Anda di halaman 1dari 3

Nama : Vebryana V.

W Rade
Kelas : Gzn 18

Upaya Strategis Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)

5 Strategi Operasional Turunkan Angka Kematian Ibu


Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, Kementerian Kesehatan
menetapkan lima strategi operasional yaitu penguatan Puskesmas dan jaringannya; penguatan
manajemen program dan sistem rujukannya; meningkatkan peran serta masyarakat; kerjasama
dan kemitraan; kegiatan akselerasi dan inovasi tahun 2011; penelitian dan pengembangan
inovasi yang terkoordinir.

Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH dalam
paparan yang berjudul “Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Kesehatan Dalam Rangka
Penurunan Angka Kematian Ibu” kepada para peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas)
Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana di kantor BKKBN Jakarta, 26 Januari
2011.

Menkes menambahkan terkait strategi keempat yaitu kegiatan akselerasi dan inovasi tahun
2011, upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu:

Pertama, kerjasama dengan sektor terkait dan pemerintah daerah telah menindaklanjuti Inpres
no. 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional dan
Inpres No. 3 tahun 2010 HYPERLINK “https://bappenas.go.id/get-file-server/node/9274/”
Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan melalui kegiatan sosialisasi, fasilitasi dan
advokasi terkait percepatan pencapaian MDGs. Akhir tahun 2011, diharapkan propinsi dan
kabupaten/kota telah selesai menyusun Rencana Aksi Daerah dalam percepatan pencapaian
MDGs yaitu mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan, mengurangi tingkat kematian
anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.

Kedua, pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), mulai tahun 2011 setiap Puskesmas
mendapat BOK, yang besarnya bervariasi dari Rp 75 juta sampai 250 juta per tahun. Dengan
adanya BOK, pelayanan “outreach” di luar gedung terutama pelayanan KIA-KB dapat lebih
mendekati masyarakat yang membutuhkan.

Ketiga, menetapkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) berupa indikator


komposit (status kesehatan, perilaku, lingkungan dan akses pelayanan kesehatan) yang
digunakan untuk menetapkan kabupaten/kota yang mempunyai masalah kesehatan. Ada 130
kab/kota yang ditetapkan sebagai DBK yang tahun ini akan didampingi dan difasilitasi
Kementerian Kesehatan.

Keempat, penempatan tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas kesehatan di
Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), termasuk dokter plus, “mobile team”.

Kelima, akan diluncurkan 2 Peraturan Menteri Kesehatan terkait dengan standar pelayan KB
berkualitas, sebagaimana diamanatkan UU no 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Selain itu menurut Menkes, pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan akan meluncurkan
Jaminan Persalinan (Jampersal) yang mencakup pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan,
nifas, KB pasca persalianan, dan neonatus. Melalui program ini, persalinan oleh tenaga
kesehatan di fasilitas diharapkan meningkat, demikian pula dengan pemberian ASI dini,
perawatan bayi baru lahir, pelayanan nifas dan KB pasca persalinan.

Sasaran Jampersal adalah 2,8 juta ibu bersalin yang selama ini belum terjangkau oleh jaminan
persalinan dari Jamkesmas, Jamkesda dan asuransi kesehatan lainnya. Ruang lingkupnya
adalah : pelayanan persalianan tingkat pertama, tingkat lanjutan, dan persiapan rujukan di
fasilitas kesehatan Pemerintah dan Swasta. Kelompok inilah yang akan ditanggung Jampersal.
Pelayanan yang dijamin melalui Jampersal yaitu: pemeriksaan kehamilan 4 kali, pertolongan
persalinan normal dan dengan komplikasi, pemeriksaan nifas 3 kali termasuk pelayanan
neonatus dan KB paska persalinan, pelayanan rujukan ibu/bayi baru lahir ke fasilitas kesehatan
lebih mampu

Menurut Menkes terkait strategi penguatan Puskesmas dan jaringannya dilakukan dengan
menyediakan paket pelayanan kesehatan reproduksi (kespro) esensial yang dapat menjangkau
dan dijangkau oleh seluruh masyarakat, meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif, yaitu: Kesehatan ibu dan bayi baru lahir, KB, kespro remaja, Pencegahan dan
penanggulangan infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS; dan mengintegrasikan pelayanan
kespro dengan pelayanan kesehatan lainnya yaitu dengan program gizi, penyakit menular dan
tidak menular.

Kemampuan Puskesmas dan jaringannya dalam memberikan paket dasar tersebut akan
ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan masalah kesehatan setempat.

Pada saat ini ada 9.005 Puskesmas, terdiri dari Puskesmas non tempat tidur (TT), Puskesmas
TT PONED (pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar) dan Puskesmas TT non PONED,
yang tersebar di seluruh kecamatan di Indonesia. Puskesmas pembantu dan pos kesehatan
desa yang ada di desa-desa, akan lebih difungsikan dalam memberikan pelayanan KIA dan KB
yang bersifat promotif, preventif dan pengobatan sederhana termasuk deteksi dini faktor risiko
dan penyiapan rujukannya.

Beberapa propinsi juga telah menjadikan Puskesmas mampu melakukan deteksi dini kanker
leher rahim, Puskesmas santun usia lanjut, dan sebagainya, sesuai kebutuhan lokal.

AKI Menurun

Menkes juga mengatakan kemajuan yang dicapai dalam program kesehatan ibu yaitu penurunan
AKI sebesar 41% dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup tahun 2007. Sedangkan target MDGs pada tahun 2015, AKI dapat
diturunkan menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup.

Kematian ibu di rumah sakit disebabkan karena banyaknya kasus kegawat-daruratan pada
kehamilan, persalinan dan nifas. Penyebab langsung kematian ibu yang terbanyak adalah:
perdarahan, hipertensi pada kehamilan, partus macet, infeksi dan komplikasi aborsi.

Persalinan di rumah dan ditolong oleh dukun, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
masih tingginya AKI di Indonesia. Data Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa persalinan di
fasilitas kesehatan 55,4% dan masih ada persalinan yang dilakukan di rumah (43,2%). Pada
kelompok ibu yang melahirkan di rumah ternyata baru 51,9% persalinan ditolong oleh bidan,
sedangkan yang ditolong oleh dukun masih 40,2%, ujar Menkes.

Kondisi tersebut masih diperberat dengan adanya faktor risiko 3 Terlambat yaitu terlambat
mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat merujuk/ transportasi dan terlambat
menangani dan 4 Terlalu yaitu melahirkan terlalu muda (dibawah 20 tahun), terlalu tua (diatas 35
tahun), terlalu dekat (jarak melahirkan kurang dari 2 tahun) dan terlalu banyak (lebih dari 4 kali).
Terkait dengan faktor risiko tersebut, data Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa secara
nasional ada 8,4% perempuan usia 10-59 tahun melahirkan 5-6 anak, bahkan masih 3,4%
perempuan usia 10-59 tahun yang melahirkan anak lebih dari 7. Kelompok perempuan yang
tinggal di perdesaan, tidak bersekolah, pekerjaannya petani/nelayan/buruh, dan status ekonomi
terendah, cenderung mempunyai lebih dari 7, lebih tinggi dari kelompok lainnya

Anda mungkin juga menyukai