Anda di halaman 1dari 13

Salah satu kode etik bimbingan dan konseling di Indonesia sebagaimana disusun oleh ABKIN (2006:69) yaitu,

pada poin ke-5 berbunyi "Hubungan kelembagaan; memuat mengenai aturan pelaksanaan layanan konseling
yang berhubungan dengan kelembagaan".
Selain itu, instansi terkait juga dapat menyediakan sarana bagi pengembangan kompetensi guru BK/Konselor,
seperti mengadakan seminar/ workshop/ diklat dan sejenisnya, di mana setiap guru BK diwajibkan untuk
mengikuti kegiatan tersebut. Uman Suherman (2007) merincikan bahwa peningkatan kualitas profesi konselor
secara berkelanjutan hendaknya terilhat dalam peningkatan kinerja profesional, penguasaan landasan
profesional, penguasaan materi akademik, penguasaan keterampilan proses, penguasaan penyesuaian
interaksional, kepribadian, kreatif, dan peningkatan kolaborasi.
Konseling bertujuan untuk membantu seseorang yang berada dalam kesulitan dan bantuan ini bersifat
professional, akan tetapi biasanya konseling di gunakan untuk penyembuhan konseli yang mengalami
gangguan relaif ringan, jika di bandingkan dengan konseli yang menjalani terapi. Konseling dapat berbentuk
bantuan yang berupa bimbingan, suportif, situasional, pemecahan masalah yang masih disadari atau normal.
Konseling ini bukan merupakan pertemuan biasa melainkan suatu pertemuan atau pelayanan yang
berkelanjutan dan pertemuan atau pelayanan yang berkelanjutan dan sistematis.
Ada beberapa teknik yang biasa di gunakan dalam wawancara konseling antara lain :
A. Pendekatan directive (Counselor Centered)
Metode ini membantu memecahkan masalah konseli secara sadar mempergunakan sumber – sumber
intelektualnya. Tujuan utama dari metode ini adalah membantu konseli mengganti tingkah laku emosional dan
impulsive dengan tingkah laku yang rasional. Lepasnya tekanan dan d dapatnya “insight” di pandang sebagai
sesuatu hal yang penting. yang penting.
B. Pendekatan Non Directive (Client Centered)
Pada teknik ini konseli di beri kesempatan untuk memimpin wawancara dan memikul sebagian besar dari
tanggung jawab atas pemecahan masalahnya. Beberapa ciri-cir ahnya. Beberapa ciri-cirinya antara inya antara
lain : (a) konseli bebas untuk mengekspresikan dirinya (b). Konseli menerima, mengetahui, menjelaskan,
mengulang lebih secara objecktif pernyataan-pernyataan dari konseli (c) Konseli ditolong untuk makin
mengenal diri sendiri dan (d). Konseli membuat asal-usul yang berhubungan dengan yang berhubungan
dengan pemecahan masalahnya.

Pengalaman traumatis dan stres yang paling umum yang mungkin terbayangkan oleh seorang petugas polisi
adalah sebagai berikut:
1. Diserang: Petugas polisi diserang dengan kekerasan bahkan saat sedang menjalankan tugas. Hal ini dapat
menyebabkan cedera serius atau bahkan kematian, dicontohkan dengan pembunuhan 42 petugas polisi
yang disergap saat mereka mengejar pencuri ternak di Baragoi pada tahun 2012 (Kariuki, 2012) dan
insiden kekerasan lainnya (Daily Nation, 21stJuni 2016; Kariuki, 2012; Ombati, 2016; Odul, 2017).
2. Mencabut nyawa seseorang: Petugas polisi terkadang mengambil nyawa orang lain, seperti penjahat,
dalam menjalankan tugasnya yang sah (BBC News, 20thJanuari 2016; Berita Televisi Rusia, 2 dan April
2017).
3. Melayani orang yang membutuhkan: Petugas harus menangani korban kecelakaan dan bencana yang
fatal. Ini termasuk korban kecelakaan lalu lintas, pencemaran dan pemerkosaan anak, kecelakaan fatal
serta korban kejahatan dan bencana. Adalah petugas polisi yang menyelamatkan para korban yang
terjebak di dalam mobil, rumah, dan kebakaran. Beberapa korban mungkin dimutilasi oleh kecelakaan,
sementara yang lain akhirnya mati. Ini dan insiden lainnya dapat mengerikan baik untuk sederhana dan
keras hati. Terdapat 13 penelitian yang menunjukkan bahwa polisi cenderung menggunakan metode yang
sehat atau strategi koping adaptif ketika menghadapi stres kerja. Latihan dapat dianggap sebagai cara
yang efektif untuk mengurangi stres kerja di antara petugas polisi (Alexander & Walker, 1994). Relaksasi
bersantai dapat diterapkan untuk mengatasi stres kerja (Iwasaki et al., 2005)
4. Konseling dalam tugas: Petugas yang pertama kali tiba di tempat kejadian kejahatan atau kecelakaan
tidak hanya bertanggung jawab atas pengendalian massa, tetapi juga harus memperhatikan orang lain di
tempat kejadian. Ini termasuk korban trauma dan orang penting lainnya yang terkena dampak kejadian
tersebut. Petugas mungkin khawatir karena mereka tidak dapat menawarkan bantuan kepada korban
trauma karena kurangnya keterampilan prasyarat.
5. Tantangan dalam kehidupan pribadi: Petugas memiliki kehidupan pribadi mereka sendiri dan harus
menghadapi masalah sehari-hari seperti hubungan, pernikahan, perpisahan dan perceraian, kewajiban
keuangan, pensiun dan keluar dari pekerjaan formal.
6. Kehidupan di luar dinas resmi: Ada juga stresor unik dan berbahaya yang ditemukan dalam proses
penegakan hukum yang sering kali menimbulkan perpecahan antara teman dan musuh bebuyutan.
Banyak petugas hidup dalam ketakutan terus-menerus akan penjahat yang mungkin ingin menyusup ke
kehidupan pribadi mereka. Hal ini dapat membuat pasangan, anggota keluarga, dan teman dalam
ketakutan jangka panjang akan serangan.
Tingginya tingkat stres di kalangan aparat penegak hukum (Moad, 2011; Violanti, 1996) kemungkinan akan
menyebabkan hubungan yang buruk dan dengan demikian pasti menghasilkan kepuasan pernikahan yang
lebih rendah karena tuntutan pekerjaan. Selain itu, petugas mungkin juga tidak bisa berbagi trauma (Violanti,
1996) yang dialami di tempat kerja. Ada kemungkinan bahwa petugas akan menghindari mencemari
kehidupan keluarga dengan rahasia pekerjaan mereka. Dengan demikian, dinas kepolisian, penegak hukum,
dan komunitas angkatan bersenjata menciptakan 'keluarga' yang unik bagi dirinya sendiri.
Terapis yang bekerja dengan petugas penegak hukum dan keluarga mereka memerlukan pemahaman khusus
tentang: petugas dan lingkungan tempat mereka bekerja. Selain itu, ada kebutuhan untuk mempertahankan
pemahaman tentang apa yang diperlukan untuk kepribadian, hubungan, dan kemajuan karier. Sangat penting
bahwa petugas polisi menerima bantuan dari seseorang yang berpengalaman dalam membantu seperti
konselor, psikolog, psikolog klinis, pendeta atau pekerja sosial. Bantuan profesional akan diselaraskan dengan
konseling (American Counseling Association, 2014).
Baru-baru ini, Freedy dan Hobfall (1994), menunjukkan bahwa bertahannya stres dan kelelahan sepanjang
waktu menunjukkan perlunya program intervensi yang efektif (lihat juga Wade, Cooley & Sivicki, 1986).
Contoh cara koping dalam kepolisian adalah koping kognitif, koping perilaku, dan koping sumber eksternal
seperti dukungan sosial.

Pembinaan melalui Kegiatan Konseling dengan Mengidentifikasi Masalah yang Menyebabkan Perilaku
Pelanggaran Disiplin
Penegak hukum seperti anggota Polri juga merupakan individu yang berinteraksi dengan lingkungan dan juga
mengahdapi masalah tertentu di luar tanggung jawabnya sebagai penegak hukum. Sebagai individu, hal
sehari-hari yang sering muncul adalah masalah terkait kondisi keluarga dan pribadi, dari konseling akan dapat
diidentifikasi bahwa masalah di kehidupan sehari-hari anggota Polri dapat mempengaruhi kinerja, sehingga
perlu dilakukan identifikasi masalah yang menyebabkan perilaku indisipliner tersebut yang diantaranya adalah
misalnya banyaknya kasus penyalahgunaan senjata api oleh anggota Polri, adanya anggota Polri yang terlibat
dalam tindak pidana, tindakan sewenang-wenang anggota Polri, dan masih banyak kasus lain yang
menggambarkan kurang disiplinnya anggota Polri.

Pelatihan Peer Counseling dan Self-Efficacy di Kepolisian


Haider dan Saha membedakan dukungan sebaya dan bentuk dukungan sosial lainnya karena sumber
dukungannya adalah teman sebaya, seseorang yang memiliki kesamaan dengan penerima dukungan dan
asosiasi mereka adalah kesetaraan. Oleh karena itu, di kepolisian, dukungan sebaya menawarkan petugas
kesempatan untuk berbicara dengan seseorang yang memahami bidang pekerjaan mereka dan tantangan
terkait yang menyertainya.
Oleh karena itu, dengan bekerja secara pribadi dengan konselor yang terlatih secara profesional dalam
lingkungan yang aman, penuh perhatian, dan rahasia, para petugas akan memperoleh manfaat dari konseling
individu karena mereka akan dibantu untuk mengeksplorasi perasaan, keyakinan, atau perilaku mereka dan
menjernihkan pikiran yang mungkin mereka simpan.

Konseling Kelompok dan Efikasi Diri Petugas Polisi


Stuart mengamati bahwa salah satu kendala utama untuk konseling yang efektif di kepolisian adalah
kurangnya waktu. Dia berpendapat bahwa bekerja dengan kelompok dapat menjadi salah satu cara untuk
menjangkau lebih banyak petugas dan meluangkan lebih banyak waktu untuk sesi konseling individu dan
meningkatkan semangat kerja tim. Oleh karena itu, konseling kelompok akan membantu meringankan
tantangan ini mengingat bahwa satu konselor terlatih dapat menangani banyak petugas sekaligus.

Evaluasi Kesehatan Mental:


Ini adalah komponen kunci dari rencana kesehatan penegakan hukum. Saat ini, penilaian kesehatan mental
hanya dilakukan ketika masalah muncul baik dari petugas atau atasan petugas. Saya percaya bahwa evaluasi
kesehatan mental secara teratur adalah tepat dan perlu berdasarkan tingkat stres biasa yang dihadapi oleh
personel penegak hukum dan sangat penting untuk kesejahteraan personel polisi. Bukan hanya efek insiden
kritis yang memengaruhi petugas, tetapi juga situasi dan stres sehari-hari, yang berdampak pada
kesejahteraan mental.
Berdasarkan kajian empiris Chintya, (2017) salah satu cara yang dilakukan dalam pembinaan anggota
bermasalah yang dilakukan oleh Biro SDM Polri terdiri dari pembinaan psikologi. Pembinaan psikologi
berkaitan dengan mental/jiwa merupakan tumpuan perhatian pertama dalam menggali sejauh mana tingkat
kesadaran dan moralitas anggota Polri dalam menjalankan wewenang yang diamanatkan oleh masyarakat
melalui Undang-undang. Pembinaan psikologi ini terkait dengan usaha untuk memperbaiki dan
memperbaharui suatu tindakan atau tingkah laku anggota melalui bimbingan konseling.
SDM Kapolri Nomor 2 Tahun 2016 tentang pelayanan konseling bagi pegawai negeri khusunya Polri.
Pembinaan psikologi merupakan serangkaian kegiatan bimbingan dalam usaha untuk membantu personel
mengatasi masalah psikologisnya yang meliputi aktivitas preventif, kuratif, rehabilitatif dan pengemabngan
potensi dengan menggunakan prosedur yang relevan.
Sesuai dengan Peraturan AS SDM Kapolri Nomor 2 Tahun 2016 tentang pelayanan konseling bagi pegawai
negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, tujuan dilakukan konseling psikologi adalah, yaitu
terwujudnya pencegahan, pemulihan dan rehabilitasi masalah psikologis serta untuk pengembangan potensi
positif Pegawai Negeri pada Polri, sehingga dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal untuk kepentingan
tugas kepolisian

Pelatihan Konseling dasar bagi para komandan regu yang dilakukan merupakan suatu upaya para akademisi
untuk melatih para komandan regu tersebut, agar mampu menjadi konselor bagi para anggota nya pada saat
yang dibutuhkan. Diharapkan keterampilan ini dapat digunakan, baik dalam penugasan maupun kondisi
normal di markas, agar semangat dan mental juang prajurit yang sudah memadai akan lebih teroptimalisasi
dan tercapai taraf kesehatan mental yang tinggi serta terhindar dari stres.

aspek kepribadian dan agama menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan setiap jati diri para anggota
polri, Peran agama bagi para anggota kepolisian sangatlah penting, sebagai pedoman dan pegangan hidup
yang sejati. Tidak hanya itu saja para anggota polisi saat ini juga harus bisa memberikan contoh kepada
masyarakat dengan berperilaku sesuai dengan ajaran agama.
Metode Bimbingan Mental Keagamaan dibagi menjadi dua yaitu:
1. Metode bimbingan Individu (Konseling Individual)
2. Metode bimbingan kelompok (group Guidance).

peran pengasuh dalam motivasi siswa Sekolah Polisi Negara dengan menerapkan prinsip-prinsip dalam
bimbingan dan konseling Islami, sehingga tercapai belajar yang baik dan mental yang sehat. Perkara semacam
ini bisa dilihat dari keberhasilan siswa tersebut untuk merampungkan proses belajarnya di SPN atau Sekolah
Polisi Negara.
penilaian mental siswa ditinjau dari masalah yang melakukan siswa terdapat larangan dan kewajiban. Hal ini
termasuk dalam aspek penialain akhir di ijazah yaitu: nilai akademik, nilai jasmani dan nilai mental kepribadian
yang paling terpenting adalah nilai mental kepribadian.
Adapun hambatan yang terjadi ketika memberikan layanan konseling kepada klien antara lain: klien sering
tidak ingin terbuka karena terpaksa dalam mengikuti konseling, informasi yang tidak sinkron, bahasa yang
tidak dimengerti oleh konselor karena konselor dari luar daerah, persepsi orang tua terhadap konselor bahwa
konselor adalah mantan pecandu. Selain itu hambatan yang lainnya seperti biaya untuk mendanai kegiatan
keagamaan yang terbatas seperti membayar pemateri dari luar. Hambatan lainnya yang sering dihadapi oleh
konselor saat konseling adalah keterbatasan kemampuan konselor dalam mengubah perilaku pecandu yang
ketergantungan pada narkoba. Sering sekali mantan pecandu mengalami kekambuhan ditengah proses
pemulihan. Faktor pencetus kekambuhan yang utama adalah rendahnya komitmen untuk pulih, yang
tergantung pada kondisi psikologis dan kepribadian pecandu.
Di dalam melaksanakan Prinsip Bimbingan Konseling diperlukan perencanan yang matang. Karena apabila
tidak perencanaan sebelum tindakan yang dilakukan maka hasilnya akan tidak maksimal. Diantara
perencanaan Prinsip Bimbingan Konseling meliputi, 1) membuat materi, 2) mengatur waktu kegiatan, 3)
menyesuaikan bidang 4) menetapkan jenis, dan 5) mengetahui fungsi bimbingan dan konseling (Wawncara
denan Aiptu Edi Suroso, 2020).
Konseling di Kepolisian dalam proses penyidikan dapat diletakkan dalam rangka pencegahan agar
tersangka/pelaku tidak melakukan Tindakan berbahaya, menumbuhkan kesadaran tentang kesalahan dan
tanggungjawab hukum yang harus dijalani tersangka/pelaku KDRT. Tindakan konseling di Kepolisian ini perlu
didukung oleh adanya kebijakan dan standar operasional layanan yang dapat menjamin terpenuhinya keadilan
restorative,
Salah satu teknik konseling dalam konseling kepolisisan adalah Konseling perubahan perilaku merupakan
tindakan yang dimaksudkan untuk merubah cara pandang, sikap dan perialku pelaku kekerasan. sebagaimana
perilaku kekerasan lainnya, merupakan Tindakan yang dipelajari, melalui perilaku meniru (behavior
modelling), misalnya karena pengasuhan atau pengaruh lingkungan.
Aspek hukum (pidana) bertujuan untuk menghentikan perbuatan dan membuat efek jera pelaku (detterent
effect) berupa pidana pokok seperti penjara, kurungan, dan/atau denda. Sedangkan aspek psikologis
bertujuan untuk merubah perspektif dan perilaku pelaku secara personal berupa pidana tambahan program
konseling perubahan perilaku yang terejawantahkan dalam pasal 50 ayat 2 huruf b.
Berdasarkan pengalaman pelaksanaan konseling perubahan perilaku KDRT yang ada di DI. Yogyakarta, dapat
dilakukan dalam kerangka hukum dan di luar hukum. Konseling di luar mekanisme hukum bersifat voluntary
(sukarela), sebagaimana yang dilakukan oleh lembaga layanan, seperti Rifka Annisa, yang tidak disertai dengan
adanya proses hukum. Sedangkan konseling dalam proses hukum, dapat dilakukan melalui 2 (dua) mekanisme
yaitu: Pertama, konseling sebagai bagian dalam proses penyidikan di tingkat Kepolisian. Kedua, konseling yang
dimandatkan dalam putusan pengadilan. Konseling melalui putusan pengadilan dapat dilakukan melalui 2
(dua) cara yaitu: Pertama, melalui mekanisme penjatuhan pidana tambahan disamping pidana pokok. Kedua,
melalui mekanisme penjatuhan pidana bersyarat/percobaan.
Konseling di Kepolisian merupakan tindakan pendahuluan untuk mendukung proses penyidikan dengan
maksud memberikan informasi dan penyadaran tentang kesalahan dan tanggungjawab hukum yang harus
dijalani tersangka. Proses konseling ini tidak mempengaruhi penuntutat dan penjatuhan pidana, dimana
tersangka tetap bisa diproses pidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Dalam contoh kasus hukum KDRT Konseling di kepolisian tersebut dilakukan secara sukarela (voluntary),
karena tidak masuk dalam mekanisme criminal procedure (KUHAP). Pelaku rata-rata hanya mengikuti
konseling sebanyak 3-4 kali, namun ada pula yang sampai 5-6 kali. Konseling di Kepolisian ini juga belum
didukung oleh adanya kebijakan di tingkat Polri, misalnya Peraturan Kapolri (Perkap) atau kebijakan lain yang
mengatur secara operasional pelaksanaan konseling tersebut. Konseling di kepolisian juga belum didukung
oleh adanya sumber daya manusia yang berkapasitas dan ditugaskan untuk menjalankan peran tersebut.
Situasi tersebut dapat berimplikasi pada pelaksanaan konseling yang diantaranya; Pertama, keberlangsungan
proses konseling yang dapat terhenti sewaktu-waktu, karena tidak adanya ketentuan hukum yang mengikat
untuk dilaksanakannya konseling tersebut. Kedua, efektifitas pelaksanaan konseling yang dilaksanakan dalam
proses penyidikan, biasanya akan diikuti oleh upaya tersangka untuk menghindari adanya tuntutan hukuman,
sehingga motivasi konseling bisa jadi bukan untuk berubah, tetapi untuk menghindari tuntutan pidana dan
berharap dengan mengikuti konseling kasusnya akan dicabut kembali. Ketiga, rentan terhadap komplain dari
tersangka atau kuasa hukumnya, karena tidak masuk dalam mekanisme criminal procedure (KUHAP / Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana) dan bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah (presumption of
innocent). Keempat, proses konseling yang berujung mediasi rentan terhadap pelanggaran mekanisme hukum
pidana formil dan menutup kemungkinan dihasilkannya putusan yang adil dan mengikat, serta kemungkinan
adanya putusan pidana tambahan berupa konseling bagi pelaku KDRT. Kelima, belum adanya kebijakan
(regulasi) konseling di Kepolisian tersebut dapat keraguan bagi institusi Polri di daerah untuk
melaksanakannya dan praktek yang tidak terstandar di masing-masing tempat.
Sekalipun demikian proses konseling di Kepolisian tersebut merupakan suatu bentuk inovasi penyelesaian
kasus KDRT, yang dapat berkontribusi pada; Pertama, proses penyidikan yang lebih akomodatif. Kedua,
meningkatkan kesadaran tersangka akan kesalahan, tanggungjawab dan proses hukum yang dijalainya. Ketiga,
menumbuhkan kesadaran dan ketrampilan tersangka mengenai pentingnya mengelola marah, komunikasi nir ,
serta berbagi peran dan tanggungjawab dengan pasangan.

Menurut Aunur Rahim Faqih, tujuan bimbingan mental itu sendiri adalah Membantu untuk
mengembangkan pemahaman diri sendiri sesuai dengan kecakapan, minat, pribadi dan kesempatan
yang ada, Membuat proses sosialisasi dan sensituitas kepada kebutuhan orang lain, Memberi dorongan
didalam mengarahkan diri, pemecahan masalah pengembalian keputusan dalam keterlibatan diri dalam
masalah yang ada, Mengembang nilai dan sikap menyeluruh serta perasaan sesuai dengan penerimaan
diri, Membantu didalam memahami tingkah laku manusia dan Membantu untuk hidup didalam
kehidupan yang seimbang dalam berbagai aspek, fisik, mental dan sosial.
Metode bimbingan kelompok yaitu metode bimbingan yang dalam pelaksanaannya secara berkelompok,
yang bertujuan untuk memcahkan permasalahan secara bersama-sama, biasanya metode secara
berkelompok ini dilaksanakan denga melaksanakan kegiatan ceramah rutin yang memang dalam
pelaksanaannya suda jelas secara berkelompok. Kegiatan ceramah sudah menjadi kegiatan yang paling sering
dipakai untuk metode atau cara menyampaikan bimbingan mental keagamaan, karena ceramah dinilai
sebagai metode yang paling mudah dan waktunya pun lebih efisien.Metode bimbingan yangkedua adalah
metode bimbingan individual atau sering disebut juga metode konseling. Metode konseling dalam
pelaksanaannya yaitu dengan memberikan bimbingan secara individual dan bersifat tertutup, karena hanya
anggota yang membutuhkan bimbingan khusus saja yang akan mengikuti bimbingan konseling.
Permasalahan yang perlu dibimbing atau diberikan masukan pun biasanya permasalahan yang bersifat
pribadi, seperti permasalahan rumah tangga bagi anggota yang sudah berumah tangga atau
permasalahan pribadi lainnya yang memang tidak dapat di bagi secara umum.

Tujuan bimbingan sebenarnya dapat tercapai apabila adanya kesadaran di dalam diri masing-masing anggota
bahwa pembinaan mental merupakan suatu pelajaran atau suatu hal yang sangat penting di dalam
kehidupan mereka. Selain itu tujuan tersebut juga dapat tercapai dilihat dari berubahnya sikap dan
kepribadian para anggota kearah yang lebih baik.Sayangnya, di dalam polres ini tujuannya belum sampai
seratus persen tercapai, baru hanya sekitar 20 sampai 40% saja. Hal tersebut dikarenakan masih banyak
para anggota yang mengabaikan kegiatan bimbingan mental keagamaan yang diberikan oleh pihak
polres. Akibatnya, banyak banyak mental anggota yang harus dibenahi dan diperbaiki agar tidak ada lagi
anggota yang melakukan pelanggaran karena tidak menghiraukan adanya bimingan mental yang diberikan.

Anggota kepolisian dapat dinilai baik atau tidaknya pasti dilihat dari kepribadiannya. Maka itu anggota
kepolisian Polres Jakarta Timur harus memiliki kepribadian yang baik sebagai contoh nyata di dalam
masyarakat. Selain mengandug nilai-nilai kepribadian, Materi-materi bimbingan mental di Polres
Jakarta Timur juga menyangkut nilai-nilai etika dan moral, hal itu dikarenkan kepolisian memang
diharuskan mempunyai serta menjag etika dan moral yang baik di dalam instansi maupun di dalam
masyarakat luas. Oleh karena itu, bimbingan mental keagamaan di Polres Jakarta Timur ini harus
dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan totalitas sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai cipta,
rasa, karya dan naruni kemanusiaan yang baik. Selain itu juga dapat dikelompokkan menjadi aspek
kognitif, apektif dan psikomotorik, akan tetapi di dalam bimbingan mental ini hanya memuat dua aspek
yaitu aspek afektif dan psikomotorik.

Metode konseling yang dilaksanakan biasanya berpusat kepada anggota, anggota lebih aktif dalam
kegiatan konseling. Anggota datang kepada pembimbing untuk melakukan konseling seputar masalah
kepribadian maupun masalah keluarga. Tetapi. Banyak dari anggota datang untuk konseling dengan
menanyakan masalah seputar rumah tangganya yang dinilai olehnya untuk tidak boleh dipublikasikan ke
khalayak.Metode konseling ini merupakan metode yang mungkin jarang diberikan kepada anggota,
karna metode ini bersifat tidak wajib untuk para anggota. Metode ini dapat dijalankan apabila memang
ada anggota yang benar-benar membutuhkn konselingan atau membutuhkan bimbingan yang lebih
mendalam seputar permasalahan yang sedang dirasakannya yang memang tidak dapat diceritakan atau
dipublikasikan ke anggota yang lain.

Kendala Psikolog Kepolisian Dalam melakukan Pemeriksaan Psikologi Terkait Anggota Polri di Jajajaran
Peran sebagai anggota polri sebenarnya melekat peran manajerial sebagaimana salah satunya adalah harus
mampu melaksanakan peran konseling. Pendekatan dengan interaksi langsung menyentuh ke individu untuk
mengetahui akar permasalahan perilaku individu masih cukup jarang dilakukan dalam sistem pembinaan
personil saat ini. Oleh karena itu, berikut hal yang menjadi kendala dalam pemeriksaan psikologi oleh psikolog
kepolisian terhadap anggota polri jajaran polda jawa timur yang melakukan pelanggaran disiplin, seperti :
Minimnya Tenaga Psikolog, baik anggota polri maupun PNS Polri yang bergelar psikolog di Polda Jawa Timur
sehingga menyulitkan dalam pendekatan secara psikologis bila harus dilakukan oleh psikolog diluar instansi.
Personil di jajaran masih belum semuanya memahami keberadaan Konselor sebagai Konsultan dan pembimbing
sikap perilaku personil.

Konseling dilingkungan Polri sebenarnya bukan hal baru, mengingat bantuan kepada anggota Polri yang
memiliki beban tugas dan beban psikologis yang tinggi, dimana anggota Polri tidak dipersiapkan dan dibekali
kemampuan manajemen stress dengan baik, sehingga rentan mengalami stress dan mengakibatkan perilaku
indisipliner. Peran tersebut dijabarkan dalam dua yaitu membantu mengidentifikasi masalah yang menyebabkan
tindakan indisipliner anggota Polri dan membantu dalam bentuk konseling sehingga mengurangi tindakan
indisipliner anggita Polri. Penyelenggaraan psikologi kepolisian dalam hal pemeriksaan psikologi terkait
anggota polri yang bermasalah (pelanggaran disiplin) di jajaran Polda Jawa Timur sudah sesuai dengan SOP
yang diatur dalam Telegram Kapolri No : Pol 292/III/2009 tentang instruksi kepada para kabag psi secara pro
aktif melaksanakan giat bimbingan dan Konseling secara berkala,dimana dengan metode pemeriksaan melalui
observasi dan wawancara secara mendalam dengan menggunakan pendekatan humanistik dan behavioristik.
Kendala penyelenggaraan psikolog kepolisian dalam hal pemeriksaan psikologi terkait anggota polri yang
bermasalah (pelanggaran disiplin) di jajaran Polda Jawa Timur yaitu minimnya tenaga Psikolog di Polda Jatim
dan personil di Jajaran masih belum semuanya memahami keberadaan konselor sebagai konsultas dan
pembimbing sikap perilaku personil.

Pasal 4: Penyelenggaraan kegiatan pemulihan korban meliputi :


a. pelayanan kesehatan;
b. pendampingan korban;
c. konseling;
d. bimbingan rohani; dan
e. resosialisasi.
Penjelasan Pasal 4 huruf (c) Yang dimaksud dengan “konseling” adalah pemberian bantuan oleh seseorang yang
ahli atau orang yang terlatih sedemikian rupa sehingga pemahaman dan kemampuan psikologis diri korban
meningkat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Huruf (d) Yang dimaksud dengan “bimbingan
rohani” adalah konseling yang diberikan oleh rohaniwan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Pasal 22 (1)
Dalam memberikan pelayanan, pekerja sosial harus:
a. melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban;
b. memberikan informasi mengenai hakhak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
c. mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif; dan
d. melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian,
dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban.
(2) Pelayanan pekerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di rumah aman milik pemerintah,
pemerintah daerah, atau masyarakat.

Layanan yang dikembangkan oleh RAWCC pada mulanya masih dalam taraf sederhana, yaitu layanan
konseling, konsultasi hukum, dan medis saja. Namun, seiring dengan meningkatnya keterampilan SDM dan
pendukung RAWCC, maka program yang dikembangkan juga semakin bervariasi
Konseling di RAWCC mulanya dilaksanakan dalam tiga jalur, yaitu tatap muka (face to face), hot line, dan
surat. Jalur ini dipilih untuk memberikan alternatif yang seluas-luasnya bagi masyarakat (perempuan) dalam
memilih media apa yang paling disukai (karena merasa lebih aman). Di samping itu, alternatif media ini juga
memberikan keleluasaan bagi perempuan dari berbagai penjuru tempat, yang karena kendala tertentu (biaya,
jarak) tetap dapat memperoleh kesempatan layanan pendampingan dari RAWCC. RAWCC pada tahun 1995
juga mengembangkan alternatif baru layanan konseling di harian lokal (Kedaulatan Rakyat) yang berisikan
tema-tema kekerasan terhadap perempuan. Tujuan utama dari konsultasi di harian lokal ini dimaksudkan
sebagai upaya sosialisasi isu kekerasan terhadap perempuan sekaligus sosialisasi lembaga. Layanan konsultasi
yang dikembangkan dari segi materi mencakup dua dimensi, yaitu konseling psikologis dan konsultasi hukum.
Perspektif konseling yang digunakan adalah konseling berperspektif gender. Perspektif ini jelas memberikan
perbedaan dengan bentuk konseling yang biasa dilakukan oleh praktisi lain, yang nyatanyata masih memandang
masalah kekerasan terhadap perempuan (KTP) sebagai persoalan umum dan sederhana. Artinya, KTP belum
dilihat akar masalahnya dari perspektif gender, melainkan dipandang sebagai salah satu bentuk “kelemahan”
perempuan.

Secara paradigmatik, pengertian konseling berperspektif gender lebih sering diistilahkan sebagai counseling of
women oleh praktisi dan pakar psikologi konseling. Rao (1984) dalam tulisan dan beberapa pernyataannya lebih
sering menggunakan istilah counseling for women atau counseling of women guna menjelaskan kaitan
konseling dengan orientasi peran gender. Kadangkala istilah feminisme dan analisa gender juga sering
dimunculkan dalam konteks pengembangan teknik konseling umum. Penggunaan kedua paradigma tersebut
merupakan suatu upaya metodologis untuk mendobrak kebekuan dan kekakuan epistemologi konseling dalam
memahami kompleksitas masalah yang dialami oleh perempuan. Begitu pula, bias gender dan suburnya budaya
patriarki tak terkecuali dalam ilmu pengetahuan menjadi asumsi utama perlunya mengembangkan sebuah
perspektif baru yang lebih berkeadilan dan tidak memandang sempit atas persoalan yang dialami oleh
perempuan.

Ancok (2004), menyatakan bahwa aspek disiplin berlalu lintas adalah salah satunya meliputi kualitas pemakai
jalan yang akan menentukan ketertiban lalu lintas, dan kualitas dan kuantitas petugas keamanan lalu lintas di
jalan raya. Untuk itu, penanaman disiplin berlalu lintas perlu didukung dengan kerja sama baik dari pihak
sekolah, dan kepolisian khususnya satuan lalu lintas juga dari orangtua siswa. Karena pelaku pelanggaran lalu
lintas adalah pelajar, pemberian hukuman atas pelanggaran yang dilakukan lebih tepat mengacu pada
penanaman pendidikan agar kualitas individu dalam berlalu lintas khususnya para pengemudi remaja dapat
ditingkatkan.

Community Policing adalah bentuk Polisi sipil untuk menciptakan dan menjaga keamanan dan ketertiban dalam
masyarakat yang dilakukan dengan tindakan-tindakan : (1) Polisi bersama-sama dengan masyarakat untuk
mencari jalan keluar atau menyelesaikan masalah sosial (terutama masalah keamanan) yang terjadi dalam
masyarakat. (2) Polisi senantiasa berupaya untuk mengurangi rasa ketakutan masyarakan akan adanya gangguan
kriminalitas, (3) Polisi lebih mengutamakan pencegahan kriminalitas (crime prevention), (4) Polisi senantiasa
berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Konseling merupakan suatu proses pertolongan yang membuat orang diberdayakan untuk hidup yang
menghidupkan dan memanusiakan sesama manusia. Hal itu berarti bahwa konseling tidak hanya sekedar
membawa orang keluar dari keterpurukan dan penderitaan hidup tetapi membantu mengembangkan potensi
yang dimiliki dirinya untuk memberdayakan dirinya dan juga orang lain. Asumsi dasar yang mendasari
konseling masyarakat mengarah pada pendekatan multifaset untuk membantu. Artinya bahwa konseling
masyarakat menggunakan lebih dari satu pendekatan agar proses konseling dapat berjalan dengan baik.
Konseling masyarakat merupakan bentuk pertolongan secara komperhensif yang didasarkan pada kompetensi
multikultural dan keadilan sosial. Konselor masyarakat memainkan peran penting dalam membantu klien untuk
menjembatani kesenjangan antara kehidupan klien dengan perkembangan masyarakatnya. Kesenjangan tersebut
merupakan hasil interaksi klien dengan lingkungan dan bahwa interaksi ini mempengaruhi perkembangan
mereka secara negatif. Tugas konselor melakukan negosiasi perubahan lingkungan terhadap korban kemiskinan,
rasisme, seksisme, stigmatisasi politik, ekonomi dan sosial sitem yang menyebabkan masyarakat tidak berdaya.
Dalam menghadapi kenyataan ini, menurut Lewis (2011) peran konselor masyarakat sebagai agen perubahan
social untuk:1) Mempromosikan perubahan positif dalam sistem masyarakat yang mempengaruhi kesejahteraan
klien; 2) Memfasilitasi pembangunan manusia (individu) dengan pengembangan masyarakat; 3) Menciptakan
strategi konseling masyarakat. Konseling masyarakat berorientasi pada keadilan sosial masyarakat didasarkan
pada asumsi bahwa, konselor masyarakat menggunakan sudut pandang yang luas untuk melihat klien dalam
konteks lingkungan yang sehat, adil dan merata masyarakatnya.

Perlindungan secara preventif dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan sosialisasi perlindungan perem-puan
dan anak Unit PPA bekerjasama denganFPK2PA. Kegiatan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1)
hurufa UU PKDRT yaitu “pemerintah menyeleng-garakan komunikasi, informasi,dan edukasi tentang keke-
rasan dalam rumah tangga; dan Perlindungan secara represif dilaksanakan Polsek Mandai yang bekerjasama
dengan Forum Penanganan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (FPK2PA). Bentuk perlindungan
Polsek Mandai meliputi memantau kondisi kesehatan korban dan meminta visum et repertum, memberikan
konseling, menempatkan korban dirumah aman (shelter), memberitahukan perkembangan penanganan kasus,
serta menjamin keselamatan korban yang mencabut aduannya. Perlindungan tersebut sesuai dengan ketentuan
Pasal 17 UU Penghapusan KDRT dan Pasal 10 Perkapolri Nomor 3 Tahun 2008. Namun ada hak yang tidak
diperoleh korban yaitu mendapatkan surat perintah perlindungan dari pengadilan sebagaimana diatur dalam
Pasal 16 ayat (3) UU PenghapusanKDRT; serta Kendala yang dihadapi Polsek Mandai dalam perlindungan
perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga diantaranya adalah pertama, tidak adanya peraturan
pelaksana terkait perintah perlindu-ngan. Kedua, keterbatasan dana dan keluarnya hasil visum et repertum
membutuhkan waktu yang lama. Ketiga, keterbatasan sumber daya manusia seperti tidak adanya tenaga
psikolog, kurang maksimalnya pelayanan konseling untuk korban, dan kurangnya pemahaman polisi terhadap
pentingnya perintah perlindungan bagikorban. Keempat, keterbatasan sarana prasarana dan terdapat korban
yang enggan ditempatkan di rumah aman. Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan
terhadap program Pemilihan Kepala Daerah tahun 2018 telah dilaksanakan, namun belum berjalan sebagaimana
mestinya.
DAFTAR PUSTAKA

Amalya, P. (2011). IN HOUSE TRAINING KONSELOR POLISI. Banda Aceh: PSIKODINAMIKA CONSULT
COMPANY TRAINING.

Musita, Z. A. dan M, D. K. (2021). Assessment of the Effectiveness of Guidance and Counselling Establishment
Programme on Administration Police Officers’ Self Efficacy in Nairobi County, Kenya. EJ-SOCIAL, European
Journal of Humanities and Social Sciences. 103-104.

Parameswari, I. PEMBINAAN PSIKOLOGI POLRI GUNA MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA.
Airlangga Development Journal. 141-145

Sharma, P. (2019). Pentingnya dan Esensinya Konseling bagi Petugas Polisi: Tinjauan Sistematis. Jurnal
Internasional Ilmu Sosial. 118-121.

Sujadi, E. KODE ETIK PROFESI KONSELING SERTA PERMASALAHAN DALAM PENERAPANNYA. Jurnal Tarbawi:
Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 14, No. 02. 69-77.

Wango, G and friends. (2018). Counselling Interventions and the Use of Counselling Skills in Police Services in
Kenya. IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS). 42.

Zulkafaly, F and friends. (2017). Coping Strategies and Job Stress in Policing: A Literature Review. International
Journal of Academic Research in Business and Social Sciences. 462.

Heryadi Adi, dkk. (2020). PELATIHAN KONSELING DASAR BAGI KOMANDAN REGU YONIF 403/WP. Jurnal
Dharma Bakti-LPPM IST AKPRINDp-ISSN : 2723-4878 Vol.3 No.2.

ahmawati Nada, dkk. (2016). Proses Pelaksanaan Bimbingan Mental Keagamaan Anggota Kepolisian di Polres
Metro Jakarta Timur. Jurnal Studi Al-Qur’an; Membangun Tradisi Berfikir Qur’ani Vol.12 , No. 2 .

Asiyah Siti, dkk. (2020). Prinsip Bimbingan dan Konseling Islami dalam Kegiatan
Pembinaan Mental di Sekolah Polisi Negara Kepolisian Daerah Sumatera Utara. INTIQAD: JURNAL AGAMA DAN
PENDIDIKAN ISLAM Vol. 12, No. 2.
Raida, S., Husen, M., & Martunis, M. (2018). Layanan konseling dalam proses rehabilitasi narkoba di Badan
Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Aceh. JIMBK: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan & Konseling, 3(4).

Asiyah, S., Achyar, S., & Abdurrahman, A. (2020). Prinsip Bimbingan dan Konseling Islami dalam Kegiatan
Pembinaan Mental di Sekolah Polisi Negara Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Intiqad: Jurnal Agama dan
Pendidikan Islam, 12(2), 256-277

Al-Syakhsiyah, A. A., & Al-Qolam, I. A. I. (2021). POLICY BRIEF Konseling Perubahan Perilaku bagi Pelaku
Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Sistem Peradilan Pidana.

Rahmawati, Nada. 2016. Proses Pelaksanaan Bimbingan Mental Keagamaan Anggota Kepolisian di Polres
Metro Jakarta Timur. Jurnal Studi Al-Qur’an; Membangun Tradisi Berfikir Qur’ani Vol.12 , No. 2 .

Saputra, Nophas Hanggara. 2018. Pemeriksaan Psikologi Terhadap Anggota Polri di Jajaran Polda Jawa Timur
yang Melakukan Pelanggaran Disiplin. Kajian Ilmu Kepolisian Sekolah Pasca Sarjana Universitas Airlangga:
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. Vol. 7, N0. 1, April 2018 P-ISSN: 2303-2898

Raturoma, George. 2015. Kewajiban Kepolisian Memberikan Perlingdungan terhadap Korban Kekerasan dalam
Rumah Tangga. Lex Crimen Vol. IV/No.8/Okt/2015

Fathur Rahman & Siti Rohmah Nurhayati, MODEL PENDAMPINGAN PSIKOLOGIS BERBASIS GENDER DALAM
KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Christina Damayanti, Giyono, Ranni Rahmayanthi. MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN BERLALU LINTAS
DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

Dornik Djini & Tomi Itje Polmas Sebagai Pioner Polri Berbasis Sasadu Dalam Pendekatan Konseling Publik
Vol. 1, No. 2 (December): 121-133

Marlisa Ruhunlela, Marwan Mas, Yulia A. Hasan, The Police in Managing Criminal Violence in Household in the
Mandai POLSEK jurisdiction of Maros Regency Police Resort I.dn.J.of Law 2(1) : 52-60,Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai