Di Susun Oleh :
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia yang di limpahkan-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa kami
curahkan atas junjungan umat muslim Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat dan para penerus risalah-Nya.
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan ............................................................................................. 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian ta’arudh al-adhillah?
b. Apa saja unsur-unsur ta’arudh al-adhillah?
c. Apa saja jenis-jenis ta’arudh al-adhillah?
d. Bagaimana cara mengatasi ta’arudh al-adhillah?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian ta’arudh al-adhillah.
b. Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur ta’arudh al-adhillah.
c. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis ta’arudh al-adhillah.
d. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi ta’arudh al-adhillah.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Pertentangan dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut :
2
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia.
2008. Hal. 209-210
7
b. Hukum yang lahir dari kedua dalil tersebut saling bertentangan,
misalnya dalil yang satu menunjuk haram, dalil yang satu menunjuk
halal.
c. Dalil yang bertentangan tersebut memiliki sasaran yang sama.
d. Dalil yang bertentangan memiliki kesamaan pada segi waktu
munculnya. Dengan demikian, pertentangan tidak terjadi jika
terdapat perbedaan waktu datangnya dalil.
e. Dalil yang bertentangan memiliki kesamaan baik pada segi
materinya maupun pada segi sifatnya. Misalnya, tingkat kejelasan
makna kedua dalil tersebut sama-sama pada tingkat mujmal, atau
sama-sama pada tingkat zahir.3
3
Dr. Mardani. Ushul Fiqh. Jakarta: Rajawali Pers. 2013. Hal. 392
8
C. Jenis-jenis Ta’arud Al-Adillah
a. Ta’arud antara Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Firman Allah SWT :
ََو ْال َخ ْي َل َو ْال ِبغَ ا َل َو ْالحَ ِم ْيرَ ِل َترْ َكب ُْوهَا َو ِز ْي َن ًة َوي َْخل ُ ُق مَا اَل َتعْ لَم ُْون
“Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, untuk kamu
tunggangi dan (menjadi) perhiasan. Allah menciptakan apa yang
kamu tidak ketahui.” (QS. An-Nahl (16): 8).
Dalam ayat di atas dapat di ambil sebuah pengertian
bahwa kuda, begal, dan keledai hanya diperuntukkan untuk
kendaraan saja, sedang ayat berikut bermakna berbeda :
َهللاُ الَّ ِذيْ َج َع َل لَ ُك ُم اَأل ْن َعا َم لِتَرْ َكبُوْ ا ِم ْنهَا تَْأ ُكلُوْ ن
“Allah-lah yang menjadikan hewan ternak untukmu, sebagian untuk
kamu kendarai dan sebagian lain kamu makan.” (QS. Ghafir (40):
79).
َاع ُث َّم
ٍ عَ نْ عَ اىِي َش َة وأ ِّم سَ اَل َم َة رَ ضِ ىَ هلل ُ عَ ْنهَا اَنَّ ال َّن ِبيِّ صَ لَّى هللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم َكانَ يُصْ ِب ُح ُج ُنبًا مِنْ ِجم
ي َْغ َتسِ ُل
9
Bila telah dipanggil untuk sholat subuh, sedang salah satu
diantaramu dalam keadaan junub maka jangan puasa di hari itu.
(HR. Imam Ahmad dan Ibnu Hibban)
10
Dari Aisyah beliau berkata: Rasulullah mengawini saya
ketika saya berumur enam tahun dan mengumpuliku ketika saya
sebagai gadis yang telah berumur sembila tahun. (HR. Muslim dari
Aisyah)
Berdasakan hadits di atas, dapat diambil sebuah hukum
kebolehan mengawinkan orang tua terhadap anaknya yang belum
dewasa tanpa izin yang bersangkutan yang masih di bawah umur,
demikian pendapat Hanafiyah. Sedangkan ulama Syafi’iyah
menganggap, kegadisannya.4
4
Drs. Totok Jumantoro, M.A., dkk. Kamus Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Amzah.
2009. Hal. 313-314
11
d. Tasaqut. Jika tidak mungin untuk di kompromikan maka jalan
keluarnya adalah tidak menggunakan kedua dalil itu (tasaqut).
Ketika itu mujtahid dapat menggunakan dalil lain yang lebih rendah
urutannya. Jika yang bertentangan itu adalah dua ayat maka ia bisa
menggunakan sunnah. Jika yang bertentangan itu adalah hadits
maka mujtahid bisa menggunakan qaul sahabi begitu selanjutnya.
12
Jika diperhatikan perbedaan cara yang digunakan oleh hanafiyah
dan syafi’iyah sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa perbedaan keduanya terletak pada urutannya.
5
Drs. Sapiudin Shidiq, M.A. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana. 2011. Hal. 234-
236
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ta’arudl al-Adillaah dapat diartikan sebagai perlawanan antara
kandungan salah satu dari dua dalil yang sama derajatnya dengan kandungan
dalil yang lain yang mana salah satu diantara dua dalil tersebut menafikan
hukum yang ditunjuk oleh dalil yang lainnya. Ta’arudhul Adillah terjadi hika
terdapat unsur-unsur. Adapun cara penyelesaian yang dapat dilakukan
terdapat dua pendapat, yakni, menurut Hanafiyah yaitu nasakh, tarjih, al-
jam’u wa al-taufiq, dan tasaqut. Sedangkan menurut Syafiiyah yaitu al-jam’u
wa al-taufiq, tarjih, nasakh, dan tasaqut.
14
DAFTAR PUSTAKA
Saebani, Beni Ahmad. 2008. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia.
Jumantoro, Totok, dkk. 2009. Kamus Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Amzah.
Koto, Alaiddin. 2009. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
15