Anda di halaman 1dari 3

Nama : Baiq Melati Sepsa Windi Ar

NIM : A1C019041
Kelas : A

Judul Penelitian : “The Accounting Conservatism of IFRS Adoption In Indonesia”


Peneliti : Juniarti, Devi Tirta Raharjo, dan Regina Monica.
Latar Belakang Penelitian
Di era global, standar keuangan internasional diperlukan untuk melakukan
sinkronisasi informasi laporan keuangan berbagai negara agar dapat digunakan oleh mereka
yang membutuhkan. Indonesia sebagai anggota G20 telah sepenuhnya mengadopsi
International Financial Reporting Standard (IFRS) dalam standar lokal yaitu Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2017). Penerapan IFRS berdampak
pada kualitas laba karena informasi akuntansi yang andal (Yurt & Ergun, 2015; Krismiaji et
al., 2016). IFRS merupakan jawaban atas kebutuhan untuk memenuhi relevansi informasi
keuangan; Namun, beberapa penentang IFRS menyoroti masalah konservatisme dalam
standar baru. Mereka khawatir bahwa perhatian yang berlebihan pada masalah relevansi akan
mengabaikan prinsip-prinsip penting lain dari pelaporan keuangan, yaitu konservatisme
(Watts, 2003; Hellman, 2008; Rebecca et al., 2015). Prinsip relevansi dalam adopsi IFRS
mengharuskan perusahaan untuk menyajikan aset dan kewajiban mereka pada nilai wajar.
Artinya dalam adopsi IFRS, perusahaan akan segera mengakui keuntungan yang belum
direalisasi atau kerugian yang belum direalisasi ketika hal itu terjadi. IFRS tidak menolak
kerugian setiap kali biaya berada di bawah pasar, hal ini sejalan dengan prinsip
konservatisme yang mengharuskan perusahaan untuk segera mengakui kerugian (Basu,
1997). Untuk relevansi, penerapan IFRS seharusnya tidak mengurangi tingkat konservatisme.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konservatisme dalam adopsi pasca
IFRS. Lebih lanjut, Indonesia telah mengadopsi IFRS sejak tahun 2012. Saatnya mengkaji
manfaat adopsi IFRS bagi para pengadopsi.
Metode Penelitian
 Model Analisis
Model yang diajukan untuk menguji hipotesis dirumuskan sebagai berikut :
𝐴𝐶𝑖𝑡 = 𝛼 + 𝛽𝑗𝐼𝐴𝑗𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡
Dimana :
AC = Perusahaan konservatisme akuntansi i
IA = Perusahaan adopsi IFRS i
a = Konstan
b = Koefisien regresi
Ei = istilah kesalahan
 Definisi variable operasional, Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS):
variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy. Perusahaan dianggap telah
mengadopsi IFRS jika dalam perusahaannya menggunakan PSAK berbasis IFRS
laporan keuangan. Perusahaan yang telah mengadopsi IFRS akan diberikan kode 1
dan kode 0 untuk perusahaan yang belum mengadopsi IFRS.
 Dengan menggunakan model konservatisme akuntansi yang dikembangkan oleh Basu
(1997), membandingkan konservatisme perusahaan pada pra dan pasca adopsi IFRS.
Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2016 digunakan
sebagai sampel. Terdapat 3.742 perusahaan-tahun yang terdiri dari 394 perusahaan
dari berbagai sektor industri. Data dianalisis menggunakan Pooled Least Square.
 Sampel perusahaan dikumpulkan dari seluruh industri di Indonesia yaitu industri
barang konsumsi, industri dasar dan kimia, keuangan, pertambangan, pertanian,
properti, real estate dan konstruksi, infrastruktur, utilitas, dan transportasi serta
berbagai industri lainnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digeneralisasikan
kepada seluruh perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kriteria
pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah; (1) perusahaan tercatat di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2010 dan (2) tetap sebagai perusahaan publik pada tahun 2018.
Harga saham dan data akuntansi diambil dari Bloomberg dan Yahoo Finance.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adopsi IFRS berpengaruh negatif signifikan
terhadap konservatisme. Hasilnya konsisten dengan pengujian adopsi IFRS pada
konservatisme dengan memecahnya menjadi periode sebelum dan sesudah adopsi IFRS. Oleh
karena itu, IFRS tidak mempertahankan konservatisme.IFRS menekankan pada relevansi
nilai wajar, di mana kerugian dan keuntungan diakui berdasarkan nilai wajar. Sedangkan
dalam konservatisme, satu-satunya kerugian yang diakui sebesar nilai wajarnya.
Oleh karena itu, setelah adopsi IFRS, laba mengandung untung dan rugi, tidak seperti
konservatisme yang hanya mengandung kerugian. Artinya terdapat penurunan dalam praktik
konservatisme yang ditunjukkan dengan menurunnya sensitivitas return to earnings. Itu perlu
diperhitungkan oleh investor. Ini menunjukkan bahwa IFRS tidak dapat melindungi
pemangku kepentingan karena laporan keuangan tidak transparan dan dapat diandalkan untuk
pengambilan keputusan. Jadi, investor diharuskan untuk menganalisis informasi akuntansi
perusahaan terlebih dahulu.IFRS diasumsikan dapat meningkatkan kualitas laba.
Namun, hasil menunjukkan bahwa adopsi IFRS menurunkan konservatisme, yang
merupakan salah satu ukuran kualitas laba (Dechow & Schrand, 2004). Akibatnya tujuan
penerapan IFRS tidak dapat tercapai. Oleh karena itu, penegak standar akuntansi Indonesia
perlu mewaspadai kewajiban adopsi IFRS di Indonesia yang berakibat pada penurunan
konservatisme. Selain itu, dari penelitian ini, manajemen perlu menyadari bahwa adopsi IFRS
dapat menurunkan konservatisme. Ketika konservatisme menurun, kualitas pendapatan
menurun yang bertentangan dengan relevansi. Fenomena ini dapat menurunkan kualitas
keputusan pengguna laporan keuangan berbasis IFRS.
Simpulan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan tingkat konservatisme setelah adopsi
IFRS di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat praktik konservatisme
bahkan sebelum adopsi IFRS. Namun, peneliti tidak dapat membuktikan bahwa tingkat
konservatisme masih ada pasca adopsi. Terdapat kecenderungan penurunan praktik
konservatisme akuntansi di Indonesia setelah penerapan IFRS. Hal ini ditunjukkan dengan
menurunnya sensitivitas laba akuntansi terhadap pengakuan kemungkinan pengembalian
negatif. Hasilnya kuat melalui pengujian tambahan dengan mengelompokkan sampel menjadi
dua periode yaitu periode pra-adopsi IFRS dan periode pasca adopsi IFRS.
Sehubungan dengan penurunan konservatisme setelah penerapan IFRS, investor
disarankan untuk menganalisis informasi akuntansi perusahaan terlebih dahulu karena
penurunan sensitivitas pengembalian laba akuntansi. Penyusun Standar Akuntansi Indonesia
perlu mewaspadai kecenderungan penurunan tingkat konservatisme setelah penerapan wajib
IFRS yang berimplikasi pada penurunan kualitas laba. Selain itu, manajemen perlu
menyadari bahwa penerapan IFRS dapat mengurangi konservatisme yang bertentangan
dengan relevansinya.
Evaluasi dan Kritik
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, seperti peneliti hanya menerapkan
satu jenis konservatisme, yaitu hubungan laba per saham. Diharapkan untuk penelitian
selanjutnya untuk membandingkan dua jenis konservatisme sehingga mendapatkan
kesimpulan yang komprehensif bagaimana status konservatisme pasca adopsi IFRS. Selain
itu, penelitin ini juga membuka wadah dan jalan bagi penelitian selanjutnya untuk
mengangkat isu tentang konservatisme dengan cara mengontrol tingkat tata kelola
perusahaan, baik di tingkat perusahaan maupun di tingkat Negara.

Anda mungkin juga menyukai