Anda di halaman 1dari 2

Hujan lagi.

Hal itu yang pertama kali terlintas di pikiran Kennant saat hendak latihan basket bersama teman-
temannya. Cowok berpostur tubuh tinggi, tegak itu meremas rambut hitam pendeknya gemas. Ia dan
teman-temannya sudah berganti pakaian dari seragam sekolah dengan baju latihan tim basket
kebanggaan sekolah baju tanpa lengan berwarna merah dan biru.

Kennant memperhatikan sejenak hujan yang mengguyur lapangan basket dari basecamp tim basket di
lantai dua gedung yang berada tepat di lapangan basket.

“Kayaknya bakalan lama nih hujan,” gumam Kennant. “Latihannya ditunda besok. Kalian kumpul di
lapangan jam pulang sekolah”, putusnya selaku kapten dadakan karena Kevin si kapten tim sedang
absen, Kennant di daulat mengawasi tim untuk latihan hari ini.

Kennant tau itu hanya akal-akalan Kevin saja agar dia datang latihan.

“Nggak pulang, bro?” Tanya Nandan sambil menenteng tas ranselnya.

“Nunggu hujan reda dulu.” Jawab Kennant. Ia duduk di bangku depan jendela sambil mengeluarkan
headphone dan iPodnya.

“Galau lo?.” Nandan terkekeh.

“Sotoy”. Kennant melemparkan sebuah bola yang segera ditangkap Nandan. “Masukin ke gudang ya”
pesan Kennant.

Koridor sekolah sangat sepi. Hanya beberapa murid yang terlihat disana.

BRAK!

Terdengar suara meja dibanting saat Kennant melewati koridor kelas X. Ia sontak menoleh lalu
melongokkan kepala ke dalam kelas X-2 asal suara tadi.

Meja dan kursi di dalamnya berantakan. Di sudut ruangan, terdapat seorang gadis, berambut hitam
panjang sedang membenamkan wajahnya disana. Beberapa helai rambutnya menyentuh lantai. Kedua
tangan gadis itu menekan kuat-kuat telinganya, sepeti menolak untuk mendengar sesuatu.

“Lo kenapa?” tanyanya. Gadis itu mendongak. Mata coklatnya yang berkaca-kaca membalas tatapan
Kennant.

Kennant mengulangi pertanyaannya. Gadis itu hanya menggeleng pelan sambil tetap menutup rapat
kedua telinganya.

Kennant mengulurkan sebelah tangannya bermaksud memberi gadis itu bantuan untuk berdiri. Tapi ia
hanya menatap Kennant dengan sorot mata ketakutan.

“Hm?’” tangan Kennant masih terulur kearahnya.

Gadis itu kembali menggeleng.


Kennant mengernyit. Cewek aneh.

“Hujannya udah reda” Kennant kembali mengulurkan tangannya kearah gadis itu.

“Ayo berdiri.”

Gadis itu melepaskan tangannya dari telinganya takut-takut. Ia menyambut uluran tangan Kennant.

“Makasih.” Katanya sambil merapikan seragamnya yang kusut.

“Iya. Mau keluar?” tanyanya. Gadis itu mengangguk. Ia mengeluarkan jaket berwarna pink soft di dalam
tasnya lalu mengenakannya. Ia dan Kennant pun berjalan beriringan meninggalkan ruangan kelas.

Hujan kembali turun lantas membuat efek suara di koridor sekolah. Gadis itu menutup rapat telinganya.
Ia mebalikkan badan, bersiap untuk kembali ke kelasnya. Tapi lengannya di cegah oleh cowok di
sebelahnya.

Cowok itu heran, kenapa mesti takut sama hujan gerimis?pikirnya. ia menyodorkan headphone miliknya.
“Nih.”

“Ma-makasih” gadis itu menerima headphonennya.

“Gua Kennant, XI IPS 1. Kalau mau balikin, datang aja ke kelas” Kennant setengah berteriak agar gadis itu
mendengarnya.

Ia mengangguk. Menandakan ia mendengearkan cowok yang berdiri di seblahnya.

Cewek aneh, batin Kennant.

Kennant terus menatap punggung gadis itu, semakin lama, semakin menjauh.

Kennant terdiam. Tunggu. Kayaknya gua familiar sama mukanya. Tapi siapa?

Ada sedikit rasa penasaran yang mencuat dari diri Kennant. Ia masih memandang punggung gadis yang
kini membawa headphone-nya. Rasa penasaran itu mendorongnya untuk mengejar gadis aneh itu.

"Hei!"teriaknya tak membuahkan hasil.

Kennant mengejarnya dan berhasil menyentuk pundak gadis itu. Ia terlonjak kaget sekaligus heran.

"Kenapa?"tanyanya, setengah berteriak.

"Nama lo siapa?" tanya Kennant.

"Apa?" Ia tidak mendengar pertanyaan Kennant.

Kennant menghela napas kembali mengulang pertanyaan yang sama "Nama lo siapa?"

".

Anda mungkin juga menyukai