Judul Penelitian : “The Accounting Conservatism of IFRS Adoption In Indonesia”
Peneliti : Juniarti, Devi Tirta Raharjo, dan Regina Monica. Latar Belakang Penelitian Di era global, standar keuangan internasional diperlukan untuk melakukan sinkronisasi informasi laporan keuangan berbagai negara agar dapat digunakan oleh mereka yang membutuhkan. Indonesia sebagai anggota G20 telah sepenuhnya mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS) dalam standar lokal yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2017). Penerapan IFRS berdampak pada kualitas laba karena informasi akuntansi yang andal (Yurt & Ergun, 2015; Krismiaji et al., 2016). IFRS merupakan jawaban atas kebutuhan untuk memenuhi relevansi informasi keuangan; Namun, beberapa penentang IFRS menyoroti masalah konservatisme dalam standar baru. Mereka khawatir bahwa perhatian yang berlebihan pada masalah relevansi akan mengabaikan prinsip-prinsip penting lain dari pelaporan keuangan, yaitu konservatisme (Watts, 2003; Hellman, 2008; Rebecca et al., 2015). Prinsip relevansi dalam adopsi IFRS mengharuskan perusahaan untuk menyajikan aset dan kewajiban mereka pada nilai wajar. Artinya dalam adopsi IFRS, perusahaan akan segera mengakui keuntungan yang belum direalisasi atau kerugian yang belum direalisasi ketika hal itu terjadi. IFRS tidak menolak kerugian setiap kali biaya berada di bawah pasar, hal ini sejalan dengan prinsip konservatisme yang mengharuskan perusahaan untuk segera mengakui kerugian (Basu, 1997). Untuk relevansi, penerapan IFRS seharusnya tidak mengurangi tingkat konservatisme. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konservatisme dalam adopsi pasca IFRS. Lebih lanjut, Indonesia telah mengadopsi IFRS sejak tahun 2012. Saatnya mengkaji manfaat adopsi IFRS bagi para pengadopsi. Metode Penelitian Model Analisis Model yang diajukan untuk menguji hipotesis dirumuskan sebagai berikut : 𝐴𝐶𝑖𝑡 = 𝛼 + 𝛽𝑗𝐼𝐴𝑗𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡 Dimana : AC = Perusahaan konservatisme akuntansi i IA = Perusahaan adopsi IFRS i a = Konstan b = Koefisien regresi Ei = istilah kesalahan Definisi variable operasional, Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS): variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy. Perusahaan dianggap telah mengadopsi IFRS jika dalam perusahaannya menggunakan PSAK berbasis IFRS laporan keuangan. Perusahaan yang telah mengadopsi IFRS akan diberikan kode 1 dan kode 0 untuk perusahaan yang belum mengadopsi IFRS. Dengan menggunakan model konservatisme akuntansi yang dikembangkan oleh Basu (1997), membandingkan konservatisme perusahaan pada pra dan pasca adopsi IFRS. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2016 digunakan sebagai sampel. Terdapat 3.742 perusahaan-tahun yang terdiri dari 394 perusahaan dari berbagai sektor industri. Data dianalisis menggunakan Pooled Least Square. Sampel perusahaan dikumpulkan dari seluruh industri di Indonesia yaitu industri barang konsumsi, industri dasar dan kimia, keuangan, pertambangan, pertanian, properti, real estate dan konstruksi, infrastruktur, utilitas, dan transportasi serta berbagai industri lainnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digeneralisasikan kepada seluruh perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah; (1) perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010 dan (2) tetap sebagai perusahaan publik pada tahun 2018. Harga saham dan data akuntansi diambil dari Bloomberg dan Yahoo Finance. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa adopsi IFRS berpengaruh negatif signifikan terhadap konservatisme. Hasilnya konsisten dengan pengujian adopsi IFRS pada konservatisme dengan memecahnya menjadi periode sebelum dan sesudah adopsi IFRS. Oleh karena itu, IFRS tidak mempertahankan konservatisme.IFRS menekankan pada relevansi nilai wajar, di mana kerugian dan keuntungan diakui berdasarkan nilai wajar. Sedangkan dalam konservatisme, satu-satunya kerugian yang diakui sebesar nilai wajarnya. Oleh karena itu, setelah adopsi IFRS, laba mengandung untung dan rugi, tidak seperti konservatisme yang hanya mengandung kerugian. Artinya terdapat penurunan dalam praktik konservatisme yang ditunjukkan dengan menurunnya sensitivitas return to earnings. Itu perlu diperhitungkan oleh investor. Ini menunjukkan bahwa IFRS tidak dapat melindungi pemangku kepentingan karena laporan keuangan tidak transparan dan dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan. Jadi, investor diharuskan untuk menganalisis informasi akuntansi perusahaan terlebih dahulu.IFRS diasumsikan dapat meningkatkan kualitas laba. Namun, hasil menunjukkan bahwa adopsi IFRS menurunkan konservatisme, yang merupakan salah satu ukuran kualitas laba (Dechow & Schrand, 2004). Akibatnya tujuan penerapan IFRS tidak dapat tercapai. Oleh karena itu, penegak standar akuntansi Indonesia perlu mewaspadai kewajiban adopsi IFRS di Indonesia yang berakibat pada penurunan konservatisme. Selain itu, dari penelitian ini, manajemen perlu menyadari bahwa adopsi IFRS dapat menurunkan konservatisme. Ketika konservatisme menurun, kualitas pendapatan menurun yang bertentangan dengan relevansi. Fenomena ini dapat menurunkan kualitas keputusan pengguna laporan keuangan berbasis IFRS. Simpulan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan tingkat konservatisme setelah adopsi IFRS di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat praktik konservatisme bahkan sebelum adopsi IFRS. Namun, peneliti tidak dapat membuktikan bahwa tingkat konservatisme masih ada pasca adopsi. Terdapat kecenderungan penurunan praktik konservatisme akuntansi di Indonesia setelah penerapan IFRS. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya sensitivitas laba akuntansi terhadap pengakuan kemungkinan pengembalian negatif. Hasilnya kuat melalui pengujian tambahan dengan mengelompokkan sampel menjadi dua periode yaitu periode pra-adopsi IFRS dan periode pasca adopsi IFRS. Sehubungan dengan penurunan konservatisme setelah penerapan IFRS, investor disarankan untuk menganalisis informasi akuntansi perusahaan terlebih dahulu karena penurunan sensitivitas pengembalian laba akuntansi. Penyusun Standar Akuntansi Indonesia perlu mewaspadai kecenderungan penurunan tingkat konservatisme setelah penerapan wajib IFRS yang berimplikasi pada penurunan kualitas laba. Selain itu, manajemen perlu menyadari bahwa penerapan IFRS dapat mengurangi konservatisme yang bertentangan dengan relevansinya. Evaluasi dan Kritik Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, seperti peneliti hanya menerapkan satu jenis konservatisme, yaitu hubungan laba per saham. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya untuk membandingkan dua jenis konservatisme sehingga mendapatkan kesimpulan yang komprehensif bagaimana status konservatisme pasca adopsi IFRS. Selain itu, penelitin ini juga membuka wadah dan jalan bagi penelitian selanjutnya untuk mengangkat isu tentang konservatisme dengan cara mengontrol tingkat tata kelola perusahaan, baik di tingkat perusahaan maupun di tingkat Negara.