Anda di halaman 1dari 36

PENGANTAR KEPENDUDUKAN (EKI 301) (G2)

“MOBILITAS PENDUDUK”

Dosen Pengampu :

Dr. Dra. Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni, SE., M.S.

Disusun oleh: Kelompok 03

Ni Luh Putri Kariani (2007511125)


Ivan William Saragi (2007511129
Ni Luh Putu Ema Juniantari (2007511131)
I Made Wahyu Suarjaya (2007511136)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga terwujud
makalah yang berjudul “Mobilitas Penduduk”. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi nilai tugas kelompok pada mata kuliah Pengantar Kependudukan. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang komposisi
dan distribusi penduduk.

Selama proses penulisan makalah ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu dari hati yang
paling dalam penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulisan makalah ini. Serta juga kami berterima kasih pada Ibu Dr. Dra. Anak
Agung Istri Ngurah Marhaeni, SE., M.S. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pengantar
Kependudukan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, untuk itu kami meminta maaf
apabila dalam penyusunan makalah ini ada kesalahan. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran para pembaca agar makalah ini menjadi baik
dan bermanfaat bagi setiap orang.

Denpasar, 21 April 2022

Penyusun
Kelompok 03

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ........................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
2.1 Definisi dan Konsep Mobilitas Penduduk ............................................................. 3
2.1.1 Pengertian Mobilitas Penduduk .................................................................. 3
2.1.2 Bentuk-Bentuk Mobilitas Penduduk ........................................................... 3
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Penduduk ....................................... 5
2.2.1 Faktor Pendorong Terjadinya Mobilitas Penduduk Secara Permanen ........... 5
2.2.2 Faktor Penarik Terjadinya Mobilitas Penduduk Secara Permanen ................ 6
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Mobilitas NonPermanen ...... 7
2.3 Dampak Mobilitas Penduduk ............................................................................... 7
2.3.1 Dampak Mobilitas Penduduk pada Daerah Asal ......................................... 7
2.3.2 Dampak Mobilitas Penduduk pada Daerah yang Dituju ............................... 8
2.4 Ukuran-Ukuran Mobilitas Penduduk .................................................................. 10
2.4.1 Angka Mobilitas ...................................................................................... 10
2.4.2 Tingkat Migrasi Keluar Secara Kasar........................................................ 10
2.4.3 Tingkat Migrasi Masuk Secara Kasar........................................................ 11
2.4.4 Tingkat Migrasi Neto ............................................................................... 12
2.4.5 Tingkat Migrasi Bruto .............................................................................. 13
2.5 Analisis Profil Migran Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2019 .................... 14
2.6 Analisis Mobilitas Tenaga Kerja Berdasarkan Hasil Survei Angkatan Kerja
Nasional 2020............................................................................................................ 20
2.7 Contoh Hasil Penelitian Sebagai Pendukung Materi Mobilitas Penduduk ............ 26
BAB III PENUTUP........................................................................................................ 31
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 33

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pergerakan penduduk sangat bervariasi, tergantung dari sudut pandang mana


fenomena tersebut dilihat. Secara garis besarnya, segala yang terkait dengan fenomena
pergerakan penduduk dipelajari khusus dalam studi mobilitas penduduk. Pengkajian
mobilitas penduduk baik secara regional maupun dalam tataran mikro sangat penting
dilakukan. Hal ini mengingat di satu sisi adanya densitas (kepadatan) dan distribusi
penduduk yang tidak merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi orang-orang
untuk melakukan mobilitas, adanya permasalahan yang mungkin timbul baik di daerah asal
maupun di daerah tujuan, adanya desentralisasi dan otonomi daerah, dan di sisi lain adanya
komunikasi termasuk transportasi yang semakin lancar (Munir, 2007).

Mobilitas penduduk telah berlangsung sejak terciptanya manusia pertama kali. Pada
dasarnya manusia melakukan mobilitas dengan suatu tujuan yaitu untuk meningkatkan
kualitas hidupnya mulai dengan pemenuhan kebutuhan pangan sekunder lainnya, dengan
kata lain dapat dinyatakan bahwa seseorang akan melakukan mobilitas dengan tujuan untuk
memperoleh pekerjaan akan pendapatan. Dengan demikian daerah tujuan mobilitas
penduduk merupakan daerah di mana terdapat peluang yang lebih besar untuk memperoleh
pekerjaan yang lebih baik, atau peningkatan pendapatan, misalnya (Wahyuni, 2014:9)

Mobilitas penduduk terjadi karena berbagai faktor pendorong dan faktor penarik.
Faktor pendorong menyebabkan seseorang berpikir untuk pergi dari daerah asalnya,
sedangkan faktor penarik menyebabkan seseorang memiliki keinginan pergi atau pin dah ke
daerah tujuan dan meninggalkan daerah asal. Jika daya dukung suatu daerah dikatakan
kurang dalam memenuhi kebutuhan penduduknya, maka penduduk daerah tersebut mau
tidak mau harus melakukan perpindahan atau mobilitas ke daerah lain yang dianggap
mempunyai daya dukung lebih untuk memenuhi kebutuhannya (Puspitosari, 2014 : 12).

Berdasarkan paparan di atas, maka dari itu penulis ingin mengetahui bagaimana
konsep mobilitas penduduk, faktor-faktor yang mempengaruhi serta dampak dari adanya
mobilitas penduduk.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana definisi dan konsep mobilitas penduduk?
1.2.2 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk?
1.2.3 Bagaimana dampak mobilitas penduduk?
1.2.4 Apa saja ukuran-ukuran mobilitas penduduk?
1.2.5 Bagaimana analisis profil migran berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional 2019?
1.2.6 Bagaimana analisis mobilitas tenaga kerja berdasarkan hasil Survei Angkatan
Kerja Nasional 2020?
1.2.7 Bagaimana contoh penelitian yang mendukung materi dari penelitian tentang
“Analisis Migran Risen Hasil Survei Penduduk Antar Sensus Tahun 2015 di Kabupaten
Grobogan, Jawa Tengah”?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dan konsep mobilitas penduduk.
1.3.2 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk.
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja dampak dari mobilitas penduduk.
1.3.4 Untuk mengetahui ukuran-ukuran mobilitas penduduk.
1.3.5 Untuk mengetahui analisis profil migran berdasarkan hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional 2019.
1.3.6 Untuk mengetahui analisis mobilitas tenaga kerja berdasarkan hasil Survei
Angkatan Kerja Nasional 2020.
1.3.7 Untuk mengetahui contoh penelitian yang mendukung materi dari penelitian
tentang “Analisis Migran Risen Hasil Survei Penduduk Antar Sensus Tahun 2015
di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah”.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Konsep Mobilitas Penduduk

2.1.1 Pengertian Mobilitas Penduduk

Menurut Mantra, (2003, dalam Novayanti dan Sudibia, 2013.565) mobilitas penduduk
merupakan suatu gerak penduduk yang dilakukan oleh seseorang. penduduk dari satu tempat
ke tempat lain dalam jangka waktu tertentu. Mobilitas penduduk adalah gerakan (movement)
penduduk yang melewati batas wilayah, dan dalam periode waktu tertentu . Batas wilayah
tersebut umumnya digunakan batas administrasi seperti batas provinsi, kabupaten, kecamatan,
kelurahan, atau desa (Mulyadi S. 2008:138).

Menurut Badan Pusat Statistik dalam Mantra, (2008:172) seseorang disebut sebagai
migran apabila orang tersebut bergerak melintasi batas provinsi menuju ke provinsi lain, dan
lamanya tinggal di provinsi tujuan adalah enam bulan atau lebih, selain itu jika seseorang
berada di provinsi tujuan kurang dari enam bulan tetapi orang tersebut berniat tinggal menetap
atau tinggal enam bulan atau lebih di provinsi tujuan dinamakan juga sebagai migran.
Seseorang dapat disebut dengan migran apabila orang tersebut melewati batas wilayah tertentu
baik dengan maksud untuk menetap atau tinggal secara terus-menerus selama enam bulan atau
lebih atau mereka yang hanya melakukan perjalanan ulang alik (Mulyadi S. 2008:138-139).

2.1.2 Bentuk–Bentuk Mobilitas Penduduk

Menurut Mantra, (2008:172-173) mobilitas penduduk dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Mobilitas Penduduk Vertikal

Mobilitas penduduk vertikal sering disebut dengan perubahan status pekerjaan, seperti
orang yang mulanya bekerja dalam sektor pertanian berganti menjadi bekerja dalam sektor
non pertanian.

2. Mobilitas Penduduk Horizontal (Geografis)

Mobilitas penduduk horizontal (agraris) adalah gerak (movement) penduduk yang melintas
batas wilayah menuju ke wilayah yang lain dalam periode waktu tertentu. Batas wilayah
umumnya digunakan batas administratif misalnya provinsi, kabupaten, kecamatan,

3
kelurahan, pedukuhan (dusun). Mobilitas penduduk horizontal (geografis) dapat dibagi
menjadi dua yaitu:

A. Mobilitas Permanen

Mobilitas permanen adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain
dengan tujuan untuk menetap. Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud), mobilitas permanen yang terjadi di Indonesia, seperti berikut:

a. Migrasi Internasional
Migrasi internasional merupakan perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain.
Migrasi internasional dibedakan menjadi tiga macam, penjelasannya:
- Imigrasi, adalah perpindahan penduduk negara lain ke negara tertentu untuk menetap.
- Emigrasi, adalah perpindahan penduduk dari tanah air sendiri ke negara lain untuk
tinggal menetap di sana.
- Remigrasi, adalah perpindahan penduduk yang kembali ke tanah airnya (negara asal).

b. Migrasi Internal

Migrasi internal adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dalam
satu negara. Macam-macam migrasi internal adalah:

- Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk secara berduyun-duyun dari satu desa


(kota kecil, daerah) ke kota besar.
- Transmigrasi yaitu perpindahan penduduk dari satu daerah yang berpenduduk padat ke
daerah lain yang penduduknya masih jarang. Transmigrasi masih terbagi menjadi
beberapa macam, yaitu transmigrasi umum, transmigrasi spontan, dan transmigrasi
bedol desa.
B. Mobilitas Non Permanen
Mobilitas non permanen adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain
dengan tujuan tidak menetap atau bersifat sementara waktu. Mobilitas non permanen
dibedakan menjadi dua macam, yakni:
- Komutasi
Komutasi merupakan bentuk mobilitas penduduk non permanen secara ulak -alik
(pergi- pulang) tanpa menginap ke tempat yang dituju. Orang yang melakukan proses
komutasi dinamakan komuter atau penglaju.
- Sirkulasi

4
Sirkulasi merupakan mobilitas penduduk non permanen tetapi sempat menginap di
tempat yang dituju. Itu disebut juga mobilitas penduduk non permanen musiman. Orang
yang melakukan sirkulasi disebut sirkuler. Waktu yang dibutuhkan untuk sirkulasi
berbeda-beda. Ada yang hanya beberapa hari, ada juga yang memakan waktu lama.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Penduduk

Pada dasarnya mobilitas penduduk terbagi menjadi dua bentuk yaitu mobilitas permanen
(migrasi) dan mobilitas nonpermanen (migrasi sirkuler). Migrasi merupakan perpindahan
penduduk dari satu wilayah ke wilayah tujuan dengan maksud menetap. Sedangkan sirkuler
merupakan gerak penduduk dari satu tempat ke tempat lain tanpa ada maksud untuk menetap.
Migrasi sirkuler ini terdiri dari ulang-alik, periodik, musiman, dan jangka panjang. Migrasi
sirkuler dapat terjadi antara desa-desa, desa-kota, kota-desa, dan kota-kota.

Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi ada dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor
penarik.

2.2.1 Faktor Pendorong Terjadinya Mobilitas Penduduk Secara Permanen


a. Faktor Struktural
Faktor struktural merupakan jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus
diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. Misalnya adalah ketidakseimbangan
jumlah lapangan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah pelamar kerja. Faktor
struktural mencakup struktur pekerjaan, perbedaan fertilitas, dan ekonomi ganda.
b. Faktor Individu
Faktor individu mengacu pada kualitas individu yang ditinjau dari tingkat pendidikan,
kemampuan yang dimiliki, dan orientasi sikap terhadap mobilitas.
c. Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi dapat menjadi pendorong terjadinya mobilitas sosial. Orang yang
hidup dalam keadaan ekonomi yang serba kekurangan, misalnya daerah tempat tinggal
yang tandus karena kehabisan sumber daya alam, kemudian mereka yang tidak mau
menerima keadaan ini berpindah tempat tinggal ke daerah lain. Secara sosiologis
mereka telah mengalami mobilitas.
d. Situasi Politik
Situasi politik dapat menyebabkan terjadinya mobilitas sosial suatu masyarakat dalam
sebuah negara. Keadaan negara yang tidak menentu akan mempengaruhi situasi
keamanan yang bisa mengakibatkan terjadinya mobilitas manusia ke daerah yang lebih

5
aman. Bisa juga disebabkan oleh sistem politik pemerintahan yang bertentangan
dengan hati nurani maupun paham yang dianut. Jadi, meskipun negaranya subur,
namun kondisi politik yang tidak kondusif bisa mempengaruhi mobilitas
masyarakatnya.
e. Kependudukan
Dalam faktor kependudukan, mobilitas terjadi dalam cakupan geografis. Pertambahan
jumlah penduduk yang tinggi menyebabkan berkurangnya tempat pemukiman dan
peningkatan angka kemiskinan sehingga terbentuk daerah pemukiman kumuh.
Keadaan tersebut mendorong masyarakat di daerah bersangkutan untuk mencari
pemukiman lain. Misalnya kepadatan Pulau Jawa mendorong para penduduk mengikuti
program transmigrasi ke luar Pulau Jawa (Agusta, 2013).
2.2.2 Faktor Penarik Terjadinya Mobilitas Penduduk Secara Permanen
a. Tersedianya Lapangan Pekerjaan
Suatu wilayah yang memiliki ciri khas atau daya tarik akan menjadi tempat
berkembangnya beberapa pusat kegiatan sehingga membuka banyak lapangan kerja
dan mengalami kemajuan sehingga menarik minat masyarakat dari daerah lain yang
tertinggal untuk datang ke daerah yang lebih maju demi mendapat pekerjaan dan
penghasilan yang layak sebagai penyokong kebutuhan hidup yang terbatas di daerah
asal tersebut yang sangat memicu terjadinya mobilitas penduduk.
b. Kesempatan Memperoleh Pendapatan yang Tinggi
Pendapatan yang tinggi merupakan dorongan individu untuk bekerja di tempat yang
bisa menjanjikan pendapatan yang tinggi. Kesempatan memperoleh pendapatan yang
tinggi merupakan salah satu faktor yang ada dalam melakukan mobilitas yang
berpengaruh baik dari individu yang melakukan mobilitas maupun suatu daerah yang
didatangi oleh seseorang tersebut, faktor yang terdapat di tempat tujuan adalah salah
satu penggerak seseorang melakukan mobilitas karena faktor yang ada di tempat tujuan
menarik seseorang melakukan mobilitas ke daerah tersebut karena tersedianya
lapangan pekerjaan, lahan dan lain sebagainya yang merangsang seseorang untuk
datang ke tempat tersebut.
c. Keadaan Lingkungan yang Menyenangkan
Salah satu yang terjadi ketika seseorang melakukan mobilitas di tempat tujuan yang
pernah didatangi atau didengar dari keluarga atau teman yang lebih terdahulu datang di
tempat tersebut keadaan tersebut yang menjadi landasan seseorang untuk menuju atau
tetap bertahan didaerah tersebut (Agusta, 2013).
6
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Mobilitas Non Permanen

Menurut Todaro (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan migrasi
sirkuler atau mobilitas non permanen disebabkan oleh berbagai keputusan selain keputusan
ekonomi, yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor-faktor sosial, termasuk keinginan para migran itu sendiri untuk melepaskan diri
dari kendala-kendala tradisional yang sebelumnya mengungkung mereka.
b. Faktor-faktor fisik, termasuk pengaruh iklim dan bencana alam seperti banjir dan
kekeringan.
c. Faktor-faktor demografi, termasuk penurunan tingkat kematian yang kemudian
mempercepat laju pertumbuhan penduduk pedesaan.
d. Faktor-faktor kultural, termasuk pembinaan kelestarian hubungan “keluarga besar”
sesampainya di perkotaan dan daya tarik “lampu kota yang terang benderang”.
e. Faktor-faktor komunikasi. Termasuk kualitas sarana transportasi, sistem pendidikan,
dan dampak modernisasi yang ditimbulkan dari perkotaan (Ningsih & Hutapia, 2019).

2.3 Dampak Mobilitas Penduduk


Adanya perbedaan pada kondisi wilayah yang mampu memicu perpindahan penduduk
pada akhirnya dapat menimbulkan beberapa dampak di kedua tempat atau wilayah tersebut.
Peluang kerja yang bervariatif ini banyak didapatkan di kawasan perkotaan dapat
mempengaruhi penduduk desa untuk melakukan perpindahan ke kota dengan tujuan
mendapatkan pekerjaan yang memiliki penghasilan tinggi. Budijanto (1992: 56 -57)
menyebutkan bahwa mobilitas penduduk dapat berdampak pada:

2.3.1 Dampak Mobilitas Penduduk pada Daerah Asal


Mobilitas penduduk dapat berdampak pada daerah asal yaitu semakin berkurangnya
penduduk yang akan berkaitan dengan berkurangnya tenaga kerja, melambatnya
perkembangan desa, pengelolaan lahan yang tidak teratur dan semakin berkurangnya modal
desa. Dari pendapat tersebut, maka dapat diketahui dampak yang di timbulkan dari mobilitas
penduduk bagi daerah asal adalah berkurangnya perkembangan di daerah asal, yang sebabkan
oleh penduduk yang berpindah ke daerah perkotaan karena menuntut ilmu atau mencari
pekerjaan sehingga ketika pulang ke desa kebanyakan dari mereka tidak mengembangkan
ilmunya, bahkan kebanyakan dari mereka memilih untuk menjadi warga kota dan berpartisipasi
mengembangkan kota dibandingkan daerah asal atau desanya yang menyebabkan kekurangan

7
Sumber Daya Manusia yang mengakibatkan pembangunan desa terbengkalai. Selain itu, tanah
pertanian ataupun perkebunan yang di tinggalkan penduduk yang berpindah ke kota juga tidak
akan terkelola dan terurus dengan baik, karena kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk
berdagang di daerah perkotaan karena dengan pekerjaan tersebut mereka mendapatkan
penghasilan yang lebih tinggi. Hal tersebut berpengaruh pada produksi desa yang terhambat
bahkan tidak berjalan. Dengan tidak terurusnya lahan di pedesaan tersebut, modal desa akan
berkurang dan dapat mengganggu pembangunan desa.

Adapun pengaruh lain yang disebabkan oleh mobilitas penduduk ini dari segi sosial
budayanya, yaitu adanya perubahan dari gaya hidup, status, kehidupan sosial, dan sebagainya
karena adanya penerimaan ide-ide baru dari penduduk yang melakukan mobilisasi. Lalu,
adanya perpindahan penduduk dari desa menuju ke perkotaan juga dapat membantu
meningkatkan pengetahuan masyarakat desa dibandingkan dengan penduduk yang tidak
melakukan mobilisasi, berkurangnya tingkat buta huruf atau meningkatnya jenjang pendidikan
sebagai akibat adanya komunikasi dengan daerah luar.

2.3.2 Dampak Mobilitas Penduduk pada Daerah yang Dituju


Menurut Budijanto (1992:57) mobilitas penduduk memiliki pengaruh terhadap keadaan
sosial yang dapat mengakibatkan ketimpangan sosial, maraknya pengangguran, demoralisasi
atau maraknya kriminalitas dan pertambahan penduduk. Mobilitas penduduk dapat
berpengaruh pula terhadap kehidupan sosial masyarakat. Karena adanya perbedaan sifat dan
watak dari masyarakat desa dengan kota yang menyebabkan adanya kemungkinan timbul
pertikaian yang dapat berakibat pada perkelahian. Seperti yang diungkapkan oleh Budijanto
(1992: 57) yang menyatakan bahwa "Orang desa dan orang kota mempunyai latar belakang
kehidupan yang berbeda. Orang desa bersifat kekeluargaan dan gotong royong, sedangkan
orang kota bersifat ekonomis dan individualistis". Pertambahan penduduk kota akibat adanya
mobilitas penduduk juga berakibat adanya pemukiman kumuh atau slum area. Karena tujuan
mereka untuk mencari pekerjaan dan dapat mencukupi kehidupan mereka dan dapat membantu
keluarga di desa. Maka dari itu, mereka lebih memilih untuk tinggal di tempat yang sederhana
dan berkumpul dengan penduduk yang berasal dari daerah yang sama dan memiliki tujuan yang
sama. Pemukiman kumuh ini menjadikan daerah kota menjadi tidak indah dan dapat merusak
citra kota. Pendapat ini sebagaimana di ungkapkan oleh Budijanto (1992: 57) yang menyatakan
bahwa: "Pertambahan penduduk di kota yang di akibatkan adanya mobilitas penduduk tersebut
berdampak pada adanya daerah-daerah kotor ataupun perumahan liar yang di kenal dengan
perumahan kumuh atau slum area. Ketertiban dan kebersihan kota terganggu". Melalui

8
pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa perpindahan penduduk dapat mempengaruhi
pertambahan penduduk di daerah yang dituju.

Adanya pertambahan penduduk pun dapat mempengaruhi tersedianya lapangan


pekerjaan. Hadirnya para migran ke kota yang selalu bertambah setiap harinya dengan tujuan
yang sama, yaitu untuk mencari pekerjaan dapat menimbulkan persaingan antara penduduk
pendatang dengan penduduk asli. Dengan demikian pertambahan penduduk yang makin
signifikan ini tidak seimbang dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Pendapat tersebut
dikemukakan Suharto (2010) yang menyimpulkan bahwa “Tingginya pertumbuhan penduduk
di perkotaan di satu pihak dan lemahnya peningkatan infrastruktur sosial ekonomi di lain pihak
menimbulkan permasalahan. Ketersediaan lapangan kerja semakin menjadi tidak seimbang
dengan membengkaknya pencari kerja. Demikian juga pemukiman liar dan perkampungan
kumuh dengan segala dampak negatif yang ditimbulkannya semakin menjamur, seperti tumbuh
suburnya kegiatan disektor informal, rendahnya pendapatan sebagian besar masyarakat dan
tingginya angka pengangguran”. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kota besar yang
diyakini penduduk yang melakukan migrasi dapat memenuhi kebutuhan mereka untuk
mendapat pekerjaan. Bahkan dapat menimbulkan dampak-dampak yang negatif.

Maraknya kriminalitas dan bertambahnya angka pengangguran juga menjadi akibat dari
ketidaktersediaan lapangan kerja. Mengingat banyaknya tenaga kerja yang memiliki latar
belakang pendidikan rendah dan kurang terlatih, hal ini dapat menyebabkan meningkatnya
pengangguran di kota. Mereka mengalami kesulitan pindah pekerjaan atau enggan pulang ke
desa karena mereka ego yang terlalu tinggi dan lebih memilih untuk tinggal. Dari tujuan yang
sama dari para migran dan persaingan dengan penduduk asli kota, sehingga penduduk yang
memiliki latar belakang pendidikan yang rendah akan mudah tersisihkan dan menjadi
pengangguran di kota. Maraknya pengangguran tersebut berdampak pada tindakan kriminalitas
yang terjadi di kota. Banyaknya masyarakat desa yang ada di kota yang tidak memiliki
pekerjaan akan mengakibatkan mereka tidak memiliki penghasilan bahkan tidak memiliki uang
untuk kembali ke kampung halaman. Hal tersebut memicu adanya tindakan kriminalitas yang
mungkin saja di lakukan oleh masyarakat desa yang ada di kota demi mempertahankan
hidupnya di kota. Kriminalitas tersebut dapat berupa pencurian, penculikan, penipuan dan lain-
lain.

Namun, selain dampak negatif yang dirasakan daerah tujuan apabila terjadi m obilitas
penduduk, terdapat dampak positif yang dihasilkan, yaitu tidak begitu banyak migran yang

9
berhasil untuk melakukan penyesuaian diri atau beradaptasi dengan wilayah barunya, yang
mana mereka mampu mendapatkan pekerjaan yang layak dan meningkatkan ta raf hidupnya
yang secara tidak langsung juga mengembangkan dan memberikan dampak positif terhadap
daerah yang dikunjunginya tersebut. Mereka juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru
di wilayah tersebut yang mampu menyerap beberapa tenaga kerja dan me nggerakkan roda
perekonomian.

2.4 Ukuran-Ukuran Mobilitas Penduduk

2.4.1 Angka Mobilitas


Angka mobilitas adalah rasio dari banyaknya penduduk yang pindah secara lokal ( mover)
dalam suatu jangka waktu tertentu dengan jumlah penduduk.

𝑀
m= k
𝑃

m : Angka mobilitas
M : Jumlah orang yang pindah (migran)
P : Penduduk
k : 1000 (konstanta)
Dalam kenyataan, sulit untuk mengetahui jumlah penduduk yang pindah secara lokal ini.

2.4.2 Tingkat Migrasi Keluar Secara Kasar (The Crude Out Migration Rate)
Atau disebut Angka Migrasi Keluar, yaitu angka yang menunjukkan banyaknya migran yang
keluar per 1.000 orang penduduk daerah asal dalam waktu satu tahun.

𝑂
Mo = xk
𝑃

Mo : Angka migrasi keluar


O : Jumlah migrasi Keluar (outmigration)
P : Jumlah penduduk pada pertengahan tahun
k : 1000 (konstanta)
Contoh Soal:
Pada satu tahun terakhir, jumlah migran yang keluar dari kota A sebanyak 600 orang.
Sedangkan jumlah penduduk kota A adalah 1.200.000 orang. Hitunglah angka migrasi keluar
untuk kota A tersebut.

10
Diketahui:

O : 600 orang

P : 1.200.000 orang

Mo : ?

Angka migrasi keluar suatu kota dapat dihitung dengan menggunakan ruumus sebagai berikut:

𝑶
Mo = xk
𝑷

1800
Mo = x 1.000
900.000

Mo = 0,002 x 1.000

Mo = 2

Jadi, tingkat migrasi keluar pada suatu tahun terakhir di kota A adalah sebanyak 2 orang dalam
1000 penduduk di kota A.

2.4.3 Tingkat Migrasi Masuk Secara Kasar (The Crude Imigration Rate)
Atau disebut Angka Migrasi Masuk, yaitu angka yang menunjukkan banyaknya migran yang
masuk per 1.000 orang penduduk daerah tujuan dalam waktu satu tahun.

𝐼
Mi = xk
𝑃

Mi : Angka migrasi masuk


I : Jumlah migrasi masuk (immigration)
P : Jumlah penduduk pada pertengahan tahun
k : 1000 (konstanta)
Contoh Soal:
Pada tahun terakhir jumlah migran yang masuk ke kota A adalah 1500 orang, sedangkan jumlah
penduduk kota A adalah 750.000 orang. Hitunglah angka tingkat migrasi yang masuk untuk
kota A tersebut.

Diketahui:

I : 1500 orang

11
P : 750.000 orang

Mi : ?

Angka migrasi masuk suatu kota dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

𝑰
Mi = xk
𝑷

1500
Mi = x 1000
750.000

Mi = 0,002 x 1000

Mi = 2

Jadi, tingkat migrasi masuk pada suatu tahun terakhir di kota A adalah sebanyak 2 orang dalam
1000 penduduk kota A.

2.4.4 Tingkat Migrasi Neto (The Net Migration Rate)


Atau disebut Angka Migrasi Neto adalah selisih banyaknya migran yang masuk dan keluar ke
dan dari suatu daerah per 1.000 penduduk dalam satu tahun.

𝐼−𝑂
Mn = xk
𝑃

Mn : Angka migrasi neto


I : Jumlah migrasi masuk (immigration)
O : Jumlah migrasi keluar (outmigration)
P : Jumlah penduduk pada pertengahan tahun
k : 1000 (konstanta)
Contoh Soal:
Pada satu tahun terakhir di kota A kedatangan migran sebanyak 1500 orang, pada tahun yang
sama ada 1000 penduduk yang meninggalkan kota A. Jumlah penduduk kota A adalah 500.000
orang. Hitunglah angka migrasi neto di kota A.

Diketahui:

I : 1500 orang

O : 1000 orang

P : 500.000 orang

12
Mn : ?

Angka migrasi neto pada suatu wilayah dapat dihitung dengan persamaan berikut:

𝑰−𝑶
Mn = xk
𝑷

1500−1000
Mn = x 1.000
500.000

500
Mn = x 1000
500.000

Mn = 0,001x 1000

Mn = 1 orang

Jadi, tingkat migrasi neto pada satu tahun terakhir di kota A adalah 1 orang dari 1000
penduduk di kota A.

2.4.5 Tingkat Migrasi Bruto (The Gross Migration Rate)


Atau disebut Angka Migrasi Bruto, yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kejadian
perpindahan yaitu jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar dibagi jumlah penduduk tempat
asal dan jumlah penduduk tempat tujuan.

𝐼+𝑂
Mg = xk
𝑃𝑖+𝑃𝑜

Mg : Angka migrasi bruto


I : Jumlah migrasi masuk (immigration)
O : Jumlah migrasi keluar (outmigration)
Pi : Jumlah penduduk tempat tujuan
Po : Jumlah penduduk di tempat asal
k : 1000 (konstanta)
Contoh Soal:
Jumlah migrasi keluar di kota A satu tahun terakhir adalah 450 orang dan migrasi masuk dari
kota B ke kota A pada tahun yang sama adalah 300 orang. Penduduk kota A adalah 140.000
dan penduduk di kota B adalah 110.000. hitunglah angka migrasi brutonya.

Diketahui:

I = 300 orang

13
O = 450 orang

Pi = 140.000 orang

Po = 110.000 orang

Mg = ?

Besarnya angka migrasi bruto di kota A dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

𝑰+𝑶
Mg = xk
𝑷𝒊+𝑷𝒐

300+450
Mg = x 1000
250.000

750
Mg = x 1000
250.000

Mg = 0,003 x 1000

Mg = 3 orang

Jadi, angka migrasi bruto sebanyak 3 orang menunjukkan bahwa dari seribu penduduk kota A
ada 3 orang total migran yang keluar dari kota A dan masuk dari kota B.

2.5 Analisis Profil Migran Berdasarkan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2019

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2019, terdapat dua jenis migrasi
yang menjadi pokok analisis dalam pelaksanaan survei yaitu migran seumur hidup dan migran
risen.

1. Migran Seumur Hidup


Migrasi seumur hidup merupakan migrasi yang berdasarkan tempat kelahiran dan
penduduk tinggal di luar tempat kelahirannya. Ukuran ini tidak mempertimbangkan
kemungkinan perpindahan yang terjadi pada periode saat meninggalkan tempat kelahiran
sampai saat kedatangan di tempat tinggal saat ini, serta tidak mempertimbangkan
penduduk yang sempat tinggal di luar tempat kelahirannya tetapi kembali tinggal di tempat
kelahirannya saat ini.
a. Migran Masuk Seumur Hidup
Migran masuk seumur hidup merupakan migran seumur hidup yang dilihat dari
tempat tinggal mereka saat ini. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
tahun 2019 terdapat lima provinsi dengan persentase migran masuk seumur hidup
terbesar di Indonesia, sebagai berikut:
14
Berdasarkan hasil SUSENAS Maret 2019, persentase penduduk migran seumur hidup
di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 46,4 persen dan bisa dikatakan jumlah migran di
provinsi tersebut terdapat hampir setengah penduduk Kepulauan Riau memiliki tempat
kelahiran di luar Provinsi Kepulauan Riau. Banyaknya migran yang masuk ke
Kepulauan Riau dikarenakan provinsi tersebut memiliki kawasan perdagangan bebas
dan Pelabuhan Bebas Batam yang menjadi daya tarik ekonomi sehingga banyak
penduduk yang memutuskan menetap di Kepulauan Riau untuk memperoleh pekerjaan
atau berharap bisa memperoleh penghasilan lebih tinggi dari daerah asalnya.

Selanjutnya, Provinsi Kalimantan Utara memiliki persentase penduduk migran


sebesar 35,9 persen provinsi ini merupakan Provinsi Penghasil Minyak dan gas alam
terbesar di Indonesia. Provinsi dengan persentase penduduk migran seumur hidup
terbesar ketiga, keempat dan kelima masing-masing adalah DKI Jakarta (35,6 persen),
Kalimantan Timur (33,3 persen), dan Papua Barat (31,6 persen). Migrasi tersebut
terjadi karena adanya motif ekonomi, kelima provinsi tersebut memiliki faktor penarik
karena potensi pertumbuhan ekonomi yang baik dan mampu membantu para migran
untuk memperoleh jenjang ekonomi yang lebih baik. Provinsi DKI Jakarta sebagai
pusat pemerintahan dan ekonomi di Indonesia, Provinsi Kalimantan Timur hampir
sama dengan Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan provinsi penghasil minyak
dan gas alam, dan Provinsi Papua Barat merupakan daerah pertambangan.

b. Migran Keluar Seumur Hidup


Migran keluar merupakan penduduk migran dilihat dari tempat asal mereka
melakukan migrasi. Migran keluar seumur hidup merupakan penduduk yang
meninggalkan tempat kelahirannya dan saat ini bertempat tinggal di luar wilayah
tempat kelahirannya. Berdasarkan hasil SUSENAS Maret 2019, DKI Jakarta, DI
Yogyakarta, Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan merupakan lima
provinsi dengan persentase migran keluar seumur hidup terbesar tahun 2019.

15
Sebesar 32,8 persen penduduk yang tempat kelahirannya di DKI Jakarta
meninggalkan provinsi ini dan memiliki tempat tinggal di luar provinsi ini pada saat
pencacahan. Empat provinsi lainnya masing-masing memiliki persentase sebesar 21,8
persen (DI Yogyakarta), 19,7 persen (Sumatera Barat), 17,2 persen (Jawa Tengah), dan
15,7 persen (Sulawesi Selatan). Provinsi DKI Jakarta memiliki angka migran masuk
dan migran keluar seumur hidup yang tinggi, hal ini disebabkan oleh provinsi ini
memiliki faktor penarik dan faktor pendorong untuk berpindah, Sedangkan empat
provinsi lainnya yaitu DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi
Selatan hanya memiliki intensitas migran keluar seumur hidup yang tinggi.

2. Migran Risen
Migrasi risen digunakan sebagai ukuran untuk melihat seberapa besar penduduk yang
melakukan perpindahan selama 5 tahun terakhir. Migran risen didefinisikan sebagai
penduduk di mana tempat tinggalnya saat ini berbeda dengan tempat tinggalnya pada 5
tahun yang lalu. Migrasi risen menggambarkan keadaan terkini mengenai pola migrasi
yang terjadi.
a. Migran Masuk Risen
Kepulauan Riau menjadi provinsi dengan persentase migran risen terbesar yaitu
sebesar 9,7 persen, atau dapat dikatakan terdapat 9,7 persen penduduk Kepulauan Riau
yang memiliki tempat tinggal pada 5 tahun lalu di luar provinsi ini. Urutan kedua adalah
DI Yogyakarta (7,4 persen), diikuti oleh Kalimantan Utara (5,3 persen), Papua Barat
(5,1 persen) dan DKI Jakarta (4,8 persen). Seperti pada analisis sebelumnya, empat dari
lima provinsi dengan persentase migran masuk risen terbesar juga termasuk dalam
provinsi yang memiliki persentase migran masuk seumur hidup terbesar kecuali
provinsi di Yogyakarta.

16
Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, DKI Jakarta, dan Papua Barat
memiliki persentase migran masuk risen terbesar karena adanya kekuatan ekonomi
yang baik sehingga menarik minat penduduk di luar provinsi terseb ut untuk
memperoleh pekerjaan dengan harapan dapat upah yang lebih tinggi, sedangkan pada
DI Yogyakarta terkenal sebagai kota pelajar dan memiliki kualitas pendidikan yang
baik sehingga menarik minat para migran pelajar untuk melanjutkan pendidikan di
Provinsi DI Yogyakarta. Jika dilihat lebih lanjut, sebesar 56,9 persen migran risen di
provinsi ini memiliki tingkat pendidikan SMA/MA/sederajat. Terdapat 138 lembaga
pendidikan di provinsi ini yang salah satunya merupakan lembaga pendidikan terbesar
di Indonesia, yaitu Universitas Gadjah Mada (Kemenristekdikti, 2018). Fakta ini
mengimplikasikan bahwa migrasi yang terjadi menuju Provinsi DI Yogyakarta
sebagian besar disebabkan oleh faktor yang berkaitan dengan pendidikan tinggi.
b. Migran Keluar Risen
Lima provinsi dengan persentase migran keluar risen terbesar berdasarkan hasil
SUSENAS Maret 2019 adalah Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan intensitas
migrasi keluar risen tertinggi, diikuti oleh Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Utara,
Kalimantan Timur, dan Papua Barat. Provinsi Kepulauan Riau, DKI Jakarta,
Kalimantan Utara, dan Papua Barat merupakan provinsi dengan intensitas migrasi
masuk dan migrasi keluar risen yang tinggi.

17
3. Migrasi Neto Hasil SUSENAS Maret 2019
Migrasi neto merupakan selisih antara migrasi masuk dan migrasi keluar. Jika
pada suatu wilayah, migrasi masuk melebihi migrasi keluar, atau dengan kata lain
jumlah migran masuk lebih besar dari jumlah migran keluar, maka wilayah tersebut
memiliki migrasi neto positif. Jika terjadi sebaliknya, maka wilayah tersebut memiliki
migrasi neto negatif.
Persentase migran neto digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh
migrasi yang terjadi terhadap komposisi penduduk di suatu wilayah. Semakin besar
persentase migran neto maka semakin besar komponen migrasi terhadap komposisi
penduduk suatu wilayah, jika bertanda positif berarti wilayah tersebut mengalami
pertambahan penduduk akibat migrasi, sedangkan jika bertanda negatif berarti wilayah
tersebut mengalami pengurangan penduduk akibat migrasi.
a. Migran Neto Seumur Hidup
Migran neto seumur hidup membandingkan antara migran masuk seumur hidup dan
migrasi keluar seumur hidup.
Jika dilihat pada tabel menurut persentase
terhadap penduduk masing-masing provinsi,
Kepulauan Riau memiliki persentase migran
neto seumur hidup positif sebesar 50 persen
sedangkan Provinsi Jawa Tengah merupakan
provinsi yang mengalami persentase migran
neto seumur hidup negatif terbesar yaitu
sebesar -15,4 persen. Jika diinterpretasikan
masing-masing persentase migran neto
semur hidup maka untuk setiap 100
penduduk di Kepulauan Riau terdapat
penambahan sebanyak 50 penduduk
sedangkan untuk setiap 100 penduduk di
Provinsi Jawa Tengah terdapat pengurangan
15 sampai 16 persen penduduk akibat migrasi
seumur hidup.

18
Terdapat lima provinsi dengan persentase migran neto seumur hidup positif
dengan persentase terbesar yaitu Provinsi Kepulauan Riau sebesar 50 persen,
Kalimantan Utara 34,9 persen, Kalimantan Timur sebesar 32,5 persen, Papua Barat
sebesar 28,6 persen, dan Riau sebesar 25,9 persen. Sedangkan lima provinsi dengan
persentase migran neto seumur hidup negatif terbesar adalah Provinsi Jawa Tengah
sebesar -15,4 persen, Sumatera Barat sebesar -14,2 persen, Sulawesi Selatan sebesar -
12,4 persen, Sumatera Utara sebesar -11,4 persen, dan Jawa Timur sebesar -6,6 persen.
b. Migran Neto Risen
Migran neto risen membandingkan antara migran masuk risen dan migrasi keluar risen.

Berdasarkan tabel persentase migran neto risen


berdasarkan provinsi, SUSENAS Maret 2019,
provinsi yang memiliki persentase migran neto
risen positif terbesar adalah DI Yogyakarta (4,9
persen), sedangkan DKI Jakarta memiliki
persentase migran neto risen negatif terbesar (-
3,2 persen). Jika persentase tersebut
diinterpretasikan akan menjadi Untuk setiap 100
penduduk di DI Yogyakarta pada tahun 2014
terdapat penambahan 4 sampai 5 penduduk pada
lima tahun setelahnya. Sementara itu, untuk
setiap 100 penduduk di Provinsi DKI Jakarta
pada tahun 2019 terdapat pengurangan 3 sampai
4 penduduk akibat migrasi risen pada 2019.

19
Berbeda dengan hasil migran neto seumur hidup, untuk migran neto risen terdapat 21
provinsi yang memiliki persentase positif dan 13 provinsi yang memiliki persen tase
negatif. DI Yogyakarta (4,9 persen), Kepulauan Riau (4,5 persen), Papua Barat (1,7
persen), Nusa Tenggara Barat (1,5 persen) dan Bali (1,0 persen) merupakan lima
provinsi dengan persentase migran neto risen positif terbesar. Sedangkan DKI Jakarta
(-3,2 persen), Jambi (-1,0 persen), Sumatera Selatan (-0,9 persen), Sulawesi Utara (-0,9
persen) dan Kalimantan Barat (-0,8 persen) merupakan lima provinsi dengan persentase
migran neto risen negatif terbesar.
2.6 Analisis Mobilitas Tenaga Kerja Berdasarkan Hasil Survei Angkatan Kerja
Nasional 2020

Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional tahun 2020, terdapat dua jenis
migrasi yang menjadi pokok analisis dalam pelaksanaan survei yaitu m obilitas penduduk
permanen, mobilitas penduduk non permanen dan mobilitas pekerja di Indonesia.

1. Mobilitas Penduduk Permanen

Mobilitas penduduk permanen adalah pergerakan penduduk yang melewati suatu


wilayah administrasi tertentu dengan adanya niatan untuk menetap di daerah tujuan.

a. Distribusi Pekerja Migran Risen Menurut Provinsi


Salah satu pola yang dilakukan oleh migran adalah perpindahan yang berkaitan dengan faktor
sosio ekonomi yang dinamis. Pada tahun 2020 pekerja berstatus migran risen di Indonesia
tercatat sebesar 3,7 persen dari seluruh penduduk yang bekerja, sedangkan pad a tahun 2019
angka ini lebih tinggi, yaitu 4,5 persen.

20
Dapat dilihat pada gambar 4.1, persentase migran risen tertinggi pada tahun 2020 terdapat di
Kepulauan Riau, meski mengalami penurunan sebesar 7 persen dari tahun 2019. Hal tersebut
berarti bahwa Kepulauan Riau adalah daerah yang menjadi sasaran perpindahan tempat tinggal
tertinggi di Indonesia pada dua tahun terakhir. Berlawanan dengan Riau, provinsi yang
memiliki persentase migran risen terendah di Indonesia pada periode 2019 dan 2020 adalah
Kalimantan Barat, Banten, dan Papua.

b. Besaran dan Arus Migrasi Pekerja Migran Risen

Arus pekerja migran risen penting untuk diketahui karena dapat menjadi dasar dalam
mengetahui daerah mana saja yang menjadi tujuan utama para migran risen dan daerah mana
yang ditinggalkan.

Gambar 4.2 menunjukkan, provinsi dengan proporsi pekerja migran risen terhadap
pekerja nonmigran risen yang terbesar berada pada provinsi Kepulauan Riau, Papua Barat, dan
DKI Jakarta. Penyumbang migrasi terbesar di provinsi Kepulauan Riau adalah pekerja dari

21
provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau. Sedangkan untuk DKI Jakarta, tiga
provinsi penyumbang migran terbesarnya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Tahun
2020 penyumbang migran risen di Papua Barat adalah Papua, Maluku, dan Jawa Timur
menjadi provinsi terbesar penyumbang pekerja migran di Papua.

Provinsi yang memiliki sumbangan besar terhadap migrasi risen di seluruh provinsi di
Indonesia, tiga provinsi asal migrasi risen pada tahun 2019 dan 2020 adalah Provinsi DKI
Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Terdapat 17 persen pekerja migran di Indonesia yang
lima tahun lalu tinggal di Jakarta. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, pada tahun
2019 setidaknya terdapat 15 persen saja.

c. Karakteristik Pekerja Migran Risen Menurut Provinsi

Secara geografis, hampir 1 dari 5 pekerja migran risen di Indonesia berada di Provinsi
Jawa Barat baik pada tahun 2019 maupun tahun 2020. Tertinggi kedua dan ketiga berada pada
provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur. Tingginya persentase di tiga provinsi di Jawa
selain karena populasinya yang besar, daya tarik ekonomi, sosial, dan kesehatan di ketiga
provinsi tersebut juga dapat menjadi indikasi alasan seseorang melakukan migrasi risen di
wilayah tersebut.

Hampir seluruh provinsi terpilih menunjukkan persentase yang lebih tinggi untuk
pekerja migran dengan pendidikan SMA ke atas, pendidikan memang kerap menjadi modal
bagi para pekerja migran melakukan migrasi. Pendidikan bagi para pekerja migran berkaitan
dengan dua hal; karakteristik Pendidikan para pekerja di tempat asal dan pendidikan di tempat

22
tujuan. Para pekerja migran boleh jadi melakukan migrasi karena di tempat asalnya terjadi
persaingan yang ketat dalam pasar tenaga kerja dengan pendidikan yang setara dengan yang ia
miliki sehingga ia pindah ke tempat tujuan yang karakteristik pendidikan pekerjanya tidak
begitu tinggi sehingga dapat meminimalisasi persaingan dalam pasar tenaga kerja yang
dirasakan.

Gambar 4.5 menunjukkan distribusi pekerja migran risen menurut sektor pekerjaan
pada provinsi terpilih, dan menunjukkan adanya perbedaan pola pada provinsi tersebut. Di
beberapa provinsi, persentase tenaga kerja sektor formal lebih tinggi daripada informal, seperti
Provinsi Sumatera Utara, Riau, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Sedangkan lainnya, lebih
didominasi sektor informal. Perbedaan sektor konsentrasi di setiap provinsi dapat terjadi karena
adanya perbedaan karakteristik yang berkaitan di pasar tenaga kerja di provinsi tersebut.

Ketika pekerja migran banyak berpendidikan yang relatif rendah, maka mereka akan banyak
menyumbangkan sektor informal di daerah tujuan. Sedangkan sebaliknya, ketika migran yang
masuk adalah tenaga kerja berpendidikan yang tinggi, maka mereka akan cenderung masuk ke
dalam sektor formal untuk menjadi tenaga kerja formal.

2. Mobilitas Penduduk Non Permanen

Mobilitas penduduk nonpermanen adalah gerak penduduk dari suatu wilayah menuju
ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Mobilitas nonpermanen
mencakup mobilitas ulang alik dan mobilitas sirkuler.

a. Distribusi Stayers dan Movers Menurut Provinsi

23
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa lebih banyak pekerja di Indonesia yang bekerja di
kabupaten/kota yang sama dengan kabupaten/kota tempat tinggalnya (stayers). Tercatat bahwa
pada tahun 2020 sebanyak 92,7 persen pekerja merupakan stayers, sisanya 7,3 persen
merupakan pelaku mobilitas nonpermanen (movers). Berdasarkan distribusi stayers dan
movers menurut provinsi, dapat dilihat bahwa ada enam provinsi dengan persentase stayers
berada di bawah angka nasional yaitu Jawa Tengah (91,8%), Jawa Barat (88,5%), Banten
(87,0%), DI Yogyakarta (86,6%), dan DKI Jakarta (81,7%). Hal ini berarti persentase movers
di lima provinsi tersebut berada di atas angka nasional. Kondisi tersebut terjadi karena kota-
kota besar di Indonesia terdapat di provinsi-provinsi tersebut, sehingga terdapat sarana
prasarana yang cukup baik yang mendukung para pekerja untuk melakukan mobilitas baik
secara harian, mingguan, maupun bulanan.

Gambar 4.7 juga menunjukkan bahwa persentase pekerja komuter lebih besar
dibandingkan dengan pekerja sirkuler (5,5 persen untuk pekerja komuter dan 1,8 persen untuk
pekerja sirkuler). Provinsi-provinsi yang persentase pekerja komuternya lebih besar dari
pekerja sirkuler didominasi oleh provinsi-provinsi di kawasan barat Indonesia. Sebaliknya
provinsi di kawasan timur Indonesia, persentase pekerja sirkulernya cenderung lebih besar dari
pekerja komuter.

b. Karakteristik Pekerja Komuter Menurut Provinsi

Mobilitas ulang-alik menjadi pola perjalanan baru penduduk Indonesia. Umumnya,


komuter melakukan mobilitas untuk tujuan aktivitas utama dari daerah dengan kepadatan
rendah ke daerah berkembang. Gambar 4.8 memperlihatkan penyumbang komuter terbesar di
Indonesia adalah provinsi-provinsi di pulau Jawa yang mencapai angka 75 persen. Pada tingkat
provinsi, Jawa Barat adalah provinsi dengan persentase pekerja komuter yang paling besar
yaitu sebesar 26 persen. Provinsi Jawa Tengah berada pada urutan berikutnya yak ni 13 persen.
24
Persentase komuter terbesar selanjutnya terdapat di Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten,
Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan, dan Lampung. Jika dikaitkan antara
pendidikan dengan sektor pekerjaan, terlihat bahwa mereka yang melakukan mobilitas ulang
alik adalah yang berpendidikan tinggi dan bekerja di sektor formal. Seperti diuraikan
sebelumnya, kualifikasi pendidikan menjadi syarat bagi tenaga kerja untuk dapat masuk ke
dalam pekerjaan sektor formal. Akhirnya yang dapat masuk ke sektor formal adalah mereka
yang berpendidikan cukup tinggi. Sebagian besar pekerja komuter di sepuluh provinsi terpilih
bekerja pada sektor formal.

c. Karakteristik Pekerja Sirkuler Menurut Provinsi

Tiga provinsi penyumbang pekerja sirkuler terbanyak pada tahun 2020 di Indonesia
berada di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, masing-masing sebesar
28,5 persen, 21,6 persen, dan 10,3 persen. Sementara sisanya tersebar di provinsi-provinsi
lainnya. Apabila dilihat menurut pulau-pulau besar di Indonesia maka persentase pekerja
sirkuler tertinggi di Pulau Sumatera adalah di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan
Lampung. Persentase pekerja sirkuler tertinggi di Pulau Jawa berturut-turut adalah di Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang sekaligus merupakan tiga provinsi penyumbang
pekerja sirkuler tertinggi di Indonesia. Kemudian persentase pekerja sirkuler tertinggi di Pulau
Kalimantan adalah di Kalimantan Selatan. Persentase pekerja sirkuler tertinggi di Pulau
Sulawesi adalah di Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara itu, persentase pekerja sirkuler di
kawasan timur Indonesia (Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua) berkisar antara 0,2
sampai 0,5 persen.

25
Berdasarkan sektor pekerjaan, seluruh provinsi terpilih memiliki persentase pekerja
sirkuler di sektor formal lebih besar daripada pekerja sirkuler di sektor informal, kecuali
Provinsi Lampung. Dari seluruh provinsi terpilih tersebut, provinsi DKI Jakarta memiliki
persentase pekerja sirkuler di sektor formal terbesar.

2.7 Contoh Hasil Riset/Penelitian Sebagai Pendukung dalam Pemaparan Materi


Mobilitas Penduduk

Penulis juga menggunakan data pendukung dari hasil penelitian untuk memperoleh
penjelasan lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi serta
untuk mengetahui bagaimana implementasi faktor-faktor yang telah dipaparkan sebelumnya di
suatu daerah. Penelitian tersebut berjudul “Analisis Migrasi Risen Berdasarkan Hasil Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Tahun 2015 di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah”
Oleh Priyono dan Septi Herdianti

26
Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti berfokus pada migrasi risen karena jika
menggunakan migrasi seumur hidup maka hanya mencerminkan dinamika migrasi sejak lahir,
serta tidak memiliki perpindahan secara dinamis dari tahun ke tahun. Dijelaskan bahwa
Kabupaten Grobogan memiliki peringkat luas administrasi ke dua dalam provinsi Jawa Tengah
dengan luas 2,013.86 km 2 , tahun 2014 memiliki jumlah 1.412.350 jiwa dan jumlah penduduk
pada tahun 2015 sebesar 1.413.108 jiwa memiliki peningkatan kurang lebih seribu jiwa, secara
topografi Kabupaten Grobogan merupakan wilayah karts dan memiliki relief yang
bergelombang, mayoritas masyarakat Grobogan bekerja pada bidang pertanian, baik yang
memiliki lahan sendiri ataupun lahan sewaan, serta jenis tanah karts atau kapur.

Migrasi Masuk Migrasi Keluar Migrasi Neto


Kabupaten Laki- Perempuan Laki- Perempuan Laki- Perempuan Laki-Laki +
Laki Laki Laki Perempuan
Sragen 16168 18117 19385 16386 -3217 1731 -1486
Grobogan 9350 9087 14699 18895 -5349 -9808 -15157
Blora 9872 12005 6936 8262 2936 3743 6679
Rembang 5858 5675 2677 6812 3181 -1137 2044
Pati 4707 4872 13260 11043 -8553 -6171 -14724
Kudus 8120 7505 7370 6061 750 1444 2194
Jepara 10094 6523 8093 6684 2001 -161 1840
Boyolali 14174 19075 16589 20045 -2415 -970 -3385
Semarang 21878 24647 21392 23415 486 1232 1718

Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Grobogan memiliki angka migrasi neto yang
cukup tinggi dibandingkan kabupaten sekitarnya di Jawa Tengah, dalam penelitian juga
dijelaskan bahwa sejak tahun 2010 banyak warga Grobogan yang melakukan migrasi risen ke
Samarinda, Kalimantan Timur untuk bekerja menjadi kuli bangunan dan pemulung, hal
tersebut dilakukan karena di Kabupaten Grobogan sulit mendapatkan pemasukan sedangkan
pengeluaran banyak karena minimnya lapangan pekerjaan. Berbeda dengan Samarinda
meskipun banyak pengeluaran tetapi tetap ada pemasukan sedikit demi sedikit karena
banyaknya peluang pekerjaan di berbagai bidang baik yang menggunakan bidang keilmuan
maupun yang hanya mengandalkan otot.

Menurut (Priyono & Herdianti, 2019) faktor-faktor pendorong migrasi oleh penduduk
Kabupaten Grobogan, sebagai berikut:

27
a. Minimnya Lapangan Pekerjaan pada Kabupaten Grobogan
Kabupaten Grobogan memiliki jumlah penduduk cukup banyak tetapi n tidak
di imbangi dengan lapangan usaha yang memadai menurut data BPS lapangan usaha
terbesar di Kabupaten Grobogan di dominasi oleh pekerjaan pada bidang pertanian dan
menurut data BPS SUPAS 2015 alasan migran keluar karena alasan pekerjaan sebesar
21,6%, hasil pertanian tidak dapat diandalkan mengingat topografi Kabupaten
Grobogan yang memiliki tanah karts dan minimnya air menjadi kendala penduduk
untuk menikmati hasil panen untuk itu banyaknya penduduk yang memutuskan untuk
mencari mata pencaharian lain di luar bidang pertanian dengan hanya mengandalkan
kemampuan dalam bidang otot.

b. Terbatasnya Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Grobogan


Banyaknya migran risen yang keluar daerah diakibatkan minimnya fasilitas
pendidikan yang terdapat pada Kabupaten Grobogan, berdasarka n data BPS hasil
SUPAS tahun 2015, fasilitas pendidikan yang tersedia didominasi oleh lulusan
SMA/SMK dengan persentase 36,4% dan yang ke dua tamatan SD sebesar 29,7%
sedangkan untuk pendidikan tertinggi tingkat S2/S3 0%. Jadi, berdasarkan data
tersebut dapat dilihat bahwa rendahnya pendidikan yang ditempuh sehingga sulit untuk
memperoleh pekerjaan yang layak serta lapangan kerja yang disediakan minim, hal
tersebut menjadi pendorong masyarakat untuk melakukan migrasi ke luar daerah untuk
memperoleh kehidupan ekonomi yang lebih baik, memperoleh akses pendidikan yang
lebih tinggi sehingga berpengaruh pada pendapatan yang diperoleh nantinya.

c. Bencana Alam Kekeringan


Jenis tanah di Kabupaten Grobogan adalah tanah karts atau kapur sehingga
sering mengalami kekeringan dan minimnya lahan persawahan. Keterbatasan air bersih

28
juga menjadi kendala bagi masyarakat setempat sehingga memutuskan untuk
bermigrasi ke daerah lain.

d. Kemudahan Mendapatkan Pekerjaan di Tempat Tujuan


Berdasarkan data hasil SUPAS 2015, dilihat dari kegiatan satu minggu terakhir
adalah bekerja yaitu 52,5%, artinya banyak pelaku migran yang mendapatkan
kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan, pelaku migran melakukan perpindahan ke
kota-kota besar seperti halnya penduduk Kabupaten Grobogan paling banyak migran
ke Kota Semarang di mana diketahui banyaknya industri yang peluang lowongan
pekerjaan cukup banyak yang mampu menghasilkan perekonomian yang cukup
banyak.

e. Jarak Terhadap Lokasi yang Dituju

Di lihat dari peta arah migrasi keluar di dominasi pada daerah kabupaten-
kabupaten tetangga, pada penelitian ini di dominasi penduduk migran ke Kota
Semarang di mana jarak antara Kabupaten Grobogan ke Kota Semarang cukup dekat
dengan jarak 64 Km dan dapat di jangkau dengan moda transportasi darat angkutan
umum maupun kendaraan pribadi yang mudah dijangkau dengan waktu tempuh 2 jam,

29
serta di Kota Semarang terdapat banyaknya permintaan tenaga kerja secara kasar seperti
tukang becak, buruh bangunan dan industri, selain Kota Semarang, penduduk migran
dari Kabupaten Grobogan melakukan migrasi ke Kudus hal tersebut sama halnya
karena Kabupaten tujuan aksesibilitas cukup mudah di jangkau dan kabupaten tersebut
dirasa dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
f. Adanya Ajakan dari Keluarga dan Keperluan Pribadi
Berdasarkan hasil SUPAS menunjukkan alasan dominan untuk pindah adalah
adanya ajakan dari suami atau istri untuk melakukan migrasi dengan persentase sebesar
60%. Ajakan tersebut memiliki peluang besar untuk melakukan migrasi karena sudah
memiliki pengalaman lebih dulu dan mengetahui karakteristik daerah tujuan tersebut.
Lebih jelasnya berikut adalah diagram alasan utama pindah ke luar Kabupaten
Grobogan:

30
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan materi dan analisis yang dipaparkan pada bagian pembahasan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:

a. Mobilitas penduduk adalah gerakan (movement) penduduk yang melewati batas


wilayah, dan dalam periode waktu tertentu. Mobilitas terdiri dari mobilitas permanen
dan nonpermanen.
b. Faktor yang mempengaruhi mobilitas terdiri dari faktor penarik dan faktor pendorong.
Faktor penarik dari mobilitas permanen adalah tersedianya lapangan pekerjaan,
kesempatan memperoleh pendapatan yang tinggi, keadaan lingkungan yang
menyenangkan. sedangkan untuk faktor penarik dari mobilitas permanen adalah faktor
struktural, faktor individu, keadaan ekonomi, situasi politik, dan kependudukan.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan mobilitas non permanen
adalah faktor sosial, fisik, demografi, kultural, dan komunikasi.
c. Dampak mobilitas penduduk berpengaruh pada daerah asal dan daerah yang dituju.
Dampak pada daerah asal yaitu semakin berkurangnya penduduk yang akan berkaitan
dengan berkurangnya tenaga kerja, melambatnya perkembangan desa, pengelolaan
lahan yang tidak teratur dan semakin berkurangnya modal desa sedangkan dampak
bagi daerah yang dituju yaitu adanya pemukiman kumuh atau slum area.
d. Dari ukuran-ukuran mobilitas penduduk, yang dapat dihitung adalah angka mobilitas,
tingkat migrasi keluar secara kasar, tingkat migrasi masuk secara kasar, tingkat migrasi
neto, dan tingkat migrasi bruto.
e. Berdasarkan analisis profil migran dari hasil survei sosial ekonomi nasional 2019, pada
migran masuk seumur hidup Kepulauan Riau memiliki persentase terbesar yaitu 46, 4
persen. Banyaknya migran yang masuk ke Kepulauan Riau dikarenakan provinsi
tersebut memiliki kawasan perdagangan bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yang
menjadi daya tarik ekonomi sedangkan migrasi keluar seumur hidup memiliki
persentase 32,8 persen sebagai persentase tertinggi oleh DKI Jakarta. Jika dilihat dari
migran risen, Kepulauan Riau kembali menjadi provinsi dengan persentase migran
risen terbesar yaitu sebesar 9,7 persen sedangkan untuk persentase migran keluar risen
tertinggi kembali diperoleh oleh DKI Jakarta dengan persentase sebesar 7,8 persen.

31
f. Berdasarkan analisis mobilitas tenaga kerja berdasarkan hasil survei angkatan kerja
nasional 2020, terdapat dua jenis migrasi yang menjadi pokok analisis dalam
pelaksanaan survei yaitu mobilitas penduduk permanen, mobilitas penduduk non
permanen dan mobilitas pekerja di Indonesia. Berdasarkan persentase migran risen
tertinggi, Kepulauan Riau adalah daerah yang menjadi sasaran perpindahan tempat
tinggal tertinggi di Indonesia pada dua tahun terakhir. Berdasarkan besaran dan arus
migrasi pekerja migran risen, provinsi dengan proporsi pekerja migran risen terhadap
pekerja nonmigran risen yang terbesar berada pada Provinsi Kepulauan Riau, Papua
Barat, dan DKI Jakarta.
g. Berdasarkan karakteristik pekerja migran risen menurut provinsi, secara geografis,
hampir 1 dari 5 pekerja migran risen di Indonesia berada di Provinsi Jawa Barat baik
pada tahun 2019 maupun tahun 2020. Tertinggi kedua dan ketiga berada pada provinsi
Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur. Sedangkan jika dianalisis melalui mobilitas
penduduk non permanen yang ditinjau dari distribusi stayers dan movers menurut
provinsi, Tercatat bahwa pada tahun 2020 sebanyak 92,7 persen pekerja merupakan
stayers, sisanya 7,3 persen merupakan pelaku mobilitas nonpermanen (movers). Jika
dilihat dari mobilitas ulang-alik, penyumbang komuter terbesar di Indonesia adalah
provinsi-provinsi di pulau Jawa yang mencapai angka 75 persen. Dari karakteristik
pekerja sirkuler, Tiga provinsi penyumbang pekerja sirkuler terbanyak pada tahun
2020 di Indonesia berada di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur, masing-masing sebesar 28,5 persen, 21,6 persen, dan 10,3 persen.
h. Berdasarkan contoh riset mobilitas penduduk yang berjudul “Analisis Migrasi Risen
Berdasarkan Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Tahun 2015 di Kabupaten
Grobogan, Jawa Tengah” faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk di
Kabupaten Grobogan adalah minimnya lapangan pekerjaan pada Kabupaten
Grobogan, terbatasnya fasilitas pendidikan di Kabupaten Grobogan, bencana alam
kekeringan, kemudahan mendapatkan pekerjaan di tempat tujuan, jarak terhadap lokasi
yang dituju, dan adanya ajakan dari keluarga dan keperluan pribadi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Agusta, Ari. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Penduduk ke Desa Kota
Bangun Dua Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara. eJournal
Pemerintahan, 1(2), hal. 867-870
Alma, L. R. (2019). Ilmu Kependudukan. Malang: Wineka Media

Badan Pusat Statistik. (2020). Profil Migran Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2019.
Diakses dari
https://www.bps.go.id/publication/2020/12/02/725d484ca73434e95d4d4b9d/profil-
migran-hasil-survei-sosial-ekonomi-nasional-2019.html pada 22 April 2022
Badan Pusat Statistik. (2021). Analisis Mobilitas Tenaga Kerja: Hasil Survei Angkatan Kerja
Nasional 2020. Diakses dari
https://www.bps.go.id/publication/2021/11/17/bf53c37506d4a38a2a700f5a/analisis-
mobilitas-tenaga-kerja-hasil-survei-angkatan-kerja-nasional-2020.html diakses pada
22 April 2022
Lestari, Eka Puji. (2014). Kajian Tingkat Kesejahteraan dan Pendidikan Anak Keluarga
Perantau di Desa Sumampir Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga . Diakses
dari http://repository.ump.ac.id/6286/3/Eka%20Puji%20Lestari%20Bab%20II.pdf
Ningsih, A. F & Hutapia. (2019). Identifikasi Faktor Penentu Mobilitas di Kecamatan Sukaraja.
The Journal of Economic Development, 1(1), hal. 30
Priyono & Herdianti, S. (2019). Analisis Migrasi Risen Berdasarkan Hasil Survei Penduduk
Antar Sensus (SUPAS) Tahun 2015 di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Komisi II
: Geografi Fisik 2, hal. 128-139
Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Tanpa Tahun). Mobilitas Penduduk. Diakses dari
http://eprints.ums.ac.id/67400/3/BAB%20I.pdf pada 22 April 2022
Wahyudin, Ageng dkk. (2015). Mobilitas Penduduk: Makalah Ekonomi Kependudukan
Universitas Lampung. Diakses dari
https://www.academia.edu/30009424/MOBILITAS_PENDUDUK pada 21
April 2022

Wirmansyah, Yuzrizal. (2020, April). Dampak Mobilitas Penduduk dari Pedesaan ke


Perkotaan. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/341029384_DAMPAK_MOBILITAS_PE
NDUDUK_DARI_PEDESAAN_KE_PERKOTAAN_Latar_belakang pada 21 April
2022

33

Anda mungkin juga menyukai