Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGOLAHAN ZAKAT PADA MASA RASULULLAH AL KHULAFAH AR-


RASYIDIN

(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Management Zakat dan Wakaf)

Dosen Pengampu: Tri Waluyo,M.E.

Disusun Oleh:

1. Fahrul Kurniawan (63020190052)


2. Nurul Rizki Amaliyah (63020190065)
3. Riska Suci Amanda (63020190077)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

EKONOMI SYARIAH

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pengolahan Zakat pada
Masa RASULULLAH AL KHULAFAH AR-RASYIDIN

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk menambah wawasan tentang
Pengolahan Zakat pada Masa RASULULLAH AL KHULAFAH AR-RASYIDIN bagi
parapembaca dan penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Tri Waluyo,M.E.. Selaku
dosen mata kuliah Management Zakat dan Wakaf yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang kami tekuni.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Semarang , 24 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...............................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................2
C. TUJUAN MAKALAH..............................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
1. Zakat pada masa Khalifah Abu Bakar Ash’Shiddiq...................................................................3
2. Zakat pada masa Khalifah Umar Bin Khattab ra........................................................................4
3. Zakat pada masa Utsman bin Affan ra......................................................................................6
4. Zakat pada Khalifah Ali bin Abi Thalib ra................................................................................7
BAB III..................................................................................................................................................9
PENUTUP.............................................................................................................................................9
A. KESIMPULAN.........................................................................................................................9
B. SARAN...................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Zakat merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat
startegis dalam agama Islam, baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan
kesejahteraan ummat manusia(Qardhawi,1993:235). Zakat termasuk salah satu rukun
Islam, sebagaimana diterangkan dalam hadis Rasulullah, yang diriwayatkanoleh Muslim
dari Abdullah bin Umar (Muslim, 1419 H : 683), sehingga keberadaannya dianggap
sebagai ma’lum minad-diin bidh-dharurah atau diketahui secara otomatis adanya dan
merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang

Khulafaur Rasyidin ialah para pemimpin yang menggantikan tugastugas


Rasulullah SAW. sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan pemimpin umat.
Adapun tugas kenabiannya tidak bisa digantikan.Khulafaur Rasyidin berasal dari dua kata
yakni Khulafa’ dan Ar- Rasyidin. Khulafa’ berarti jama’ dari khalifah yang memiliki arti
“pengganti“. Sedangkan kata Ar-Rasyidin yaitu “mendapat petunjuk.” Jadi Khulafaur
Rasyidin adalah para pengganti yang mendapatkan petunjuk.

Khulafaur Rasyidin adalah para khalifah yang sangat arif bijaksana. Mereka
adalah keempat sahabat Nabi yang terpilih menjadi pemimpin kaum muslimin setelah
Nabi Muhammad SAW wafat. (Imam as-Suyuthi:2015) Telah menguraikan sejarah
lengkap tentang para Khalifah, serta membaginya dari beberapa masa. Salah satu masa
diantaranya adalah masa kekhilafahan Khulafaur Rasyidin1.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M di Madinah,


muncullah pengganti Nabi yang diberi gelar Khalifah .Khalifah tersebut terdiri dari Abu
Bakar (632-634M), Umar bin Khattab (634-644M), Utsman bin Affan (644-656M), dan
Ali ibn Abi Thalib (656-661M). Mereka merupakan para sahabat Nabi, yang semuanya
punya hubungan dekat dengan beliau, baik melalui darah ataupun
melalui perkawinan.2

1
Freeman, ‘PENGELOLAAN ZAKAT DI MASA NABI, SAHABAT, Dan TABI’IN A.’, Journal of Chemical Information
and Modeling, 53.9 (2013), 1689–99.
2
Iva Inayatul Ilahiyah and Muhammad Nur Salim, ‘Karakteristik Kepemimpinan Khulafa Ar- Rasyidin’, EL-Islam,
1.1 (2019), 43–68.

iv
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah Zakat pada masa Khalifah Abu Bakar Ash’Shiddiq. ?
2. Bagaimanakah Zakat pada masa Khalifah Umar Bin Khattab ra?
3. Bagaimanakah Zakat pada masa Utsman bin Affan ra?
4. Bagaimanakah Zakat pada Khalifah Ali bin Abi Talib ra?

C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui Zakat pada masa Khalifah Abu Bakar Ash’Shiddiq
2. Untuk mengetahui Zakat pada masa Khalifah Umar Bin Khattab ra
3. Untuk mengetahui Zakat pada masa Utsman bin Affan ra
4. Untuk mengetahui Zakat pada Khalifah Ali bin Abi Talib ra

v
BAB II

PEMBAHASAN

1. Zakat pada masa Khalifah Abu Bakar Ash’Shiddiq


Abu Bakar dilahirkan di Makkah, anak dari ‘Utsman bin Abi Quhafah dan
Tsalamah, Ummu al-Khair, nama aslinya adalah Abdul Ka’b. Beliau adalah orang
pertama yang menyambut dakwah Rasulullah untuk memeluk Islam.Abu Bakar
menjadi khalifah pertama melalui pemilihan dalam satu pertemuan, terjadi pada
hari kedua setelah nabi Muhammad wafat dan sebelum jenazah beliau
dimakamkan. Peristiwa itulah yang menyebabkan kemarahan keluarga nabi,
khususnya Fathimah, putri tunggal Rasulullah. Pertanyaan yang muncul, mengapa
mereka terburu-buru mengambil keputusan tentang pengganti nabi Muhammad
sebelum pemakaman dan tidak mengikutsertakan keluarga dekat nabi seperti ‘Ali
bin Abu Thalib dan ‘Utsman bin ‘Affan (dua menantu Nabi). Karena
penyelenggaraan pertemuan tersebut, tidak direncanakan terlebih dahulu,
sebaliknya berlangsung karena terdorong keadaan. Pengangkatan Abu Bakar
menjadi khalifah merupakan awal terbentuknya pemerintahan model khalifah
dalam sejarah Islam.Ia disebut lembaga pengganti kenabian dalam memelihara
urusan agama dan mengatur urusan dunia untuk meneruskan pemerintahan Negara
Madinah yang terbentuk di masa nabi Muhammad SAW3.
Setelah Rasullah SAW wafat, banyak kabilah-kabilah yang menolak untuk
membayar zakat dengan alasan merupakan perjanjian antara mereka dan Nabi
SAW, sehingga setelah beliau wafat maka kewajiban terebut menjadi gugur.
Pemahaman yang salah inihanya terbatas dikalangan suku-suku Arab Baduwi.
Suku-suku Arab Baduwi ini menganggap bahwa pembayaran zakat sebagai
hukuman atau beban yang merugikan.Abu Bakar yang menjadi khalifah pertama
penerus Nabi SAW memutuskan untuk memerangi mereka yang menolak
membayar zakat dan menganggap mereka sebagai murtad. Perang ini tercatat
sebagai perang pertama di dunia yang dilakukan sebuah negara demi membela hak
kaum miskin atas orang kaya dan perang ini dinamakan Harbu Riddah4.

Pada masa khalifah Abu Bakar, zakat sebagai salah satu sumber
pendapatan negara ditangani penghimpunan dan pendistribusiannya oleh negara.
Orang yang dianggap wajib zakat, dipaksa untuk mengeluarkan zakat. Bahkan
orang yang enggan mengeluarkan zakat diperangi dengan keras oleh khalifah
(Mas’udi, 2010). Sejumlah orang yang dipandang masuk dalam kategori orang
yang berkewajiban mengeluarkan zakat, tetapi tidak mau menyerahkan zakatnya
3
M.Ag Shobirin, S.Ag, ‘PEMIKIRAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ TENTANG MEMERANGI ORANG YANG
MEMBANGKANG’, 1993.
4
Freeman, ‘PENGELOLAAN ZAKAT DI MASA NABI, SAHABAT, Dan TABI’IN A.’, Journal of Chemical Information
and Modeling, 53.9 (2013), 1689–99

vi
kepada para petugas pengumpul zakat untuk diserahkan ke Madinah, sebagai
pusat pemerintahan, telah dimasukkan ke dalam kelompok orang-orang yang
murtad. Keputusan khalifah Abu Bakar (w. 13 H/ 634 M) memerangi mereka,
menjadi satu paket bersama-sama dengan keputusan untuk memerangi orang yang
secara terang-terangan keluar dari Islam dan (kelompok) orang yang mengaku
menjadi nabi setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (Hitti, 1946).

Ada tiga alasan yang dapat dikemukakan kenapa Abu Bakar tetap
memerangi orang- orang yang enggan untuk mengeluarkan zakat: (1) zakat
merupakan hak harta yang harus diambil dari orang kaya dan diberikan kepada
orang miskin; (2) ada kemungkinan sikap mereka untuk tetap melakukan shalat
dengan tujuan membimbangkan kaum muslimin dalam mengambil tindakan tegas
terhadap mereka karena secara lahiriah mereka tampak sebagai muslim; (3) zakat
sudah menjadi syi’ar Islam (Ahmad, 2011:197). Sikap Abu Bakar yang asalnya
ditentang oleh Umar ibn Khattab (w. 23 H/ 664 M) tetapi kemudian beliau
menyetujuinya ini (Bukhari, 1998), jika dianalisis lebih lanjut, tentu saja “delik
hukum”-nya menjadi berbeda. Setelah khalifah kedua ini menggantikan
kedudukan Abu Bakar sebagai

khalifah pertama, khalifah Umar ibn Khattab segera membebaskan seluruh


tawanan harbal-Riddah yang “delik hukum”-nya berupa penolakan pembayaran
zakat. Mereka yang menolak pembayaran zakat itu tidak dapat dipandang telah
keluar dari Islam, karena mereka tetap melaksanakan salat (Suyuthi, 2003). Dalam
analisis Haekal, mereka menuntut otonomi pemerintahan sebagaimana kebijakan
pemerintahan Nabi ketika beliau masih hidup dan sekaligus menuntut
desentralisasi pendistribusian dana zakat (Na’im, 2008)5.

2. Zakat pada masa Khalifah Umar Bin Khattab ra


Umar bin Khattab adalah Khalifah kedua setelah Abu Bakar, seorang Khalifah
yang berpikir kreatif dan inovatif. Umar melakukan langkah-langkah yang berani
mengambil ijtihad dalam masalah furu'iyah ketika merespons persoalan yang
belum ada ketetapan nasnya. Pada masa Umar ini lah perkembangan ekonomi
berkembangan pesat, luasnya daerah kekuasaan Islam membutuhkan kebijakan-
kebijakan yang mensejahterakan masyarakat yang berada dalam daerah-daerah
kekuasaan Islam. Kebijakan-kebijakan Umar tentang pengelolaan tanah, zakat,
usyr, jizyah, kharaj dan yang paling mengesankan adalah pembentukan
administrasi yang baik dalam menjalankan roda pemerintahan yang besar. Ia
mendirikan institusi administrasi yang hampir tidak mungkin dilakukan pada abad
ketujuh sesudah masehi. Salah satu kebijakan terkenalnya adalah membuat baitul
mal yang regular dan permanent, untuk mengawasi keuangan Negara dan
mengatur urusan pengumpulan dan pengeluaran. Baitul mal secara tidak langsung
bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiscal Negara Islam dan Khalifah adalah

5
Aden Rosadi and Mohamad Anton Athoillah, ‘Distribusi Zakat Di Indonesia: Antara Sentralisasi Dan
Desentralisasi’, IJTIHAD Jurnal Wacana Hukum Islam Dan Kemanusiaan, 15.2 (2016), 237
<https://doi.org/10.18326/ijtihad.v15i2.237-256>.

vii
yang berkuasa penuh atas dana tersebut. Pada masa Umar inilah masyarakat
Negara Islam mengalami kemakmuran yang pesat.
Pada masa hidup Nabi Muhammad, jumlah kuda di Arab sangat sedikit
teruama kuda yan dimiliki orang-orang Islam karena di gunakan untuk kebutuhan
pribadi dan jihad. Karena zakat dibebankan atas barang-barang yang memiliki
produktivitas, maka “ seorang budak atau seekor kuda yang dimiliki muslim telah
di bebaskan dari zakat. Pada periode selanjutnya, kegiaan beternak dan
memperdagangkan kuda dilakukan secara besar-besaran di syiria dan bagian lain
dari daerah kekuasaan. Beberapa kuda mempunyai nilai jual yang tinggi dan
orang-orangislam terlibat dalam perdagangan ini. Umar kemudian memasukkan
kuda sebagai yang di wajibkan di tarik pajaknya, bila binatang itu di pelihara
untuk diperjualbelikan . dalih umar, pada zaman Rasulullah kuda diperlihara
bukan untuk diperdagangkan, tapi pada masa pemerintahannya kuda sudah
menjadi binatang yang diperdagangkan.6
Umar juga mengenakan khums-zakat atas karet yang ditemukan di
semenanjung yaman, antara aden dan mukha dan produk lain dari laut (Seyubu-
Behar), karena barang-barang tersebut diperlakukan sebagai “hadiah dari Allah”.
Taiff terkenal dengan peternakan tawonnya dan menurut beberapa laporan, Bilal
datang kepada nabi dengan ushr atas madunya dan meminta agar lembah Salba
dicadangkan untuknya. Permintaanna diterima. Pada masa umar, gubernur taif
melaporkan bahwa pemilik sarang-sarang awon tidak membayar ushr tetapi
menginginkan sarang-sarang tawon tersebut dilindungi secara resmi. Umar
katakan bahwa bila mereka mau membayar ushr, maka sarang tawon mereka akan
dilindungi. Apabila tidak, tidak akan mendapat perlindungan. Menurut laporan
abu ubayd, umar membedakan madu yang diperoleh dari daerah pegunungan dan
yang diperoleh dari ladang. Zakat yang ditetapkan adalah seperduapuluh untuk
madu yang pertamadan sepersepuluh untuk madu jenis kedua7
Sedangkan pembagiaan zakat, khusus golongan muallafa baina qulubuhum,
umar tidak melaksanakannya. Karena maksud pemberian zakat tersebut untuk
menjayakan islam dan memperbanyak warga muslimin sewaktu dibutuhkan.
Sedangkan di masa khalifah umar, islam sudah jaya dan jumlah kaum muslimin
sudah melimpah, sehingga pemberian bagian kepada muallaf tidak perlu dan
bahkan merupakan penghinaan, tetapi ada juga yang berpendapat pemberian
bagian tersebut tetap ada. Muallafa baina qulubihim itu terbagi dua, yaitu
1. Kalangan muslim
a. Tokoh Muslim yang mempunyai pengaruh di tengahpengikut yang
masih kafir
b. Pemimpin yang masih lemah imannya dan dihormati pengikutnya
c. Orang Muslim yang berada diperbatasan musuh
d. Orang Muslim yang pengaruhnya sangat dibutuhkan
dalam usaha menarik zakat.
2. Non islam
a. Mereka yang diharapkan beriman dengan pemberian zakat

6
Irfan Mahmud Ra’ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn Al-Khatab, (terj), (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1992), h. 78.
7
M.A. Sabzwari, “System Ekonomi Dan Fiscal Pada Masa Khulafaul Rasyidin”…, h. 51

viii
b. Mereka yang dikhawatirkan berbuat jahat terhadap Islam dan umat
Islam.

3. Zakat pada masa Utsman bin Affan ra


Setelah wafat, Umar digantikan oleh Utsman bin Affān (644-656 M) dalam
memimpin umat Islam pada enam tahun pertama kepemimpinannya, Utsman
menaklukkan balk, kabul, ghazni, kerman dan sistan. Tak lama setelah penaklukan
tersebut tindakan efektif dilakukan Khalifah Utsman dalam rangka pengembangan
sumber daya alam. Seperti pebuatan aliran sungai, pembuatan jalan dan sistem
keamanan bagi orang-orang yang melakukan perdagangan dengan membentuk
kepolisian tetap yang semua dananya diambil dari kas Baitul Maal. Dalam
kepengurusan di Baitul Maal, Utsman mengadopsi dan melanjutkan beberapa
kebijakan yang telah ada pada masa Khalifah Umar bin Khaththab. Dalam hal
upahnya sebagai khalifah, Utsman tidak mengambilnya, mengingat beliau adalah
seorang pebisnis yang sukses dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga
keluarganya. Lahan luas yang dimiliki keluarga kerajaan Persia yang telah diambil
alih oleh Umar dan simpannya sebagai lahan milik negara dan tidak dibagi-bagikan.
Sementara di era Utsman lahan tersebut dibagi-bagikan kepada individu untuk
reklamasi dan untuk kontribusi sebagai bagian yang diprosesnya kepada Baitul Māl.
Dilaporkan bahwa lahan ini pada masa Khalifah Umar Bin Khaththab menghasilkan
sembilan juta dirham, sedangkan diera Utsman meningakat menjadi lima puluh juta
dirham. Pada periode selanjutnya, Utsman juga mengizinkan menukar lahan tersebut
dengan lahan yang ada di Hijaz dan Yaman, sementara kebijakan Umar tidak
demikian. Harta zakat pada masa Utsman mencapai rekor tertinggi dibandingkan
dengan masa-masa sebelumnya.8

Pendapatan dan pengeluaran negara pada masa Khalifah Utsman Bin Affan
berupa zakat, beberapa kaedah penting yang diterapkan oleh Ustman seputar zakat
yang harus diperhatikan sebagai salah satu rukun Islam antara lain; Kewajiban zakat
merupakan kewajiban tahunan kecuali zakat pertanian yang harus dikeluarkan setiap
masa panen. Zakat merupakan kewajiban serius yang harus diperhatikan umat Islam.
Setiap pemilik hara harus berhati-hati dengan hartanya yang jika didalamnya terdapat
utang maka harus dikeluarkan supaya dapat diketahui ada atau tidaknya kewajiban
zakat dari harta yang tersisa. Jika kewajiban zakat tidak ada, maka sangat dianjurkan
untuk bersedekah. Zakat yang dipungut dari kaum muslimin dikumpulkan lalu di
bawa ke Baitul Maal untuk kemudian didistribusikan kepada golongan yang berhak
menerima.

Tetapi dimasa Utsman, selain mendistribusikan zakat kepada golongan


Ashnaf, beliau juga membagikan zakat kepada kaum harbi, untuk menciptakan
keharmonisan dan keseimbangan kehidupan sosial secara umum. Biaya jamuan
makanan untuk berbuka puasa Ramadhan bagi kaum fakir miskin dan ibnu sabil,
termasuk biaya pembangunan rumah untuk kaum lemah di Kufah. Harta peninggalan
8
Nurul Huda, Keuangan Publik Islam Pendekatan Teoritis dan Sejarah, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 99.

ix
mayit yang tidak memiliki ahli waris, maka hartanya dimasukkan ke baitul maal
sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Harta tersebut didistibusikan kepada
fakir miskin dan untuk pembangunan fasilitas umum. Ghanimah, ekspansi Islam
berlanjut dimasa Utsman dengan menaklukkan beberapa daerah sepreti Azarbaijan,
Armenia, Iskandariyah, dan Afrika sehingga diperoleh sejumlah harta rampasan perang. Pada
waktu penaklukan Afrika diperoleh harta rampasan sebanyak 3.000 dinar.

Harta yang diperoleh dari rampasan perang diserahkan untuk Baitul Maal sebanyak
1/5 untuk khums. Kemudian didistibusikan untuk fakir, miskin, ibnu sabil dan pembelian
peralatan perang dan pembuatan armada perang dilautan. Sementara 4/5 dibagikan kepada 2
kelompok yaitu, 3/5 untuk pasukan berkuda dan kudanya, sementara untuk 1/5-nya lagi untuk
pasukan yang berjalan kaki. Di sebutkan dalam sebuah riwayat bahwa pasukan Abdullah ibn
Said yang menaklukkan Afrika, maka Utsman melakukan pembagian harta Ghanimah yang
diperoleh kepada kami setelah keluar seperlimanya yakni 3000 dinar untuk pasukan berkuda
dan 1000 dinar untuk pejalan kaki.9

4. Zakat pada Khalifah Ali bin Abi Thalib ra


Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin
Affan. Masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Talib merupakan masa tersulit
dimana hal-hal yang terjadi dimasa lalu menimbulkan polemik dan banyak terjadi
pertentangan antara kelompok satu dengan yang lainnya. Situasi politik di masa
kepimimpinan Khalifah Ali ibn Abi Thalib berjalan tidak stabil, penuh peperangan
dan pertumpahan darah. Akan tetapi Ali bin Abi Thalib tetap mencurahkan
perhatianya yang sangat serius dalam mengelola zakat. Ia melihat bahwa zakat adalah
urat nadi kehidupan bagi pemerintahan dan agama.

Terdapat persamaan prinsip dalam distribusi kekayaan Negara, antara


Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar, kepada masyarakat. Ia memberikan
bantuan yang sama pada semua orang, terlepas dari status sosial atau kedudukan
mereka, atau hubungan meraka dengan Nabi SAW, atau kedudukan mereka dalam
perang Badar atau Uhud dan lain-lain. Ali tidak membeda-bedakan mereka dan
memperlakukan mereka sama dalam masalah-masalah ekonomi. Ketika Ali bin Abi
Thalib bertemu dengan orang-orang fakir miskin dan para pengemis buta yang
beragama non muslim (Nasrani), ia menyatakan biaya hidup mereka harus ditanggung
oleh baitul maal khalifah Ali ibn Abi Thalib juga ikut terjun dalam mendistribusikan
zakat kepada para mustahiq (delapan golongan yang berhak menerima zakat). Harta
kekayaan yang wajib zakat pada waktu itu berupa dirham, dinar, emas dan jenis
kekayaan apapun tetap dikenai kewajiban zakat.

Oleh karena itu mekanisme yang diterapkan oleh khalifah Utsman ibn Affan
tadi ternyata memicu beberapa permasalahan mengenai transparansi distribusi zakat,
dimana para ‘amil justru membagikan zakat tersebut kepada keluarga dan orang-orang

9
Khaththab Dan, Khalifah Utsman, and B I N Affan, ‘KONSEP SIYASAH AL-MALIYAH PADA MASA KHALIFAH
UMAR BIN’, 3, 428–41.

x
terdekat mereka. Seiring dengan penurunan kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah dan berbagai konflik politik lainya yang memecahkan kesatuan Negara
Islam dengan wafatnya utsman dan naiknya Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya,
maka semakin marak pula praktek pengelolaan zakat secara individual. Hal ini
ditandai dengan fatwa Sa’id bin Jubair dimana pada saat beliau berceramah di masjid
ada yang bertanya pada beliau, apakah pebanyaran zakat sebaiknya diberikan kepada
pemerintah Sai’id bin Jubair mengiyakan pertanyaan tersebut. Namun pada saat
pertanyaan tersebut ditanyakan secara personal kepada beliau, ia justru menganjurkan
penanya untuk membayar zakat secara langsung kepada ashnafnya. Jawaban yang
bertentangan ini mnenunjukan bahwa kondisi pemerintah pada saat itu tidak stabil
atau tidak dapat dipercaya, sehingga kepercayaan masyarakat kepada pemerintah pun
mulai menurun.

Meskipun begitu Khalifah Ali bin Abi Talib terkenall sebagai salah satu orang
yang sederhana. Beliau mengelurakan diri dari posisi sebagai penerima baitul mal dan
beliau memberikan sumbangsih 5000 dirham dalam setiap tahun. Pada
pemerintahannya Khalifah Ali bin Abi Thalib sangat ketat dalam urusan keuangan
negara. Kebijakan dalam masa pemerintahannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib
menetapkan Jizyah (pajak) sebanyak 4000 dirham untuk para pemilik hutang dan
memberikan izin kepada Ibnu Abbas dalam hal pemungutah zakat. Adapun
keistimewaan yang dapat diambil pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Talib
adalah strategi beliau dalam menyusun masalah administrasi dan masalah
pemerintahan disusun dengan detail dan sangat rapi.10

Periode ‘Ali ibn Abi Talib ra. Situasi politik pada masa kepemimpinan
Khalifah ‘Ali ibn Abi Talib ra. berjalan tidak stabil, penuh peperangan dan
pertumpahan darah. Akan tetapi, ‘Ali ibn Abi Talib ra. tetap mencurahkan
perhatiannya yang sangat serius dalam mengelola zakat.Ia melihat bahwa zakat
merupakan urat nadi kehidupan bagi pemerintahan dan agama. Ketika ‘Ali ibn Abi
Talib ra. bertemu dengan orang-orang fakir miskin dan para pengemis buta yang
beragama non-muslim (Nasrani), ia menyatakan biaya hidup mereka harus ditanggung
oleh Baitul Mal. Khalifah ‘Ali ibn Abi Talib ra. juga ikut terjun langsung dalam
mendistribusikan zakat kepada para mustahiq(delapan golongan yang berhak
menerima zakat)11

10
Muhammad Ngasifudin, ‘Konsep Sistem Pengelolan Zakat Di Indonesia Pengentas Kemiskinan Pendekatan
Sejarah’, JESI (Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia), 5.2 (2016), 219 <https://doi.org/10.21927/jesi.2015.5(2).219-
231>.
11
Ngasifudin.

xi
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Khulafaur Rasyidin adalah para khalifah yang sangat arif bijaksana. Mereka
adalah keempat sahabat Nabi yang terpilih menjadi pemimpin kaum muslimin setelah
Nabi Muhammad SAW wafat.

Pada masa khalifah Abu Bakar, zakat sebagai salah satu sumber pendapatan
negara ditangani penghimpunan dan pendistribusiannya oleh negara. Orang yang
dianggap wajib zakat, dipaksa untuk mengeluarkan zakat. Bahkan orang yang enggan
mengeluarkan zakat diperangi dengan keras oleh khalifah. Sejumlah orang yang
dipandang masuk dalam kategori orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat, tetapi
tidak mau menyerahkan zakatnya kepada para petugas pengumpul zakat untuk diserahkan
ke Madinah, sebagai pusat pemerintahan, telah dimasukkan ke dalam kelompok orang-
orang yang murtad.

Kebijakan-kebijakan Umar tentang pengelolaan tanah, zakat, usyr, jizyah, kharaj


dan yang paling mengesankan adalah pembentukan administrasi yang baik dalam
menjalankan roda pemerintahan yang besar. Ia mendirikan institusi administrasi yang
hampir tidak mungkin dilakukan pada abad ketujuh sesudah masehi. Salah satu kebijakan
terkenalnya adalah membuat baitul mal yang regular dan permanent, untuk mengawasi
keuangan Negara dan mengatur urusan pengumpulan dan pengeluaran. Baitul mal secara
tidak langsung bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiscal Negara Islam dan Khalifah
adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut. Pada masa Umar inilah masyarakat
Negara Islam mengalami kemakmuran yang pesat

Pendapatan dan pengeluaran negara pada masa Khalifah Utsman Bin Affan
berupa zakat, beberapa kaedah penting yang diterapkan oleh Ustman seputar zakat yang
harus diperhatikan sebagai salah satu rukun Islam antara lain; Kewajiban zakat
merupakan kewajiban tahunan kecuali zakat pertanian yang harus dikeluarkan setiap
masa panen. Zakat merupakan kewajiban serius yang harus diperhatikan umat Islam.
Setiap pemilik hara harus berhati-hati dengan hartanya yang jika didalamnya terdapat
utang maka harus dikeluarkan supaya dapat diketahui ada atau tidaknya kewajiban zakat
dari harta yang tersisa.

Periode ‘Ali ibn Abi Talib ra. Situasi politik pada masa kepemimpinan Khalifah
‘Ali ibn Abi Talib ra. berjalan tidak stabil, penuh peperangan dan pertumpahan darah.
Akan tetapi, ‘Ali ibn Abi Talib ra. tetap mencurahkan perhatiannya yang sangat serius
dalam mengelola zakat.Ia melihat bahwa zakat merupakan urat nadi kehidupan bagi
pemerintahan dan agama. Ketika ‘Ali ibn Abi Talib ra. bertemu dengan orang-orang fakir
miskin dan para pengemis buta yang beragama non-muslim (Nasrani), ia menyatakan

xii
biaya hidup mereka harus ditanggung oleh Baitul Mal. Khalifah ‘Ali ibn Abi Talib ra.
juga ikut terjun langsung dalam mendistribusikan zakat kepada para mustahiq(delapan
golongan yang berhak menerima zakat)

B. SARAN
Kami sebagai penulis masih banyak kekurangan dalam pengetahuan mengenai
materi pada makalah ini. Oleh karena itu, apabila terdapat salah kata, ejaan, tanda baca,
dan lain sebagainya kami mohon maaf.

xiii
DAFTAR PUSTAKA

Dan, Khaththab, Khalifah Utsman, and B I N Affan, ‘KONSEP SIYASAH AL-MALIYAH


PADA MASA KHALIFAH UMAR BIN’, 3, 428–41
Freeman, ‘PENGELOLAAN ZAKAT DI MASA NABI, SAHABAT, Dan TABI’IN A.’,
Journal of Chemical Information and Modeling, 53.9 (2013), 1689–99
Ilahiyah, Iva Inayatul, and Muhammad Nur Salim, ‘Karakteristik Kepemimpinan Khulafa Ar-
Rasyidin’, EL-Islam, 1.1 (2019), 43–68
Ngasifudin, Muhammad, ‘Konsep Sistem Pengelolan Zakat Di Indonesia Pengentas
Kemiskinan Pendekatan Sejarah’, JESI (Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia), 5.2 (2016),
219 <https://doi.org/10.21927/jesi.2015.5(2).219-231>
Rosadi, Aden, and Mohamad Anton Athoillah, ‘Distribusi Zakat Di Indonesia: Antara
Sentralisasi Dan Desentralisasi’, IJTIHAD Jurnal Wacana Hukum Islam Dan
Kemanusiaan, 15.2 (2016), 237 <https://doi.org/10.18326/ijtihad.v15i2.237-256>
Shobirin, S.Ag, M.Ag, ‘PEMIKIRAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ TENTANG
MEMERANGI ORANG YANG MEMBANGKANG’, 1993

xiv

Anda mungkin juga menyukai