PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Post partum atau masa nifas adalah periode mulai dari 6 jam sampai dengan 42
hari pasca persalinan. Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada
ibu nifas sesuai standar, yang di lakukansekurang-kurangnya 3 kali sesuai jadwal yang
di anjurkan, yaitu pada 6 jam sampaidengan 3 hari pasca persalinan, pada hari ke 4
sampai dengan hari ke 28 pasca persalinan, dan pada hari ke 29 sampai dengan hari ke
42 pasca persalinan (Ambarwati,2010).
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu (Ambarwati,2010).Post partum adalah
masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ- organ reproduksi sampai kembali ke
keadaan normal sebelum hamil. Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau
obat-obatan (Sunarsih, 2011).
Pada ibu post partum sering mengalami nyeri pada bagian perineum, nyeri
perineum bisa menjadi persoalan bagi ibu post partum karena akan menimbulkan
gangguan ketidaknyamanan dan kecemasan untuk melakukan mobilisasi dini. Nyeri
perineum timbul karena adanya kejadian robekan atau laserasi perineum saat proses
melahirkan. Nyeri perineum akan dirasakan secara berbeda pada setiap ibu post
partum karena setiap ibu post partum memiliki kemampuan yang berbeda dalam
beradaptasi dengan rasa nyeri (Mulati, 2017).
Pada ibu post partum spontan dapat mengalami infeksi ada beberapa faktor
yang mengakibatkan infeksi pada ibu post partum spontan antara lain ruptur
perineum spontan dan episiotomi. Ruptur perineum spontan merupakan
robekan jaringan pada vulva dan anus secara paksa. Penyebab dari ruptur perineum
spontan antara lain perineum kaku, berat badan lahir bayi, paritas, teknik penolong
persalinan. Episiotomi merupakan perobekan secara sengaja yang dibuat diperineum
antara lubang vagina dan anus untuk mempermudah keluarnya bayi. Perineum yang
dilakukan dengan episiotomi harus dilakukan atas indikasi antara lain bayi besar,
1
perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat
baik forceps maupun vacum (Dewi, 2012).
Menurut WHO (World Health Organization) melaporkan bahwa jumlah post
partum spontan di dunia mengalami penurunan sebesar 34% dari 546.000 dari
tahun 1990 sampai tahun 2008 menjadi 358.000 (Mu’minatunnisa M, 2011). Pada
tahun 2011 hampir 90% post partum normal itu mengalami robekan perineum baik
dengan atau tanpa episiotomi (Ridhyanti, 2013).
Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik angka kelahiran di Indonesia pada
tahun 2010 adalah 18,75% dan diperkirakan turun pada tahun 2015 menjadi 17,3%
dimana 3,5 sampai 4 juta bayi lahir dan ibu mengalami nifas tiap tahunnya. Negara
berkembang seperti di Indonesia, post partum spontan merupakan masa kritis bagi ibu
yang setelah melahirkan diperkirakan bahwa 60% kematian ibu terjadi setelah
persalinan dan 50% terjadi dalam selang waktu 24 jam pertama (BPS, 2013 dikutip
dari Dewi,2012). Prevalensi ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum di
Indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu 24% sedangkan pada ibu
bersalin usia 32-39 tahun sebesar 62%, sedangkan prevalensi tindakan episiotomi
dalam persalinan di Indonesia mencapai 30%– 63% persalinan bahkan akan
meningkat hingga 93 % pada persalinan anak pertama (Dewi, 2012).
2. Tujuan kasus
1) Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan post partum normal
2) Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengkajian keperawatan post partum normal
b. Melakukan analisa data post partum normal
c. Menguraikan diagnosa keperawatan post partum normal
d. Mengidentifikasi perencanaan keperawatan post partum normal
e. Mengidentifikasi evaluasi keperawatan post partum normal
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
akan menyebabkan kekejang pebuluh darah sehingga timbuul his bila
progesteron turun.
b. Terori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormonne ekstrogen dan progresteron menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
3. Mekanisme klinis
a. Kekuatan his pertama,makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi
makin pendek hingga menimbulkan rasa sakin yang lebih hebat.
b. Keluar lendir dan darah lebih banyak.
c. Kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Pada pemeriksaan dalam servic mulai mendapat dan permukaan lengkap.
(Praworohardjo,2012).
4. Patofisiologi
Masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna
akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil dan
terjadinya perubahan fisikologis serta perubahan psikologis. Perubahan fisikologis
ini terdapat involusi uterus yaitu proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum
hamil setelah melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Perubahan – perubahan alat genetalia ini dalam
keseluruhannya disebut “involusi”. Involusi terjadi perubahan-perubahan
4
penting yakni mengkonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir karena
pengaruh hormon laktogen dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar
mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh- pembuluh darah
yang ada antara nyaman otot-otot uterus akan terjepit.
5
5. Pathway
6
6. Komplikasi
Komplikasi post partum spontan menurut (Aspiani 2017) antara lain:
a. Pembengkakan payudara.
b. Mastitis (peradangan pada payudara).
c. Endometritis (peradangan pada endometrium).
d. Post partum blues.
e. Infeksi puerperalis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri, kemerahan pada
jaringan terinfeksi atau pengeluaran cairan berbau dari jalan lahir selama
persalinan atau sesudah persalinan.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (Kumalasari 2015), antara lain: pemeriksaan urine,
Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb <10 g% dibutuhkan
suplemen Fe ), Eritrosit, Leukosit, dan Trombosit.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaanpost partum spontan menurut (Aspiani 2017), setelah
melahirkan, ibu membutuhkan perawatan yang intensif untuk pemulihan kondisinya
setelah proses persalinan yang melelahkan, perawatan post partum antara lain :
a. Mobilisasi dini.
b. Rawat gabung
c. Pemeriksaan umum
d. Pemeriksaan khusus
7
B. Luka Perineum
1. Pengertian
Luka perineum adalah luka pada bagian perineum karena adanya robekan pada
jalan lahir baik karena ruptur maupun tindakan episiotomi pada waktu melahirkan
janin (Walyani Purwoastuti, 2015). Luka perineum merupakan perlukaan pada
diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani, yang terjadi pada waktu persalinan
normal atau persalinan dengan alat dapat terjadi tanpa luka pada
kulit perineum atau pada vagina sehingga tidak kelihatan dari luar, sehingga
dapat melemahkan dasar pinggul dan mudah terjadi prolaps genetalia (Rukiyah
Yulianti, 2014).
2. Anatomi episiotomi
8
b. Episiotomi
Episiotomi adalah tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya
selaput lender vagina cincin selaput darah, jaringan pada septum rektovaginal,
otot-otot dan pasiaperineum dan kulit sebelah depan perineum (Walyani
Purwoastuti 2015). Indikasi untuk melakukan tindakan episiotomi dapat timbul
dari pihak ibu maupun pihak janin:
1. Indikasi janin
Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk mencegah terjadinya
trauma yang berlebihan pada kepala janin. Sewaktu melahirkan janin letak
sungsang, melahirkan janin dengan cunam, ekstraksi vakum, dan janin besar.
2. Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan
terjadi robekan perineum, umpama pada primipara, persalinan sungsang,
persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum, dan anak besar (Wiknjosastro
2010).
4. Klarifikasi luka perineum
Robekan perineum dibagi menjadi 4 derajat, yaitu:
a. Derajat I yaitu robekan yang terjadi pada bagian mukosa vagina, fourchette
posterior, dan kulit perineum. Robekan derajat I tidak perlu dilakukan penjahitan
jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik.
b. Derajat II yaitu robekan yang terjadi pada bagian mukosa vagina, fourchette
posterior, kulit perineum, dan otot perineum. Robekan derajat II perlu dilakukan
penjahitan.
c. Derajat III yaitu robekan yang terjadi pada bagian mukosa vagina, fourchette
posterior, kulit perineum, otot perineum, dan sfingter ani eksterna. Robekan derajat
III jika penolong asuhan persalinan normal (APN) tidak dibekali
keterampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat tiga maka segera rujuk ke
fasilitas rujukan.
d. Derajat IV yaitu robekan yang terjadi pada bagian mukosa vagina, fourchette
posterior, kulit perineum, otot perineum, sfingter ani eksterna, dan dinding rektum
anterior.
9
Robekan derajat IV jika penolong asuhan persalinan normal (APN) tidak dibekali
keterampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat empat maka segera rujuk ke
fasilitas rujukan (Indrayani Djami, 2016).
5. Etiologi
Luka Perineum terjadi disebabkan dari beberapa faktor baik dari ibu, janin, dan
penolong persalinan. Berikut faktor–faktor yang menyebabkan terjadinya luka
perineum:
a. Faktor Eksternal
1) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong.
2) Pasien tidak mampu berhenti mengejan.
3) Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang
berlebihan.
4) Edema dan kerapuhan pada perineum.
5) Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum.
6) Perluasan episiotomi.
7) Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula
sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior.
b. Faktor Janin
1) Bayi yang besar
2) Posisi kepala yang abnormal
3) Kelahiran bokong
4) Ekstraksi forseps yang sukar
5) Distosia bahu
6) Anomali kongenital, seperti hidrocephalus (Oxorn Forte, 2010).
c. Faktor penolong persalinan
Penolong persalinan adalah seseorang yang berwenang dalam memberikan asuhan
persalinan. Pemimpin persalinan merupakan salah satu penyebab terjadinya
robekan perineum, sehingga sangat diperlukan kerjasama antara ibu dan
penolong agar dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi untuk
mencegah laserasi (Fatimah Lestari, 2019).
10
DAFTAR PUSTAKA
Nuha Medika.
Aspiani, Reny Yuli. 2017. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Aplikasi NANDA, NIC dan NOC.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI).
Kumalasari, Intan. 2015. Panduan Praktek Laboratorium dan Klinik Perawatan Antenatal,
Intranatal, Postnatal, Bayi Baru Lahir dan Kontrasepsi. Jakarta : Salemba Medika.
Sunarsih, Dewi. 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika.
11