebagai makanan imago. (air + 0,05% Tween 20). Jagung muda (baby
Untuk UHDULQJ massal dimasukkan 10 pasang imago FRUQ) (± 3 cm) dicelupkan ke dalam larutan
umur 1-3 hari ke dalam stoples plastik (50 x 50 x 50 cm) minyak serai sesuai dengan perlakuan selama 10
dilapisi kertas saring dan ditutup kasa sebagai tempat detik dan dikeringanginkan. Makanan tersebut
peletakan telur dan diberi larutan madu 10% sebagai dimasukkan ke dalam botol uji (diameter 3 cm,
makanan imago. Larva instar I, II, dan III dari hasil tinggi 5 cm). Larva + DUPLJHUD masing-masing
perbanyakan digunakan sebagai bahan penelitian. sebanyak 10 ekor dimasukkan ke dalam botol uji
(¿NDVL 0LQ\DN 6HUDL VHEDJDL 5HSHOHQ /DUYD secara terpisah dan diulang sebanyak empat kali.
H. armigera Instar II Parameter indeks nutrisi larva dihitung 24 JSP.
Perhitungan indeks nutrisi berdasarkan metode
Metode penelitian yang digunakan ialah ¿OWHU Waldhbauer (1968) sebagai berikut :
SDSHU PHWKRG menurut Obeng et al. (1998). Pada
- Laju pertumbuhan relatif = G/TA (mg/mg/
penelitian ini digunakan kertas saring Whatman
hari)
nomor 1 ukuran 22 cm. Masing-masing kertas
saring dibagi menjadi dua bagian, satu bagian - Laju konsumsi relatif = F/TA (mg/mg/hari)
ditetesi dengan minyak serai pada konsentrasi (¿VLHQVL NRQYHUVL PDNDQDQ \DQJ GLFHUQD
100%, 5.000, 4.000, 3.000, 2.000, dan 1.000 ppm
= G/F-E X 100%
ditambah 0,05% Tween 20 dan satu bagian lagi
ditetesi air + 0,05% Tween 20 sebagai kontrol. (¿VLHQVL NRQYHUVL PDNDQDQ \DQJ GLPDNDQ
Kertas saring dikeringanginkan dan masing- = G/F X 100%
masing ditempatkan dalam petridish sesuai dengan - Perkiraan makanan yang dicerna
perlakuan. Masing-masing 10 ekor larva + DUPLJHUD
instar II ditempatkan di tengah-tengah kertas saring, = F-E/F x 100%
kemudian petridish ditutup. Masing-masing Keterangan :
perlakuan diulang sebanyak empat kali. Pengamatan G = Pertambahan berat larva selama periode
ketertarikan larva + DUPLJHUD instar II dilakukan makan (selisih berat awal larva dan berat
pada 1, 3, 6, 12, dan 24 jam setelah perlakuan (JSP). akhir larva),
Persentase repelensi dihitung menggunakan rumus F = Jumlah makanan yang dikonsumsi,
(Inyang dan Emosairue 2005) : T = Lamanya waktu makan,
E = Berat feses,
NC - NT
Repelensi = X 100% A = Berat rerata larva selama periode makan
NC + NT (berat awal larva + berat akhir larva)
di mana: 2
NC = jumlah larva H. DUPLJHUD yang terdapat Untuk mengetahui penghambat makan
pada kontrol, (IHHGLQJ GHWHUUHQW) dihitung menggunakan
rumus:
NT = jumlah + DUPLJHUD yang terdapat pada
Penghambat Berat makanan yang dimakan pada perlakuan
perlakuan. Makan (FD) =1-
Berat makan yang dimakan pada kontrol
x 100%

Untuk menentukan tingkatan repelensi 3HQJXMLDQ 7RNVLVLWDV /& 0LQ\DN 6HUDL


digunakan kriteria sebagai berikut : WHUKDGDS /DUYD H. armigera Instar I, II, dan
Kelas 0 = Repelensi < 0,1% III
Kelas I = Repelensi 0,1-20% Metode yang digunakan ialah metode IRAC
Kelas II = Repelensi 20,1-40% No. 7 (IRAC 2008). Konsentrasi yang digunakan
Kelas III = Repelensi 40,1-60% ialah 5.000, 4.000, 3.000, 2.000, dan 1.000 ppm
Kelas IV = Repelensi 60,1-80% ditambah 0,05% Tween 20, dan kontrol (air + 0,05%
Kelas V = Repelensi 80,1-100%. Tween 20). Jagung muda (±3 cm) dicelupkan ke
379
- +RUW 9RO 1R

dalam larutan minyak serai sesuai dengan perlakuan 1 dan 2, dan Gambar 1. Tingkat repelensi
selama 10 detik dan dikeringanginkan. Makanan menunjukkan perbedaan yang nyata antarwaktu
tersebut dimasukkan ke dalam botol uji (diameter pengamatan. Pada pengamatan 1 dan 3 JSP,
3 cm, tinggi 5 cm). Larva + DUPLJHUD masing- terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan
masing sebanyak 10 ekor dimasukkan ke dalam yang diuji. Minyak serai pada semua konsentrasi
botol uji secara terpisah dan diulang sebanyak yang diuji menunjukkan aktivitas sebagai penolak
empat kali. Pengamatan mortalitas larva dilakukan + DUPLJHUD instar II, namun nilai repelensinya
pada 24, 48, 72, 96, dan 120 JSP. Data mortalitas berbeda. Minyak serai murni (100%) dan minyak
larva dianalisis menggunakan analisis Probit serai pada konsentrasi 5.000 ppm mempunyai nilai
(Finney 1971). Rerata persentase kematian serangga repelensi tertinggi dibandingkan dengan perlakuan
dikoreksi menggunakan rumus Abbot (Busvine lainnya. Namun pada pengamatan selanjutnya
1971) sebagai berikut: nilai repelensi menurun dan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata pada pengamatan 6 dan 12
Po - Pc
P= x 100% JSP. Pada 24 JSP, nilai repelensi tertinggi terjadi
100 - Pc pada minyak serai pada konsentrasi 1.000-3.000
P = Persentase banyaknya serangga yang mati ppm. Hasil pengujian menunjukkan bahwa, minyak
setelah dikoreksi, serai mempunyai kemampuan menolak serangga
+ DUPLJHUD. Persentase repelensi dipengaruhi
Po = Persentase banyaknya serangga yang mati oleh konsentrasi dan lama pemaparan. Jantan dan
karena perlakuan insektisida, Zaki (2001) dan Labinas dan Crocoma (2002)
Pc = Persentase banyaknya serangga yang mati menyatakan bahwa sitronela yang terdapat dalam
pada kontrol (mortalitas alami). minyak serai dapat digunakan sebagai penolak
serangga dan konsentrasi 1,0 % efektif menekan
3HQJXMLDQ 3HUVLVWHQVL 0LQ\DN 6HUDL GDODP
hama 6 IUXJLSHUGD
3DNDQ GDQ 3HQJDUXKQ\D WHUKDGDS 0RUWDOLWDV
/DUYD H. armigera Dilihat dari tingkat repelensi, tingkat terendah
(kelas) II diperoleh pada konsentrasi 1.000
Jagung muda (± 3 cm) dicelupkan ke dalam dan 4.000 ml/l. Hasil penelitian ini kurang
larutan minyak serai pada konsentrasi 2.000 ppm menggambarkan kemampuan menolak dari
WLGDN PHQLPEXONDQ ¿WRWRNVLV SDGD WDQDPDQ minyak serai terhadap larva + DUPLJHUD instar
selama 10 detik dan dikeringanginkan. Makanan II. Obeng et al. (1998) menyatakan bahwa
tersebut dimasukkan ke dalam botol uji (diameter penggunaan ¿OWHU SDSHU sebagai bahan penelitian
3 cm, tinggi 5 cm). Pada 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 mempunyai permukaan polar, sehingga minyak
hari setelah aplikasi (HSA), masing-masing serai yang digunakan cepat terurai dan dapat
10 ekor larva + DUPLJHUD dimasukkan pada mengurangi volatilisasi. Akibatnya kemampuan
botol uji. Setiap perlakuan diulang empat kali. menolak/repelen dari minyak serai terhadap larva
Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas larva + DUPLJHUD berkurang.
+ DUPLJHUD.
5DQFDQJDQ 3HUFREDDQ 3HQJDUXK 0LQ\DN 6HUDL WHUKDGDS /DMX
.RQVXPVL 5HODWLI 5&5 /DMX 3HUWXPEXKDQ
Rancangan yang digunakan pada setiap 5HODWLI 5*5 GDQ 3HQJKDPEDW 0DNDQ /DUYD
kegiatan ialah acak kelompok terdiri atas enam H. armigera
perlakuan termasuk kontrol dengan empat
ulangan. Data peubah pengamatan dianalisis Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pemberian
dengan sidik ragam, jika terdapat perbedaan minyak serai melalui pakan + DUPLJHUD dapat
pengaruh perlakuan yang nyata maka dilanjutkan menurunkan laju konsumsi relatif (RCR), laju
dengan uji lanjut DMRT pada taraf 5%. pertumbuhan relatif (RGR), dan dapat berfungsi
sebagai penghambat makan larva + DUPLJHUD
+$6,/ '$1 3(0%$+$6$1 instar III. Penurunan nilai RCR dan RGR
berhubungan dengan konsentrasi minyak serai
5HSHOHQVL /DUYD H. armigera Instar II
yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi
Hasil pengamatan terhadap repelensi larva minyak serai yang digunakan, maka semakin
+ DUPLJHUD instar II disajikan pada Tabel rendah nilai RCR dan RGR diperoleh. Minyak
380
+DV\LP HW DO (¿NDVL GDQ 3HUVLVWHQVL 0LQ\DN 6HUDL
VHEDJDL %LRSHVWLVLGD WKG +HOLFRYHUSD DUPLJHUD

7DEHO 5HUDWD QLODL UHSHOHQVL H. armigera LQVWDU ,, DNLEDW SHUODNXDQ PLQ\DN VHUDL SDGD
EHUEDJDL SHQJDPDWDQ Repellency value of citronella oil obtained of different exposure
period the second instar larvae of H. armigera)
5HUDWD QLODL UHSHOHQVL VHWHODK
.RQVHQWUDVL PLQ\DN VHUDL (Mean persentage repellency values after ...), %
(Citronella oil concentration) -63 (HAT)
3 6
100% 50,00 a 65,74 a 19,05 a 22,22 a 30,16 b
5.000 ppm 59,79 a 30,16 bc 30,16 a 19,05 a 50,00 b
4.000 ppm 11,11 b 25,00 c 36,11 a 27,78 a 49,21 b
3.000 ppm 11,11 b 59,79 ab 30,16 a 46,83 a 59,79 a
2.000 ppm 30,16 b 33,33 abc 40,74 a 60,71 a 59,26 ab
1.000 ppm 33,33 ab 41,27 abc 30,16 a 38,89 a 54,92 ab
JSP (HAT) = Jam setelah perlakuan +RXUV DIWHU WUHDWPHQW

7DEHO 7LQJNDW UHSHOHQVL PLQ\DN VHUDL oleh adanya kandungan senyawa alelokimia
WHUKDGDS H. armigera (Repellency dalam minyak serai yang bersifat toksik. Pada
classis of citronella oil against H. awalnya minyak serai tidak memengaruhi
armigera) jumlah makanan yang dikonsumsi, namun
Instar II (Second instar) setelah tubuh merasa terganggu, biasanya
.RQVHQWUDVL PLQ\DN VHUDL
5HSHOHQVL serangga melakukan respons kompensasi
(Citronella oil concentra- .HODV
(Repellency), dengan cara mengurangi jumlah pakan yang
tion) (Class)
% dikonsumsinya. Penurunan tersebut terjadi
100% 41,42 III karena larva menetralisir racun yang ada.
5.000 ppm 42,19 III Sebagian energi yang seharusnya dipergunakan
4.000 ppm 32.29 II untuk proses pertumbuhan dialokasikan untuk
3.000 ppm 43,04 III menetralkan racun (Sahayaraj et al. 2008).
2.000 ppm 48,67 III
1.000 ppm 35,37 II Bobot makanan yang dikonsumsi oleh larva
+ DUPLJHUD berbeda pada tiap perlakuan yang
serai pada konsentrasi 5.000 ppm mampu diuji, semakin tinggi konsentrasi minyak serai
menghasilkan nilai RCR dan RGR terendah yang digunakan, maka semakin sedikit bobot
masing-masing sebesar 1,4758 dan 1,4185 makanan yang dikonsumsi. Dari hasil perhitungan
serta berbeda nyata bila dibandingkan dengan penghambat makan (IHHGLQJ GHWHUUHQW) dapat
kontrol. Menurunnya jumlah makanan yang dilihat bahwa pada konsentrasi 5.000 ppm,
dikonsumsi oleh larva + DUPLJHUD disebabkan tingkat penghambat makan mencapai 50,58%

1.000 ppm

2.000 ppm

3.000 ppm

4.000 ppm

5.000 ppm

100%

0 10 20 30 40 50 60 70

Persentase repelensi 5HSHOHQF\ SHUFHQWDJH

*DPEDU .LVDUDQ SHUVHQWDVH UHSHOHQVL PLQ\DN VHUDL WHUKDGDS ODUYD H. armigera instar II
(Approximate range of repellencies percentage of citronella oil against the second
instar larvae of H. armigera)
381
- +RUW 9RO 1R

7DEHO 3HQJDUXK SHQJJXQDDQ PLQ\DN VHUDL WHUKDGDS ODMX NRQVXPVL UHODWLI ODMX SHUWXPEXKDQ
UHODWLI GDQ SHQJKDPEDW PDNDQ H. armigera (The effect of citronella oil on relative
consumption rate, relative growth rate, and feeding deterrent of H. armigera)
/DMX NRQVXPVL UHODWLI /DMX SHUWXPEXKDQ 3HQJKDPEDW
(Relative consumption UHODWLI PDNDQ
.RQVHQWUDVL PLQ\DN VHUDL
rate) (Relative growth rate) (Feeding deter-
(Citronella oil concentration)
mg/hari (hour) mg/hari (hour) rent)
%
5.000 ppm 1,4758 b 1,4185 b 51,58 a
4.000 ppm 1,4665 b 1,7845 b 48,48 ab
3.000 ppm 1,5240 b 1,7011 b 32,03 ab
2.000 ppm 1,7221 b 1,9287 a 28,51 b
1.000 ppm 1,7183 b 1,9608 a 24,89 b
Kontrol (&RQWURO) 2,0388 a 1,9833 a -

dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan GLJHVWHG IRRG (ECD) sudah terjadi pada konsentrasi
perlakuan minyak serai pada konsentrasi 1.000 1.000 ppm dan menunjukkan perbedaan yang nyata
dan 2.000 ppm yang hanya mampu menghambat bila dibandingkan dengan kontrol. Penurunan
makan larva + DUPLJHUD masing-masing sebesar ECD semakin besar sejalan dengan meningkatnya
24,89 dan 28,51%. Simpson dan Simpson (1990) konsentrasi minyak serai yang diberikan. Penurunan
menyatakan bahwa senyawa alelokimia yang ECD diikuti pula oleh penurunan ECI HI¿FLHQF\ RI
terdapat pada makanan serangga memengaruhi FRQYHUVLRQ RI LQJHVWHG IRRG . Berdasarkan Tabel 3
pertumbuhan dan aktivitas makan serangga dan 4 tersebut dapat dinyatakan bahwa konsentrasi
dan pada akhirnya menurunkan keberhasilan minyak serai yang menyebabkan pengaruh optimal
hidup serangga. Hasil ini sejalan dengan hasil terhadap larva + DUPLJHUD yaitu pada konsentrasi
penelitian yang dilakukan oleh Sahayaraj et al. 3.000-5.000 ppm.
(2008) pada ekstrak tanaman 3HGDOLXP PXUH[ Adanya senyawa kimia yang bersifat toksik
untuk 6SRGRSWHUD OLWXUD. yang dikonsumsi serangga dapat memengaruhi
Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa nilai jumlah dan laju konsumsi, sehingga memengaruhi
DSSUR[LPDWH GLJHVWDELOLW\ (AD) meningkat mulai laju pertumbuhan, bobot akhir, dan kesintasan larva.
pada konsentrasi 3.000 ppm dan berbeda nyata Apabila makanan yang dikonsumsi mengandung
dibandingkan dengan kontrol. Simpson dan Simpson senyawa toksik, maka larva + DUPLJHUD tidak
(1990) menyatakan bahwa larva serangga dapat mencapai bobot yang sesuai untuk menjadi pupa.
meningkatkan kemampuannya dalam mencerna Dari Gambar 2, dapat diketahui bahwa semakin
makanan (AD) bila terdapat senyawa toksik dalam tinggi konsentrasi minyak serai yang digunakan,
tubuhnya. Penurunan HI¿FLHQF\ RI FRQYHUVLRQ RI maka bobot pupa yang diperoleh juga semakin

7DEHO 3HQJDUXK SHQJJXQDDQ PLQ\DN VHUDL WHUKDGDS SHUNLUDDQ MXPODK PDNDQDQ \DQJ
GLFHUQD H¿VLHQVL NRQYHUVL PDNDQDQ \DQJ GLFHUQD GDQ H¿VLHQVL NRQYHUVL PDNDQDQ
\DQJ GLPDNDQ ODUYD H. armigera LQVWDU ,,, The effect of citronella oil on AD, ECD, and
HI¿FLHQF\ RI FRQYHUVLRQ RI LQJHVWHG IRRG (&, RQ WKLUG LQVWDU ODUYDH RI H. armigera)
.RQVHQWUDVL PLQ\DN VHUDL
AD ECD ECI
(Citronella oil concentration)
......................................................%......................................................
5.000 ppm 71,03 a 19,17 b 18,94 b
4.000 ppm 70,21 a 18,82 b 19,82 b
3.000 ppm 70,86 a 18,92 b 20,20 b
2.000 ppm 62,37 b 19,28 b 22,79 a
1.000 ppm 61,59 b 19,43 b 23,07 a
Kontrol (&RQWURO) 58,48 b 28,62 a 24,32 a

382
+DV\LP HW DO (¿NDVL GDQ 3HUVLVWHQVL 0LQ\DN 6HUDL
VHEDJDL %LRSHVWLVLGD WKG +HOLFRYHUSD DUPLJHUD

0,7

:HLJKW RI + DUPLJHUD SXSDO , g


0,6
0,5

Bobot pupa + DUPLJHUD


0,4
0,3
0,2
0,1
0
RO m m m m m
pp pp pp pp pp
QWU 00 00 00 00 00
&R 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0
nt rol
Ko

Jantan 0DOH Betina (Famale)

*DPEDU 3HQJDUXK SHQJJXQDDQ PLQ\DN VHUDL WHUKDGDS ERERW SXSD H. armigera (The effect
of citronella oil on weight of H. armigera pupal)

rendah baik untuk pupa jantan maupun pupa betina. banyak minyak serai yang masuk ke dalam tubuh
Bobot pupa jantan pada kontrol dapat mencapai larva + DUPLJHUD. Ahmad (2007) menyatakan
0,5396 g (jantan) dan 0,4255 g (betina), sedang bahwa, penggunaan insektisida nabati pada
pada perlakuan minyak serai konsentrasi 5.000 konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan
ppm bobot pupa jantan hanya mencapai 0,1735 g kematian pada serangga yang disebabkam oleh
dan betina sebesar 0,1576 g. Terjadi pengurangan rendahnya makanan yang dikonsumsi, maka
bobot pupa akibat perlakuan minyak serai sebesar sistem pencernaan dan penghambat pertumbuhan
67,85% (jantan) dan 62,96% (betina). serangga terganggu, sedang pemberian insektisida
nabati pada konsentrasi rendah biasanya tidak
7RNVLVLWDV 0LQ\DN 6HUDL WHUKDGDS /DUYD H. mampu mematikan serangga namun dapat
armigera mempercepat terjadinya malformasi.
Hasil perhitungan nilai LC50 minyak serai pada Dilihat dari nilai kemiringan garis regresi,
berbagai instar larva + DUPLJHUD disajikan pada larva + DUPLJHUD instar III memiliki nilai tertinggi
Tabel 5. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa untuk sebesar 6,40±0,87 dibandingkan dengan instar I
masing-masing stadia larva + DUPLJHUD memiliki ataupun II. Semakin besar nilai kemiringan, maka
kepekaan yang berbeda terhadap minyak serai, tanggap populasi terhadap insektisida semakin
nilai LC50 untuk larva + DUPLJHUD instar I, II, dan homogen. Pada populasi yang homogen kepekaan
III berturut-turut ialah 12.795,45, 8.327,42, dan setiap individu terhadap insektisida relatif sama
3.324,89 ppm, sedangkan nilai LC95 untuk larva (Himawati 2003).
+ DUPLJHUD instar I, II, dan III berturut-turut ialah
10.564,59, 12.535,12, dan 4.725,30 ppm.
3HUVLVWHQVL 0LQ\DN 6HUDL SDGD 3DNDQ
Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat H. armigera GDQ 3HQJDUXKQ\D WHUKDGDS
bahwa minyak serai lebih efektif bila diberikan 0RUWDOLWDV /DUYD H. armigera Instar III
pada larva + DUPLJHUD instar III. Hal ini
diduga berhubungan dengan jumlah makanan Hasil pengamatan terhadap mortalitas larva
yang dikonsumsi. Semakin banyak jumlah + DUPLJHUD instar III akibat perlakuan residu
makanan yang dikonsumsi, maka semakin minyak serai (2.000 ppm) yang diberikan melalui

7DEHO 1LODL /& GDQ /&95 PLQ\DN VHUDL SDGD EHEHUDSD LQVWDU ODUYD H. armigera +63
(Toxicity of citronella oil against H. armigera 5 DAT)
/& /&95
H. armigera 6ORSH
SSP SSP
Instar I 12.795,45 10.564,59 1,52 ± 0,52
Instar II 8.327,42 12.535,12 1,75 ± 0,49
Instar III 3.324,89 4.725,30 6,40 ± 0,87

383
- +RUW 9RO 1R

120

100
Mortalitas 0RUWDOL\ , %

80

60

40

20

0
0 1 2 3 4 5 6

Waktu pemaparan 7LPH H[SORVXUH HSP (DAT)

*DPEDU 3HUVLVWHQVL PLQ\DN VHUDL SDGD SDNDQ H. armigera GDQ SHQJDUXKQ\D WHUKDGDS
PRUWDOLWDV ODUYD H. armigera LQVWDU ,,, Persistence of citronella oil on mortality of
the third instar larvae of H. armigera)

pakan + DUPLJHUD disajikan pada Gambar 3. Dari 2. Penggunaan minyak serai pada konsentrasi
Gambar tersebut dapat dilihat bahwa mortalitas 3.000-5.000 ppm yang diaplikasikan pada
larva + DUPLJHUD terus meningkat sejalan dengan pakan larva + DUPLJHUD dapat menurunkan
lamanya pemaparan dan mencapai puncaknya laju konsumsi relatif dan laju pertumbuhan
pada 4 hari setelah pemaparan (HSP). Pada 5 dan relatif, efisiensi konversi makanan yang
6 HSP, mortalitas larva + DUPLJHUD menurun dicerna, dan efisiensi konversi makanan
kembali. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan yang dimakan larva + DUPLJHUD serta dapat
bahwa residu minyak serai/lamanya minyak serai menghambat makan larva + DUPLJHUD
yang terdapat dalam pakan + DUPLJHUD hanya sebesar 50%.
berkisar antara 1-4 HSP. Minyak serai sebagai 3. Penggunaan minyak serai dapat menurunkan
insektisida nabati mempunyai tingkat persistensi bobot pupa + DUPLJHUD jantan dan betina.
yang relatif rendah. Pada 5 HSP toksisitas
4. Nilai LC50 untuk larva + DUPLJHUD instar I,
menurun drastis. Oleh sebab itu, interval
II, dan III berturut-turut adalah 12.795,45,
aplikasi minyak serai di lapangan dianjurkan 7
8.327,42, dan 3.324,89 ppm, sedang nilai
hari sekali. Isman (2000) menyatakan bahwa
LC95 untuk larva + DUPLJHUD instar I, II, dan
minyak serai tersusun dari berbagai campuran
III berturut-turut ialah 10.564,59, 12.535,12,
aroma (RGRURXV) dan berbagai senyawa yang
dan 4.725,30 ppm.
mudah menguap, sehingga cepat terurai di
lingkungan. Dengan demikian, petani masih 5. Residu minyak serai yang terdapat dalam
dapat mengaplikasikannya beberapa hari sebelum pakan + DUPLJHUD berkisar antara 1-4 HSP.
panen, karena aman terhadap lingkungan. Hal ini Minyak serai sebagai insektisida nabati
sejalan dengan Dekeyser (2005) yang menyatakan mempunyai tingkat persistensi yang relatif
bahwa insektisida generasi baru harus mempunyai rendah.
sifat selektif terhadap organisme bukan sasaran
dan nonpersisten terhadap lingkungan. 3867$.$
1. Adedire, C.O. and T.S. Ajayi. 1996. Assessment of the
.(6,038/$1 Insecticidal Properties of Some Plant Extracts as Grain
Protectants Against the Maize Weevil 6LWRSKLOXV ]HDPDLV
Motschulsky. Nigeria - RI (QWRPRO 13:9-101
1. Minyak serai dapat digunakan sebagai
2. Adiyoga, W. 2007. Overview of Production, Consumption,
penolak larva + DUPLJHUD instar II dengan and Distribution Aspects of Hot Pepper in Indonesia.
tingkat repelensi termasuk kriteria kelas II $QQXDO 5HSRUW ,QGRQHVLDQ 9HJHWDEOHV 5HVHDUFK ,QVWLWXWH
(20-40%) dan kelas III (40-60%). Unpublished Report. 34 pp.
384
+DV\LP HW DO (¿NDVL GDQ 3HUVLVWHQVL 0LQ\DN 6HUDL
VHEDJDL %LRSHVWLVLGD WKG +HOLFRYHUSD DUPLJHUD

3. Ahmad, M., M.I. Arif, and M. R. Attique. 1997. Pyrethroid 19. Musabyimana, T., R.C. Saxena, E.W. Kairu, C.P.K.O.
Resistance of +HOLFRYHUSD DUPLJHUD (Lepidoptera, Ogol, and Z.R. Khan. 2001. Effects of Neem Seed
Noctuidae) in Pakistan. %XOO (QWRPRO. Res. 87:343-347. Derivatives on Behavioral and Physiological Responses
of the &RVPRSROLWHV VRUGLGXV (Coleoptera: Curculioni-
4. ___________________, and Z. Ahmad. 2001. Resistance to dae). +RUW (QWRPRO 94:449-454.
Carbamate Insecticides in +HOLFRYHUSDDUPLJHUD (Lepidoptera:
Noctuidae) in Pakistan. &URS 3URWHFWLRQ 20:427-432. 20. Nakahara, K., N.S. Alzoreky, T. Yoshihashi, H.T.T.
Nguyen, and G. Trakoontivakorn. 2003. Chemical
5. __________. 2007. Insecticide Resistance Mechanism Composition and Antifungal Activity of Essential Oil
and Their Management in +HOLFRYHUSD DUPLJHUD from &\PERSRJRQ QDUGXV (Citronella Grass). JARQ.
(Hubner) A Review. - $JULF 5HV. 45(4):319-35. 37(4):249-252.
6. Busvine, J. R. 1971. A &ULWLFDO 5HYLHZ RI WKH 7HFKQLTXHV 21. _________________________, G. Trakoontivakorn, Y.
IRU 7HVWLQJ ,QVHFWLFLGHV Commonwealth Agricultural Hanboonsong. 2005. Prevention of Postharvest Pests
Bureau, London. 345 pp. Using Aromatic Plants Growing in the Tropics. -LUFDV
7. Chaturvedi, I. 2007. Status Insecticide Resistance in the 1HZV /HWWHU. 43. http://www.ahs.org/publications/the_
Cotton Boll Worm, +HOLFRYHUSD DUPLJHUD (Hubner). J. american_gardener/9907/focus.htm. [9 Januari 2009].
&HQW (XU $JULF 8(2):171-182 22. Obeng, O.D., C.H. Reichmuth., A.J. Bekele, and A.
8. Chois, W., S. Lee., H. Park, and Y. Ahn. 2004. Toxicity Hannasali. 1998. Toxicity and Protectant Potential
of Plant Essential Oils to 7HWUDQ\FKXV XUWLDH (Acari: Camphor, A Major Component of Essential Oil of 2FLPXP
Tetranychidae) and 3K\WRVHLXOXV SHUVLPLOLV (Acari: NLOLPDQGVFDULXP, Against Four Stored Product Beetle.
Phytoseiidae). - (FRQ (QWRPRO. 97:553-558. ,QWHUQDWLRQDO - RI 3HVW 0DQDJH 44(4):203-209.
23. Paranagama, P., C. Adhikari, K. Abeywickrama, and P.
9. Dekeyser, M.A. 2005. Acaricide Mode of Action. 3HVW Bandara. 2003. Deterrent Effects of Some Sri Lanka
0DQDJH. 6FL 61:103-110. Essential Oils on Oviposition and Progeny Production
10. Finney, D.J. 1971. 3URELW $QDO\VLV UG (GLWLRQ . of the Cowpea Bruchid, &DOORVREUXFKXV 0DFXODWXV
Cambridge University Press, Cambridge, UK. 350 pp. (F.) (Coleoptera; Bruchidae). - )RRG $JULF DQG
(QYLURQPHQW 1(2):254-257.
11. Himawati., M.K. 2003. Toksisitas Metoksifenozida
24. Paranagama, P.A., K.H.T. Abeysekera, L. Nagaliyadde,
terhadap +HOLFRYHUSD DUPLJHUD. $JURVDLQV 5(1):40- 47.
and K.P. Abeywickrama. 2004. Repellency and Toxicity
12. Inyang, U.E. and S.O. Emosairue. 2005. Laboratory of Four Essential Oils to 6LWRSKLOXV RU\]DH (Coleoptera:
Assessment of the Repellent and Antifeedant Properties Curculionidae). Foundation Sri Lanka. - 1DWQ 6FL
of Aquous Extract of 13 Plant Against the Banana 32(3&4): 127-138.
Weevil &RVPRSROLWHV VRUGLGXV Germar (Coleoptera: 25. Pattnaik, S., V.R. Subramanyam, and C. Kole. 2006.
Curculionidae). 7URSLFDO DQG 6XEWURSLFDO $JURHFRV\VWHPV. Antibacterial and Antifungal Activity of Ten Essential
5:33-44. Oils in Vitro. 0LFURELRV. 86:237-246.
13. Isman, M.B. 2000. Plant Essential Oils for Pest and 26. Peterson, C. J. and J. Coats. 2001. Insect Repellents-past,
Diseases Management. &URS 3URW 19:603-608. Present, and Future. 3HVWLF 2XWORRN. 12:154-158.
27. Ramasubramanian, T. and A. Regupathy. 2004. Magnitude
14. IRAC. 2008. IRAC. Susceptibility Test Methods Series.
and Mechanism of Insecticide Resistance in +HOLFRYHUSD
Insecticide Resistance Action Commite. www.Irac-
DUPLJHUD Hub. Population of Tamil Nadu, India. $VLDQ -
online.org. [4 Agustus 2008].
3ODQW 6FL 3: 94-100.
15. Jantan, I. and Z.M. Zaki. 2001. Evaluation of Smoke 28. Sahayaraj, K., M. Venkateshwari, and R. Balasubramanian.
from Mosquito Coils Containing Malaysian Plants 2008. Insecticidal and Antifeedant Effect of 3HGDOLXP
Against $HGHV DHJ\SWL. )LWRWHUDSLD. 70:237-243. PXUH[ Linn. Root on 6SRGRSWHUD OLWXUD (fab) (Lepidoptera
: Noctuidae). - RI $JULF 7HFKQRO. 4(2):73-80.
16. Kamaraj, C., A.A. Rahuman, and A. Bagavan. 2008.
Screening for Antifeedant and Larvacidal Activity of 29. Schmutterer, H. 1990. Properties and Potential of Natural
Plant Extracts Against +HOLFRYHUSD DUPLJHUD (Hübner), Pesticides from the Neem Tree, $]DGLUDFKWD LQGLFD. $QQ
6\OHSWD GHURJDWD (F.) and $QRSKHOHV VWHSKHQVL (Liston). 5HY (QWRPRO. 35:271-297.
3DUDVLWRO 5HV 103(6):1361-368. 30. Setiawati, W., A. Hasyim, and R. Murtiningsih. 2010.
Laboratory and Field Evaluation of Essential Oils from
17. Labinas, A.M. and W.B. Crocomo 2002. Effect of Java &\PERSRJRQ QDUGXV as Oviposition Deterrent and
Grass (&\PERSRJRQ ZLQWHULDQXV Jowitt) Essential Oil Ovicidal Activities Against +HOLFRYHUSD DUPLJHUD Hubner
on Fall Armyworm 6SRGRSWHUD IUXJLSHUGD (J.E. Smith) on Chili Pepper. In Press. 18 Hlm.
(Lepidoptera, Noctuidae). 0DULQJD. 24(5):1401-
1405. 31. Simpson, S.J. and C.L. Simpson. 1990. The Mechanism
of Nutritional Compensation by Phytophagous Insect. In
18. Luther, G., M. Palada., T.C. Wang, A. Dibyantoro, J. Bernays, E.A. (Ed.) ,QVHFW 3ODQW ,QWHUDFWLRQ New York
Maryono, M. Ameriana, Sutoyo, and D. Bimantoro. 2007. (USA). CPC Press. Inc. 2(2):111-160.
Chilli Integrated Diseases Management Rapid Rural
32. Subiakto. 2009. Ekstrak Biji Mimba sebagai Pestisida
Appraisal in Central Java, Indonesia. 5-15 March 2007.
Nabati: Potensi, Kendala, dan Strategi Pengembangannya.
AVRDC-the World Vegetable Center. 61 pp.
3HUVSHNWLI. 8(2):108-116.

385
- +RUW 9RO 1R

33. Torres-Vila. R.M., M. C. Rodríguez-Molina, A. Lacasa- 34. Waldbauer, G.P. 1968. 7KH &RQVXPSWLRQ DQG 8WLOL]DWLRQ
Plasencia, and P. Bielza-Lino. 2002. Insecticide Resistance RI )RRG E\ ,QVHFt. Advances Insect Physiology, Academic
of +HOLFRYHUSD DUPLJHUD to Endosulfan,Carbamates, and Press, London. 229-288.
Organophosphates: the Spanish Case. &URS 3URWHFWLRQ 21
(10):1003-1013.

386

Anda mungkin juga menyukai